Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/212 |
|
e-Konsel edisi 212 (15-7-2010)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 212/15 Juli 2010 Daftar Isi: = Pengantar: Perubahan Itu Adalah Hal yang Wajar = Cakrawala: Masa Sekolah Dasar: Umur 6 Sampai 12 Tahun = Tips 1: Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah Dasar = Tips 2: Membangun Kepercayaan Diri yang Sehat untuk Anak Usia SD = Info: 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa PENGANTAR ____________________________________________________________ PERUBAHAN ITU ADALAH HAL YANG WAJAR Salam kasih, Banyak orang dewasa yang meremehkan perasaan anak-anak usia sekolah dasar. Perasaan yang dialami sang anak, seperti rasa khawatir, takut, cemas, senang, dan sebagainya malah bisa menjadi bahan lelucon bagi orang dewasa. Misalnya, ketika anak-anak itu khawatir akan mulai masuk sekolah dasar, orang dewasa biasanya berkata, "Ah, begitu saja, kok takut? Berani dong, seperti Papa!" Pernyataan seperti itu akan membuat si anak berpikir bahwa rasa yang dia alami itu tidak wajar atau tidak normal. Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang dapat menghambat perkembangan anak-anak, secara khusus anak usia SD. Sebagai orang dewasa kita perlu menolong mereka untuk berpikir bahwa semua rasa, perubahan fisik, dan perubahan-perubahan lainnya adalah wajar dan harus mereka hadapi ketika memasuki fase-fase tertentu dalam usia tersebut. Sejak masuk kelas 1 SD -- kelas 6 SD akan banyak sekali perubahan-perubahan yang mungkin akan mengagetkan si anak sendiri. Anda dapat menolong mereka dengan mengenali semua aspek yang menyertai pertumbuhan mereka. Dengan bekal tersebut, Anda akan bisa menolong mereka menghadapi semua perubahan-perubahan tersebut. Kiranya seluruh sajian e-Konsel edisi ini dapat menolong Anda untuk kembali membantu setiap anak usia SD yang Tuhan percayakan untuk Anda asuh dan layani. Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Davida Welni Dana < evie(at)in-christ.net > http://c3i.sabda.org http://fb.sabda.org/konsel CAKRAWALA ____________________________________________________________ MASA SEKOLAH DASAR: UMUR 6 SAMPAI 12 TAHUN PERKEMBANGAN SEKSUAL Penting bagi anak-anak laki-laki maupun anak perempuan usia SD untuk mengidentifikasi diri mereka dengan orang dewasa yang berjenis kelamin sama dengan mereka. Tanpa identifikasi semacam itu, anak-anak mungkin akan mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri secara seksual dalam pernikahan atau cenderung menjadi homoseks. Anak usia SD biasanya mengembangkan sikap memandang rendah anak perempuan atau hal-hal yang berbau perempuan. Hampir semua anak laki-laki dan perempuan kadang-kadang berharap untuk menjadi lawan jenisnya, sehingga mereka mengembangkan sikap merendahkan untuk menekan keinginan itu selama tahun-tahun tersebut. Anak laki-laki dan anak perempuan perlu ditolong untuk mengembangkan sikap bersyukur menjadi diri mereka dan perlu ditolong pula untuk melihat bahwa diciptakan menjadi laki-laki dan perempuan memiliki keuntungan masing-masing. Pendidikan seks sangat penting selama tahun-tahun usia SD. Hal itu harus dilakukan secara bertahap dengan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan anak. Orang tua yang menjawab pertanyaan anak dengan jujur dan apa adanya berarti telah membantu anak-anak mereka mengetahui seluruh fakta kehidupan pada saat mereka berumur 10 atau 11 tahun. Menstruasi harus dijelaskan lebih awal kepada anak-anak perempuan pada usia sekolah dasar karena permulaan mens rata-rata terjadi antara umur 9 sampai 16 tahun, dengan rata-rata umur 13 tahun di Amerika Serikat (Malina, 1979). Permulaan pubertas pada anak laki-laki bisa lebih lambat, biasanya sekitar umur 13 -- 15 tahun. Itulah sebabnya anak perempuan kelas 1 SMP sering lebih besar daripada anak laki-laki. PERKEMBANGAN SOSIAL Anak-anak usia SD mengembangkan rasa memiliki dengan cara berpartisipasi dalam kelompok. Mereka juga mengembangkan sikap bertanggung jawab dengan berbagi tugas bersama kakak-kakaknya. Rasa memiliki dan tanggung jawab merupakan prasyarat untuk perkembangan calon pemimpin. Anak-anak harus belajar taat sebelum mereka bisa belajar untuk memimpin dengan efektif. Konsep diri mereka terus berkembang ketika mereka memandang diri mereka melalui kacamata teman sebaya, orang tua, dan tokoh penguasa. Interaksi dengan orang dewasa dan anak-anak lain menjadi semakin penting. Permainan di antara anak-anak seumur ini -- entah itu permainan bola atau domino -- ditandai dengan organisasi yang buruk, percekcokan yang panas tentang peraturan, skor yang tidak benar, dan tuduhan curang. Anak-anak senang jika menang, tetapi mereka harus belajar untuk bekerja sama dalam tim -- kemampuan untuk bekerja dengan alasan yang sama dengan anak lain. Mereka senang bermain kelereng dan bertukar buku komik. Orang tua jangan berpandangan bahwa semua buku komik sama. Buku-buku dewasa dengan rating X beredar dalam format komik bersamaan dengan "buku-buku humor" yang relatif tidak merusak dan buku klasik kesusastraan. Pada ekstrem satunya terdapat komik Kristen. Tidak terlalu dini bagi anak-anak Kristen untuk dipisahkan melalui norma yang lebih tinggi sebagai saksi Kristus bagi orang lain. MASALAH UMUM ANAK USIA SD 1. Kematian Kematian dalam keluarga bisa menjadi pengalaman yang mendewasakan anak-anak jika ditangani dengan benar. Biasanya, anak-anak melalui tahap-tahap dukacita yang sama seperti orang dewasa ketika mereka mempelajari tentang kematian atau kematian yang akan datang dalam keluarga. Anak-anak yang lebih muda mungkin mengalami kepahitan atau kemarahan terhadap orang tua yang hampir mati atau sudah mati karena mereka percaya bahwa orangtua itu memilih untuk meninggalkan mereka. Mereka juga merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri atas kematian orang tuanya. Sangat baik mengikutkan anak-anak dalam upacara pemakaman orang yang dikasihi, jika mereka memilih untuk ikut, dan untuk mengungkapkan dukacita tanpa menekan perasaan yang sesungguhnya. Jika tidak diizinkan untuk mengungkapkan perasaannya, anak-anak mungkin akan mengalami konflik yang tidak terselesaikan pada saat mereka dewasa. 2. Kakek Nenek Kakek nenek dan anggota keluarga lain sebaiknya tidak tinggal bersama keluarga, kecuali ada kepastian bahwa hal itu tidak banyak menimbulkan konflik. Banyak keluarga yang menyesal karena mengizinkan kakek nenek tinggal bersama mereka, dan sangat sulit membatalkan komitmen itu. Namun, beberapa orang melaporkan bahwa kakek nenek yang tinggal bersama mereka membuat hidup mereka lebih berarti. Jika kakek nenek tidak tinggal dengan keluarga, umumnya mereka diharapkan tinggal tidak terlalu jauh. Anak-anak sering kali memiliki hubungan khusus dengan kakek nenek mereka dan hubungan yang kuat anak laki-laki dengan kakek atau anak perempuan dengan nenek membantu memperkuat peranan seks mereka. Orang tua harus membantu merawat kakek nenek karena hal ini memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengamati dan mengajar mereka untuk melakukan hal yang sama ketika orang tua mereka lanjut usia kelak (1 Timotius 5:8). 3. Cacat Penelitian dari Minde dan rekan-rekan (1972) menemukan bahwa anak-anak SD yang cacat menyadari bahwa cacat mereka tidak akan hilang. Biasanya, dengan menyadari hal itu mereka akan mengalami depresi. Orang tua perlu membantu anak-anak menerima kondisi mereka, dan melihat bagaimana Allah bisa memakai cacat mereka, serta menunjukkan bagaimana mereka bisa meleburkan masalah mereka ke dalam rencana hidup mereka. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Pengantar Psikologi & Konseling Kristen 2 Judul buku asli: Introduction to Psychology and Counseling Penulis: Paul D. Meier; Frank B. Minirth, M.D.; Frank B. Wichern, PH.D; Donald E. Ratcliff, PH.D Penerjemah: Johny The Penerbit: PBMR ANDI, Yogyakarta 2004 Halaman: 33 -- 35 TIPS 1 _______________________________________________________________ MEMPERSIAPKAN ANAK MASUK SEKOLAH DASAR Di halaman sekolah sudah tampak banyak murid yang usianya bervariasi dan postur tubuhnya berbeda-beda besarnya. Sebagian sudah memiliki kelompok sendiri dan berbincang-bincang dengan teman-temannya tentang liburan sekolah mereka. Tampak juga anak-anak yang terlihat diam saja dan memerhatikan sekelilingnya. Mereka adalah murid-murid baru kelas 1 SD yang baru pertama kali datang ke sekolah tersebut. Sebagian dari mereka mengamati anak-anak yang lain dan terlihat ingin berkenalan. Sebagian lainnya tampak malu-malu dan menempel pada orang tuanya sebelum bel sekolah berbunyi. Yang lainnya sudah menangis meraung-raung dan ingin pulang bersama orang tuanya atau tidak mengizinkan orang tuanya meninggalkan mereka. Anak anda adalah salah satu dari mereka yang menangis. Orang tua yang lain memarahi anaknya dan meminta agar mereka belajar berani dan mandiri dalam menghadapi hari pertama tersebut. Yang lain mencoba menenangkan dan meminta anaknya agar berhenti menangis. Yang lain lagi berjanji untuk tidak meninggalkan anaknya khusus untuk hari pertama tersebut. Sikap mana yang Anda pilih? Anak-anak umumnya memiliki ketakutan tersendiri ketika mereka memasuki sekolah dasar. Ketakutan atau kecemasan ini merupakan reaksi terhadap perubahan yang mereka harus alami. Perubahan ini antara lain dalam bertambahnya jumlah dan kerumitan pelajaran yang harus mereka pahami, banyaknya pelajaran ini mengharuskan anak menghabiskan jam-jam, yang ketika mereka masih di TK hanya diisi dengan bermain dan beraktivitas, dan selain itu mereka juga dituntut untuk belajar serius dan memperoleh nilai yang baik. Tentunya ada semacam ketidaksiapan bagi anak dalam menghadapi perubahan besar ini. Pengalaman menyeramkan ini mungkin tidak disadari oleh orang tua karena menganggap bahwa masuk SD adalah proses biasa yang dialami setiap orang. Walaupun demikian, masa transisi ini sesungguhnya merupakan momen penting ketika peran orang tua dampaknya besar sekali. Anak perlu mengetahui, merasa aman, dan nyaman terhadap suasana baru, teman baru, guru baru, dan pelajaran-pelajaran baru. Kata "baru" di sini mungkin lebih jelas maknanya jika kita gunakan kata "asing". Sesuatu yang asing, yang tidak kita pahami, yang tidak kita kenal, adalah sesuatu yang membuat kita merasa tidak nyaman dan takut. Bagi orang dewasa saja diperlukan keberanian dan masa penyesuaian untuk menghadapi hal yang baru, baik di tempat kerja, maupun dalam hidup. Sama halnya ketika kita memulai hari pertama kuliah, hari pertama kerja, hari pertama datang ke rumah pacar, atau pengalaman wawancara kerja pertama; perasaan bingung, takut, cemas, grogi, semangat, dan yang lainnya bercampur baur menjadi satu. Belum lagi perasaan takut, malu, dan rasa bersalah jika kita melakukan kesalahan dalam situasi tersebut. Perasaan-perasaan demikianlah yang juga dirasakan anak, namun berkali-kali lipat lebih besar, karena ia merasa begitu kecil di dunia ini. Anak membutuhkan rasa aman, rasa dimengerti, dan dukungan agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu sebagai orang tua kita tidak boleh mengecilkan pengalaman tersebut dengan mengatakan "begitu saja kok tidak berani", "tidak usah takut", "nanti kamu kan dapat teman baru dan guru baru", atau "pasti nanti senang di sekolah". Sebaliknya, agar anak merasa dimengerti, kita harus mendukung perasaannya dengan kalimat seperti "Kamu takut, ya? Tidak apa-apa kalau kamu merasa takut karena ini adalah hal yang baru bagi kamu" atau "Memang menyeramkan, ya, menghadapi sesuatu yang kita tidak tahu." Ketika ini dilakukan, anak akan merasa bahwa hal dan ketakutan yang dialaminya adalah sesuatu yang wajar dan dibolehkan. Hal ini akan membuatnya tenang dan berani menghadapi ketakutannya. Sebaliknya, jika kita tidak membolehkannya merasa takut, kecemasan, dan ketegangan anak akan jadi semakin tinggi karena merasa bersalah melakukan apa yang kita larang. Hal paling efektif yang dapat dilakukan untuk menolong anak mengatasi ketakutannya adalah bahwa kita sebagai orang tua menjadi tempat yang aman baginya untuk menceritakan seluruh pengalaman dan ketakutannya. Dengan memiliki rasa aman untuk menceritakan segala sesuatu yang dirasakannya, anak akan melihat bahwa apa pun yang ia akan hadapi dan rasakan bisa dengan berani dihadapinya karena kita -- orang tuanya -- ada di belakangnya untuk mendukung dan menguatkannya. Dengan demikian, apa pun yang dialaminya -- ketakutan, kegagalan, kekecewaan, kesedihan, dan yang lainnya -- dapat dihadapinya dengan lebih percaya diri dan mandiri. Bagaimana mempersiapkan anak Anda ke sekolah yang baru? 1. Mari kita mundur sejenak. Sebelum anak Anda menjalani hari pertama di sekolah yang baru, Anda bisa mempersiapkannya dengan mengajaknya mengunjungi sekolah tersebut. Dalam perjalanan, Anda bisa menjelaskan tempat-tempat yang dilalui sehingga ia mengenali bagaimana cara mencapai sekolahnya. Setelah sampai, Anda bisa memperkenalkannya pada guru yang nantinya akan mengajarnya. Anda juga bisa mengenalkannya pada lingkungan sekolah dengan memberitahukan letak-letak ruangan di sekolah tersebut dan menunjukkan ruang kelasnya. 2. Orang tua juga sebaiknya membahas apa yang dirasakan anak tentang pengalaman baru yang akan dilaluinya tersebut. Dengan mengenali perasaannya sendiri, anak akan merasa lebih siap dengan apa yang akan dialaminya. 3. Anda dapat menenangkan perasaannya dengan memberikan perhatian penuh dan mendengarkan apa yang ia ungkapkan. 4. Setelah Anda memahami perasaan anak, Anda bisa mengonfirmasi perasaan-perasaan apa yang ia rasakan. 5. Kemudian, Anda dapat membesarkan hatinya bahwa semua yang dirasakannya adalah wajar. Lalu Anda bisa memberanikan anak Anda untuk menghadapinya dengan mengatakan bahwa Anda menyayanginya dan mendukungnya. Anda bisa ungkapkan bahwa Anda akan ada di sisinya ketika ia membutuhkan Anda, sekalipun bukan dengan cara duduk di sebelahnya di dalam kelas. 6. Anda bisa juga mengajaknya berdoa kepada Tuhan agar ia memiliki keberanian. Seberapa cepatnya anak beradaptasi dengan lingkungan baru tergantung masing-masing anak. Jika anak Anda termasuk cepat beradaptasi dan tidak mengalami masalah serius, bersyukurlah. Jika anak Anda mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi, bersyukurlah. Dengan terus berada di sisinya dan mendukungnya, Anda memiliki kesempatan untuk mengenal anak Anda lebih jauh dan menjalin ikatan lebih erat dengannya. Anda juga memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak Anda untuk berdoa dan beriman lebih dalam kepada Tuhan yang mengasihinya dan memahami perasaannya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: Lifespring Penulis: SA Alamat URL: http://www.my-lifespring.com/artikel/mempersiapkan_anak_masuk_sekolah.php Tanggal akses: 15 Juli 2010 TIPS 2 _______________________________________________________________ MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI YANG SEHAT ANAK USIA SD BUMBU-BUMBU 1. Kasih Tanpa Syarat Kasih seharusnya tidak bergantung pada kesempurnaan sikap atau penampilan seseorang. Setiap anak perlu dikasihi apa adanya, sebagai ciptaan Tuhan yang unik dan istimewa. Jika kita berpusat pada kualitas permukaan saja, kita akan lalai melihat karakter-karakter yang menjadikan setiap anak unik. Kasih tanpa syarat bukan berarti menyetujui tindakan-tindakan buruk seorang anak. Kasih tanpa syarat mengenali perbedaan yang jauh antara melakukan hal yang tidak diinginkan dan menjadi orang yang tidak diinginkan. Seorang ibu melihat anaknya sedang mengobrak-abrik laci meja. "Jessa! Keluar!" teriaknya. "Kamu anak nakal!" Sang ibu menyebutkan karakter diri Jessa, alih-alih menasihati apa yang dilakukannya. Kita dapat melakukan pendekatan yang lebih baik dengan berkata, "Jessa, laci itu harus selalu ditutup.", 2. Apresiasi untuk Anak Kita semua ingin melihat bahwa keluarga dan gereja kita mengapresiasi kita. Nah, anak-anak juga ingin tahu, "Guruku senang aku berada di sini." Saat kita menunjukkan apresiasi kepada seorang anak, kita mengatakan bahwa dia dikasihi oleh Allah dan jemaat-Nya. 3. Rasa Keberhasilan Anak merasa puas saat dia mampu menyelesaikan sebuah tugas. Keberhasilan ini menyatakan bahwa dia adalah anak yang cekatan. Belajar sepeda, membaca buku, melepas kancing atau menyelesaikan teka-teki hanyalah segelintir kegiatan-kegiatan yang ingin anak pelajari. JANGAN TAMBAHKAN BUMBU-BUMBU 1. Kritik Ketika kita berfokus pada kelemahan-kelemahan anak, hal ini akan menghancurkan kepercayaan dirinya. Anak menyamakan kritik atas pekerjaannya dengan kritik terhadap diri sendiri sehingga dia membantah, merasa malu, atau merasa tertolak. Ungkapan-ungkapan seperti: "Kamu masih terlalu kecil"; "Salah lagi, salah lagi"; atau "Sini, biar aku kerjakan", menghasilkan dampak negatif bagi anak. Sebaliknya, katakanlah: "Kamu sudah mulai dengan baik" atau "Kalau butuh bantuan, panggil saya ya....", 2. Sifat Tidak Peka Ketidakpekaan yang menyebabkan rasa malu dapat menimbulkan perasaan terluka. Sarkasme atau olok-olok, terutama di depan orang lain, memiliki efek yang merendahkan martabat anak-anak. Kita dapat melukai anak dengan berbicara tentangnya seolah-olah dia sedang tidak berada di sana. Selain itu, menghukum anak di depan umum dapat mempermalukannya. Disiplin seharusnya merupakan urusan pribadi, tidak hanya untuk menolong anak mendapatkan martabatnya tetapi menghindari orang lain membesar-besarkan masalahnya. Seorang guru menyadari bahwa dia telah bertindak tidak bijaksana saat dia menegur Anton di kelas sehingga anak-anak lainnya dapat mendengarkan. Selama beberapa minggu dia mendengar anak-anak berbicara kepada Anton dengan cara menegur seperti yang dia lakukan. Anton yang sangat membutuhkan pengakuan diri ditolak oleh yang lain. Guru itu pun melakukan hal yang perlu dilakukannya yaitu memuji dan menyemangati Anton atas sikapnya di depan umum. 3. Kurangnya Rasa Hormat Rasa hormat terlihat dari apa yang kita katakan dan apa yang tidak kita katakan. "Terima kasih," "Tolong," dan khususnya "Maaf", merupakan ucapan yang jarang kita lontarkan kepada anak-anak. Harus disadari bahwa anak-anak perlu menerima rasa hormat seperti rasa hormat yang kita terima. Dia akan meniru teladan kita mengenai rasa menghormati atau rasa tidak menghormati. Terkadang, kita salah menganggap bahwa kita memunyai hak untuk menyela anak sesuka kita, memaksa mereka menghentikan apa pun yang mereka kerjakan ketika kita berbicara. Kita perlu bertanya kepada diri kita, "Apakah saya akan berkata seperti ini kepada orang dewasa? Apakah saya akan memperlakukan orang dewasa lainnya dengan cara ini?" Kita perlu memerhatikan teladan kita saat kita mengganggu aktivitas atau perbincangan anak dengan tidak sopan. Kita bisa saja menghambat pembelajaran anak untuk menghormati orang lain. 4. Kurangnya Dorongan Anak-anak memerlukan dorongan melalui kata-kata, bahkan untuk melakukan tugas yang biasa sekali pun. Kita mungkin tidak mengira bahwa kita perlu memberi pujian atas hal-hal yang "wajib dilakukan anak". Akan tetapi, hampir semua anak memerlukan dorongan dan pengakuan untuk membantu mereka melakukan apa yang wajib mereka lakukan. "Usaha yang baik" dan "Aku senang kalau kamu menyimpan pensil-pensil itu" merupakan pernyataan-pernyataan sederhana yang dapat memotivasi anak. Bahkan, menyatakan tindakan anak dengan ungkapan: "Saya tahu..." akan menjadi dorongan bagi anak. "Saya tahu kamu menyimpan pensil-pensil itu.", 5. Membanding-bandingkan Pernyataan-pernyataan seperti "Kamu sama saja seperti adikmu!" atau "Kenapa kamu tidak bisa seperti Mega?" merupakan pernyataan yang merusak. Kita perlu mengingat bahwa Allah menciptakan kita secara unik -- tidak ada duanya. Setiap ciptaan-Nya unik. Setiap anak perlu diterima apa adanya dan dibantu meraih potensi unik mereka sendiri. Bagi sang Seniman Agung, semua karya merupakan karya besar. Renungkan kasih-Nya; jangan membandingkan anak-anak. 6. Sikap Melindungi yang Berlebihan Burung-burung yang masih kecil akan mati di sarangnya jika induknya tidak mendorong burung-burung itu untuk terbang. Terkadang, orang tua dan guru ingin melindungi anak-anak dari pengalaman-pengalaman yang berbahaya dan tidak menyenangkan. Akan tetapi, jika kita memaksakan apa yang perlu dipelajari seorang anak atau membatasi eksplorasinya karena ketakutan kita akan kegagalan, maka kita merusak kemampuannya untuk berkembang. Berikanlah lingkungan yang aman agar anak-anak dapat belajar dan mengamati. Biarkanlah mereka berpetualang. 7. Menghukum, Bukan Mendisiplin Kata-kata ini sangat berbeda. Hukuman merupakan balasan dari kesalahan, sedangkan disiplin merupakan proses yang mendidik, termasuk memberikan dorongan serta koreksi. Hukuman berpusat pada pembalasan setimpal, sementara disiplin membawa pesan tentang "Aku mengasihimu dan ingin membantumu melakukan hal yang benar". Hukuman menimbulkan rasa bersalah, ketakutan, kemarahan dan terkadang kebencian, namun disiplin menginspirasikan kasih sayang, perhatian dan hasrat untuk berkembang. SEBUAH KISAH Rian sering membuat masalah. Gurunya telah berusaha memberi nasihat, memisahkannya dari teman-temannya, dan menghilangkan semua hak istimewanya. Ibu Wong menyadari kebencian yang bertumbuh dalam diri Rian. Dia berbicara secara pribadi dengan Rian, "Rian, tampaknya sulit bagimu untuk melakukan apa yang diinginkan gurumu. Kamu pasti tidak senang, ya?" Untuk pertama kalinya seorang guru ingin mengerti Rian, tidak hanya mengendalikannya. "Aku ingin membantumu belajar melakukan hal-hal yang sulit bagimu. Kita dapat bekerja sama jika kamu mau." Rian tersenyum kepada Ibu Wong. Dan, proses disiplin pun telah dimulai. (t/Uly) Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Sunday School Smart Pages Judul asli artikel: A Chilsd`s Healthy Self-Esteem Editor: Wes dan Sheryl Haystead Penerbit: Gospel Light, USA 1992 Halaman: 93 -- 94 INFO _________________________________________________________________ 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA Apakah Anda terbeban untuk menanam lutut Anda bagi bangsa-bangsa yang belum mengenal Kristus? Kami mengajak Anda meluangkan waktu sejenak untuk berdoa bagi saudara-saudara kita, khususnya mereka yang akan melaksanakan ibadah puasa. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2010 ini kita akan kembali bersatu hati berdoa selama bulan puasa, yaitu terhitung mulai 1 Agustus -- 9 September 2010. Jika Anda rindu untuk turut ambil bagian berdoa bagi bangsa, kami akan mengirimkan pokok-pokok doa dalam versi e-mail untuk menjadi pokok doa kita bersama. Untuk berlangganan, silakan kirimkan e-mail ke: ==> subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org Bagi Anda yang ingin agar teman-teman Anda pun bisa ikut berdoa dengan memakai bahan pokok doa ini, silakan kirimkan alamat e-mail mereka ke alamat e-mail redaksi di: ==> doa(at)sabda.org Untuk mendapatkan bahan pokok doa versi kertas, silakan menghubungi: Mengasihi Bangsa dalam Doa P.O. Box 7332 JATMI JAKARTA 13560 E-mail: < pray40daysindo(at)yahoo.com > Catatan: [Ganti (at) dengan ((at)) saat mengirim e-mail] Harap pemohon pengiriman bahan pokok doa versi kertas mencantumkan: Nama jelas: Alamat lengkap: Kota dan Kode Pos: Provinsi: Nama Lembaga: No. Telp./HP: E-mail: Marilah kita bersama berpuasa dan berdoa untuk Indonesia agar tangan Tuhan yang penuh kuasa menolong dan menggugah hati nurani para pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan bangsa ini dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan. Selamat menjadi "penggerak doa" di mana pun Anda berada dan biarlah karya Tuhan terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa Indonesia. Selamat berdoa. _______________________________e-KONSEL ______________________________ Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling? silakan kirim ke: < konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel Situs C3I: http://c3i.sabda.org Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel Twitter Konseling: http://twitter.com/sabdakonsel ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Sri Setyawati Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright (c) 2010 Konsel / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |