Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/207

e-Konsel edisi 207 (1-5-2010)

Belajar Menjadi Konselor

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 207/1 Mei 2010

Daftar Isi:
  = Pengantar: Peran Konselor Kristen
  = Cakrawala: Pembimbing yang Sukses
  = Referensi: Topik Terkait di Fokus C3I
  = Bimbingan Alkitabiah: Konselor Kristen
  = Tips: Kesukaran-kesukaran dari Pihak Konselor

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Salam sejahtera,

  Peran konselor tampak mulia dan cenderung makin dibutuhkan
  masyarakat. Kompleksitas hidup zaman sekarang telah merumitkan
  permasalahan manusia. Oleh sebab itu, tugas seorang konselor kian
  dirasa penting. Bagi konselor Kristen, ia bukan hanya bertugas
  menolong konseli menghadapi masalahnya saja, tetapi juga menuntun
  konseli untuk memiliki hubungan yang baik dengan Kristus. Untuk bisa
  melakukan peran ini, seorang konselor Kristen perlu memenuhi
  berbagai persyaratan.

  Dalam edisi bulan Mei ini, Redaksi e-Konsel mengajak pembaca untuk
  menyimak kembali peran konselor Kristen. Keterampilan apa saja yang
  perlu dimiliki seorang konselor Kristen?

  Selamat menyimak, kiranya menjadi berkat.

  Redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://c3i.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/konsel

CAKRAWALA (1) ________________________________________________________

                         PEMBIMBING YANG SUKSES

  Orang sering bertanya: "Apakah unsur terpenting dalam suatu
  bimbingan?" Jawabnya: Pembimbing. Teknik dan latihan memang penting,
  tetapi yang lebih penting ialah kemampuan untuk menyesuaikan diri.
  Seseorang boleh saja memunyai pengalaman dan pengetahuan yang luas,
  tetapi jika tidak memiliki kecakapan pribadi yang memadai, ia
  dianggap masih kurang kompeten. Marilah kita meninjau beberapa
  kecakapan penting yang harus dimiliki seorang pembimbing.

  Pembimbing yang baik adalah seorang yang pribadinya dapat
  menyesuaikan diri dengan baik. Walaupun dia tidak bebas dari
  berbagai kelemahan pribadi, namun yang penting dia tidak memunyai
  konflik emosi yang berat. Pada saat seseorang bergumul dengan
  penyesuaian diri sendiri, ia belum dapat memenuhi kebutuhan dan
  harapan orang lain.

  Contoh: Jimi seorang siswa yang mengadakan "bimbingan" di sebuah
  "kamp". Ia sangat mencintai Tuhan dan disukai para peserta kamp.
  Tetapi, ia memunyai masalah serius menyangkut tabiatnya. Kekecewaan
  kecil saja akan membuat Jimi berkutat dalam pergumulannya.
  Akibatnya, ia mengejek peserta-peserta "kamp" dan menyebut mereka
  sangat bodoh dan belum dewasa. Tidak mengherankan bahwa setelah
  peristiwa itu, tidak seorang pun datang kepadanya untuk meminta
  pertolongannya. Mereka menyadari dia ternyata tidak dapat
  mengendalikan diri sendiri, tidak cakap, bahkan lebih tidak mampu
  dibanding orang-orang lain.

  Ketika berbicara dengan orang lain, sangat penting untuk diketahui
  sikap seseorang terhadap sesuatu. Seorang pembimbing yang baik
  memunyai pengertian yang luas tentang perasaan dan perilaku
  seseorang.

