Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/260 |
|
e-Konsel edisi 260 (20-9-2011)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 260/SEPTEMBER 2011 DAFTAR ISI CAKRAWALA: PESAN YANG MEREMEHKAN TELAGA: BERHATI-HATI DENGAN LIDAH ULASAN BUKU: BELAJAR MENGASIHI ORANG YANG ANDA BENCI Salam sejahtera, Perkataan yang diterima seseorang bisa berdampak yang besar. Jika seseorang sering menerima perkataan negatif, dia bisa menjadi orang rendah diri/minder, penakut, tidak berkembang, dan bahkan pendendam. Orang-orang yang seperti itu, perlu mendapatkan pertolongan. Untuk menolong konseli-konseli dengan kasus tersebut, e-Konsel menyiapkan artikel khusus untuk Anda dalam kolom Cakrawala dan TELAGA. Sementara itu, ulasan buku yang kami hadirkan dalam edisi ini adalah buku karangan Floyd McClung, yang membahas tentang belajar mengasihi orang yang Anda benci. Kiranya artikel ini dapat semakin memperlengkapi Anda dalam melayani orang lain. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Sri Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: PESAN YANG MEREMEHKAN Salah satu tugas orang tua adalah memampukan anak-anaknya untuk menilai diri mereka sendiri, seperti halnya Tuhan menilai mereka. Sarana utama untuk mencapainya adalah melalui pesan yang membangun, baik dengan perkataan, sikap, maupun perbuatan. Jika Anda mengisi kehidupan mereka dengan pesan-pesan yang positif tentang arti hidup mereka bagi Anda dan bagi Tuhan, mereka akan mengembangkan disiplin dan harga diri, dan menjadi orang dewasa yang mandiri serta bertanggung jawab. Sayangnya, ada orang tua yang menyampaikan pesan yang tidak membangun kepada anak-anak mereka, sehingga memengaruhi cara anak menilai diri sendiri secara negatif dan menganggap seperti itulah Tuhan menilai. Pesan seperti ini adalah pesan yang merusak. Pesan yang Meremehkan Tidak Dapat Ditoleransi Pesan meremehkan yang ditujukan kepada seseorang, bisa mengurangi nilai sebenarnya dari orang tersebut. Apabila Anda menyampaikan perkataan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, Anda tidak membangun harga diri mereka. Apa yang Anda sampaikan, dapat mengakibatkan mereka meragukan arti hidupnya bagi Anda dan bagi Tuhan. Pada dasarnya, pesan yang meremehkan merupakan bentuk penyangkalan terhadap salah satu atau lebih dari hal-hal berikut: 1. Pesan yang meremehkan biasanya menyangkali keberadaan anak atau menyangkali sesuatu yang dia nilai atau takuti. Apabila Anda mengacuhkan anak Anda, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang menyangkali keberadaannya. Apabila anak Anda mengatakan bahwa dia takut sendirian berada di kamar tidurnya yang gelap pada malam hari, dan Anda berkata, "Tidak ada yang perlu ditakuti", artinya Anda menyangkali adanya masalah yang sangat nyata baginya. 2. Pesan yang meremehkan menyangkali beratnya suatu masalah atau pentingnya suatu peristiwa dalam kehidupan seorang anak. Misalnya, anak laki-laki Anda tertekan dalam menyelesaikan tugas ilmiah dari sekolahnya, kemudian Anda berkata, "Itu bukan masalah yang besar", maka Anda menyangkali beratnya masalah dan pentingnya tugas yang dia hadapi. 3. Pesan yang meremehkan menyangkali bahwa masalah yang dihadapi anak dapat diselesaikan. Anda meremehkan anak Anda ketika Anda membuat pernyataan, "Lupakan saja, Johny, engkau tidak dapat berbuat apa-apa.", 4. Pesan yang meremehkan menyangkali kemampuan anak untuk berhasil dalam bidang tertentu. Misalnya, Anda berkata kepada anak Anda, "Engkau tidak akan terpilih menjadi anggota tim sepak bola." Ketika Anda menyangkal anak Anda dalam salah satu di antara keempat hal di atas, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang meremehkan, yang menghambat perkembangan anak Anda untuk dapat menjadi dewasa dan mandiri. Pesan yang Meremehkan Selama Waktu Krisis Orang tua sering merasa bersalah karena menyampaikan pesan yang meremehkan pada waktu anak menghadapi krisis dalam kehidupannya. Salah satu hadiah yang sangat berharga yang dapat kita berikan kepada anak- anak kita adalah kemampuan untuk dapat menghadapi