Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/247

e-Konsel edisi 247 (21-6-2011)

Menghormati Keluarga Pasangan

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 247/JUNI 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: HUBUNGAN DENGAN KELUARGA PASANGAN
TELAGA: TANGGUNG JAWAB ANAK KEPADA ORANG TUA
ULASAN BUKU: BIMBINGAN PRANIKAH: BUKU KERJA BAGI PASANGAN PRANIKAH

Salam kasih,

Sahabat Konsel, menjalin hubungan dengan keluarga pasangan adalah
perkara yang tidak selalu mudah. Bahkan, hal-hal yang sebenarnya
sepele bisa menjadi masalah yang besar dan memecah belah. Sebagai
bagian dari keluarga besar pasangan, kita perlu mengetahui bagaimana
caranya agar kita bisa menjalin hubungan yang baik dengan keluarga
pasangan. Untuk membantu Anda yang mungkin sedang bergumul dengan
mertua atau keluarga pasangan Anda, e-Konsel menghadirkan artikel
"Hubungan dengan Keluarga Pasangan" dan "Tanggung Jawab Anak kepada
Orang Tua". Selanjutnya, Anda juga bisa menyimak ulasan buku
"Bimbingan Pranikah". Kiranya, sajian kami bermanfaat bagi Anda. Tuhan
memberkati.

Redaksi Tamu e-Konsel,
Desi Rianto
< http://c3i.sabda.org/ >

              CAKRAWALA: HUBUNGAN DENGAN KELUARGA PASANGAN

Apa utang saya kepada keluarga mertua? Itu adalah pertanyaan yang
menarik. Cara lain untuk mengatakannya adalah "Sebagai menantu, apa
yang diminta dari saya? Apa saja kewajiban-kewajiban saya, entah saya
menyukainya atau tidak, yang berkaitan dengan orang tua pasangan
(mertua) saya?"

Katakanlah begini, sepertinya ini bukanlah hubungan yang hangat atau
santai. Sepertinya, mertua Anda merupakan beban dalam hidup Anda. Di
satu sisi, Anda mungkin merasa terjebak antara mencoba menyenangkan
mereka (atau mencoba untuk tidak menyinggung mereka), dan di sisi lain
Anda hanya ingin menjadi diri sendiri atau ingin memiliki "ruang"
untuk diri Anda sendiri.

Prinsip pertama yang berlaku di sini adalah, jika Anda orang Kristen,
maka Anda perlu menunjukkan karakter Kristen dengan konsisten kepada
mertua -- seperti yang Anda lakukan kepada orang lain. Tindakan Anda
tidak mengabaikan kenyataan apakah mertua Anda orang yang "sulit",
suka mengendalikan dan memanipulasi, memiliki disfungsi secara emosi
atau mental, atau tidak seiman. Hal ini mungkin menjadi tantangan yang
benar-benar sulit. Masalahnya adalah mereka bukan "orang lain". Mereka
memunyai hubungan genetik, sejarah, dan dinamika psikologis yang
kompleks dengan pasangan Anda.

Jika Anda memunyai perbedaan pendapat dengan mertua Anda, pasangan
Anda akan merasa terjebak di antara orang tuanya dan Anda. Sementara
itu, Anda sendiri memunyai kewajiban kepada mertua, pasangan, dan
anak-anak, jika Anda sudah memunyai anak.

Ada pepatah kuno yang mengatakan, "Good fences make good neighbors"
(pagar yang baik membuat hubungan dengan tetangga juga baik), artinya
lebih baik mengurusi urusan keluarga sendiri. Terapkanlah hal ini,
jika Anda merasa keluarga pasangan Anda telah mengganggu kehidupan
pernikahan Anda. Bersama pasangan Anda, buatlah batasan-batasan yang
masuk akal; beritahukanlah hal ini, agar keluarga mertua dengan tegas
dan sopan menghormati batasan-batasan Anda dan pasangan Anda.

"Hormatilah" ayah dan ibumu (Keluaran 20:12) harus diperlihatkan
kepada mereka dalam bentuk kesabaran, kebaikan, kelembutan, dan rasa
hormat. Hal ini juga berlaku kepada mertua. Anda bahkan mungkin tidak
menyukai mereka, tetapi Anda sebaiknya memilih untuk bertindak dengan
sikap yang penuh kasih kepada mereka. Sebagai contoh, Anda memutuskan
untuk mengikuti tradisi mereka mencari telur Paskah, meskipun
sebenarnya Anda tidak mau anak-anak Anda mengira bahwa kelinci Paskah
itu benar-benar nyata. Sebisa mungkin, cobalah untuk menikmati acara
keluarga, bahkan jika Anda mengikutinya dengan tetap mengingatkan
anak-anak tentang makna sebenarnya dari hari besar itu.

Ketika Anda menikah, Anda juga menjadi bagian dari keluarga lain
dengan serangkaian harapan mereka. Anda perlu mengenali dan
menghormatinya -- dalam batasan-batasan tertentu.

Apakah batasan-batasan itu? Berikut ini tiga hal yang bukan merupakan
arti dari "menghormati mertua Anda".

1. Menghormati mertua tidak berarti Anda harus mengubur semua
perasaan, keinginan, kesenangan, dan kebutuhan Anda untuk "melakukan
segala sesuatu sesuai cara mereka.",
2. Menghormati mertua tidak berarti Anda mengizinkan mereka untuk
tidak menghormati, mengendalikan, atau memanipulasi Anda demi tujuan
pribadi mereka.

3. Menghormati mertua tidak mengharuskan Anda untuk "menaati" semua
permintaan "orang tua" atau tuntutan mereka yang tidak masuk akal. Hal
ini sering terjadi dalam beberapa kasus hubungan antara menantu dan
mertua.

Terkadang tanggapan yang paling menunjukkan rasa hormat adalah
mengatakan "tidak" dengan hati-hati tetapi tegas. Jika Anda membiarkan
mertua Anda memecah belah, memanipulasi, atau mengendalikan Anda
dengan diam-diam untuk menuruti permintaannya yang tidak masuk akal,
emosional, dan tidak pantas, hal tersebut tidak menunjukkan kasih
Kristen.

Konflik-konflik dengan mertua bertumbuh lebih rumit, ketika seorang
pasangan lebih memihak kepada orang tuanya daripada pasangannya.
Pasangan Anda mungkin merasa tidak berdaya atau "dikeroyok".

Masalah mertua sebenarnya tidak sebesar masalah pernikahan itu
sendiri. Jika seorang pasangan masih bergantung pada orang tuanya,
persoalan itu perlu dibicarakan secara langsung. Jika seorang pasangan
menyalahkan mertua karena perselisihan yang mereka alami, hal ini juga
perlu dibicarakan.

Jika Anda telah terlibat dalam perang dingin (atau cukup
meledak-ledak) dengan mertua Anda -- dan mungkin juga dengan pasangan
Anda -- tentang masalah yang rumit ini, jangan biarkan hal ini semakin
menghancurkan pernikahan Anda. Lakukanlah hal-hal yang sehat dan
carilah konselor Kristen. (t/Uly)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Focus on the Family
Alamat URL: http://www.focusonthefamily.com/marriage/communication_
            and_conflict/inlaw_relationships.aspx
Judul asli artikel: In-Law Relationships
Penulis: Phillip J. Swihart
Tanggal akses: 29 April 2011

            TELAGA: TANGGUNG JAWAB ANAK KEPADA ORANG TUA

Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah "Hormatilah ayahmu dan
ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu
kepadamu." (Keluaran 20:12) Sebenarnya apakah makna "hormat" di sini?

1. Hormat berarti bersikap santun dan patuh terhadap orang tua. Di
dalam hukum Taurat, tertera perintah yang mengharuskan orang Israel
menjatuhkan sanksi berat (kematian) kepada anak yang mengutuki orang
tuanya -- "Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya,
pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka
darahnya tertimpa kepadanya sendiri." (Imamat 20:9)

2. Hormat berarti bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup
orang tua. Tuhan Yesus menegur orang Yahudi, yang menyelewengkan
perintah Tuhan akan persembahan atas dasar ketidakrelaan memenuhi
kebutuhan orang tua (Matius 15:3-6). Juga, sebelum Tuhan Yesus mati di
kayu salib, Ia meminta Yohanes untuk memelihara Maria, ibu-Nya
(Yohanes 19:26-27). Semua ini memperlihatkan bahwa Tuhan menginginkan
kita untuk bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orang tua
kita.

Namun, kita juga harus memahami batas hormat kepada orang tua, sebab
perintah ini diberikan bukan tanpa batas.

1. Kendati kita harus patuh kepada orang tua, namun kepatuhan kita
tidak boleh melebihi kepatuhan kepada Tuhan sendiri. Firman Tuhan
mengingatkan, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih
daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37)

2. Walaupun keluarga jasmaniah adalah penting, namun bagi Tuhan
terpenting adalah keluarga rohaniah. Pada waktu Tuhan tengah mengajar,
ibu dan saudara Tuhan Yesus datang mengunjungi-Nya. Tuhan menegaskan,
"Siapakah ibu-Ku dan siapakah saudara-saudara-Ku? Sebab siapa pun yang
melakukan kehendak bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku... dialah
ibu-Ku." (Matius 12:46-50)

3. Tanggung jawab kepada orang tua lebih bersifat fisik ketimbang
emosional. Anak berkewajiban memelihara kelangsungan hidup orang tua
ketika orang tua tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya. Namun, anak
tidak berkewajiban membuat orang tua senang secara membabi buta;
menyenangkan orang tua memunyai batasnya. Firman Tuhan mencatat,
"Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya,
`Tuhan, izinkanlah aku pergi terlebih dahulu menguburkan ayahku.`
Tetapi Yesus berkata kepadanya, `Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang
mati menguburkan orang-orang mati mereka`." (Matius 8:21-22)

4. Setelah kita menikah, kita harus mengutamakan keluarga sendiri
tanpa harus melepaskan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orang
tua. Itu sebabnya Tuhan berfirman, "Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:24) Harus ada sebuah tindak
pemisahan dan prioritas, sehingga keluarga yang baru dapat berdiri
dengan mandiri.

[Sama halnya dengan menghormati orang tua kita, kita pun semestinya
menghormati mertua kita. Mereka adalah orang tua kita juga, Red.].

Diambil dari:
Nama situs: TELAGA.org
Alamat URL: http://telaga.org/audio/tanggung_jawab_anak_kepada_orang_tua
Judul transkrip: Tanggung Jawab Anak kepada Orang Tua (T262A)
Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses: 10 Mei 2011

                ULASAN BUKU: BIMBINGAN PRANIKAH: BUKU
                    KERJA BAGI PASANGAN PRANIKAH

Judul buku: Bimbingan Pranikah: Buku Kerja Bagi Pasangan Pranikah
Judul asli: --
Penulis/Penyusun: Vivian A. Soesilo
Penerjemah: --
Editor: --
Penerbit: Literatur SAAT, Malang 2010
Ukuran buku: 14 x 21 cm
Tebal: 337 halaman
ISBN: 979-9532-09-4
Buku Online: --
Download: --

Pernikahan adalah suatu hubungan yang mengikat seumur hidup.
Pernikahan dibentuk untuk memenuhi rencana Tuhan. Jika suatu
pernikahan tidak dilandaskan pada kasih dan kebenaran Kristus, maka
usia pernikahan tidak akan bisa bertahan lama dan berakhir dengan
permusuhan. Menurut ajaran Kristen, kita tidak diizinkan untuk
bercerai. Untuk itu, kita perlu mempersiapkan pernikahan dan
memeliharanya dengan baik sesuai perintah Tuhan.

Buku "Bimbingan Pranikah: Buku Kerja Bagi Pasangan Pranikah" ditulis
untuk memperlengkapi Anda, konselor-konselor Kristen, dan hamba-hamba
Tuhan dalam mempersiapkan pernikahan dan memberikan bimbingan pranikah
yang suci dan alkitabiah. Buku ini membahas sepuluh topik dasar
pernikahan, seperti: konsep pernikahan Kristen, keluarga besar,
komitmen secara total, komunikasi, harapan dan kebutuhan, marah dan
kasih, kekerasan, keuangan, serta kehidupan seksual dan masalah anak.
Di dalam buku ini Anda juga bisa menemukan pertanyaan-pertanyaan bagi
pasangan pranikah. Selamat membaca.

Peresensi: Sri Setyawati

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org