  Pengenalan pribadi seorang pembimbing:

  a. Pembimbing tidak boleh dipengaruhi persoalan diri sendiri
     ketika ia membimbing orang lain. Pembimbing yang tidak menyadari
     kelemahan diri sendiri akan mudah memproyeksikan persoalan
     dirinya kepada kliennya, alih-alih menelaah persoalan kliennya
     sendiri.

  b. Pengenalan ini akan membantu pembimbing untuk menyesuaikan diri
     dengan orang lain. Pada dasarnya, manusia memunyai kebutuhan
     emosi dan rohani yang sama. Seorang pembimbing yang mengenal diri
     sendiri diharapkan akan mampu menolong orang lain untuk mengenal
     diri mereka. Bagaimanapun, janganlah memandang kecil atau
     bersikap sembrono terhadap persoalan diri sendiri dibanding
     persoalan orang lain. Jangan pula menganggap suatu penyelesaian
     yang baik dan menguntungkan diri sendiri pasti akan tepat dan
     berguna bagi orang lain. Mengingat setiap individu itu unik,
     pembimbing harus memerhatikan keunikan itu.

  Pembimbing Kristen seharusnya satu pribadi yang memunyai hubungan
  intim bersama dengan Yesus Kristus. Jikalau ia berniat menjadi
  penolong orang lain, ia harus menghubungkan orang itu dengan kasih
  dan kesaksian hidup orang Kristen. Tanpa hubungan intim dan
  bertumbuh dalam hidup Kristen, ia tidak dapat melakukan apa pun
  untuk kebutuhan nyata seseorang, apalagi yang berhubungan dengan
  kerohanian. Seorang pembimbing Kristen harus meluangkan banyak waktu
  untuk menggali firman Tuhan, bertumbuh dan hidup lebih dekat dengan
  Tuhan. Dengan demikian, dia akan mengalami pembelajaran dan
  pengenalan yang segar tentang Tuhan, hingga terjadi keajaiban di
  dalam hidupnya dan hidup orang yang dibimbing. Perhatian yang tulus
  kepada orang lain merupakan tindakan penting. "Bimbingan" yang
  dilakukan dengan perasaan sekadar "tugas" melebihi cinta kasih
  sejati kepada orang lain, nilainya sudah jelas terbatas. Orang yang
  memunyai banyak persoalan emosi dan rohani sering sangat sensitif.
  Orang akan segera menyadari kedangkalan dirinya. Ia akan menjawab
  dengan sikap yang tidak memuaskan si pembimbing. Apabila
  pembimbing memberikan perhatian yang tulus kepadanya, ia akan
  merasakan ketulusan itu, dan segera percaya kepadanya. Kemudian,
  kepercayaan ini menjadi sarana "bimbingan" yang efektif. Sebagai
  seorang Kristen, kita harus memunyai kemampuan untuk memberikan
  perhatian tulus yang luar biasa kepada orang yang kita bimbing.

  Seseorang yang sedang marah, terkadang kurang hormat, tidak tahu
  membalas budi, dan sangat sulit untuk dikasihi. Pada kesempatan
  lain, kita mungkin kecewa karena klien tampak "terbelit-belit" dalam
  persoalannya. Ia mungkin merasa bersalah namun seolah-olah tidak
  bersedia berubah. Tuhan dapat memberi kita kasih dan perhatian
  sejati mengenai hal ini dan hal-hal lain. Alkitab memerintahkan kita
  untuk "saling mengasihi dan saling menyayangi satu sama lain" (Roma
  12:10a). Kita juga telah diberi kunci untuk mengasihi orang lain
  tanpa mementingkan diri sendiri. "Tetapi buah Roh, ialah: kasih,
  sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
  kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." Tidak ada hukum yang
  bertentangan dengan hal-hal itu (Galatia 5:22-23). Tuhan sendiri
  adalah Pencipta kasih, dan hanya mereka yang berjalan dalam
  persekutuan intim dengan-Nya, dapat mengalami kasih ini sepenuhnya.
  Ketika Roh Kudus mengontrol hidup kita sepenuhnya, Ia akan
  mengarahkan perhatian kita pada satu atau dua pribadi dengan kasih.
  Ia mengganti ketidaksabaran dengan toleransi dan perhatian. Ia
  mengasihi orang yang tidak mampu memberikan perhatian sejati kepada
  orang yang tidak dicintai. Tindakan ini diberikan kepada seseorang
  yang benar-benar percaya dan hidupnya dikontrol oleh Tuhan, kunci
  untuk hati dan perhatian kepada semuanya.

  Peka akan kebutuhan orang lain merupakan dasar untuk "bimbingan"
  yang sukses.

  Pada saat memberikan perhatian yang tulus kepada orang lain, kita
  sebaiknya berhati-hati mengenai kebutuhan pribadi orang lain. Ketika
  memikirkan suatu masalah atau keistimewaan seseorang, kita harus
  menghubungi klien dengan penuh pengertian dan keterbukaan. Jikalau
  kita memberitahukan dia mengenai bagaimana ia menjalani hidupnya,
  kita sebaiknya menanggung risiko bahwa hal itu dapat membingungkan
  dia melebihi pengertiannya tentang kerja samanya dengan kita.
  Mungkin klien telah menerima banyak nasihat dan kritik orang lain.
  Sekarang, ia memerlukan simpati dan pengertian yang peka. Setelah
  itu, ia baru akan meminta nasihat dan bimbingan kita.

  Kemampuan menyesuaikan diri dengan usia klien merupakan sesuatu yang
  sangat penting.

  Yohanes seorang pembimbing yang bersemangat dan aktif dalam suatu
  kamp rekreasi. Ia dapat tertawa dan bergurau bersama para peserta
  kamp, tetapi ia juga seorang yang disegani. Tidak lama setelah kamp
  itu dimulai, banyak peserta datang menemuinya untuk membicarakan
  persoalan-persoalan pribadi mereka.

  Sebaliknya, Maria merasa rekreasi itu terlalu banyak
  bersenang-senang sehingga merupakan sesuatu yang bodoh dan tidak
  dewasa. Dia memakai waktunya sebagai pembimbing dengan cara-cara
  tertentu untuk membicarakan persoalan-persoalan pribadi yang penting
  dan membicarakan kebenaran rohani.

  Kamp itu telah berjalan beberapa hari, dan tidak seorang perempuan
  pun datang menemui Maria untuk minta bimbingan. Walaupun banyak yang
  akan ia berikan, tetapi peserta merasa bahwa mereka tidak mengenal
  dia dan sungguh-sungguh meragukan pemahaman dirinya tentang mereka.
  Penyesuaian diri dengan kaum muda merupakan satu pokok yang sangat
  penting. Kaum muda akan pergi menemui pembimbing yang bersedia
  mengintegrasikan dirinya dengan mereka. Pada saat menyesuaikan diri
  dengan usia klien, pembimbing harus berhati-hati, agar ia tidak
  mengurangi jati dirinya sebagai pembimbing yang bertanggung jawab.
  Pembimbing salah apabila dia terlalu menyamakan dirinya dengan
  klien. Harga dirinya akan direndahkan. Kaum muda tidak bersedia
  membebankan persoalannya ke anggota lain di dalam perkumpulan itu.
  Mereka hanya bersedia membicarakan sesuatu kepada orang-orang yang
  rajin, tabah, penuh pengertian, dan mereka hormati.

  Pelaksanaan bimbingan yang sukses menggunakan unsur kunci.

  Kemampuan berhubungan akrab dengan seorang klien merupakan salah
  satu "ketersediaan". Beberapa orang terlalu sibuk dengan rencana dan
  acara pribadi murid-muridnya. Jikalau kita mengharapkan orang lain
  mendatangi kita, aturlah waktu sedemikian rupa sehingga memudahkan
  mereka untuk menghubungi kita dan mendiskusikan masalah mereka.
  Orang yang memunyai banyak masalah, biasanya sangat takut mencari
  seorang pembimbing, bahkan mereka mungkin tidak pernah menghubungi
  asisten kita, kecuali jika mereka yakin bahwa kita memunyai waktu
  dan perhatian untuk menerima mereka secara pribadi.

  Kemampuan meningkatkan rasa percaya diri pada diri klien merupakan
  tindakan yang penting.

  Orang yang memunyai banyak masalah ingin membicarakan masalahnya
  dengan seseorang yang memiliki pandangan hidup yang positif.
  Pembimbing yang kompeten dan optimis akan cepat menyatukan dirinya
  dengan alam pikiran yang memberikan pengharapan kepada klien.
  Apabila seorang pembimbing merasa ragu-ragu akan kemampuannya, dan
  ia merasa dirinya tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, hal
  itu pasti akan memengaruhi kliennya juga. Seorang pembimbing Kristen
  memunyai suatu jalan keluar yang pasti bahwa ia tidak menggantungkan
  segala sesuatu pada pengalaman dan teknik miliknya, tetapi ia
  bergantung pada pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus akan memberi kita
  hikmat pada saat kita berbicara dengan orang lain. Satu fakta luar
  biasa dalam bimbingan Kristen ialah bahwa 2 orang bersama-sama
  menyelesaikan satu masalah. Seperti tertulis dalam Filipi 4:13,
  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
  kepadaku."

  Rahasia suatu keterangan merupakan sesuatu yang sangat penting.

  Seorang yang mendatangi seorang pembimbing menuntut agar sang
  pembimbing dapat memegang teguh suatu rahasia. Klien ingin mendapat
  kepastian, apakah pembimbing akan memberitahukan rahasia pribadinya
  kepada orang lain. Orang mengatakan bahwa nama baik seseorang
  mendahului orang itu. Jika dia tidak dapat memegang rahasia dengan
  baik, rahasia itu akan cepat tersebar luas, dan dalam waktu singkat,
  orang-orang akan mendatanginya dan membicarakan pribadinya.
  Kesalahan yang telah diperbuatnya sukar untuk ditarik kembali dan
  itu menyangkut nama baiknya. Salah satu cara terbaik untuk menjadi
  seorang pembimbing yang dapat dipercaya ialah memberikan keyakinan
  bahwa apa yang telah dikatakan klien tidak akan disebarluaskan,
  melainkan akan dipegang teguh.

  Seorang pembimbing yang paling berbakat pun, apabila ia gagal
  memegang rahasia orang lain, akan sukar memperoleh kembali
  kepercayaan sebagai seorang yang dapat dipercayai. "Kepercayaan
  kepada pengkhianat di masa kesesakan adalah seperti gigi yang rapuh
  dan kaki yang goyah." (Amsal 25:19) Oleh sebab itu, kita harus
  berhati-hati apabila menginginkan klien itu kembali kepada kita.
  Kita harus berhati-hati dengan kepercayaan yang ia telah berikan
  kepada kita.

  Setiap pembimbing memunyai cara penyelesaian yang berbeda ketika
  memberikan bimbingan, sebab sikap dan konsep yang dipergunakan juga
  berbeda. Bimbingan akan sukses jika pembimbing itu memiliki
  kemampuan. Tetapi, jikalau ia merasa tidak dapat mencapai standar
  itu, bersikaplah legawa dan tinggalkanlah bimbingan itu. Tuhan
  berkuasa membantu pertumbuhan kerohanian kita dalam kehidupan kita.
  Oleh sebab itu, berjuanglah dengan penyerahan total pada
  pimpinan-Nya. Apabila kita sungguh-sungguh datang dalam doa, dan
  bersedia untuk belajar tekun, Ia akan menguatkan dan mendewasakan
  rohani kita untuk dapat dipakai-Nya dengan penuh kuasa untuk
  kemuliaan dan kehormatan-Nya.

