Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/242

e-Konsel edisi 242 (17-5-2011)

Menolong Anak yang Malas Belajar

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 242/MEI 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: MENOLONG ANAK AGAR TIDAK MALAS BELAJAR
TELAGA: MALAS BELAJAR
ULASAN BUKU: KONSELOR KOMPETEN - PENGANTAR KONSELING TERAPI UNTUK PEMULIHAN

Salam kasih dalam Kristus,

Tidak semua anak memiliki kesadaran yang tinggi untuk belajar. Ada
beberapa anak yang begitu sulit untuk diminta belajar. Berbagai alasan
mereka gunakan untuk menutupi kemalasan mereka. Bagaimana caranya kita
bisa membantu mereka terlepas dari kemalasan untuk belajar? Anda dapat
menemukan jawabannya di dalam kolom Cakrawala yang hadir di edisi ini.
Sebuah artikel dari TELAGA juga bisa menjadi wacana tersendiri bagi
Anda, untuk membantu anak yang malas belajar. Di kolom Ulasan Buku,
e-Konsel memperkenalkan buku tulisan Magdalena Tomatala, Ph. D. yang
membahas tentang pengantar konseling terapi untuk pemulihan. Kiranya
edisi kami ini menjadi berkat bagi Anda.

Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

         CAKRAWALA: MENOLONG ANAK AGAR TIDAK MALAS BELAJAR
                 Ditulis oleh: Sri Setyawati

"Kenapa sih, kamu ini malas sekali kalau disuruh belajar?" omel
seorang ibu. Keluhan semacam ini mungkin pernah Anda ucapkan ketika
anak Anda tidak mau belajar. Lalu apa yang Anda lakukan? Menjewer,
memukul, menarik dan mendudukkannya ke kursi, serta menungguinya untuk
belajar?

Mengapa anak-anak malas belajar? Apa saja yang menyebabkannya? Ada
banyak faktor yang menyebabkan anak malas belajar. Secara umum,
faktor-faktor tersebut bisa dikelompokkan ke dalam dua bagian.

1. Faktor Internal. Faktor yang muncul dari dalam diri anak.

a. Rasa jenuh.

Rasa jenuh bisa muncul dalam diri anak karena ada banyak faktor yang
memicunya. Misalnya, anak yang suka kegiatan/aktif. Dia mudah merasa
jenuh jika harus duduk diam di kursi dan belajar.

b. Rasa lelah.

Aktivitas anak sepanjang hari tentu menguras banyak energi. Apalagi
jika anak harus mengikuti les, ekstrakurikuler, atau membantu orang
tua bekerja. Mereka tentu akan merasa lelah dan memilih untuk tidur
daripada belajar.

c. Rasa sedih, marah, atau jengkel.

Perasaan dan suasana hati ternyata menjadi faktor yang berpengaruh
pada anak. Setelah dia bertengkar dengan kakak atau adik, lalu
dimarahi ibu, semangat mereka dalam belajar bisa hilang.

d. Sikap mudah menyerah.

Bagi beberapa anak, kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
atau menangkap pelajaran yang diberikan oleh bapak/ibu guru, bisa
menjadi pemicu mereka malas belajar. Misalnya, Abi merasa pelajaran
Matematika itu sulit dan tidak ada seorang pun yang membantunya
mengerjakan PR. Akhirnya dia memilih menyontek teman atau dihukum
guru, daripada repot-repot mengerjakan soal sendiri.

2. Faktor Eksternal. Faktor yang muncul dari luar diri anak (lingkungan).

a. Tidak memiliki sarana prasarana belajar yang lengkap.

Misalnya, anak tidak memiliki buku diktat. Orang tuanya tidak memunyai
uang untuk membeli. Anak mungkin berusaha untuk meminjam sekali dua
kali, tetapi mereka tidak enak hati jika terus-menerus meminjam.
Karena apa yang mereka butuhkan tidak terpenuhi, rasa malas bisa
timbul dalam diri mereka.

b. Diandalkan/mengandalkan teman.

Anak kita awalnya mungkin rajin belajar dan rajin mengerjakan PR,
tetapi teman-temannya sering meminjam hasil catatan/pekerjaannya.
Lama-kelamaan, anak kita merasa tidak adil/dimanfaatkan
teman-temannya. Hal ini bisa membuatnya enggan untuk mencatat,
membuat PR, atau belajar. Sebaliknya, mungkin juga karena anak kita
memiliki teman baik, yang bisa diandalkan untuk di contoh
PR/catatannya. Dengan demikian, anak kita memilih mencontoh PR/catatan
temannya daripada membuat PR atau mencatat sendiri.

c. Pengaruh teman.

Kebiasaan teman-teman sangat berpengaruh bagi anak-anak kita. Teman
yang terbiasa menyontek saat ulangan dan mendapat nilai baik tanpa
belajar, bisa memengaruhi anak kita untuk ikut menyontek dan tidak mau
belajar juga. "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."
(1 Korintus 15:33)

d. Tidak suka dengan guru/mata pelajaran tertentu.

Figur guru bisa memengaruhi anak. Jika besok pagi ada jadwal
guru/pelajaran yang tidak disukai, anak biasanya akan mencari cara
untuk tidak ikut pelajaran/tidak mempersiapkan pelajaran di rumah.
Anak biasanya akan menghindari guru sekaligus mata pelajaran yang
diasuhnya. Jadi, tidak mengherankan jika anak kita tidak suka dengan
guru bahasa Inggris, nilai bahasa Inggris anak kita akan jeblok
(jelek).

e. Suasana dan tempat belajar yang tidak nyaman.

Agar anak bisa belajar dengan nyaman, mereka perlu ruang belajar yang
tenang, nyaman, dan tidak membosankan. Situasi rumah yang gaduh dan
penataan ruang yang tidak serasi, bisa menghilangkan semangat belajar
anak.

f. Tidak mendapat hadiah/pujian.

Kata-kata pujian memiliki kuasa besar untuk memotivasi anak agar
semakin rajin belajar. Jika anak sudah belajar mati-matian dan
mendapat nilai baik, tetapi orang tua tidak memberi perhatian, pujian,
atau apresiasi, akan membuat anak merasa diabaikan/tidak dipedulikan.
Usaha yang dilakukannya seolah tidak ada artinya. Oleh karena itu,
mereka tidak mau belajar lagi.

g. Dibanding-bandingkan dengan teman/saudaranya yang lain.

Membandingkan prestasi maupun kepribadian anak adalah sikap yang tidak
bijak. Tuhan menciptakan masing-masing orang dengan keunikan,
kelebihan, dan kekurangannya sendiri-sendiri. Untuk itu, kita perlu
belajar menerima orang lain/anak sebagaimana adanya. Jika kita sering
membanding-bandingkan anak kita dengan teman/saudaranya yang lain,
anak kita akan merasa rendah diri, kecil hati, dan tidak berharga.

h. Kurangnya disiplin dari orang tua.

Orang tua yang sangat memanjakan anak, membiarkan mereka bermain
sesuka hati, dan membelikan berbagai macam mainan untuk anak,
merupakan faktor yang paling sering menyebabkan anak malas belajar.
Tanpa pengawasan dan disiplin, anak akan terlalu lama dalam bermain
dan malas belajar. Orang tua yang membiarkan anak ikut mengobrol
dengan tetangga atau menonton televisi tanpa pembatasan waktu, juga
membuat anak malas belajar.

Setelah kita mengetahui penyebab-penyebab anak malas belajar, niscaya
kita bisa membantu mereka mengatasinya. Lakukan pendekatan yang tepat
kepada anak-anak kita. Langkah-langkah yang bisa Anda lakukan antara
lain sebagai berikut.

1. Berikan pengertian tujuan dan sasaran belajar.

Belajar adalah kewajiban anak sebagai ciptaan Tuhan. Tuhan memberikan
akal budi dan kemampuan bagi kita agar bisa mengelola bumi (rumah dan
lingkungan). Dengan mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), manusia
tahu bagaimana seharusnya bertindak terhadap lingkungan. Misalnya,
tidak membuang sampah sembarangan karena bisa mengakibatkan lingkungan
kotor, menjadikannya sarang penyakit, dan banjir. Dengan belajar
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), kita tahu apa yang harus kita
lakukan untuk kota dan negara kita.

2. Katakanlah kepada anak, bahwa kemalasan tidak akan pernah
mendatangkan kebaikan.

Semut saja begitu rajin mengumpulkan makanan sebagai persediaan musim
dingin, masakan kita sebagai manusia tidak lebih baik daripada semut
(Amsal 6:6). Keberhasilan tidak bisa diraih dengan instan. Kita harus
berdoa dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan. Tuhan memberkati
orang yang rajin.

3. Nasihatilah anak untuk tidak mengikuti kebiasaan buruk
teman-temannya.

Sebagai anak Tuhan, kita seharusnya menjadi teladan bagi teman-teman
kita, bukan menjadi sama atau bahkan lebih buruk daripada teman-teman
kita yang belum percaya.

4. Lengkapi sarana dan prasarana belajar anak.

Orang tua sebisa mungkin memenuhi apa yang dibutuhkan anak. Jika
terpaksa tidak bisa membelikan apa yang dibutuhkan anak, berikan
penjelasan secara pelan-pelan, agar anak tidak tersinggung dan bisa
mengerti keadaan orang tua. Selain itu, ciptakan suasana belajar yang
kondusif untuk anak. Jauhkan tempat belajar anak dari televisi atau
ruang tamu/keluarga, yang sering riuh karena banyak suara di sana.

5. Tanamkan kedisiplinan.

Usahakanlah untuk membuat aturan untuk semua anggota keluarga,
termasuk kepada anak. Kapan anak bermain, kapan anak istirahat, dan
kapan anak harus belajar. Dengan memberikan sanksi apabila anak tidak
menaati aturan, bisa mendidik anak tetap disiplin menjalankan
tugasnya.

6. Berikan motivasi kepada anak.

Berhentilah memarahi anak secara terus-menerus. Sebaliknya, berikan
penghargaan atas usaha yang dilakukan anak. Jika anak masih malas,
beri dia motivasi dengan memberi hadiah jika nilainya bagus atau
mengajaknya piknik di akhir ujian semester. Dengan demikian, anak akan
merasa diperhatikan dan semakin giat belajar.

7. Mendampingi dan mendoakan anak.

Anak perlu pendampingan saat belajar. Selain bisa membantu mereka saat
mereka mengalami kesulitan, dengan adanya kita di samping anak
menunjukkan bahwa kita mengasihi mereka. Tanyakan apa yang menjadi
kesulitan anak. Tidak kalah penting lagi, doa. Apa pun yang kita
lakukan tidak akan bisa berhasil tanpa campur tangan Tuhan. Untuk itu,
undanglah Allah untuk terlibat dalam mendidik anak. Dengan
mengikutsertakan Tuhan, hal-hal yang terlihat sulit pasti bisa
diatasi. "Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku.
Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu."
(Yohanes 16:24)

Tugas orang tua bukan hanya membesarkan anak, mendidik mereka dalam
takut akan Tuhan dan kebenaran dengan kasih mutlak dilakukan. Tuhan
memberkati.

Referensi:

1. Pak Guru Ian. "Penyebab Anak Malas Belajar Dan Solusinya". Dalam:
   http://ian43.wordpress.com/2010/11/08/
   penyebab-anak-malas-belajar-dan-solusinya/
2. ________. "Tips Mengatasi Anak Malas Belajar" Dalam:
   http://www.tipskeluarga.com/2009/02/27/
   tips-mengatasi-anak-malas-belajar/

                          TELAGA: MALAS BELAJAR

Dewasa ini, banyak orang tua mengeluh bahwa anak mereka malas belajar
dan kesenangannya hanyalah bermain. Pertanyaannya adalah, mengapa?

1. Sekarang bersekolah telah melebihi pekerjaan purnawaktu, dan anak
membutuhkan porsi waktu santai yang lebih besar.

2. Kebanyakan proses pembelajaran di sekolah masih mengandalkan metode
menghafal dan penjelasan yang abstrak. Metode ini sangat kontras
dengan permainan anak yang merangsang kreativitas. Itu sebabnya,
banyak anak tidak menyukai pelajaran sekolah dan memilih bermain.

3. Secara kodrati, memang anak berada pada tahap kehidupan di mana
tugas utamanya adalah bermain, bukan belajar. Dengan kata lain,
belajar merupakan tugas yang bertentangan dengan kodrat manusiawi
anak.

Jika demikian, apa yang harus orang tua lakukan?

1. Sediakan (jadwalkan) waktu bermain, jangan sampai bermain merupakan
waktu sisa (jika masih ada waktu). Bila anak memunyai energi yang
tinggi, jadwalkan aktivitas yang menguras tenaga.

2. Gunakan ilustrasi yang berasal dari dunia anak. Banyak konsep
abstrak dalam pelajaran yang memerlukan pengejawantahan.

3. Terima keterbatasan anak. Jika daya tangkapnya lemah, ia memerlukan
pengulangan dan kejelasan. Kadang, anak tidak bisa berkonsentrasi
untuk jangka yang panjang. Jadi, izinkan anak untuk beristirahat
sejenak.

4. Ciptakan suasana santai. Jangan sampai anak ketakutan, sebab anak
tidak akan dapat belajar di tengah suasana yang tegang.

5. Tekankan kepada anak bahwa yang terpenting bukanlah nilai,
melainkan pembelajaran itu sendiri. Yang kita tuntut adalah usaha,
bukan hasil akhir.

6. Jangan korbankan relasi kita dengan anak hanya gara-gara masalah
belajar.

Firman Tuhan: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan
sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu
apa kita, Dia ingat bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:13-14)

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: TELAGA.org
Alamat URL: http://telaga.org/audio/malas_belajar
Judul transkrip: Malas Belajar (T160B)
Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses: 22 Maret 2011

           ULASAN BUKU: KONSELOR KOMPETEN - PENGANTAR KONSELING
                      TERAPI UNTUK PEMULIHAN

Penulis: Magdalena Tomatala, Ph. D.
Penerbit: YT Leadership Foundation, Jakarta 2000
Ukuran buku: 14 x 21 cm
Tebal: 131 halaman

Gereja yang menjadikan konseling sebagai bagian integral dari
pelayanan dan programnya, secara keseluruhan biasanya akan lebih
menghasilkan pertumbuhan jemaat yang berkualitas. Begitulah yang
disimpulkan dari buku ini. Magdalena Tomatala, Ph. D., seorang hamba
Tuhan sekaligus pengajar, pembicara, dan penulis buku, dengan latar
belakang akademik di bidang psikologi/konseling Kristen ini menyajikan
sebuah pengantar pelayanan konseling terapi untuk pemulihan.

Buku ini berisi 8 bab -- bab awal berupa pendahuluan dan bab terakhir
berupa kesimpulan. Buku ini menggabungkan secara sistematis teori-
teori psikologi dan konseling dari para pakar dengan berdasarkan pada
ayat-ayat Alkitab. Diawali dengan tinjauan umum tentang konseling dari
teori psikologi (bab I) dan tinjauan khusus dalam perspektif Kristen
dari Alkitab (bab II), penulis melanjutkan pembahasan dengan lebih
aplikatif dalam bab-bab selanjutnya. Anda bisa menyimak pelajaran-
pelajaran yang harus diperhatikan dalam tahap persiapan sebelum
konseling (bab III), perencanaan menjelang konseling (bab IV), dan
pelaksanaan saat konseling (bab V). Sementara itu, penulis kembali
menyajikan teori-teori pendekatan konseling menurut para pakar dalam
bab VI, dan membandingkannya dengan enam metode pendekatan yang
dilakukan Tuhan Yesus dalam pelayanannya (bab VII). Setelah itu,
penulis mengakhiri pembahasan dengan menegaskan dan mengulang poin-
poin penting di bab VIII.

Buku ini unik karena menggabungkan teori-teori ilmiah konseling dengan
contoh-contoh praktis dan kontekstualnya dalam Alkitab. Latar belakang
penulis sebagai pengkhotbah juga sangat membantu dalam pencantuman
ayat-ayat Alkitab yang menjadi acuan dalam aplikasi isi buku ini.
Sayangnya, banyak istilah teori dalam bahasa asing tidak diberi
padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, dan beberapa diagram atau
pun pembahasan teori yang terlalu detail. Hal ini cukup mempersulit
pemahaman bagi pembaca awam. Buku ini cocok dibaca oleh Anda --
mahasiswa psikologi, konseling pastoral, maupun jemaat awam, yang
ingin terlibat dalam pelayanan konseling dan membutuhkan bekal awal
untuk memasuki pelayanan ini. Selamat membaca.

Peresensi: Mahardhika Dicky K

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org