Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/252

e-Konsel edisi 252 (26-7-2011)

Menangani Anak yang Terlibat dalam Perkelahian Antarpelajar

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 252/JULI 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: BIMBINGAN KONSELING BAGI ANAK YANG SUKA TAWURAN
KOMUNITAS KONSEL: PENYAKIT SOSIAL YANG MERESAHKAN
REFERENSI: SEPUTAR PENYAKIT SOSIAL DI SITUS C3I

Salam kasih,

Akhir-akhir ini tingkah laku agresif remaja yang dinyatakan dalam
bentuk perkelahian antarpelajar semakin sering terjadi. Jika dahulu
perkelahian ini lebih sering terdengar di perkotaan, saat ini kasus
tersebut sudah kerap terlihat pula di daerah. Penanggulangan masalah
ini sudah menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi banyak pihak. Baik
itu aparat berwajib, pemerintah, pendidik, dan yang pasti orang tua.

Mengapa perkelahian antarpelajar bisa terjadi dengan mudah? Apa saja
faktor-faktor pemicu terjadinya masalah tersebut? Bagaimana
menanggulanginya? Kami mengajak Pembaca e-Konsel terkasih untuk
menyimak sajian dalam edisi ini. Sebuah artikel yang telah ditulis
oleh redaksi, kiranya dapat menolong Anda saat melayani atau
menghadapi anak remaja yang terlibat dalam perkelahian antarpelajar.
Kami sajikan pula obrolan dalam Facebook e-Konsel dan referensi bahan
sehubungan dengan penyakit sosial dalam masyarakat. Kiranya menjadi
berkat.

Staf Redaksi e-Konsel,
Davida Welni Dana
< http://c3i.sabda.org/ >

      CAKRAWALA: BIMBINGAN KONSELING BAGI ANAK YANG SUKA TAWURAN
                   Ditulis oleh: Sri Setyawati

Psikolog A. Bandura mengatakan, "Masa remaja menjadi suatu masa
pertentangan dan pemberontakan," karena pada masa ini para remaja
terlalu menitikberatkan ungkapan-ungkapan bebas dan ringan dari
ketidakpatuhan, seperti model potongan rambut dan pakaian yang
nyentrik. Bacaan, film, dan media massa lainnya, sering menggambarkan
para remaja sebagai kelompok yang tidak bertanggung jawab,
memberontak, melawan, dan bertindak sensasional.

Para remaja adalah kelompok manusia yang masih mengalami perkembangan,
baik secara emosi, psikis, dan kepribadian. Oleh karena itu, keadaan
mereka bisa dikatakan masih sangat labil. Mereka masih mencari jati
diri mereka yang sebenarnya, mudah tersinggung apabila keinginannya
tidak terpenuhi, cenderung susah dinasihati karena merasa orang yang
lebih tua daripada mereka belum tentu benar, dan lebih merasa nyaman
bertukar pikiran atau bergaul dengan teman-teman sebayanya. Jadi,
tidak heran jika anak remaja suka berkelompok atau membentuk "geng".
Di dalam kelompok tersebut, mereka saling bergantung dan berinteraksi
untuk kepentingan bersama. Meskipun belum tentu kelompok yang mereka
miliki selama di SMP akan sama hingga mereka berkeluarga nanti, mereka
akan tetap membentuk kelompok yang biasanya memiliki minat dan harapan
yang sama. Jika 1 orang dalam kelompok suka mabuk, maka anggota yang
lain pun ikut mabuk. Dalam hal kekompakan, mereka patut diacungi
jempol. Bahkan, saking solidnya, jika seorang dari mereka memiliki
masalah dengan orang yang bukan anggota kelompoknya, remaja biasanya
akan melibatkan teman sekelompoknya, untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Tawuran pun tidak terelakkan lagi.

Beberapa waktu yang lalu, beberapa geng pelajar sempat menyeruak ke
media. Contohnya, kelompok kakak kelas (senior) bertindak semena-mena
dengan adik kelasnya (junior) dan perkelahian antarpelajar dari
sekolah yang berbeda. Mengapa hal ini bisa terjadi? Siapakah yang
bertanggung jawab untuk membimbing para remaja/pelajar agar tidak
terjerumus dalam perilaku anarkis?

Faktor-Faktor Penyebab Perkelahian Antarpelajar

1. Faktor Internal

a. Keberdosaan manusia.

Sebagai manusia, kita mewarisi dosa keturunan. Dosa dapat
mengakibatkan anak-anak memberontak terhadap orang tua dan mengabaikan
ajaran Alkitab (Roma 3:23). Dosa yang tidak dibereskan dapat berdampak
buruk bagi hidup remaja itu sendiri.

b. Konsep diri yang salah.

Sebagai seorang pribadi yang sedang mencari jati dirinya, para remaja
memerlukan pengakuan, dukungan, dan penerimaan dari lingkungan tempat
tinggal mereka. Jika hal-hal tersebut tidak mereka dapatkan, para
remaja cenderung mencari komunitas yang bisa menerima mereka apa
adanya. Saat mereka menemukan komunitas/kelompok yang bisa membuatnya
merasa "nyaman", biasanya mereka akan mengorbankan dan melakukan apa
saja yang bisa dilakukan untuk kelompoknya, sekalipun mereka harus
mengorbankan sekolah, uang, maupun masa depannya.

c. Trauma/luka batin.

Seorang anak yang masa kecilnya sering mengalami tindak kekerasan,
baik secara fisik atau melalui kata-kata yang bersifat celaan,
biasanya mengalami trauma atau luka batin atas apa yang pernah
dialaminya. Hal ini memengaruhi hidupnya ketika beranjak dewasa.
Ketika masih kecil, seorang anak cenderung tidak melakukan perlawanan
atas perilaku kurang menyenangkan, yang dilakukan oleh orang dewasa.
Seorang anak kecil memilih untuk diam/menangis, karena mereka tidak
berani melawan orang yang telah berlaku kasar terhadap mereka --
karena mereka lebih tua atau karena badan mereka lebih besar. Namun
ketika seorang anak beranjak dewasa, kemungkinan ia akan membalas
setiap orang yang menyakitinya.

d. Perubahan hormon.

Ketika anak-anak memasuki usia remaja, mereka mengalami apa yang
disebut dengan masa puber. Masa ini merupakan masa transisi -- dari
anak-anak ke dewasa. Saat ini, terjadi perubahan hormon yang cukup
besar dalam diri remaja. Kadang hormon meningkat secara luar biasa,
kadang juga menurun tajam. Keadaan ini membuat remaja terkadang sulit
mengontrol dirinya sendiri. Oleh karena itu, hal yang sepele pun bisa
memicu emosi remaja, dan akhirnya berlanjut menjadi perkelahian yang
sengit.

e. Masalah emosi.

Emosi yang labil memengaruhi remaja dalam mengambil keputusan dan
bertindak. Tidak mengherankan jika remaja pria contohnya, lebih mudah
marah hanya karena teman perempuannya dilirik atau didekati oleh
remaja pria yang lain.

2. Faktor Eksternal

a. Terlalu dimanja.

Seorang anak yang terlalu dimanja oleh orang tua/kerabat, bisa
menimbulkan dampak buruk bagi si anak pada masa mendatang. Anak yang
keinginannya terus-menerus dipenuhi oleh orang tuanya, akan sulit
menerima penolakan. Dalam pergaulan, ketika temannya tidak mau
memenuhi dan menuruti keinginannya, kemungkinan anak tersebut akan
marah, berontak, memaksakan kehendak, atau bertindak brutal, yang
berujung pada perkelahian.

b. Pergaulan/lingkungan.

"Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang
baik." (1 Korintus 15:33) Saat anak remaja bergaul dengan
lingkungan/kelompok yang kurang baik, kemungkinan besar ia akan
terpengaruh oleh keadaan tersebut. Contohnya, jika ia bergaul dengan
kelompok anak-anak yang suka berkelahi/melakukan hal-hal yang berbau
kekerasan, lama-kelamaan kebiasaan kelompoknya tersebut memengaruhi
pribadi si anak remaja tersebut.

c. Empati kelompok.

Remaja yang sudah bergabung dalam sebuah geng/kelompok, biasanya
memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi. Mereka akan tersinggung dan
marah, apabila salah seorang teman sekelompoknya disakiti oleh
seseorang/kelompok yang bukan anggota mereka. Salah satu hal yang
biasanya dilakukan oleh kelompok tersebut adalah membalas pihak yang
telah menyakiti anggota kelompok mereka, dengan jalan melakukan
kekerasan fisik, sehingga perkelahian pun tidak terhindarkan.

d. Pengaruh media (film, youtube, internet, dll.).

Remaja yang sering melihat adegan kekerasan dalam film-film laga, bisa
terpengaruh untuk mempraktikkan apa yang dilihatnya. Ketika dia
mengalami masalah, mereka cenderung memilih untuk menyelesaikannya
dengan jalan kekerasan daripada memilih jalan damai.

e. Kurang penanaman nilai-nilai kristiani sejak dini.

Masa anak-anak merupakan masa emas untuk menanamkan nilai-nilai hidup
yang sesuai dengan firman Tuhan. Jika masa-masa itu dilewatkan oleh
orang tua atau pendidik, maka anak bisa bertumbuh menjadi remaja yang
tidak punya standar hidup kristiani dalam kehidupannya. Mereka bisa
menjadi remaja yang tidak peduli terhadap norma-norma dan etika yang
ada di masyarakat. Selain itu, kurangnya pemahaman yang benar akan
nilai-nilai Kristen, dapat memengaruhi cara berpikir mereka dalam
menghadapi masalah. Melakukan tindak kekerasan bisa menjadi solusi
bagi mereka dalam menyelesaikan masalah.

f. Panutan yang kurang tepat.

Orang tua atau orang yang lebih dewasa perlu menyadari bahwa remaja
suka mengidolakan seseorang. Dengan kata lain, mereka suka mencari
figur untuk dijadikan panutan dalam hidupnya. Ketika dia tidak
menemukan figur yang "kukuh" di lingkungan keluarganya, maka dia akan
mencari figur lain di luar keluarganya. Sangat disayangkan jika dalam
pencariannya, dia menemukan figur yang kurang tepat, yang justru
membawanya ke dalam pergaulan yang buruk. Salah satu dampak pergaulan
buruk itu bisa membawa mereka menjadi remaja yang memberontak dan suka
berkelahi.

Meskipun penyebab perkelahian antarpelajar begitu kompleks, namun
mereka yang sudah terjerat dalam penyakit sosial ini bisa dibimbing
untuk memperoleh pemulihan.

Dalam bukunya "Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja", Prof. Dr.
Singgih Dirga Gunarsa mengatakan, "Usaha untuk mengubah tingkah laku
seseorang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Salah satu
metode psikoterapi yang diperkenalkan para ahli dan yang mulai
berkembang pada awal tahun 50-an adalah terapi keluarga. Mengapa harus
terapi keluarga? Karena keluarga adalah kesatuan sistem sosial
terkecil yang anggota-anggotanya saling memengaruhi. Oleh karena itu,
dengan melakukan terapi keluarga, yang memusatkan usahanya untuk
melakukan perubahan terhadap keluarga sebagai suatu kesatuan dan
mencapai keseimbangan yang serasi dalam hubungan-hubungan antarpribadi
di dalam keluarga, remaja yang bertingkah laku buruk bisa berubah.
Dalam hal ini, orang tua memegang peranan utama."

Berikut ini hal-hal yang sebaiknya dilakukan orang tua, bila anak
mereka terlibat dalam perkelahian antarpelajar.

1. Orang tua perlu memberikan pengertian yang benar kepada anak-anak
mereka dengan kasih. Bukan hanya tentang budi pekerti, norma susila,
tetapi juga ajaran kekristenan yang benar. Dengan demikian, anak-anak
saat beranjak remaja, tidak mudah terpengaruh, meski mereka berada di
lingkungan pergaulan yang kurang baik. Dalam periode emas seorang anak
(0 - 5 tahun), orang tua harus intens menanamkan nilai-nilai kristiani
dalam hidup anaknya. Kenalkan mereka kepada Kristus sejak dini dan
berikan teladan hidup yang benar. "Didiklah anakmu, maka ia akan
memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu."
(Amsal 29:17) "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di
dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan
nasihat Tuhan." (Efesus 6:4)

2. Orang tua harus menjadi teladan dan panutan yang tepat bagi
anak-anaknya. "Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan
dihormati oleh anak-anaknya." (1 Timotius 3:4) Orang tua harus minta
hikmat dan bijaksana dari Tuhan agar dapat mendidik anak-anak sesuai
kehendak-Nya. Orang tua yang tidak menundukkan diri pada otoritas
Tuhan, hampir dapat dipastikan tidak mungkin menjadi teladan dan
panutan yang tepat bagi anak-anaknya.

3. Bimbinglah anak-anak remaja Anda dalam mengambil keputusan. Berikan
kepercayaan kepada anak remaja Anda, bahwa mereka pun dapat mengambil
keputusan yang tepat. Tanamkan kepada mereka untuk berani bertanggung
jawab dan menanggung risiko dari semua keputusan yang mereka ambil.
Hal ini akan menolong remaja menjadi manusia yang mandiri dan teguh
dalam prinsip.

4. Bekerja sama dengan pembimbing konseling di sekolah atau di gereja.
Orang tua tidak mungkin mengawasi anak remajanya selama 24 jam
terus-menerus. Jika remaja Anda terlibat dalam perkelahian
antarpelajar, jangan putus asa dan menganggap Anda sudah gagal menjadi
orang tua. Bekerjasamalah dengan berbagai pihak, misalnya guru
bimbingan konseling/konselor dan pendeta/ketua kaum muda di gereja.
Seorang pembimbing konseling sebaiknya memberikan perhatian ekstra
untuk anak-anak yang terkena penyakit sosial ini. Jangan hanya
memarahi mereka dan menetapkan hukuman-hukuman yang harus mereka
tanggung sebagai akibat perbuatan mereka. Bersahabatlah dengan remaja
yang sering terlibat dalam perkelahian. Yakinkan bahwa Anda ingin
membantu mereka keluar dari kelompok yang "sakit" itu dan memulai gaya
pergaulan yang baru. Dengan menjadi sahabat mereka, Anda bisa lebih
mudah mencari tahu akar penyebab yang membuat anak terlibat dalam
tawuran dan Anda bisa lebih mudah memberikan konseling.

Sumber bacaan:
1. Gunarsa, Prof. Dr. Singgih D. dan Gunarsa, D. Dra. Yulia Singgih (Ed.).
   1995. "Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja". Edisi Ketujuh.
   Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hlm. 190 -- 222.
2. Sears, David O.; Freedman, Jonathan L.; dan Peplau, L. Anne. ___.
   "Psikologi Sosial". Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm. 106

           KOMUNITAS KONSEL: PENYAKIT SOSIAL YANG MERESAHKAN

Di negara kita, penyakit sosial kian hari kian bertambah parah.
Berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, dan pendidikan paling sering
dijadikan alasan timbulnya penyakit sosial. Sebagian besar warga tentu
merasa resah dengan keberadaan orang-orang yang menjadi penderita
penyakit sosial. Berikut ini adalah kesan yang diberikan oleh beberapa
Sahabat e-Konsel terkait dengan masalah penyakit sosial yang bisa
disimak di dinding Facebook e-Konsel pada tanggal 24 Mei 2011.

e-Konsel: Di masyarakat ada beberapa macam penyakit sosial, antara
lain: penggunaan minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perkelahian
pelajar, perilaku seks di luar nikah, berjudi, dan rupa-rupa
kriminalitas. Yang mana yang paling meresahkan Anda?

Theresia S. Setyawati: Hmm, kalau saya, paling merasa resah kalau
penggunaan miras sudah menyebar ke penyakit-penyakit lainnya. Setelah
mabuk, mereka mencoba narkoba, terus berkelahi dengan orang lain,
setelah itu melakukan hubungan seks seenaknya tanpa peduli norma.
Gitu, Konsel.

Shmily Tilestian: Wah, sepertinya semuanya paling meresahkan. Pilih
mana ya? Perkelahian pelajar saja deh, karena itu menyangkut banyak
pelajar, masyarakat jadi tidak tenang, kehidupan pendidikan semakin
terancam, masa depan menjadi suram, polisi jadi banyak pekerjaan, mau
pergi ke mana-mana tidak tenang baik siang atau malam (kompleks,
bukan?).

Agus Setianto: Menurutku semua dari pilihan di atas meresahkan, tapi
yang paling meresahkan adalah penyalahgunaan narkoba, karena sekarang
ini sudah merambah sampai anak-anak kecil, bagaimana nantinya kalau
anak-anak usia dini sudah menjadi pecandu?

e-Konsel: Untuk semua: Masing-masing daerah memiliki masalah yang
berbeda-beda ya. Semuanya memberi dampak yang berbeda-beda pula. Ada
yang dampaknya hanya terimbas kepada diri sendiri, ada yang ke banyak
orang, ada yang ke generasi berikutnya. Persoalannya, apa yang bisa
kita lakukan untuk mengatasi masalah ini? Meskipun kecil tentu sangat
bermanfaat, bukan?

Jika Anda ingin menyampaikan pendapat Anda sehubungan dengan diskusi
ini, silakan berkunjung ke alamat berikut.

Alamat URL: < http://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/10150256774643755 >.

           REFERENSI: SEPUTAR PENYAKIT SOSIAL DI SITUS C3I

Untuk membaca bahan-bahan terkait dengan penyakit sosial, silakan baca
artikel, tip, dan tanya jawab di alamat berikut.

1. Narkoba
==> http://c3i.sabda.org/30/nov/1999/konseling_narkoba

2. Bebas dari Minuman Keras
==> http://c3i.sabda.org/01/mar/2005/konseling_bebas_dari_minuman_keras

3. Masalah-masalah Sekitar Kecanduan Minuman Keras
==> http://c3i.sabda.org/01/mar/2005/
    konseling_masalah_masalah_sekitar_kecanduan_minuman_keras

4. Saya Seorang Peminum
==> http://c3i.sabda.org/01/mar/2005/konseling_saya_seorang_peminum

5. Problema Alkohol
==> http://c3i.sabda.org/01/mar/2005/konseling_problema_alkohol

6. Ketergantungan Remaja pada Obat-Obatan
==> http://c3i.sabda.org/01/mar/2005/
    konseling_ketergantungan_remaja_pada_obat_obatan

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org