Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/230 |
|
e-Konsel edisi 230 (22-2-2011)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 230/FEBRUARI 2011 DAFTAR ISI CAKRAWALA: MENGASIHI SESAMA MANUSIA KOMUNITAS KONSEL: MENERIMA ORANG LAIN APA ADANYA REFERENSI: SEPUTAR MENGASIHI TUHAN DAN SESAMA DALAM SITUS CHRISTIAN COUNSELING CENTER INDONESIA (C3I) Salam kasih, Kasih, kata yang sering kita dengar dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Mengasihi Allah dan sesama merupakan keharusan sebagai murid Kristus. Bahkan di beberapa gereja hukum kasih selalu dibacakan dalam ibadah. Namun, apakah kita sudah menerapkan kasih seperti yang Tuhan ajarkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Inilah yang seharusnya menjadi perhatian kita. e-Konsel edisi 230 ini, menyajikan artikel tentang "Mengasihi Sesama Manusia". Dapatkan juga referensi bahan-bahan yang berhubungan dengan tema kami bulan ini, pada kolom referensi. Selain itu, kami mengajak Anda menyimak diskusi Sahabat e-Konsel yang kami kutip dari forum ICN. Harapan kami, semoga bahan-bahan yang telah kami sajikan selama sebulan ini, memberkati para pembaca e-Konsel semua. Selamat membaca, Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Sri Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: MENGASIHI SESAMA MANUSIA Salah satu tindakan nyata dari mengasihi Allah adalah mengasihi sesama. Rasul Yohanes mencatat bahwa seseorang tidak dapat berkata ia mengasihi Allah jika ia tidak mengasihi saudaranya (1 Yohanes 4:19-21). Yesus menempatkan pentingnya kasih terhadap sesama manusia langsung setelah hukum untuk mengasihi Allah. Kasih Allah memampukan orang-orang Kristen untuk saling mengasihi, bahkan dalam keadaan sukar sekali pun. Kasih itu tidak berasal dari sumber-sumber manusiawi, melainkan dari Allah sendiri karena Ia tinggal di dalam orang percaya dan mengasihinya (1 Yohanes 4:16-17). Dalam Kolose 3:12-14 Paulus berkata, "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." Pertama-tama Paulus mengingatkan orang-orang percaya akan kedudukan mereka dalam hubungan dengan Allah sebagai "orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya," sebelum ia menggambarkan cara mereka harus saling mengasihi. Dalam Tubuh Kristus, orang-orang yang dibimbing/konseli belajar cara-cara mengasihi sebagaimana yang diperintahkan Yesus (Yohanes 15:12). Kasih Yesus tidak pasif. Ia mengajar dan menyembuhkan banyak orang, dan Ia sendiri menanggung hukuman karena dosa kita, ketika Ia mati di kayu salib. Kasih dalam tindakan, juga dinyatakan oleh Yakobus ketika ia mengimbau orang-orang Kristen untuk bertindak sesuai dengan iman mereka, dan dengan demikian mengasihi dengan tindakan (Yakobus 2:15-16). Mengasihi tidak selalu berarti merasa kasihan atau simpati terhadap sesama. Ketika Yesus menceritakan perumpamaan orang Samaria sebagai suatu contoh tentang mengasihi sesama manusia, Ia menyebutkan perhatian orang Samaria kepada seseorang yang dipukul oleh para penyamun, dan pertolongan praktis orang Samaria terhadap orang itu. Orang Samaria itu mendahulukan kesejahteraan orang lain di atas kesejahteraan dirinya, dan berusaha supaya kebutuhan orang itu terpenuhi. Meskipun demikian, Yesus tidak menyebutkan sama sekali tentang perasaan yang penuh kasih, yang mungkin dimiliki orang Samaria itu. Cara lain yang diajarkan Yesus tentang konsep mengasihi sesama seperti dirinya sendiri adalah melalui hukum utama: Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 7:12). Yesus tidak hanya mengajar orang-orang bagaimana hidup bertanggung jawab; Ia mengajar mereka bahwa kebahagiaan adalah hasil ketaatan kepada Allah. Suatu penyelidikan yang sangat menarik terhadap prinsip hukum utama dilakukan oleh Bernard Rimland, direktur dari Institute for Child Behavior Research. Rimland menemukan bahwa "orang-orang yang paling bahagia adalah orang-orang yang menolong orang lain". Sementara manusia cenderung menghabiskan waktu untuk kesenangan dan kesejahteraan pribadi -- tidak bersedia untuk disusahkan demi kepentingan orang lain mereka sebut egoisme. Dalam mengategorikan hasil-hasil itu, Rimland mendapatkan bahwa semua orang yang digolongkan bahagia, juga digolongkan tidak egois. Ia menuliskan, mereka "yang kegiatannya diabdikan bagi kebahagiaan diri sendiri jauh lebih tidak bahagia dibandingkan dengan mereka yang usahanya diabdikan untuk membuat orang lain bahagia". Rimland menyimpulkan: "Perbuatlah kepada orang lain sebagaimana kamu kehendaki orang lain perbuat kepada kamu." (Bernard Rimland, "The Altruism Paradox," Psychological Reports 51 (1982): 522) Sementara seorang yang dibimbing/konseli memilih untuk mengasihi Allah melalui iman dan ketaatan, memilih untuk mengasihi sesama manusia melalui kehidupan yang aktif dan berorientasi kepada orang lain, ia tidak hanya menemukan cara untuk menyelesaikan masalah, tetapi ia juga akan menemukan buah Roh dalam kelimpahan yang lebih banyak. Jika ia menilai tindakannya dalam kaitan dengan kasih kepada Allah dan sesama manusia, dan dalam kaitan menaati Yesus dalam konteks kasih-Nya, ia pasti akan menemukan kesempatan untuk bertumbuh. Alkitab menyediakan keperluan-keperluan dasar bagi kehidupan yang berada dalam kepercayaan dan ketaatan yang ilahi sesuai dengan kasih Allah. Karena itu, "cara" dalam Alkitab dan "cara" dalam bimbingan sama: setiap orang harus hidup dalam persekutuan dengan kasih Allah dan harus menerapkan "hukum yang pertama dan yang terutama" dalam tindakan (Matius 22:38). Fokus dari seluruh bimbingan haruslah pada hubungan kasih yang mendalam. Setiap masalah dapat dipecahkan melalui kesadaran akan kasih Allah, dan melalui respons terhadap kasih-Nya. Pada saat dua orang percaya datang bersama-sama kepada Allah untuk mencari cara penyelesaian masalah, mereka akan memeriksa pikiran, emosi, dan tindakan dalam konteks kasih Allah dan firman Allah. Mereka akan menilai hal-hal tersebut dalam kaitan dengan penciptaan, yang meliputi keadaan manusia secara rohani, keunikan setiap orang, dan kehendak bebas. Mereka akan menilai hal-hal tersebut, dalam kaitan dengan bagaimana orang yang dibimbing mungkin akan bereaksi menurut cara yang lama, seakan-akan ia masih terpisah dari Allah, ia bertingkah laku sebagai orang yang tidak percaya, yang memunyai harapan yang tersesat, atau mengasihi diri sendiri. Mereka akan menilai hal-hal itu dalam kaitan dengan pemulihan hidup baru yang diberikan melalui kematian dan kebangkitan Yesus, Roh Kudus yang mendiami, dan firman Allah. Namun di atas dan melalui semuanya itu, mereka akan menilai pikiran, emosi, dan tindakan dalam kaitan dengan hubungan: kasih Allah dan "hukum yang utama dan yang terutama". Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul asli buku: How To Counsel From Scripture Judul buku terjemahan: Bimbingan Berdasarkan Firman Allah Judul asli artikel: Menerima dan Memberikan Kasih Penulis: Martin dan Deidre Bobgan Penerjemah: Dra. Tan Giok Lie Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1996 Halaman: 167 -- 171 KOMUNITAS KONSEL: MENERIMA ORANG LAIN APA ADANYA Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Jika kita berkata kita mengasihi seseorang, maka kita tidak bisa hanya mau menerima kelebihannya saja. Kita juga harus menerima kekurangannya. Jadi arti sesungguhnya mengasihi sesama adalah kita harus bisa menerima orang lain apa adanya. Berikut pertanyaan salah seorang Sahabat Konsel, yang disampaikan melalui forum diskusi Konseling di situs In-Christ.Net, dengan topik "Pasangan Memunyai Luka Batin Masa Lalu". Sisca: Saya menikah dengan seorang pria yang memunyai masa lalu yang menyakitkan. Papa dari pasangan saya, meninggal dibunuh orang sejak pasangan saya berumur 13 tahun karena persaingan bisnis. Mama dari pasangan saya, hidup dengan hati yang terluka selama bertahun-tahun, dan hidup dalam kesedihan yang berlarut-larut. Kesedihan dari mama pasangan saya berdampak buruk pada pasangan saya, beliau tidak memedulikan anak-anaknya. Pasangan saya tumbuh menjadi pribadi yang tidak terbentuk karakternya karena tidak ada perhatian dari orang tuanya. Dia tumbuh sebagai seorang remaja yang tidak mendapat kasih sayang dari orang tua. Dia mencari pelampiasan di luar rumah. Semua kenakalan pernah dia lakukan, dari merokok, menggunakan narkoba (pernah masuk penjara karena narkoba, dan pernah over dosis dua kali), dan seks bebas. Mama dari pasangan saya meninggal waktu pasangan saya berusia 20 tahun. Sejak mamanya meninggal, kenakalan dia semakin menjadi-jadi. Harta yang cukup banyak yang ditinggalkan dari warisan orang tuanya, dia habiskan untuk mencari "kepuasan" di luar. Sampai akhirnya, dia masuk penjara. Banyak peristiwa menyakitkan yang dia alami, mantan pacarnya meninggalkan dia waktu dia mengalami kebangkrutan. Dia pernah memiliki pacar lagi, tapi keluarga dari pacarnya menghina dia habis-habisan karena dia seorang mantan narapidana. Dia masuk penjara juga karena dijebak oleh seorang wanita. Waktu di penjara, Tuhan menyentuh hatinya lewat kunjungan seorang hamba Tuhan. Hamba Tuhan ini membantu menyembuhkan luka-luka batin masa lalunya. Sebelum menikah dengan saya, dia menceritakan semua masa lalunya, dan saya bisa menerima masa lalu dia. Saat ini, pernikahan kami sudah berjalan 1,5 tahun. Hidup pernikahan kami terkadang mengalami konflik. Sampai suatu ketika, konflik besar terjadi, dan kami saling menyakiti satu sama lain melalui perkataan. Suami saya pernah berkata kepada saya, terkadang kalau dia bertengkar dengan saya, dia ingat semua masa lalunya. Dia membenci semua wanita, dan hatinya kembali terluka. Dia juga bingung, tidak tahu kenapa hatinya bisa kembali terluka. Sebagai seorang istri bagaimana seharusnya saya bersikap, dan apa yang harus saya lakukan untuk membimbing pasangan saya, supaya pasangan saya memperoleh kesembuhan total dari luka-luka batin masa lalunya. Terima kasih. GBU. Setya: Pertama, perbanyaklah waktu untuk berdoa baginya. Kedua, sediakan banyak waktu untuk berbincang-bincang dengannya. Dengan menambah kualitas komunikasi Anda berdua, diharapkan Anda berdua bisa semakin dekat dan saling mengenal. Sebisa mungkin jangan sampai Anda mengeluarkan kata-kata yang mengungkit-ungkit masa lalunya. Yakinkan bahwa Anda berdua sekarang memiliki kehidupan yang baru, jadi jangan menoleh ke belakang lagi. Khususnya untuk melihat hal-hal yang berdampak buruk. Semoga sedikit membantu. Fredrik: @Sisca, kamu harus banyak berdoa kalau bisa perkuat dengan puasa, bela deh mati-matian suami kamu biar Tuhan memulihkan hidupnya dan melepas pengampunan buat orang-orang yang membuatnya pahit, jangan lupa tetap menjaga komunikasi yang baik... bukan perkara yang mudah memang memunyai pasangan yang memiliki kepahitan tapi percaya deh selalu ada harapan kok... Eston Santosa: Adakan Mezbah Doa di rumah Anda, dengan mengajak suami Anda berdoa dan menyembah bersama untuk mengucap syukur karena saya percaya, rancangan Tuhan untuk Sisca dan suami bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan damai sejahtera. Undang Tuhan bertakhta dalam rumah tanggamu. Anda juga bisa menghubungi para konselor atau hamba Tuhan untuk konseling di gereja, supaya lebih terarah. Sumber: http://www.in-christ.net/forum/index.php?topic=189.0 Untuk memberi pendapat dalam topik konseling yang lain, silakan berkunjung ke http://www.in-christ.net/forum/index.php REFERENSI: SEPUTAR MENGASIHI TUHAN DAN SESAMA DALAM SITUS CHRISTIAN COUNSELING CENTER INDONESIA (C3I) Jika Anda ingin membaca artikel-artikel terkait seputar mengasihi Tuhan dan sesama, Anda bisa membacanya melalui alamat di bawah ini. 1. Seorang Konselor yang Mengasihi Tuhan dan Mengasihi Sesama < http://c3i.sabda.org/seorang_konselor_yang_mengasihi_tuhan_dan_mengasihi_sesama_kesaksian >, 2. Panggilan Melayani < http://c3i.sabda.org/panggilan_melayani >, 3. Mengasihi -- Sebagai Dasar Melayani Konseli < http://c3i.sabda.org/mengasihi_sebagai_dasar_melayani_konseli >, 4. Bagaimana Caranya Mengembalikan "Kasih Yang Mula-Mula" < http://c3i.sabda.org/bagaimana_caranya_mengembalikan_kasih_yang_mula_mula >, 5. Bagaimana Menghargai Pasangan Kita < http://c3i.sabda.org/bagaimana_menghargai_pasangan_kita > Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Samuel Njurumbatu, dan Yulia Oeniyati (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |