Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/248 |
|
e-Konsel edisi 248 (28-6-2011)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 248/JUNI 2011 DAFTAR ISI CAKRAWALA: DINAMIKA HUBUNGAN IBU MERTUA DAN MENANTU PEREMPUAN KOMUNITAS KONSEL: KIAT MENJAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN KELUARGA SUAMI/ISTRI REFERENSI: SEPUTAR KELUARGA PASANGAN DI SITUS C3I Salam kasih, Dalam bidang pelayanan konseling, tidak sedikit konseli yang datang kepada konselor mengeluh mengenai hubungannya dengan mertua atau menantu. Banyak yang mencari cara agar hubungan mertua-menantu yang sedang dijalani, dapat berjalan dengan baik dan penuh keharmonisan. Sayangnya, tidak semua mertua/menantu bisa memiliki hubungan yang harmonis. Terlalu banyak faktor bawaan dari mertua/menantu yang menjadi masalah bagi hubungan mereka. Artikel e-Konsel minggu ini, akan menolong Anda untuk mengurai lagi faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan masalah-masalah tersebut, dan bagaimana cara agar hubungan mertua-menantu bisa berjalan dengan baik. Simak pula komentar para Sahabat Konsel mengenai masalah mertua/menantu di Facebook Konsel yang tersaji di kolom Komunitas Konsel. Kiranya menjadi berkat bagi Anda semua. Staf Redaksi e-Konsel, Davida Welni Dana < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: DINAMIKA HUBUNGAN IBU MERTUA DAN MENANTU PEREMPUAN Dalam banyak kebudayaan, hubungan ibu mertua dan menantu perempuan dianggap penuh dengan ketegangan. Pepatah dan lelucon umum mencerminkan adanya kecenderungan permusuhan antara seorang ibu mertua dan menantu perempuannya. Contohnya, sebuah pepatah Tunisia, suatu negara di Afrika bagian utara, mengatakan: "Semoga anak perempuanku menjadi mentari di musim dingin. Semoga menantu perempuanku menjadi mentari di musim panas." (Mentari di musim dingin menghangatkan badan. Sebaliknya, terik mentari di musim panas membuat tidak nyaman.) Seorang ibu mertua tidak memunyai hak istimewa yang sama seperti seorang ibu. Kitab Rut menggambarkan hubungan ibu mertua dan menantu perempuan dengan perbedaan mencolok. Naomi dan Rut yang tinggal di tanah Israel dan Moab, memunyai hubungan yang saling memerhatikan dan mendukung. Hubungan mereka menjadi contoh ideal dalam hubungan ibu mertua dan menantu perempuan. Banyak dari kita akrab dengan kedua kutub hubungan mertua-menantu: hubungan yang akrab dan penuh perhatian, serta hubungan yang apatis dan penuh kebencian. Di antaranya, terdapat jenis hubungan dengan tingkat kedekatan dan variasi yang berbeda-beda. Berikut adalah faktor-faktor yang mempersulit hubungan ibu mertua dan menantu perempuan. 1. Sudut Pandang Menantu Perempuan Awal permasalahan sering timbul saat pertemuan pertama antara calon mertua-menantu menjelang pernikahan. Calon mempelai perempuan resah: "Apakah Ibu mertuaku menyukaiku? Apakah dia merestui aku sebagai pilihan putranya?" Mempelai perempuan yang peka mengetahui perasaan ibu mertuanya dari kesan pertama. Seorang mempelai perempuan yang masih muda menyadari penolakan itu: "...karena aku sudah hamil." Bagi beberapa menantu perempuan, kesulitan berawal dari keterlibatan ibu mertua dalam merancang pernikahan: "Itulah alasan kami kawin lari -- beliau ingin mengambil alih pernikahan kami." Seorang lainnya menggambarkan sosok ibu mertuanya: "(Dia) berteriak kepadaku untuk mengundang ayahnya ke pernikahan, untuk tidak menghapus nama mereka dari surat undangan, dst.." Seorang suami mungkin menjadi pihak yang salah. Secara tidak sengaja ia menyebabkan perasaan-perasaan buruk antara istri dan ibunya, ketika ia tidak menjadikan istrinya sebagai prioritas utama. Kekurangpekaan ini membuka pintu bagi daftar tuntutan waktu, uang, kasih sayang, dan kesetiaan dari mertua yang semakin panjang. Sang menantu perempuan mungkin mengeluh: "Suamiku membiarkan ibunya mengatur hidupnya" atau "Ibu mertuaku mendatangi rumah kami kapan pun beliau mau." Bapak-ibu mertua bisa menjadi keterlaluan dan tidak menunjukkan rasa hormat atas privasi pasangan yang telah menikah. Lalu, kita mendengar cerita-cerita "seram" seperti: "Ibu mertuaku datang ke pemeriksaan kandunganku (dia seperti perawat di ruang dokter) dan meminta dokter untuk merayuku, lalu dia berbohong dan menyangkal semuanya di depan suamiku." Sumber persoalan lain dalam hubungan mertua-menantu adalah mertua yang suka melontarkan kritik, alih-alih menghargai perbedaan. Menantu perempuan yang selalu menganggap dirinya dikritik, alih-alih dipuji oleh ibu mertuanya merasa sakit hati, tidak dipahami, dan marah. 2. Sudut Pandang Ibu Mertua Barangkali, menantulah yang terkadang mengkritik ibu mertua yang sering berkunjung, namun tidak mau mengasuh atau bermain dengan cucunya. Seorang suami mungkin menjadi pihak yang salah. Secara tidak sengaja ia menyebabkan perasaan-perasaan buruk antara istri dan ibunya, ketika ia tidak menjadikan istrinya sebagai prioritas utama. Seorang ibu mertua mengeluh, "Menantu perempuanku hanya meneleponku jika dia ingin aku membelikan sesuatu atau mengasuh cucu. Di luar itu aku tidak dianggap." Seorang lainnya mengeluh: "Menantu perempuanku tidak peduli dengan hidupku." Siapa pun, tanpa memandang usia, ingin dihargai. Sebuah catatan untuk Anda yang pertama kali menjadi ibu mertua: Ibu mertua tidak memunyai hak istimewa yang sama dengan seorang ibu. Dia tidak lagi bisa menghubungi atau berkunjung setiap saat. Dia tidak bisa memasuki kehidupan putranya sambil meminta pertolongan secepatnya seperti: "Bantu Ibu membersihkan garasi atau memperbaiki jendela." Sang istri, menantu perempuannya, sekarang menjadi prioritas utama putranya. Kebutuhan sang istrilah yang harus didahulukan sekarang. Bagaimana Cara Memperbaiki Hubungan Ibu Mertua dan Menantu Perempuan? Setiap orang pasti merasa dirinya penting dan layak dihargai. Perasaan ini akan bertumbuh ketika kita memperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat sejak awal hubungan tersebut. Seorang mempelai perempuan berkata kepada ibu mertuanya dalam pernikahan: "Terima kasih banyak untuk putra Anda." Sang ibu mertua masih diliputi kebahagiaan 10 tahun kemudian ketika ia teringat perkataan menantu perempuannya. Mengucapkan "terima kasih" atau menulis ucapan tersebut merupakan hal penting. Seorang ibu mertua yang berkata kepada menantu perempuannya: "Aku bahagia David memilihmu dan kalian bahagia bersama," merupakan awal yang sangat bagus. Lagipula, pasangan suami istri harus saling meyakinkan bahwa dia menghargai pasangannya sebagai pribadi yang paling penting dalam hidupnya. Banyak gangguan oleh mertua berkurang, bahkan hilang, ketika pasangan yang telah menikah merasa yakin bahwa pasangannya adalah prioritasnya. Nasihat bagi para ibu mertua: Ibu mertua tidak memiliki hak-hak yang sama dengan menjadi ibu. Anda tidak lagi bisa leluasa memberikan nasihat, berkunjung, atau menelepon anak-anak Anda yang telah menikah, khususnya pada tahun pertama. Mundurlah dan tahanlah diri Anda saat ingin memberikan saran dan kritik yang tidak diminta. Nasihat bagi para menantu perempuan: Berusahalah untuk memperbaiki hubungan dengan bersikap peduli dan penuh rasa hormat. Hargailah ibu mertua Anda sebagai seorang pribadi, bukan untuk memanfaatkannya. Ingatlah bahwa beliau mengharapkan dan membutuhkan penghargaan dan rasa hormat sebagaimana diri Anda sendiri. "Sopan santun dan tata krama yang sederhana itu seumpama angin dan air yang dapat mengubah benda-benda keras." Ungkapan ini adalah aturan penting baik bagi menantu perempuan maupun ibu mertua. Rasa hormat dan kebaikan hati dibutuhkan kedua belah pihak untuk menikmati hubungan yang berpotensi menjadi luar biasa ini. (t/Dicky) Diterjemahkan dari: Nama situs: Whole Family.com Alamat URL: http://www.wholefamily.com/aboutyourmarriage/in-laws/ article/smooth_and_rough.html Judul asli artikel: Daughter-In-Law/Mother-in-Law Relationship: The Smooth and The Rough Penulis: Leah Shifrin Averick, LCSW Tanggal akses: 26 Mei 2011 KOMUNITAS KONSEL: KIAT MENJAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN KELUARGA SUAMI/ISTRI Dalam edisi ini, e-Konsel mengangkat pembahasan hangat yang terjadi di Facebook Konsel. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah: Apa yang Anda lakukan untuk menjaga hubungan dengan keluarga istri/suami Anda? Termasuk mertua dan ipar Anda? Beberapa Sahabat Konsel menjawab seperti berikut ini. Komentar: Davida Evie Wisnubroto: Komunikasi. Dedy Yanuar: Kalau saran saya, cari tahu apa yang tidak disukai dan yang disukai oleh mertua dan ipar kita. Kalau Anda termasuk tipe pelupa, sebaiknya catatlah itu. Jangan sampai kita melakukan hal yang tidak disukai oleh keluarga pasangan kita. Hal itu bukan hanya berdampak buruk atau di cap buruk oleh keluarga pasangan kita, tapi juga bisa dijadikan alasan untuk ribut dengan pasangan kita. Jika kita tahu kesukaan keluarga pasangan kita, alangkah baiknya jika kita menyediakan waktu untuk mereka bila ada waktu dan kesempatan, misalnya saat ulang tahun. Anggaplah keluarga pasangan kita sebagai keluarga kita sendiri, intinya hormati keluarga dari pasangan kita seperti kita menghormati keluarga kita sendiri. Kalau keluarga pasangan kita belum seiman, tetap saya sarankan untuk menghormati mereka. e-Konsel: @Davida: Apakah selama ini komunikasi Anda dengan keluarga suami selalu berhasil? Jika terjadi kesalahpahaman, pendekatan macam apa yang Anda lakukan? @Dedy: Lengkap sekali, terima kasih. Lalu, bagaimana jika kita sudah berbuat baik dan tidak membalas ketidakadilan yang dilakukan keluarga suami/istri kita, namun mereka tetap berbuat jahat pada kita? Padahal kita masih tinggal serumah dengan mereka. Dedy Yanuar: Saya rasa Kristus Yesus sudah mengajarkan jelas di Alkitab, yaitu tetaplah kasihilah mereka. Sulit? Benar, harus diakui hal itu memang sulit. Mustahil? Tidak, bersama Yesus kita mampu mengasihi orang yang tak patut dikasihi sekalipun. Apalagi kalau yang berbuat jahat itu sudah Kristen dan aktif dalam melayani (mengerti Firman Tuhan), tapi perilakunya luar biasa jahat kepada kita. Itu baru benar-benar sulit. Kiranya Tuhan Yesus memampukan kita dalam mengasihi mereka. Tip: doakanlah mereka. e-Konsel: @Dedy: Membawa mereka dalam doa itu pasti, apakah kita perlu ke luar dari rumah mereka untuk tinggal di rumah sendiri? Dedy Yanuar: Hm.... kalau ajaran yang sering saya dengar, sebaiknya sebelum menikah kita sudah memunyai rumah sendiri, supaya kita tidak tinggal baik sama orang tua kita maupun sama keluarga mertua kita. Jadi walaupun kelihatan berat, tapi sebaiknya memang sebelum menikah sudah punya rumah sendiri. Fitri Nurhana: Belajar untuk memahami keberadaan mereka dengan cara menjalin komunikasi dan memberikan empati kepada mereka. Shmily Tilestian: Mengasihi dan menerima mereka dengan tulus - apa adanya ... lalu nikmati setiap momen dengan mereka dengan penuh ucapan syukur. e-Konsel: @Dedy: Terima kasih, Ded. @Fitri: Kelihatannya sangat simpel ya, tapi bagaimana dengan praktiknya? Apakah Anda pernah mengalami masalah dengan keluarga suami? Kiat-kiat apa yang bisa dibagikan untuk kami? Terima kasih. @Shmily: Hmm.. gitu ya... oke deh. Trims. Mari Sahabat, ikut berpendapat tentang topik ini di Facebook Konsel. Alamat URL: < http://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/10150228172678755 >. Tanggal akses: 27 April 2011 REFERENSI: SEPUTAR KELUARGA PASANGAN DI SITUS C3I Anda dapat membaca artikel lain yang terkait dengan keluarga pasangan di alamat berikut ini. 1. Mertua dan Menantu ==> http://c3i.sabda.org/mertua_dan_menantu 2. Hubungan Mertua dan Menantu ==> http://c3i.sabda.org/hubungan_mertua_dan_menantu Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |