Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/266

e-Konsel edisi 266 (1-11-2011)

Keunikan Konseling Pastoral

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 266/NOVEMBER 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: KEUNIKAN KONSELING PASTORAL
ULASAN SITUS: CHRISTIAN-COUNSELING ONLINE.COM

Salam kasih,

Sebagai makhluk sosial, dalam menghadapi pergumulan dan masalah,
manusia cenderung membutuhkan kehadiran dan dukungan orang lain.
Selain dukungan secara psikis, seseorang yang bermasalah memerlukan
dukungan moral. Dalam ranah kekristenan, hal ini disebut konseling
pastoral. Konseling pastoral memiliki ciri yang berbeda dibanding
konseling-konseling pada umumnya, baik dari segi pelaksana maupun
landasan dan prinsipnya. Apakah ciri dan keunikan konseling pastoral?
Temukan jawabannya dalam kolom Cakrawala. Selain itu, Anda juga dapat
menyimak ulasan situs Christian-Counseling Online.com, yang menawarkan
bahan-bahan konseling melalui berbagai media bagi Anda. Kami berharap,
sajian kami semakin memperlengkapi pelayanan Anda.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

               CAKRAWALA: KEUNIKAN KONSELING PASTORAL
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

Dibandingkan dengan konseling umum, konseling pastoral memiliki ciri
khusus yang unik. Keunikannya terlihat dalam lima faktor berikut.

1. Pelatihan Konselor Pastoral.

Pelatihan konseling pastoral memberikan perspektif rohani yang unik
kepada konselor terhadap konseli dan persoalannya. Dalam pelatihan
ini, calon konselor (pendeta) dibekali dengan teologi sistematis,
pelajaran alkitabiah, etika, dan sejarah gereja. Dengan demikian,
konselor memiliki perspektif tak ternilai terhadap konseli mereka.
Para psikolog/psikiater Kristen, dengan refleksi dan pengamatan diri
yang cermat, bisa membawa pandangan subjektifnya sejalan dengan
pandangan alkitabiah, tetapi filter klinis yang mereka pakai untuk
melihat seseorang berbeda dengan perspektif konselor pastoral.
Pelatihan konseling pastoral ini, dapat memperlengkapi calon konselor
untuk melihat seseorang secara rohani, dan memahami pengembaraan
mereka, serta pergumulan mereka dengan Allah.

Pengetahuan psikologi yang dimiliki konselor pastoral mungkin tidak
sebanyak para psikolog, psikiater, atau psikoterapis sekuler. Namun,
mereka lebih diperlengkapi untuk memelihara kesehatan rohani konseli.
Inilah yang menjadi keunikan sekaligus kelebihan pelatihan konseling
pastoral. Hal ini menggambarkan sebuah pendekatan konseling yang tidak
hanya sesuai dengan aspek-aspek lain dalam fungsi pastoral, tetapi
juga mengintegrasikan konseling pastoral dalam konteks pemeliharaan
pastoral.

2. Peran Konselor Pastoral.

Dalam fungsi sosial dan simbolis, konselor pastoral (pendeta) memiliki
keunikan. Mereka adalah sosok pemimpin agama, yang secara simbolis
melambangkan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan religius. Oleh karena
itu, harapan konseli yang datang kepada pendeta akan berbeda dibanding
harapan konseli kepada ahli konseling yang lain. Mereka berharap
pendeta menunjukkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
komitmen-komitmen Kristen, serta "membawa makna Kristen ke dalam
persoalan manusia" (Catatan 1).

Sebaliknya, karena para pendeta dianggap sebagai perwakilan gereja,
maka beberapa orang tidak mau mendatanginya saat mereka bergumul
dengan persoalan pribadi. Pengalaman traumatis yang dialami konseli
dengan pendeta, dapat membuatnya takut untuk mendatangi pendeta
meskipun mereka membutuhkannya. Beberapa orang lainnya, memiliki
pandangan bahwa para pendeta hanya tertarik dengan hal-hal yang
agamawi saja, dan mereka menilai persoalan mereka terlalu
duniawi/sekuler bagi si pendeta.

Walaupun demikian, asosiasi dan harapan simbolis yang sama ini membuat
sebagian orang memiliki kesimpulan yang bertentangan. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Amerika pada tahun 1957, 42 persen sampel
mengatakan bahwa pendeta adalah orang pertama yang mereka temui saat
mereka menghadapi masalah genting. Seorang dokter keluarga dipilih
oleh 29 persen sampel (Catatan 2). Ketika penelitian ini diulangi lagi
pada tahun 1976, hasilnya adalah sebagai berikut.

1. Pendeta dipilih 39 persen sampel (Catatan 3).
2. Psikolog dan psikiater dipilih 29 persen sampel.
3. Dokter umum (nonpsikiater) dipilih 21 persen sampel.

Statistik ini menunjukkan bahwa para pendeta masih banyak dibutuhkan
ketimbang ahli jiwa lainnya. Mereka menganggap pendeta menempati
fungsi sebagai perwakilan gereja yang menghasilkan perspektif Kristen,
sekaligus sumber-sumber pemulihan Kristen yang unik.

3. Konteks Konseling Pastoral.

Hiltner dan Colston mempelajari proses konseling dalam konteks yang
berbeda-beda dan menemukan bahwa dalam kondisi yang sama, konseling
berlangsung lebih cepat dalam konteks gereja (Catatan 4). Beberapa hal
lain seperti tempat yang tenang dan aman untuk menemui Allah, juga
mendukung pelaksanaan konseling pastoral.

Lebih-lebih, gereja bukanlah sekadar bangunan, melainkan komunitas
iman. Umumnya, konselor pastoral memberikan konseling dalam keadaan
stabil, penuh kepercayaan, dan kasih. Tidak ada konselor lain yang
memunyai sumber komunitas yang sebanding. Jika sidang jemaat adalah
jenis komunitas ini, pendeta dapat menyatukan orang-orang yang terluka
dengan jemaat dan kelompok dalam gereja, yang dapat memberi kasih dan
dukungan. Dalam situasi tertentu, pendeta tidak bertanggung jawab
untuk memenuhi semua kebutuhan orang-orang yang meminta
pertolongannya, namun bisa dikatakan, dialah perantara sumber-sumber
pemulihan di gereja.

Aspek khusus dari konseling pastoral yang terakhir adalah kontak
alamiah antara pendeta dan jemaat. Para pendeta memberikan konseling
dalam suatu jaringan yang memungkinkan konseli dan konselor saling
mengenal dan memahami. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan
keduanya, sehingga semakin mempermudah proses konseling. Hal ini juga
memampukan pendeta untuk mengidentifikasi persoalan, sebelum mencapai
fase lanjut dan memunyai kesempatan untuk terlibat lebih awal.

4. Sasaran Konseling Pastoral.

Menentukan sasaran adalah salah satu aspek penting dalam konseling.
Tanpa sasaran yang jelas, konseling menjadi aktivitas yang tidak
bertujuan, tidak berakhir. Apalagi, sasaran pendekatan konseling dapat
menentukan karakter khusus konseling daripada aspek lainnya, termasuk
teknik yang digunakan.

Sasaran konseling pastoral harus jelas dan spesifik. Sasaran utamanya
adalah memfasilitasi pertumbuhan rohani, termasuk menolong para
konseli untuk memahami persoalan dan kehidupan mereka, dengan
mengingat hubungan mereka dengan Allah, kemudian hidup lebih sungguh
dalam hubungan tersebut.

Dasar pelayanan pastoral adalah pertumbuhan rohani yang menjadi
pondasi seluruh kesatuan manusia, dan pada saat yang sama, tetap
terkait dengan seluruh aspek kesatuan yang lain. Tidak ada bidang
kehidupan yang tidak memiliki kepentingan religius. Oleh karena itu,
tidak ada bidang kehidupan yang tidak relevan dengan konseling
pastoral. Entah fokusnya pada kesedihan menghadapi kehilangan, konflik
dalam suatu hubungan, persoalan memilih pekerjaan, atau kekhawatiran
menghadapi penyakit. Tantangannya adalah menolong seseorang yang
membutuhkan bantuan untuk hidup di hadapan Allah dan meneladani
kesempurnaan kehidupan-Nya.

Para konselor pastoral sebaiknya memiliki perhatian lebih dalam
memfasilitasi pertumbuhan rohani, sehingga mereka tidak hanya
memerhatikan/mengutamakan persoalan-persoalan yang kelihatannya
rohani, tetapi semua aspek kehidupan. Apalagi, persoalan-persoalan
rohani muncul paling jelas dalam konteks pengalaman dan pergumulan
hidup sehari-hari, dan keduanya merupakan fokus alami hubungan
konseling. Keunikan konseling pastoral tidak terletak pada persoalan
yang dibahas, melainkan pada sasarannya.

Namun demikian, kepentingan rohani dari persoalan atau pengalaman
tertentu harus dipahami terlebih dahulu, baru diidentifikasi dengan
saksama bagi setiap individu. Jadi, pendeta sebagai konselor harus
peka terhadap Roh Kudus yang adalah Penasihat Sejati (Catatan 5). Para
konselor pastoral seharusnya bergantung kepada Roh Kudus, dan
menyadari bahwa pemulihan tidak datang dari penerapan teknik-teknik
tertentu secara terampil maupun dari kehidupan, melainkan dari Allah,
yang hadir di tengah-tengah kehidupan dan menjadi sumber segala
pertumbuhan dan perubahan yang membangun (Catatan 6).

5. Sumber-Sumber Konseling Pastoral.

Keunikan konseling pastoral yang terakhir adalah penggunaan
sumber-sumber religius: doa, Alkitab, sakramen, pengurapan minyak
atau penumpangan tangan, dan renungan atau bacaan rohani. Semuanya
dijadikan sebagai sumber-sumber potensial dalam proses konseling.
Kegagalan dalam memanfaatkan salah satu di antaranya, menyebabkan
terkikisnya aspek khusus dalam konseling pastoral.

Namun demikian, yang terpenting dan terutama adalah bagaimana
sumber-sumber religius tersebut dialami terlebih dulu dalam kehidupan
sang konselor. Dengan begitu, sumber-sumber ini dapat dipergunakan
lebih tepat dalam konseling.

Seorang konselor juga harus memunyai empati, bisa menempatkan diri
dalam posisi seseorang yang bingung, terluka, marah, atau takut.
Meskipun tindakan konselor tidak memunyai pengaruh penebusan utama
seperti yang dinyatakan dalam keikutsertaan Yesus dalam menanggung
dosa kita, tindakan-tindakan tersebut menggambarkan unsur proses
pemulihan yang penting, dan mengingatkan kita mengapa konselor sangat
perlu mengalami pembaruan terus-menerus melalui Alkitab, doa, dan
sakramen. Baterai rohani seseorang harus diisi terus-menerus, agar dia
dapat memberikan sesuatu bagi orang lain. Hanya bersama Tuhan,
seseorang dapat menemukan kekuatan untuk menanggung bukan hanya beban
diri sendiri, tetapi beban orang lain juga.

Dalam konseling, hal-hal rohani harus digunakan dengan hati-hati dan
bijak. Doa, membaca Alkitab, dan hal-hal rohani lainnya, bisa
memunculkan beban emosional yang berat dan negatif bagi beberapa
orang. Namun, hal itu juga bisa menimbulkan rasa bersalah yang keliru
atau kekhawatiran yang tidak perlu. Hal-hal itu juga bisa dengan mudah
menghalangi percakapan dalam konseling. Untuk itu, para pendeta perlu
mengetahui mengapa hal-hal rohani tertentu harus digunakan dalam
situasi tertentu pula. Misalnya, bagaimana menghindari pembicaraan
tentang pokok bahasan yang tidak menyenangkan, menyediakan penghiburan
prematur, atau menghilangkan kegelisahan atau penderitaan konseli.
Untuk menjawabnya, para pendeta harus mengenal diri sendiri dan mampu
bercermin pada tingkah laku mereka dengan kadar objektivitas dan
kejujuran tertentu. Tanpa pemeriksaan diri, konseling pastoral
bisa-bisa hanya menjadi obrolan rohani klise.

Penggunaan sumber-sumber religius secara tepat dalam konseling,
didahului dengan sadarnya pendeta terhadap persoalan konseli dan latar
belakang rohaninya, sekaligus sikapnya terhadap agama. Selain itu,
sebelum menggunakan hal-hal tersebut, pendeta sebaiknya bertanya
apakah semuanya itu akan berguna dan dihargai. Hal ini menunjukkan
penghormatan pada perasaan dan keyakinan konseli, dan sering kali akan
membuka percakapan yang efektif tentang konflik dan hambatan rohani.
Jika konseli memilih untuk tidak menggunakan doa atau Alkitab, bukan
berarti kita membatasi doa bekerja baginya di lain waktu.

Clinebell mencatat bahwa sumber-sumber religius sebaiknya digunakan
untuk menguatkan konseli, bukan mengecilkan prakarsa, kekuatan, atau
tanggung jawabnya (Catatan 7). Hal ini penting bagi orang-orang yang
cenderung bergantung dan dengan mudah berserah pada kuasa doa atau
pembacaan Alkitab oleh pendeta daripada belajar mempraktikkannya
sendiri. Terhadap orang-orang semacam ini, pendeta lebih tepat jika
meminta mereka berdoa, alih-alih mendoakan mereka. Clinebell juga
menyatakan bahwa pendeta perlu menggunakan hal-hal rohani untuk
"memfasilitasi, ketimbang menghambat kemunculan dan hilangnya
perasaan-perasaan negatif". Ingatlah bahwa Allah menyambut
keterusterangan umat-Nya dengan terbuka, dan Dia mengundang kita untuk
datang kepada-Nya di tengah kebingungan, keraguan, kemarahan,
keputusasaan, dan kesedihan. Inilah yang dimaksudkan Clinebell, bahwa
hal-hal rohani digunakan untuk memfasilitasi muncul dan hilangnya
perasaan-perasaan negatif.

Inti hal-hal religius adalah menyediakan hubungan dinamis antara Allah
dan konseli yang meminta pertolongan pastoral. Oleh karena itu,
penggunaan hal-hal itu tidak boleh bersifat mekanis, legal, atau
magis. Jika digunakan dengan kepekaan, semuanya itu secara unik dapat
menolong konseli merasakan pemeliharaan, pemulihan, dan kehadiran
Allah secara pribadi. Setelah meningkatkan hubungan pribadi dengan
Allah, sumber-sumber itu memberi kontribusi luar biasa terhadap proses
konseling. Jika tidak berhasil menghadirkan hubungan tersebut, hal-hal
itu barangkali digunakan secara salah. (t/Dicky)

Catatan:
1. Clebsch W. dan C. Jaekle. 1964. "Pastoral Care in Historical
   Perspektif". N.J.:Englewood Cliffs. Hlm. 4-5.
2. Gurin, G., J. Verhoff, dan S. Feld. 1960. "Americans View Their
   Mental Health". New York: Basic Books.
3. Verhoff, J., R. Kukla, dan E. Dorran. 1981. "Mental Heart in
   America". New York: Basic Books.
4. Hiltner, S. dan L. Colston. 1961. "The Context of Pastoral
   Counseling". New York: Abingdon.
5. Oates, W. 1962. "Protestant Pastoral Counseling".
   Philadelphia: Westminster.
6. Brister, C. 1964. "Pastoral Care in the Church".
   New York: Harper & Row.
7. Clinebell, H. 1984. "Basic Types of Pastoral Care and Counseling.
   Nashville: Abingdon.

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul asli buku: Strategic Pastoral Counseling
Judul asli artikel: The Uniqueness of Pastoral Counseling
Penulis: David G. Benner
Penerbit: Baker Book House, Michigan 1992
Halaman: 23 -- 32

Catatan: Jika Anda ingin membaca artikel ini seutuhnya, Anda bisa
mengaksesnya melalui situs Christian Counseling Center Indonesia
(C3I), di alamat < http://sabda.org/c3i/keunikan_konseling_pastoral >

            ULASAN SITUS: CHRISTIAN-COUNSELING ONLINE.COM
           < http://www.christian-counseling-online.com/ >

Masalah yang dihadapi setiap konseli yang datang kepada kita tentu
tidak sama. Untuk membantu mereka dalam menghadapi persoalan yang
sedang dihadapi, kita memerlukan bahan-bahan konseling yang bermutu
dan tentunya sesuai dengan firman Tuhan. Situs Christian-Counseling
Online.Com, merupakan salah satu situs penyedia bahan-bahan seputar
konseling yang dapat menjadi pilihan Anda dalam memperlengkapi diri
untuk melayani konseli.

Situs ini menyajikan bahan-bahan konseling Kristen alkitabiah dan
bahan-bahan konseling berkualitas. Bahan-bahan yang tersedia tidak
hanya berupa artikel, namun juga dalam bentuk audio, buklet, dan buku
gratis. Ada juga bahan-bahan konseling dan perenungan yang bisa
didownload dengan mudah. Kategori konseling yang disajikan dalam situs
ini cukup lengkap, antara lain masalah emosi, relasi, pernikahan,
komunikasi, dan kecanduan alkohol. Saat menjelajahi situs ini, Anda
juga bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan publikasi elektronik
yang mereka miliki secara gratis, mencari ahli terapi, sekaligus
mengetahui agenda pelatihan konseling yang ditawarkan. Selain kaya
akan informasi, situs ini kaya akan tautan. Dari situs ini, Anda bisa
terhubung dengan situs-situs konseling Kristen yang lain. Situs ini
juga menawarkan buku-buku konseling yang bermutu bagi Anda. Satu lagi
keistimewaan situs ini, Anda bisa berbincang dengan konselor yang ada
via satelit (skype). Tidak ada ruginya berkunjung ke situs ini! (SS)

Tanggal akses: 9 Agustus 2011

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Mahardhika Dicky K., dan
         Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org