Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/231

e-Konsel edisi 231 (1-3-2011)

Keberadaan Manusia

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 231/MARET 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: DICIPTAKAN DALAM RUPA ALLAH
ULASAN SITUS: KONSELING KRISTEN

Salam kasih,

Pernahkah Anda memikirkan, mengapa Anda harus lahir ke dunia? Dengan
menyadari bahwa Allah memunyai tujuan menciptakan manusia, Anda akan
menghargai hidup Anda dan berusaha melakukan hal-hal yang berguna bagi
kehidupan Anda. Sajian perdana kami pada bulan Maret, menyajikan
artikel yang membahas keberadaan manusia yang diciptakan menurut
gambar Allah. Sementara itu, di kolom terakhir Anda dapat menyimak
ulasan situs konseling Kristen Indonesia. Tunggu apa lagi, mari simak
sajian e-Konsel berikut ini.

Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

               CAKRAWALA: DICIPTAKAN DALAM RUPA ALLAH

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kejadian 1:26-27)

Kutipan ayat di atas melukiskan gambaran indah mengenai penciptaan
manusia -- laki-laki dan perempuan. Manusia sebagai puncak karya
Allah, diciptakan menurut "gambar" Sang Penguasa seluruh ciptaan.
Karenanya, manusia memiliki hubungan yang unik dengan Allah. "Imago
Dei" memegang peranan penting untuk memahami pribadi manusia.

Apa yang dimaksud diciptakan menurut gambar Allah? Apa implikasi dari
keserupaan ini? Dapatkah kita tetap sama, entah kita tahu keserupaan
ini ada atau tidak? Lebih dari itu, dalam hal apa kita
merepresentasikan keserupaan ini? Kita tidak mungkin merepresentasikan
keserupaan ini dalam hal tubuh manusia, karena tubuh manusia hanyalah
atom-atom (istilah alkitabiahnya "debu"), yang memiliki batas usia,
lemah, dan akhirnya mati. Tidak mungkin juga dalam hal kepribadian
manusia, karena manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, terlebih dengan Allah.

Mungkinkah keserupaan unik ini direfleksikan dalam sebuah fakta bahwa
kita memiliki suatu pribadi? Sebuah pertanyaan yang menarik. Mari kita
perhatikan pertanyaan ini dari perspektif alkitabiah dan teologis.
Makna "gambar Allah" dalam Perjanjian Baru diperluas dengan
menggunakan istilah "cetakan" atau "pola" menyerupai sesuatu yang
sudah dibuat. Sebagai contoh, "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari
semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa
dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung
di antara banyak saudara." (Roma 8:29) Kemudian Allah memberi kita
kuasa untuk menjadi sama dengan rupa ini, karena Dia membentuk kita
melalui Kristus.

Kita masih bisa belajar lebih lagi tentang doktrin "Imago Dei". Tidak
secara kebetulan, gambar Allah adalah "sangat penting" untuk
memperbaiki pribadi. Inilah yang memberikan diri manusia sebuah
otonomi -- keberadaan yang terpisah. Martin Luther percaya bahwa
diciptakan dalam rupa Allah berarti memiliki "kebebasan untuk memilih
untuk taat" pada kehendak Allah. Sebaliknya, umat manusia telah
menyalahgunakan kebebasan ini. Demikianlah dosa dan kejatuhan manusia
masuk ke dalam gambar ini.

Apakah kejatuhan manusia melepaskan rupa Allah dari kita? Martin
Luther percaya hal itu bisa terjadi, tapi orang lain tidak percaya.
Menurut Martin Luther, dosa telah menyelubungi atau "menutup" gambar
ini. Tidak peduli betapa besar kenajisan karena dosa, kita tidak akan
kehilangan gambar ini. Proses regenerasi atau kelahiran baru
mengembalikan gambar tersebut ke tempat yang tepat dalam inti suatu
pribadi. Mungkin ini hanyalah masalah semantik, tapi gambar ini
memberikan pengertian yang lebih jelas tentang "Imago Dei" daripada
pemikiran tentang kejatuhan manusia yang sama sekali tidak ada dalam
gambar ini.

Makna lain dari gambar Allah adalah gambar ini membedakan manusia dari
binatang. Binatang tidak memiliki "pribadi" -- pribadi yang bisa
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, karena dia bisa
mengetahuinya dan meramalkan konsekuensi yang ditimbulkan. Jika
binatang memiliki kualitas seperti ini, mereka masih terlalu sepele
untuk diperhitungkan.

Beberapa psikolog menunjukkan simpanse bisa membuat suatu sistem
bahasa yang tidak sempurna atau menunjukkan bagaimana menumpuk satu
kotak di atas yang lainnya, supaya bisa menggapai pisang yang
digantung dengan menggunakan seutas benang pada langit-langit. Martin
Luther tidak yakin penelitian tersebut dapat digunakan untuk
menyanggah keunikan penciptaan manusia menurut gambar Allah. Justru
semua ini memberitahunya bahwa manusia jauh lebih berharga dibanding
simpanse yang manis dan lucu itu. Manusia bisa beriman kepada Allah
yang hidup dan penuh kasih. Seluruh hasrat simpanse hanyalah makan
pisang. Jelas, sebuah perbedaan yang besar!

Dengan mengikuti ajaran Aristoteles, beberapa teolog mengidentifikasi
bahwa kemampuan manusia untuk berpikir dan berargumentasi adalah
cerminan penting dari gambar Allah. Martin Luther melihat hal ini
hanya sebagai variasi atas apa yang telah ia katakan tentang otonom
pribadi.

Teolog liberal menekankan bahwa, karena manusia merupakan makhluk yang
diciptakan menurut gambar Allah, berarti hidup manusia itu suci
sehingga kita bisa melakukan apa yang harus dilakukan di bumi dan
untuk bumi. Para teolog itu menganggapnya sebagai konsep "hubungan".
Dengan kata lain, karena seseorang memiliki kapasitas untuk mengasihi
orang lain, maka ia pasti memiliki gambar Allah dalam dirinya.
Walaupun hal ini sangat benar, Martin Luther menganggap argumentasi
seperti ini kurang kuat isinya, karena menurutnya "Imago Dei"
melukiskan lebih dari sekadar apakah seseorang mengasihi sesamanya
atau tidak!

Dalam hal ini Martin Luther sangat setuju dengan apa yang dikatakan
Paul Tillich (1886-1965) -- meskipun tidak semuanya. Tillich menentang
pemahaman bahwa gambar Allah hanya ada dalam konsep hubungan [manusia
dengan bumi]. Dengan meyakini bahwa gambar Allah mencakup lebih dari
kemampuan manusia untuk mengasihi dan mengampuni, Tillich yakin bahwa
hal ini berakar dalam "keberadaan diri" manusia -- di bagian inti diri
manusia. Tillich tidak hanya menyatakan adanya kemungkinan "keberadaan
diri", tetapi kenyataan "keberadaan diri" -- termasuk gambar Allah.
"Imago Dei" lebih tepatnya adalah sesuatu yang memampukan kita menjadi
apa yang sudah Allah jadikan atas kita.

Barangkali Anda bisa memikirkan gambar ini dalam orang yang belum
percaya kepada Kristus, sebagai gambaran orang yang pasif yang
menunggu sinar surgawi dan hujan untuk menghidupkannya. Dia seperti
benih yang kering terkubur di padang gurun. Saat hujan pembebasan
turun atas benih itu, orang lain akan melihat, dia menemukan tunas --
"gambar ulang" Sang Pencipta yang mulia.

Menyentuh Allah

Apa pun yang kita yakini tentang "Imago Dei", setidaknya kita tahu
bahwa Allah adalah Roh, demikian juga dengan kita. Dimensi rohani
inilah yang menentukan kekhasan kita yang diciptakan menurut gambar
Allah. Sesuatu di dalam kita bergema dengan Allah dan merespons
bisikan-Nya. Bahkan karena kita masih berada dalam daging, beberapa
bagian dari kita mampu melampaui sifat kita sebagai ciptaan dan
menjangkau Allah. "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus
menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (Yohanes 4:24)

Diciptakan menurut gambar Allah juga berarti bahwa kita bebas untuk
bertindak sesuai pilihan kita, entah secara bertanggung jawab atau
tidak. Salah satu sisi, kita bisa mendatangkan kedamaian di
tengah-tengah anggota tubuh dan pikiran yang bertentangan, serta
membawa kita kepada hubungan yang harmonis dengan Pencipta kita. Kita
memunyai kemampuan unik ini untuk mengendalikan manusia batiniah kita.

Dengan demikian, roh kita merupakan bagian penting dari diri kita.
Kuasa yang tidak berbentuk inilah yang dapat "menghubungkan" kita
dengan Allah dan menarik kekuatan dari Allah. Tanpa dimensi rohani
ini, kita seperti binatang yang berjalan kian kemari tanpa tujuan --
menjalani hidup dengan tidak memiliki tujuan pasti atas keberadaan
kita. Tanpa roh, kita akan dibiarkan hidup dalam rencana-rencana kita
sendiri; dan akhirnya akan terhenti, terpotong-potong, hancur, lemah,
dan tinggal dalam berbagai jenis kehancuran. Jadi, apa artinya hidup
tanpa roh?

Oleh sebab itu, suatu pribadi harus berakar pada Sang Pencipta. Dia
harus "dikaitkan" atau dihubungkan dengan Roh Allah sehingga menjadi
lengkap.

Doktrin "Imago Dei" mencakup kebenaran bahwa tidak ada satu pribadi
yang utuh atas dasar dirinya sendiri. Roh yang tidak tinggal dalam
pribadi akan hilang dan berkeliaran tanpa tujuan. Menurut Alkitab, ini
berarti kiamat (Yudas 15). Kita dapat mencapai kepenuhan diri hanya
dengan menghubungkan kembali diri kita dengan gambar ilahi seperti
yang sudah diciptakan.

Segera sesudah kita "dihubungkan kembali" dengan Allah, kita bisa
berharap gambar Allah kembali memengaruhi kita dalam tiga cara khusus
yaitu: memberdayakan diri, membentuk diri, dan memotivasi diri.
(t/Setya)

Diambil dan diterjemahkan dari:
Judul buku: Me, Myself, & I
Judul asli artikel: Made in the Image of God
Penulis: Dr. Archibald D. Hart
Penerbit: Servant Publications, Ann Arbor, michigan 1992
Halaman: 149 -- 151

 ULASAN SITUS: KONSELING KRISTEN: MENGATASI MASALAH SECARA ALKITABIAH

==> < http://www.konselingkristen.org/ >

Situs konselingkristen.org, didirikan oleh Pdt. Yakub B. Susabda,
Ph.D., Pdt. Paul Gunadi, Ph.D., dan Pdt. DR. dr. Dwidjo Saputro,
sebagai pelengkap untuk mendukung pelayanan AKKI (Asosiasi Konseling
Kristen Indonesia). Situs ini menyediakan bahan-bahan seputar
konseling seperti artikel (tersedia juga artikel dalam bentuk audio)
dan buku-buku konseling, yang bisa Anda gunakan untuk menambah wawasan
Anda tentang pelayanan konseling. Anda juga bisa mendapatkan informasi
mengenai program studi konseling, kegiatan-kegiatan sehubungan dengan
konseling seperti seminar, kuliah, pelatihan, dan konferensi, serta
pelayanan konseling yang ditangani oleh konselor-konselor
berpengalaman melalui situs ini.

Selain menyediakan bahan-bahan seputar konseling dan informasi
kegiatan, situs ini juga melayani para anggotanya yang ingin melakukan
konseling secara pribadi. Para konseli bisa melakukan konseling secara
pribadi melalui telepon, email, bahkan bisa langsung bertatap muka
dengan konselor. Agar para konseli bisa terlayani dengan baik, di
situs ini disediakan jadwal untuk melakukan konseling. Situs ini juga
melayani tes, seperti tes temperamen, IQ, bakat, dan karunia. Situs
ini cukup menarik bukan? Jadi tunggu apa lagi, segeralah kunjungi
situs ini!

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org