  Diambil dari:
  Judul buku: Seri Diktat Pembimbingan Penggembalaan
  Penulis: Pdt. Lukas Tjandra
  Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1992
  Halaman: 26 -- 31

REFERENSI ____________________________________________________________

                      TOPIK TERKAIT DI FOKUS C3I

  Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I) setiap bulan
  selalu menampilkan satu topik khusus yang dirangkai dalam Fokus C3I.
  Dua topik yang berkaitan dengan e-Konsel edisi ini pernah diangkat
  dalam Fokus C3I adalah:

  Fokus C3I November 2003: Konselor Kristen
  ==> http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/478/9

  Fokus C3I April 2005: Tentang konselor
  ==>  http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/494/9

BIMBINGAN ALKITABIAH _________________________________________________

                           KONSELOR KRISTEN

  Berikut ini adalah enam ciri-ciri konselor Kristen yang efektif.

  1. Percaya kepada Kristus, sang Konselor Agung

  Yesus Kristus, sang Konselor Agung adalah Tuhan, Juru Selamat, dan
  Pembebas. Ia datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari rantai
  dan belenggu dosa (Yohanes 8:36). Inilah kemerdekaan sejati. Dosa
  yang merupakan akar segala persoalan telah diselesaikan oleh
  Konselor Agung.

  Konselor Kristen harus orang yang sungguh-sungguh percaya dan
  menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, Juru Selamat, dan Konselor
  Agung dalam hidupnya. Jika kita tidak mengenal Konselor Agung,
  mustahil kita dapat memimpin orang datang kepada-Nya. Orang buta
  mustahil menuntun orang buta, bukan?

  Konselor harus percaya bahwa seluruh persoalan dapat dicarikan jalan
  keluar yang didasarkan pada konsep-konsep konseling. Tetapi,
  konsep-konsep itu tidak berdiri sendiri. Jika konselor dan konseli
  memiliki persoalan, mereka dapat membawa persoalan itu ke hadapan
  Konselor Agung.

  2. Telah Menerima Kristus Secara Pribadi

  Respons percaya harus dilanjutkan dengan menerima. Sebab jika hanya
  percaya, itu hanya sebatas intelektual atau pengetahuan. Yesus
  menjadi sebatas pengakuan dan persetujuan intelektual, alih-alih
  menjadi Pembebas, Penyelamat, dan Konselor Agung. Artinya,
  pengetahuan orang itu sudah banyak tetapi Yesus Kristus masih
  berdiri di luar dirinya.

  Oleh sebab itu, langkah percaya harus dilanjutkan dengan respons
  menerima Yesus Kristus. Penerimaan ini bersifat sangat personal.
  Bukan karena terpaksa tetapi sukarela dengan kesadaran diri. Kristus
  sudah berdiri di depan pintu hati kita. Apakah kita akan
  mempersilakan Dia masuk ke dalam hati dan hidup kita? Ataukah kita
  masih membiarkan Dia tetap tinggal di luar?

  Seharusnya, kita mempersilakan dan mengundang Kristus masuk ke dalam
  hati dan hidup kita -- artinya, menerima Dia [untuk pertama kali]
  (Wahyu 3:20).

  Jadi, respons percaya, mengikuti, dan menerima Kristus Tuhan
  bersifat sangat pribadi. Harus dilakukan dengan kerelaan dan
  kesadaran diri. Pengalaman bersama Kristus juga bersifat pribadi.
  Meskipun orang tua kita Kristen, tidak otomatis kita menjadi
  Kristen. Tanpa hidup bersama Kristus, yang ada hanya sekadar
  beragama saja. Oleh sebab itu, kita perlu mengundang Kristus masuk
  dan mempersilakan Dia menguasai hidup kita sepenuhnya.

  3. Kristus Berkuasa dalam Hidupnya

  Kristus adalah Allah yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahaperkasa.
  Kebangkitan merupakan tanda kemenangan, kebesaran, kemahakuasaan,
  dan keperkasaan-Nya. Kuasa Kristus itu sangat nyata.

  Konselor Kristen bukan sekadar seorang yang sudah percaya dan
  meyakini kuasa Kristus, ia juga sudah mengalami kuasa-Nya di dalam
  hidupnya. Bahkan lebih dari itu, Kristus menguasai hidupnya. Dalam
  hal ini, Kristus menguasai hati, pikiran, dan seluruh aspek
  hidupnya. Ia mempersilakan Kristus memimpin dan menjadi Raja atas
  hidupnya, maka "Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
  yang hidup di dalam aku" (Galatia 2:20).

  4. Ia Menerima Otoritas Alkitab sebagai Pedoman Hidup

  Hidup, perilaku, perbuatan, dan sikap manusia dipengaruhi oleh
  berbagai hal, antara lain: adat, budaya, pendidikan, pengetahuan,
  masa lalu, pengalaman, pandangan keyakinan, kepribadian (sikap dan
  sifat), lingkungan dan status sosial dalam masyarakat. Hal-hal itu
  banyak memengaruhi pola perilaku seseorang dalam hidup sehari-hari.

  Bagi seorang konselor, Alkitab sangat penting dan seharusnya
  memengaruhi perilaku moral dan etika hidupnya. Dia harus menerima
  dan mengakui otoritas Alkitab sebagai pedoman perilaku moralnya. Ia
  bersedia untuk taat dan setia pada firman-Nya. Bahkan, ia perlu
  membagikan keyakinannya kepada konseli.

  Alkitab adalah firman Allah yang dianugerahkan kepada manusia.
  Firman itu berfungsi sebagai makanan rohani penyegar jiwa, pelita
  hidup, penuntun di jalan yang benar, pembimbing pada keselamatan,
  pemberi hikmat kepada orang yang tidak berpengalaman, penunjuk
  kesalahan, dan pendidik dalam kebenaran (Mazmur 19:8, 119:105,
  Yesaya 45:19, Matius 4:4; 2 Timotius 3:15-17).

  5. Ia Melibatkan Karya Roh Kudus

  Roh Kudus sering dianggap sesuatu yang abstrak; yang konkret adalah
  Yesus Kristus dan Allah Bapa. Kita percaya kepada Allah Tritunggal:
  Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Roh Kudus turun pada hari Pentakosta.
  Sejak saat itu, peran Roh Kudus tampak nyata. Ia menyertai
  orang-orang percaya dalam hidup sehari-hari hingga saat ini.

  Kuasa dan hasil pekerjaan-Nya dapat dirasakan, entah tampak kecil,
  biasa, ataupun besar dan ajaib. Contoh, kata-kata yang baik dan
  tepat untuk diucapkan konselor kepada konseli, merupakan karya Roh
  Kudus. Jika konselor memiliki harapan, sukacita, dan kegembiraan
  ketika melayani, itu pun merupakan karya Roh Kudus. Demikian juga,
  keberhasilan menemukan solusi, perubahan perilaku, bahkan pertobatan
  konseli!

  Jadi, konselor Kristen perlu melibatkan Roh Kudus dalam pelayanan
  konseling. Ia perlu mendoakan kehadiran Roh Kudus dalam hidupnya.
  Sebelum melakukan konseling, ia perlu memohon pertolongan Roh Kudus
  bagi mereka berdua. Jika memungkinkan, konselor dapat mengajak
  konseli berdoa bersama untuk memohon pertolongan Tuhan.

  Kita diingatkan pada pengajaran Konselor Agung ketika menolong
  konseli yang bermasalah. Doa perlu ada di sana (Matius 18:20).
  Yakinlah bahwa ketika kita mengundang kehadiran Roh Kudus, Ia pasti
  hadir di tengah kita, termasuk ketika proses konseling.

  6. Menghayati Tugas sebagai Panggilan

  Ada istilah amatir, profesional, pelayanan, dan panggilan. Apakah
  ukuran untuk mengatakan bahwa suatu pelayanan konseling pastoral
  dilakukan secara amatir, profesional, atau pelayanan? Amatir
  artinya sesuatu dilakukan berdasarkan kesenangan, bukan untuk
  memenuhi kebutuhan hidup. Lalu, adakah konseling pastoral yang
  dilakukan semata-mata demi kesenangan dan hobi?

  Profesi artinya bidang pekerjaan yang berbasiskan pengetahuan,
  pendidikan, keahlian, atau keterampilan tertentu. Profesional adalah
  kemampuan melakukan tugas berdasarkan pengetahuan, pendidikan,
  keahlian, keterampilan, disiplin, dan kerja keras yang baik.
  Pekerjaan dan jerih lelah itu dilakukan karena ia memang dibayar
  untuk itu. Jika ia kurang profesional, hasilnya ia akan dibayar
  kurang. Apakah konseling pastoral termasuk pekerjaan bayaran? Apakah
  kita melayani karena dibayar?

  Konseling pastoral tidak bisa dilakukan secara amatiran sebab jika
  demikian, kita akan melayani tanpa hati dan motivasi yang benar.
  Sebaliknya, kita seharusnya bekerja karena panggilan yang dilakukan
  secara profesional. Artinya, konselor merasakan dan meyakini bahwa
  ia dipanggil oleh Konselor Agung untuk melayani domba-domba-Nya.
  Ketika melayani konseli, ia sudah melayani Tuhan, Konselor Agungnya
  (Kolose 3:17,23).

  Agar panggilan pelayanan itu baik di mata Tuhan dan manusia,
  konselor perlu bertindak profesional. Karya dan jerih lelah itu
  pasti akan diberkati. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Ia
  Mahakuasa dan dapat menggerakkan orang-orang untuk menjadi saluran
  berkat bagi konselor. Tuhan tidak membiarkan dia sendiri (2 Timotius
  1:12).

  Diambil dari:
  Judul buku: Dasar-dasar Konseling Pastoral
  Penulis: Tulus Tu`u, S.Th., M.Pd.
  Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007
  Halaman: 46 -- 52

TIPS _________________________________________________________________

                KESUKARAN-KESUKARAN DI PIHAK KONSELOR

  Kesukaran-kesukaran dalam proses konseling tidak hanya berasal dari
  pihak konseli, tetapi juga dari pihak konselor, antara lain:

  1. Kesalahan sikap konselor terhadap manusia atau kesengsaraan
     manusia umumnya.

  Sikap seperti itu justru memengaruhi diri konselor ketika ia
  melakukan konseling. Kondisi di dalam jiwanya akan memengaruhi
  sikapnya.

  Misalnya, seorang konselor tidak menyukai perempuan sejak
  kanak-kanak karena suatu penyebab. Akibatnya, jika datang seorang
  konseli perempuan, konselor itu akan gagal. Penyebabnya, karena ia
  memiliki gambaran yang sudah salah tentang perempuan. Atau, jika
  seorang konselor mengalami kesengsaraan sejak kanak-kanak, ia
  akan mudah berempati terhadap penderitaan konseli.

  Sikap konselor juga dipengaruhi pandangan keagamaannya mengenai
  manusia. Apabila konselor memunyai pemikiran bahwa semua manusia
  sederajat, ia akan menanggapi konseli sebagai sesama manusia yang
  setaraf. Sebaliknya, jika ia menganggap bahwa manusia berbeda-beda
  kelasnya, pemikiran dan sikap itu akan tercermin di dalam konseling.

  2. Kesukaran yang berhubungan dengan pandangan konselor mengenai
     jabatan konselor.

  Apabila konselor menganggap Allah sebagai Hakim, ia (konselor) akan
  bertindak sebagai hakim yang menghakimi. Jika ia tidak menganggap
  Allah sebagai Hakim, tetapi yang mengasihi secara sentimental, ia
  (konselor) juga akan mengasihi secara sentimental. Dalam konseling,
  konseli mungkin saja mempermainkan konselornya. Misalnya, jika ia
  mengatakan suatu lelucon tidak pada tempatnya, sebaiknya konselor
  bisa membedakan antara kasihan dan mengasihi. Konselor perlu
  mengasihi konseli tanpa terbawa kasihan.

  Konselor Kristen harus menyatakan Allah yang mengasihi dengan kasih
  penebusan, yaitu kasih yang mencari untuk menyelamatkan orang lain --
  kasih yang hidup, yang menolong, dan yang membebaskan. Ia mewakili
  Allah yang demikian. Inilah gambaran yang ideal mengenai pelayanan
  gembala, pendeta, atau konselor yang baik. Hidup Kristennya
  dimaksudkan untuk mengasihi dan menyelamatkan orang lain.

  Dalam hal ini, ia masih perlu mewaspadai tanggapan yang hanya
  sebatas intelektual dan tidak menyentuh tataran emosi. Pemahaman
  tentang kasih yang menyelamatkan mengakui bahwa Allah sering
  bertindak dengan kasih penebusan. Seorang teolog mungkin saja
  bersikap otoritatif ketika berteologi, namun sikap hidupnya
  sehari-hari tampak sangat lemah. Sebaliknya, seorang dapat
  berteologi liberal, tetapi sikap hidupnya sehari-hari menunjukkan ia
  seorang yang bersifat keras atau otoritatif.

  Yang baik ialah daya intelektual dan emosi konselor berfungsi
  seimbang, bahwa ia seorang yang berintegritas dengan kesatuan kata
  dan perbuatan. Tidak terjadi disintegrasi di dalam diri konselor.

  3. Kesukaran yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman diri sendiri
     pada konselor.

  Konselor sebaiknya bertanya kepada orang-orang dekatnya mengenai
  bagaimana pendapat mereka tentang dirinya (konselor). Sesudah itu,
  buatlah suatu perbandingan. Selanjutnya, berusahalah untuk membuat
  gambaran yang tepat mengenai diri Anda.[1]

  Setiap orang harus memunyai dua gambaran, yaitu gambaran sekarang
  dan gambaran ideal yang sedang dituju tentang dirinya. Usahakan agar
  gambaran tersebut mencerminkan ciri-ciri Kristen.

  Para konselor perlu memerhatikan transferensi (pemindahan perasaan)
  untuk bertindak hati-hati ketika menggunakan transferensi negatif
  dan positif. [lihat di kolom TIPS e-Konsel 206, Red.]

  Yakub Susabda menyebutkan 12 sifat merugikan yang berasal dari
  diri konselor, sebagai berikut[2]

  1. Tidak menepati janji dan sesuka diri sendiri ketika memakai
     waktu.
  2. Muncul rasa berahi atau sebaliknya kepada konseli.
  3. Muncul perasaan bosan selama pembimbingan.
  4. Membiarkan sikap dan tingkah laku yang seharusnya tidak boleh
     terjadi.
  5. Selalu ingin menyenangkan konseli.
  6. Melakukan perdebatan.
  7. Memihak dalam konflik yang melibatkan konseli.
  8. Memberikan janji-janji dan jaminan-jaminan sukses yang terlalu
     dini kepada konseli agar melanjutkan bimbingan itu.
  9. Terbayang-bayang wajah konseli.
 10. Merasa bahwa hidup dan penyelesaian persoalan itu seluruhnya
     bergantung pada konselor.
 11. Sikap membeda-bedakan satu anggota dari yang lainnya di dalam
     gereja yang dilayani.
 12. Membuat janji-janji pertemuan yang tidak lazim dengan konseli
     dan bersikap tidak wajar.

  Perbedaan budaya, bahasa, dan agama di antara konselor dan konseli
  penting untuk diperhatikan agar dapat menghindari sikap alergis.

  [1] E.P. Gintings, Ibidum Hlm. 138--141
  [2] Yakub B. Susabda, Op.cit, Hlm. 8

  Diambil dari:
  Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral
  Penulis: E.P. Gintings
  Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2002
  Halaman: 51 -- 56
_______________________________e-KONSEL ______________________________
Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan
informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling?
silakan kirim ke:
< konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel
Situs C3I: http://c3i.sabda.org
Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Konsel 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org