Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/223

e-Konsel edisi 223 (4-1-2011)

Menyambut Tahun Baru


______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 222/JANUARI 2011

DAFTAR ISI
RENUNGAN: TAHUN YANG TERBUANG
CAKRAWALA: MENAPAKI HARI BERSAMA ALLAH
ULASAN SITUS: C3I: SITUS KONSELING KRISTEN INDONESIA

Salam kasih,

Selamat tahun baru 2011, Sahabat e-Konsel!

Tahun yang baru telah tiba. Publikasi e-Konsel pun hadir dengan format
baru. Dalam edisi perdana ini e-Konsel menyajikan renungan, artikel
yang kami harap dapat menguatkan kita semua dalam menapaki hidup ini.
Kami sajikan pula sebuah ulasan situs konseling.

Selamat menyimak. Semoga kehadiran e-Konsel dapat membuka wawasan kita
agar semakin mantap menjalani hidup yang beriman dan berpengharapan.

Staf Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< http://c3i.sabda.org/ >

RENUNGAN: TAHUN YANG TERBUANG
Bacaan: Yoel 2:12-27

Ada berapa banyak waktu Anda, tahun demi tahun yang hasilnya hilang
dimakan belalang? Apakah keinginan pribadi, hawa nafsu, motivasi penuh
dosa, dan ambisi pribadi Anda telah merampas sukacita, kedamaian, dan
keberhasilan hidup Anda? Mungkin Anda merasa putus asa memikirkan
waktu-waktu yang terbuang dan tidak dapat terulang lagi itu.

Jika memang demikian, perhatikanlah perkataan Tuhan melalui Nabi Yoel.
Allah memberitahu umat Israel bahwa sekalipun mereka pernah tidak
menaati Tuhan dan mengalami pendisiplinan Tuhan melalui wabah
belalang, tetapi masih ada pengharapan bagi mereka. Tuhan berkata
bahwa Dia "pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih
setia" (Yoel 2:13). Dan Dia berjanji, "Aku akan memulihkan kepadamu
tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang" (ayat 25).

Apabila kita mengaku dosa kepada Tuhan, maka Dia akan segera
mengampuni masa lalu dan mengisi hari depan kita dengan pengharapan.
Dia dapat memunculkan kebaikan dari tahun-tahun kita yang terbuang.
Dia melakukannya dengan cara mengajari kita kerendahan hati melalui
kegagalan yang kita alami, dan menolong kita memahami kelemahan yang
sering kita perbuat terhadap orang lain.

Meskipun tahun-tahun kita yang lalu telah dirusak oleh dosa, Allah
sangat rindu untuk memulihkan kita dan memberi hasil terhadap
pekerjaan kita. Apa yang telah kita pelajari di masa lalu menghasilkan
pelayanan yang produktif dan pujian yang sepenuh hati bagi Dia. Tahun
yang sedang kita jelang ini dipenuhi dengan pengharapan!

"Betapa pun Gelapnya Masa Lalu Anda, Bersama Kristus, Hari Depan Anda
Cerah"

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama publikasi: e-Renungan Harian
Edisi: 1 Januari 2004
Penulis: David Roper
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2004/01/01/

CAKRAWALA: MENAPAKI HARI BERSAMA ALLAH

Menyimak riwayat Yusuf dalam Kejadian 37-50, terlihat jelas bahwa
hidup Yusuf sarat dengan pasang-surut, pahit-manis, naik-turun, dan
susah-senang. Ia mengalami hidup yang nyaman ketika berada di rumah
ayahnya. Berbagai hadiah dan perlakuan istimewa diterimanya. Namun hal
ini menjadi sumber petaka bagi dirinya. Saudara-saudaranya menjadi iri
dan membencinya. Singkat cerita, saudara-saudara Yusuf menjualnya
menjadi budak sehingga membuatnya berpisah dengan ayahnya. Sejak itu
kehidupan Yusuf berubah drastis. Di rumah tuannya (Potifar) Yusuf
difitnah, di-PHK, dan dipenjarakan. Segala kenyamanan, keistimewaan,
dan kasih berganti menjadi kegetiran, kekerasan, dan kesengsaraan.
Pada saat-saat demikian, apakah Yusuf dipenuhi ketakutan dan
kekhawatiran? Marahkah ia terhadap Tuhan, yang kepada-Nya dan demi Dia
ia taat, karena ternyata Tuhan seakan diam saja dan membiarkannya
menanggung cela dan derita, tidak melindungi dan membelanya?

Ternyata penjara bukan tempat pangkalan akhir Yusuf. Ia kembali naik
ke atas. Di penjara ia berkenalan dengan juru minuman dan juru roti
raja, yang melalui salah satu dari mereka Yusuf dikenalkan dengan raja
Firaun. Singkat cerita, Yusuf pun kembali menjadi orang nomor satu di
Mesir. Bahkan, ia berkesempatan bertemu dengan ayahnya kembali. Dalam
segala kesesakan dan keterpurukan, Yusuf tidak menjadi khawatir, tawar
hati, marah, menyesal, atau pun takut.

Ketika seseorang mengalami musibah, kegetiran, atau kenahasan hidup;
seringkali ia berpikir dengan dua pola pikir. Pola yang satu
berorientasi pada masa lampau, bentuknya adalah "kalau saja..." Pola
ini menghasilkan duka, penyesalan, rasa bersalah, kejengkelan yang
tidak ada akhirnya. Pola lainnya berorientasi pada masa depan,
bentuknya adalah "Bagaimana kalau..." Pola ini menghasilkan kecemasan,
takut, putus asa, khawatir yang tidak ada habis-habisnya.

A. Kalau Saja...

Ketika seseorang kehilangan orang yang dikasihinya, mengalami hal-hal
yang tidak diharapkan, dan sebagainya; tidak jarang kita mendengar
mereka berkata, "Kalau saja kita membawa papa ke luar negeri untuk
berobat, tentu ia bisa sembuh dan tidak meninggalkan kita." "Kalau
saja saya tidak sendirian naik taksi itu, dan mendengar kata mama
untuk tidak pergi, maka pastilah saya tidak mengalami perkosaan ini."
Pikiran seperti ini berharap bisa diulang lagi dari awal sebelum
petaka terjadi. Tentu ini merupakan sebuah pengharapan yang mustahil.
Pola pikir seperti ini hanya melahirkan rasa bersalah yang besar, rasa
menyesal, dan duka yang mendalam. Makin dipikir akan makin mendalam
kesusahannya.

B. Bagaimana Kalau...

Ada beberapa contoh berpikir tentang masa depan dengan pola,
"bagaimana kalau..." Seorang ibu hamil berpikir, "bagaimana kalau
anakku lahir cacat? Pastilah ia..." "Bagaimana kalau saat anakku lahir
ayahnya berselingkuh dengan wanita lain? Pastilah..." Seorang bapak
yang sekian lama sakit dan belum sembuh berpikir, "bagaimana kalau aku
mati sementara anak-anakku masih kecil-kecil dan istriku
sakit-sakitan? Pastilah..." Ini adalah sebuah kekhawatiran masa depan
yang tidak nyata, yang hanya berada dalam imajinasi mereka sendiri.
Pikiran-pikiran inilah yang menakut-nakuti mereka, dan bukan kenyataan
obyektif.

Yusuf tentu dapat juga terperangkap pada pola pikir seperti ini.
"Kalau saja saya tidak mengikuti keinginan ayah untuk menengok kakak-
kakak saya, pastilah..." Atau, bagaimana kalau seumur hidup saya
menjadi budak?" Namun, dia menolak berpikir demikian. Jawaban Yusuf
kepada kakak-kakaknya sewaktu ia menjadi raja adalah, "Kamu telah
mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
mereka-rekakannya untuk kebaikan." Yusuf menunjukkan bahwa Allah yang
dikenalnya adalah Allah yang hadir dan berkuasa atas
peristiwa-peristiwa yang menimpa masa lalunya. Tidak ada yang terjadi
tanpa sepengetahuan, penyertaan, serta karya-Nya dalam hidupnya.

Pemahaman bahwa Tuhan adalah Allah atas masa lalu dan masa depannya
membuat Yusuf tidak membiarkan dirinya diikat kepahitan masa lalu dan
ditakut-takuti oleh masa depan. Bagi Yusuf, mengingat masa lalu adalah
mengamati kesetiaan Tuhan, "Ketika saya dijual, Engkau menyertai;
ketika saya difitnah, Engkau menyertai dan memelihara; begitu juga
ketika saya dipenjara, penyertaan-Mu menguatkanku." Yusuf tidak
mengorek-ngorek dosa, luka lama, kesedihan, kesalahan diri sendiri
atau orang lain. Semuanya harus dihubungkannya dengan anugerah Tuhan
dan diserahkan untuk menjadi bahan baku di tangan Tuhan. Masa lalu
dengan segala kepahitannya adalah ladang Tuhan bekerja membentuk dan
membawanya pada penggenapan rencana-Nya. Ia juga menolak diikat
kekhawatiran masa depan. Masa depan adalah milik Tuhan yang akan
dimasukinya dengan rahmat Tuhan. Oleh karena itu, ia memusatkan
hidupnya pada tempat dan waktu sekarang dalam penyertaan Tuhan untuk
berbuah bagi Tuhan. Falsafah hidup ini tampak dalam nama-nama yang
Yusuf berikan kepada anak-anaknya (Kejadian 41:51). Ini menunjukkan
tekad Yusuf dalam penyertaan Tuhan. Tidak heran jika di mana pun
berada Yusuf menjadi orang nomor satu.

Melalui kisah Yusuf, Alkitab mengajarkan kebenaran penting bagi kita
dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Dalam kesulitan, mudah
sekali kita menengok ke belakang dan menjadi menyesal, merasa
bersalah, atau berduka. Masa lalu sudah berlalu, tidak dapat diubah
lagi: tidak dapat dibatalkan, diulang, diubah, atau dihapus.
Membiarkan diri terus dalam belenggu pikiran "kalau saja..." hanya
akan mengikat kita dengan kepahitan masa lalu yang atasnya tidak ada
apa pun yang bisa kita kerjakan. Selain itu, kecemasan, kekhawatiran,
dan ketakutan menghadapi masa depan terkadang juga menghimpit kita.
Hal inilah yang mencuri sukacita kita dan damai sejahtera yang Tuhan
berikan hari ini.

Kita tidak dapat melihat kemahahadiran Allah dalam totalitas hidup
kita. Hal ini juga yang membutakan mata kita untuk melihat karya dan
penyertaan Tuhan pada masa lalu dan masa depan kita. Kita buta
terhadap rahmat, anugerah dan kasih setia Tuhan yang selalu baru untuk
kita dari hari ke hari. Akibatnya, kita tidak mencari dan mengerjakan
apa yang Tuhan serahkan kepada kita hari ini. Kita membiarkan diri
mati dicekik dari belakang oleh frustasi, kemarahan, dan dari depan
oleh kekhawatiran. Fatalnya, kita menjadi gagal berbuah bagi Tuhan
hari ini, persis seperti orang Israel yang menghadapi laut di depan
dan dihimpit dari belakang oleh laskar Firaun. Mereka tidak melihat
Tuhan yang menyertai.

Ada dua hal yang harus kita perhatikan:

1. Saat kesusahan terjadi, melihat ke belakang: duka; melihat ke
   depan: cemas; melihat ke atas: iman dan pengharapan. Allah Yusuf
   juga Allah kita. Apa yang Dia kerjakan pada Yusuf, Dia kerjakan
   juga atas kita. Tidak ada satu hal pun yang akan menyentuh hidup
   kita jika tidak melewati Tuhan terlebih dulu. Jadi, kita tidak
   perlu risau atau pun resah.

2. Uruslah apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini. Kita boleh
   bertanya kepada-Nya, mengapa Dia izinkan kita mengalami kesusahan.
   Lebih dari itu, kita bisa belajar dari masa lalu tapi bukan untuk
   tetap tinggal di situ dan terus- menerus sibuk mengurusinya. Masa
   lalu sudah di belakang kita, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita
   ubah atas hal-hal yang terjadi di masa itu. Demikian juga dengan
   masa depan, yang atasnya kita tidak dapat berbuat apa-apa. Yang ada
   adalah saat ini. Hari esok tidak kita ketahui. Kita hanya dapat
   mengisi hari ini dengan sebaik-baiknya.

Marilah kita meneladani apa yang Paulus lakukan (Filipi 3:13-14).
"Melupakan yang di belakang" ditulis dalam bentuk aktif dan
menunjukkan waktu sekarang. Ini berarti bahwa sebuah tindakan
dilakukan dengan sengaja dan bukan hanya satu kali saja melainkan
terus-menerus sebagai kebiasaan. Masa lalu selalu mau menarik kita
mundur ke belakang dan mengikat kita di situ. Pikiran tidak mungkin
dihapus, tetapi hadapi itu dengan anugerah dan panggilan Tuhan.

"Berlari kepada tujuan" artinya berlari dengan konsentrasi pada
panggilan Tuhan dengan tidak membawa beban-beban masa lalu yang akan
menjadi penghalang dan membebani perjalanan sehingga mengurangi
kecepatan berlari.

Mari kita evaluasi diri kita masing-masing. Daftarkanlah hal-hal buruk
pada masa lalu dan semua kekhawatiran kita akan masa depan. Hadapkan
itu dengan kehadiran dan anugerah-Nya lalu jalanilah menurut
pangggilan-Nya. Dengan begitu, setiap hari kita bisa menghadapi
tantangan iman dan terus mengakui Tuhan sebagai Tuhan atas masa lalu,
masa sekarang, dan masa depan. Ia bekerja dalam segala sesuatu untuk
menyempurnakan kita.

Diambil dan diringkas dari:
Judul buku: Menapaki Hari Bersama Allah
Penulis: Yohan Candawasa
Penerbit: UnveilinGLORY Indonesia dan Pionir Jaya, Bandung, 2003
Halaman: 83 -- 100


ULASAN SITUS: C3I -- SITUS KONSELING KRISTEN INDONESIA

==> < http://c3i.sabda.org/ >

Situs C3I (Christian Counseling Center Indonesia) merupakan situs
konseling Kristen terbesar di Indonesia. Dengan motto "Melayani dan
Melengkapi", situs ini akan menolong Anda dengan menghadirkan berbagai
bahan yang berkaitan dengan konseling, seperti Materi Konseling,
Artikel Konseling, Buku Konseling Online, Tips Konseling, Bimbingan
Alkitab Untuk Konseling, dan Tanya Jawab Seputar Konseling. Selain itu
situs yang dikelola oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) ini, juga
bekerja sama dengan TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga) menghadirkan
materi-materi konseling audio yang dapat Anda baca transkripnya.
Jurnal konseling Parakaleo yang diterbitkan STTRII juga tersedia di
situs ini untuk menambah pengetahuan Anda mengenai konseling Kristen.
Tidak lupa, fokus bulanan C3I dan arsip publikasi e-Konsel juga dapat
Anda baca di situs ini.

Saat Anda mengunjungi situs ini, Anda tidak hanya mendapat informasi
secara satu arah saja, karena Anda juga bisa menyampaikan opini Anda
atau mengirim bahan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Segeralah
berkunjung dan berpartisipasi di situs C3I.


Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Samuel Njurumbatu,
         Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org