Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/229

e-Konsel edisi 229 (15-2-2011)

Kasih kepada Sesama

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 229/FEBRUARI 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: MENGAPA KITA HARUS MENGASIHI SESAMA?
TELAGA: PRIBADI EGOIS
ULASAN BUKU: BUKU PINTAR KONSELING KRISIS

Salam damai,

Apa yang terlintas dalam benak Anda jika Anda mendengar kata kasih? 
Apakah konsep kasih yang Anda ketahui sesuai dengan konsep kasih di 
dalam Alkitab? Kasih menurut pandangan dunia lebih menekankan agar 
kita mengasihi orang yang kita suka/cinta, tapi Tuhan Yesus 
mengajarkan hal yang sebaliknya -- Dia memerintahkan agar kita juga 
mengasihi orang yang tidak kita sukai atau orang yang menyakiti kita. 
Mengapa demikian? Dapatkan jawabannya di kolom CAKRAWALA. Selanjutnya, 
ajaklah konseli Anda untuk menjadi manusia baru yang penuh kasih, 
bukan "Pribadi Egois". Alasannya? Banyak! Kami sudah menyiapkan 
jawabannya untuk Anda di edisi ini. Pada bagian akhir, simak pula 
ulasan buku konseling krisis, karya Selwyn Hughes, seorang penginjil 
dan konselor Kristen yang berpengalaman. Semoga semua sajian kami 
dapat menjadi berkat bagi Anda sekalian. Tuhan memberkati!

Staf Redaksi e-Konsel,
Samuel Njurumbatu
< http://c3i.sabda.org/ >

         CAKRAWALA: MENGAPA KITA HARUS MENGASIHI SESAMA?

Kata kasih sering sekali dipakai, saking seringnya didengar mungkin 
banyak orang yang tidak lagi melihat artinya yang sebenarnya. Apakah 
sebenarnya kasih itu? Kasih dalam 1 Korintus 13 tidak menunjuk pada 
perasaan atau emosi. Kasih adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan 
sesuatu yang kita rasakan. Ayat-ayat di dalamnya berbicara tentang 
sikap (misalnya, sabar) dan perbuatan (misalnya, tidak sombong).

Kasih bisa dinyatakan dalam tiga cara yang berbeda. Pertama, kasih 
yang romantis yang dilukiskan dalam Kidung Agung. Dalam kasih semacam 
ini, seseorang biasanya menjadi lebih mesra dan ingin memiliki. Dalam 
bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah eros. Kasih erotis ini bukan 
dosa. Allah mengizinkannya ada. Kasih ini merupakan salah satu 
pengalaman terindah dalam hidup manusia, jika kasih ini dinyatakan 
dengan kesetiaan dalam sebuah hubungan khusus. Kedua, kasih timbal 
balik. Mungkin tidak merupakan hubungan timbal balik yang persis 
50-50, tetapi masing-masing individu dalam hubungan ini memberi dan 
menerima balasannya. Contoh kasih ini bisa dilihat dalam hubungan 
persahabatan Daud dan Yonatan. Mereka berdua berhubungan sangat erat 
dan saling memerhatikan. Ketiga, yang paling tinggi tingkatannya, 
yaitu kasih yang menyelamatkan. Dalam hubungan ini, kita tidak 
berpikir tentang timbal balik ataupun romantis. Kita semata-mata 
berpikir tentang kesejahteraan orang lain, dan kita berkorban untuk 
melakukan apa yang kita mampu untuk meningkatkan kehidupan orang itu. 
Contoh kasih ini bisa kita baca di dalam 1 Yohanes 3:16. Kasih yang 
menyelamatkan menjungkirbalikkan pandangan kasih romantis yang 
bersifat egosentris. Kebudayaan populer mengatakan bahwa yang penting 
hanyalah apa yang membuat kita enak. Tetapi, konsep kasih seperti itu 
berlawanan dengan pengajaran firman Tuhan. Dalam Matius 5:44-48, Yesus 
mengajarkan bahwa kita harus mengasihi musuh kita. Kemungkinan besar 
kita tidak merasa mengasihi musuh kita, tetapi kita tetap harus 
memerhatikan mereka dan berusaha meningkatkan kesejahteraan mereka. 
Kasih yang menyelamatkan berkaitan dengan kemauan, bukan perasaan. 
Kita bisa berkorban bagi seseorang sebab kita mau berbuat begitu, 
bukan karena kita ingin melakukannya. Namun demikian, tidak berarti 
bahwa kasih yang menyelamatkan sama sekali dilakukan tanpa perasaan. 
Maksudnya, bahwa kemauan kita yang berkuasa dan unsur perasaan hadir 
sebagai faktor pendukung.

Yesus memerintahkan agar kita mengasihi sesama manusia. Sesama kita 
bukan hanya seseorang yang kita sukai, pacar, sahabat, dan keluarga. 
Sesama kita adalah semua orang yang ada di sekitar kita, baik yang 
kita kenal maupun tidak. Mungkin kita akan mengalami kesulitan untuk 
mengasihi orang yang tidak kita sukai, karena dia pernah merugikan 
kita, mencelakakan kita, atau mungkin juga menyakiti hati kita. Untuk 
mengasihi orang-orang seperti ini, kita harus mengatasi dendam yang 
kita anggap hal yang wajar. Mengasihi mereka dengan kasih yang 
menyelamatkan bukan berarti berpura-pura menyukai mereka, bukan juga 
dengan menyembunyikan perbuatan salah mereka. Caranya yaitu dengan 
mengampuni mereka dengan sungguh, berdoa bagi mereka, dan menolong 
mereka saat mereka memerlukan pertolongan. Dengan bersedia 
memerhatikan walaupun kita tidak merasakan kasih sayang, bukan berarti 
bahwa kita munafik. Meskipun kita tidak merasa mengasihi, kita bisa 
bersikap sopan, baik hati, suka menolong, dan sabar. Hal ini 
menunjukkan bahwa karena kasih karunia Allah kita bersedia memperbaiki 
kesejahteraan orang lain. Kita tidak perlu berpura-pura bahwa yang 
mendorong kita bertindak adalah perasaan kasih kita. Kasih timbul dari 
ketaatan. Jika seseorang menilai kita munafik dengan mengatakan bahwa 
kita bisa mengasihi tanpa perasaan cinta atau perasaan positif, kita 
hendaknya dengan jujur mengakui bahwa kita tidak memiliki perasaan 
akrab dengan setiap orang yang kita kasihi. Kita juga bisa mengatakan 
bahwa sebagai orang Kristen kita memilih untuk memerhatikan dan kita 
rela untuk menolong.

Sebagai orang Kristen kita berusaha keras untuk tetap terlibat 
memerhatikan orang lain tanpa peduli bagaimana perasaan kita terhadap 
orang tersebut. Pada waktunya, perasaan sayang dapat timbul dengan 
sendirinya. Tetapi perintah untuk mengasihi tinggal tetap, baik ada 
perasaan atau tidak ada perasaan.

Diringkas dari:
Judul buku terjemahan: Pola Hidup Kristen
Judul asli artikel: Apa yang Dimaksud dengan Mengasihi?
Penulis: Vernon Grounds
Penerjemah: Tim Yayasan Gandum Mas
Penerbit: Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup, 
          Bandung; Lembaga Literatur Baptis, Bandung; dan YAKIN, 
          Surabaya 2002
Halaman: 329 -- 332

                     TELAGA: PRIBADI EGOIS

Salah satu pribadi yang sukar untuk menyatu dengan lingkungan adalah 
pribadi yang egois. Berikut ini akan dipaparkan ciri pribadi seperti 
itu, dan langkah untuk mengubahnya.

Ciri-Ciri Pribadi yang Egois:

a. Hanya dapat melihat dari sudut pandangnya sendiri, tidak dapat 
melihat dari sudut pandang orang lain. Apalagi merasakan apa yang 
orang lain rasakan. Jadi, tidak mudah untuk berdiskusi dengannya 
karena ia akan berusaha keras agar kita menuruti pendapatnya.

b. Hanya memikirkan kepentingan pribadinya. Jadi, apa yang 
dikerjakannya selalu untuk kepentingannya pribadi, bukan murni untuk 
kepentingan orang lain. Ia tidak mengenal makna pengorbanan dan 
ketulusan; semua hal diperhitungkan berdasarkan untung ruginya.

Dampak Pribadi Egois:

1. Lingkungan sulit menerimanya karena tidak ada usaha dari dirinya 
untuk menyesuaikan diri. Untuk menghindari konflik, pada umumnya 
lingkungan akan membatasi diri untuk berelasi dengan orang seperti ini 
sehingga ia terpaksa hidup dalam kesendirian. Malangnya, makin 
terkucil, ia makin menganggap bahwa lingkunganlah yang salah. Pada 
akhirnya, orang yang egois hidup dalam kesendirian.

2. Lingkungan pun sulit untuk memercayainya sebab lingkungan menilai 
ia tidak tulus. Semua yang dikerjakannya cenderung dinilai memunyai 
maksud tersembunyi di belakangnya. Pada akhirnya, relasinya dengan 
sesama terhambat dan makin hari makin sedikit orang yang bersedia 
berelasi dengannya. Kalaupun berelasi, relasi yang terjalin merupakan 
relasi timbal balik, tanpa ketulusan dan pengorbanan.

Penyebab:

a. Sebagian pribadi egois berasal dari latar belakang keluarga yang 
terlalu memanjakan sehingga apa pun yang diminta selalu diberikan.

b. Sebagian pribadi egois berasal dari latar belakang hampa kasih 
sayang sehingga ia tidak pernah belajar mengasihi. Ia menjadi hemat 
mengasihi dan berkorban karena ia tidak pernah mengenal kasih sayang.

Langkah Menuju Perubahan:

1. Pribadi yang egois mesti menerima fakta bahwa ia egois; jangan lagi 
berkilah dan menyalahkan orang. Ia mesti melihat hal ini sebagai dosa 
keangkuhan bukan hanya karakteristik kepribadian yang unik. Pertobatan 
berawal dari pengakuan. "Tinggi hati mendahului kehancuran tetapi 
kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 18:12)

2. Lihatlah apa yang dibutuhkan orang dan cobalah penuhi, tanpa 
pamrih. Pribadi egois tidak memunyai teman karena tidak memikirkan 
orang lain. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi 
seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17)

3. Hiduplah berdasarkan prinsip: "Kasihilah sesamamu manusia seperti 
dirimu sendiri" (Matius 22:38) dan "Segala sesuatu yang kamu kehendaki 
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada 
mereka." (Matius 7:12)

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: TELAGA.org
Alamat URL: http://telaga.org/audio/pribadi_egois
Judul transkrip: Pribadi Egois (T190A)
Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses: 13 Januari 2011

              ULASAN BUKU: BUKU PINTAR KONSELING KRISIS

Judul asli buku: Your Personal Encourager
Penulis: Selwyn Hughes
Penerjemah: Genesis Team
Penerbit: PT. Bethlehem Publisher, 2002
Ukuran buku: 11 x 18 cm
Tebal: 161 halaman

Selwyn Hughes adalah seorang penginjil dan konselor Kristen yang 
memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun. Ia juga menjadi tokoh yang 
mendirikan CWR (Crusade for World Revival) dan mengarang buku-buku 
konseling yang sangat laris di seluruh dunia. Sekarang ia 
mendedikasikan dirinya untuk membentuk dan melatih konselor-konselor 
Kristen di dunia. Buku-buku konseling yang ditulis oleh Selwyn Hughes 
antara lain: "Buku Pintar Konseling", "Buku Pintar Konseling Doa", dan 
"Buku Pintar Konseling Pernikahan". Ciri khas buku-buku Hughes adalah 
menarik, sistematis, penjelasannya pendek-pendek. Dengan demikian, 
mudah dibaca dan diaplikasikan.

Sebagai makhluk sosial, setiap orang membutuhkan pertolongan, 
dukungan, dan peneguhan dari orang lain. Betapa beruntungnya kita jika 
kita memiliki orang-orang yang mengasihi dan mendukung saat kita 
sedang hilang semangat. Sebaliknya, betapa sedihnya hati kita bila 
sahabat yang kita harapkan akan memberikan penguatan justru tidak 
muncul. Daud, misalnya, juga pernah mengalami peristiwa demikian. Dia 
bahkan pernah dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Dia merasa 
tertekan bahkan kariernya pun terancam. Lalu, apa yang dilakukan Daud? 
Buku ini menjelaskannya secara gamblang dan runtut. Bagaimana dengan 
kita? Masing-masing kita pasti memiliki masalah dan kesulitan yang 
berbeda satu dengan yang lain. Bagaimana seharusnya mengatasi krisis 
yang kita alami? Untuk mendapatkan solusi apa yang bisa kita ambil, 
Anda bisa menemukan jawabannya dalam buku karya Selwyn Hughes ini. Isi 
"Buku Pintar Konseling Krisis" ini menekankan hal-hal yang terkait 
dengan masalah krisis. Topik-topik yang diangkat dalam buku ini 
meliputi Dikhianati Seorang Teman, Ketika Terjebak untuk Mengasihani 
Diri Sendiri, Ketika Menghadapi Kegagalan, Ketika di PHK atau Menjadi 
Pengangguran, Ketika Seseorang yang Dekat dengan Anda Meninggal, 
Ketika Muncul Kesulitan-kesulitan dalam Rumah Tangga, dan masih banyak 
topik lainnya. Semuanya ada 40 topik. Masing-masing topik diawali 
dengan referensi Alkitab, lalu diikuti penjelasan dan diakhiri dengan 
doa. Sangat menyenangkan untuk diikuti.

Sekalipun genre buku ini adalah buku konseling, tidak berarti bahwa 
buku ini hanya perlu dibaca oleh para konselor. Gembala, pekerja 
gereja, dan jemaat umum juga perlu membaca buku ini. Apalagi tidak ada 
seorang pun yang bisa terluput dari krisis, bukan? Jika Anda ingin 
menang atas krisis, Anda perlu membaca buku ini.

Peresensi: Sri Setyawati

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Samuel Njurumbatu, dan 
         Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org