kehilangan. Kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Tetapi, sering kali pengalaman krisis seorang anak lebih ringan dibandingkan krisis orang dewasa. Jadi, kita cenderung untuk menyampaikan pesan yang menyangkalinya, dan bukannya pesan yang membangun anak untuk menjalani pengalaman itu. Dengan demikian, kita meremehkan anak dan menghambat pertumbuhannya. Saat anjing anak Anda mati, jangan berkata kepadanya, "Itu hanya seekor anjing dan ada banyak anjing yang seperti itu. Minggu depan kita akan membeli seekor anjing yang lebih baik." Selama waktu krisisnya, anak Anda sangat memerlukan dukungan dari Anda untuk dapat memahami kesedihannya, keseriusan masalah yang dihadapinya, dan menegaskan kemampuannya untuk mengatasinya. Anda seharusnya berkata, "Saya tahu bahwa engkau sedih karena anjing itu sangat berarti bagimu. Saya dapat melihat kesedihan itu di matamu. Saya juga sedih. Kita berdua akan merasa kehilangan." Pesan ini adalah pesan yang membangun. Meremehkan dan Menertawakan Cara lain yang dilakukan orang tua di dalam menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak adalah dengan menertawakan. Tertawa dengan seorang anak adalah sehat. Tetapi menertawakan kepedihan, kegagalan, atau sesuatu yang memalukan anak Anda, berarti meremehkan dia. Ini adalah bentuk perlakuan kasar melalui perkataan. Dalam keluarga sering kali terjadi hal-hal yang lucu. Tetapi jika sumbernya adalah kemalangan anak Anda, maka Anda harus menunggu sampai anak Anda tertawa, meskipun untuk itu Anda harus menahan tawa atau meninggalkan ruangan untuk mengendalikan diri Anda. Berbagai Bentuk Pesan yang Meremehkan Ada banyak bentuk pesan yang meremehkan. Celakanya, setiap pesan yang meremehkan tersebut bisa membutakan anak dari kebenaran tentang arti hidupnya bagi Tuhan, dan menghalangi perkembangan harga dirinya. Beberapa bentuk pesan yang meremehkan adalah sebagai berikut: a. Penganiayaan. Penganiayaan bisa dilakukan secara fisik, emosi, seksual, dan perkataan. Banyak orang tua, tanpa sadar telah menganiaya anak-anaknya melalui perkataan. Penganiayaan melalui perkataan sama-sama meremehkan, seperti halnya bentuk penganiayaan fisik. b. Mengabaikan. Tidak memberikan perhatian secara fisik, emosi, atau dengan perkataan adalah suatu bentuk penganiayaan secara pasif. Pengabaian menyebabkan anak merasa disisihkan. c. Kasih yang bersyarat. Pesan dari kasih yang bersyarat merupakan ancaman secara tidak langsung dan juga terang-terangan, berdasarkan kebutuhan atau harapan yang dimiliki orang tua dan bukan berdasarkan kebutuhan anak. d. Memanjakan. Tindakan orang tua yang memanjakan adalah bentuk kasih yang berlebihan, dan bisa menjadi kebiasaan buruk bagi anak. Memanjakan anak sama dengan meremehkan, karena menyebabkan anak bergantung pada orang tuanya dan menghambat kemampuannya untuk berpikir bagi dirinya. Memanjakan anak juga berarti mengaburkan arti tanggung jawabnya secara pribadi. Mengorbankan Anak dengan Pesan yang Meremehkan Kita banyak mendengar tentang pengorbanan. Anak-anak yang tumbuh dengan menerima pesan yang meremehkan akan menderita, karena mereka terbiasa menjadi korban kesalahan. Mereka belajar untuk mengatasi pesan yang mengecam, menyisihkan, meremehkan, yang mereka terima dengan menyalahkan diri sendiri. Sebelum menginjak masa remaja dan dewasa, mereka mungkin bebas dari pesan orang tua mereka yang meremehkan. Tetapi, pada saat itu, mereka sudah terbiasa mengendalikan diri sendiri. Mereka membuat pernyataan yang mengecam, menyangkal, dan menyalahkan diri sendiri. Terkadang tanpa sadar, orang tua perlahan-lahan telah menyebabkan anak-anak menjadi korban kesalahan, melalui pesan yang meremehkan yang mereka sampaikan. Kita tidak dapat menduga betapa kuatnya pengaruh perkataan, nada suara, dan perbuatan kita kepada anak-anak kita. Seorang anak yang bertumbuh dengan pesan-pesan negatif, akan terbiasa menyalahkan dirinya atas keadaan-keadaan yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawabnya. Dia tidak akan menjadi orang yang dewasa, mandiri, percaya diri. Sebaliknya, kehidupannya akan ditandai dengan kebiasaan menyalahkan diri sendiri, menghukum diri sendiri, gelisah, dan merasa menjadi korban. Memutuskan Siklus yang Meremehkan Jika Anda terbiasa menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, kemungkinan besar Anda menerima pesan itu dari orang tua Anda ketika Anda masih anak-anak. Sampai batas tertentu, Anda terbiasa menjadi korban kesalahan dan mengambil sikap meremehkan diri sendiri. Karena sikap yang meremehkan berlaku pada orang tua Anda, dan sekarang berlaku pada Anda, Anda sekarang menyampaikannya kepada anak-anak Anda yang terbiasa menjadi korban seperti Anda. Meremehkan dalam keluarga adalah siklus yang merugikan. Untuk menghentikan aliran pesan yang meremehkan dari Anda kepada anak-anak Anda, Anda harus memutuskan siklus itu dengan mengatasi sikap Anda yang meremehkan. Langkah pertama untuk memutuskan siklus ini adalah dengan mengenali pola pikir Anda yang meremehkan. Kecenderungan meremehkan sering kali begitu berakar, sehingga kecenderungan ini merupakan suatu tanggapan yang spontan. Membawanya ke permukaan akan menuntut Anda untuk bekerja dan berusaha, tetapi hasilnya setara dengan usaha Anda. Sadarilah bahwa Anda melakukannya bukan untuk memperbesar rasa bersalah atau bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Anda hanya sedang berusaha untuk mengenali seberapa jauhkah kelakuan Anda didorong oleh kelakuan yang meremehkan. Salah satu cara untuk menentukan apakah meremehkan merupakan bagian dari kehidupan Anda adalah dengan menelusuri tanggapan Anda atas masalah-masalah. Bertanyalah pada diri Anda sendiri: Apakah saya mengabaikan masalah yang benar-benar ada? Apakah saya beranggapan bahwa tidak ada penyelesaian untuk masalah itu? dll.. Kabar baiknya adalah Anda bisa berubah. Anda dapat memutuskan siklus meremehkan yang ada di dalam keluarga Anda. Anda harus menyelidiki sikap dan tanggapan Anda. Setelah Anda mengenali polanya, Anda bebas memilih cara pendekatan atau penyelesaian yang membangun. Apa yang Anda pelajari tentang diri Anda, akan membantu Anda mengubah tanggapan Anda yang meremehkan terhadap anak-anak Anda. Diambil dan disunting dari: Judul asli buku: The Power of A Parents`s Words Judul buku terjemahan: Menjadi Orang Tua yang Bijaksana Judul bab: Pesan yang Meremehkan, Pesan yang Membangun Penulis: H. Norman Wright Penerjemah: Christine Sujana Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 1996 Halaman: 141 -- 153 TELAGA: BERHATI-HATI DENGAN LIDAH "Mereka menggusarkan Dia dekat air Meriba sehingga Musa kena celaka karena mereka; sebab mereka memahitkan hatinya sehingga ia teledor dengan kata-katanya." (Mazmur 106:32-33) Salah satu kisah tragis yang dicatat di Alkitab adalah kisah kegagalan Musa masuk ke tanah yang dijanjikan Tuhan. Di padang gurun Meriba, orang Israel mengeluhkan ketidakadaan air, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu untuk mengeluarkan air. Musa tidak menaati Tuhan; bukannya berkata-kata, ia malah memukul bukit batu itu dua kali. Tuhan marah dan berkata kepada Musa, "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:2-13) Musa gagal sebab ia teledor dengan mulutnya. Dan sayangnya, ada begitu banyak orang yang gagal oleh karena perkataannya. Yakobus 3:2-12, memberi kita panduan tentang menjaga lidah sebagaimana dapat kita lihat berikut ini. 1. Banyak kesalahan dibuat oleh lidah. Dengan kata lain, salah satu pergumulan terbesar dalam hidup adalah pergumulan mengekang lidah. Kesalahan terbesar bukanlah pada dosa tidak mengatakan, melainkan pada mengatakan yang tidak seharusnya dikatakan. Orang yang dapat mengendalikan lidah, diumpamakan seperti kekang pada mulut kuda dan kemudi pada kapal yang berlayar di tengah angin keras. Singkat kata, pergumulan menguasai lidah diumpamakan seperti pergumulan menguasai kuda dan menerjang badai di lautan. Sungguh suatu pergumulan yang besar! 2. Jika demikian, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya terlebih mudah menuruti kemauan lidah daripada menolaknya. Jika perjuangannya begitu besar, sudah tentu menyerah akan jauh lebih mudah. 3. Akibat dari penggunaan lidah yang tak terkekang adalah dahsyat, sehingga dilukiskan seperti kebakaran hutan yang besar dan racun yang mematikan. Perkataan yang tak bertanggung jawab dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Banyak relasi rusak akibat lidah, banyak kepercayaan hilang oleh lidah, banyak respek yang pudar juga oleh karena lidah. 4. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa kita lebih sering gagal menguasai lidah, ibarat binatang buas yang tak dapat dijinakkan sepenuhnya. Lebih sering kita menyesali kegagalan kita, namun sekali perkataan keluar, kita tidak dapat menariknya kembali. 5. Yang terpenting adalah kita harus membersihkan hati, sehingga dari dalamnya akan keluar air yang bersih. Dengan kata lain, pengekangan lidah diawali dengan pembersihan hati. Jika kita penuh kemarahan, maka kemarahanlah yang akan keluar dari mulut; jika kita penuh kepahitan, maka kepahitan yang akan keluar dari mulut. Sebaliknya, bila hati dipenuhi kasih Tuhan, maka kasihlah yang akan keluar dari mulut. Jika hati penuh iman percaya kepada Tuhan, maka pengharapan dan keyakinanlah yang akan keluar dari mulut. Langkah Praktis Mengekang Lidah a. Sebelum berkata-kata, pastikanlah kebenarannya terlebih dahulu. Jangan sampai kita menyebarkan gosip yang dapat menghancurkan hidup orang. b. Sebelum berkata-kata, pikirkanlah dampaknya terlebih dahulu dan bertanyalah apakah kita siap menanggungnya. c. Sebelum mengatakan sesuatu yang mengandung emosi, tahanlah dan menyingkirlah. Tenangkan hati sampai gejolak reda, baru kemudian timbang lagi apakah memang perlu kita mengatakannya. d. Terakhir, sebelum berkata-kata, ujilah terlebih dahulu apakah ada dosa di dalamnya. Jika ada, berhentilah, jangan meneruskannya. "Barang siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2) Diambil dari: Nama situs: TELAGA.org Alamat URL: http://telaga.org/audio/berhati_hati_dengan_lidah Judul transkrip: Berhati-hati dengan Lidah (T261A) Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi Tanggal akses: 11 Juli 2011 ULASAN BUKU: BELAJAR MENGASIHI ORANG YANG ANDA BENCI Judul buku: Belajar Mengasihi Orang Yang Anda Benci Judul asli: Learning to Love People You Don`t Like Penulis/Penyusun: Floyd McClung, Jr. Penerjemah: T. Wahyuni Editor: Budijanto Penerbit: Metanoia Publishing, Jakarta 1995 Ukuran buku: 13,5 x 12,5 cm Tebal: 133 halaman ISBN: -- Buku Online: -- Download: -- Mengasihi seseorang yang kita suka pasti lebih mudah daripada mengasihi orang yang tidak kita suka. Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita tidak bisa mengasihi orang yang tidak kita suka. Buku "Belajar Mengasihi Orang Yang Anda Benci" karangan Floyd McClung, Jr., yang juga adalah Direktur Operations for Youth with A Mission dan pembicara konferensi dan seminar yang andal, serta penulis buku "Mengenal Hati Bapa" dan "Living on the Devil`s Doorstep", bisa Anda gunakan sebagai salah satu referensi ketika Anda bergumul untuk mengasihi orang yang Anda tidak sukai. Berdasarkan Alkitab, Floyd McClung, Jr. memberikan tantangan sekaligus jawaban praktis untuk menjalin hubungan yang produktif dan bagaimana memeliharanya. Melalui buku ini, penulis ingin membagikan cara mengembangkan kasih dan kesatuan di dalam setiap hubungan. Buku ini diharapkan bisa membantu gereja-gereja Tuhan, sehingga bisa hidup beda dari dunia, bukan hanya mengasihi orang yang baik, namun juga mengasihi orang-orang yang disingkirkan masyarakat dan pendosa; bahkan, orang yang kita benci. Penulis menantang Anda untuk mengevaluasi ulang pengertian Anda mengenai kesatuan Kristen, dan dengan jelas memperlihatkan jalan untuk mengasihi dan berdamai dengan orang yang tidak kita suka. Dalam buku ini, Anda bisa membaca hal-hal tentang kuasa kasih, tata cara hubungan, ketika kasih tampak mustahil, apakah saudara sungguh peduli, dan banyak hal lainnya. Semua hal itu diuraikan penulis dengan jelas dengan bahasa yang sederhana. Peresensi: Sri Setyawati Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |