Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/207 |
|
e-Konsel edisi 207 (1-5-2010)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 207/1 Mei 2010 Daftar Isi: = Pengantar: Peran Konselor Kristen = Cakrawala: Pembimbing yang Sukses = Referensi: Topik Terkait di Fokus C3I = Bimbingan Alkitabiah: Konselor Kristen = Tips: Kesukaran-kesukaran dari Pihak Konselor PENGANTAR ____________________________________________________________ Salam sejahtera, Peran konselor tampak mulia dan cenderung makin dibutuhkan masyarakat. Kompleksitas hidup zaman sekarang telah merumitkan permasalahan manusia. Oleh sebab itu, tugas seorang konselor kian dirasa penting. Bagi konselor Kristen, ia bukan hanya bertugas menolong konseli menghadapi masalahnya saja, tetapi juga menuntun konseli untuk memiliki hubungan yang baik dengan Kristus. Untuk bisa melakukan peran ini, seorang konselor Kristen perlu memenuhi berbagai persyaratan. Dalam edisi bulan Mei ini, Redaksi e-Konsel mengajak pembaca untuk menyimak kembali peran konselor Kristen. Keterampilan apa saja yang perlu dimiliki seorang konselor Kristen? Selamat menyimak, kiranya menjadi berkat. Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani http://c3i.sabda.org/ http://fb.sabda.org/konsel CAKRAWALA (1) ________________________________________________________ PEMBIMBING YANG SUKSES Orang sering bertanya: "Apakah unsur terpenting dalam suatu bimbingan?" Jawabnya: Pembimbing. Teknik dan latihan memang penting, tetapi yang lebih penting ialah kemampuan untuk menyesuaikan diri. Seseorang boleh saja memunyai pengalaman dan pengetahuan yang luas, tetapi jika tidak memiliki kecakapan pribadi yang memadai, ia dianggap masih kurang kompeten. Marilah kita meninjau beberapa kecakapan penting yang harus dimiliki seorang pembimbing. Pembimbing yang baik adalah seorang yang pribadinya dapat menyesuaikan diri dengan baik. Walaupun dia tidak bebas dari berbagai kelemahan pribadi, namun yang penting dia tidak memunyai konflik emosi yang berat. Pada saat seseorang bergumul dengan penyesuaian diri sendiri, ia belum dapat memenuhi kebutuhan dan harapan orang lain. Contoh: Jimi seorang siswa yang mengadakan "bimbingan" di sebuah "kamp". Ia sangat mencintai Tuhan dan disukai para peserta kamp. Tetapi, ia memunyai masalah serius menyangkut tabiatnya. Kekecewaan kecil saja akan membuat Jimi berkutat dalam pergumulannya. Akibatnya, ia mengejek peserta-peserta "kamp" dan menyebut mereka sangat bodoh dan belum dewasa. Tidak mengherankan bahwa setelah peristiwa itu, tidak seorang pun datang kepadanya untuk meminta pertolongannya. Mereka menyadari dia ternyata tidak dapat mengendalikan diri sendiri, tidak cakap, bahkan lebih tidak mampu dibanding orang-orang lain. Ketika berbicara dengan orang lain, sangat penting untuk diketahui sikap seseorang terhadap sesuatu. Seorang pembimbing yang baik memunyai pengertian yang luas tentang perasaan dan perilaku seseorang. Pengenalan pribadi seorang pembimbing: a. Pembimbing tidak boleh dipengaruhi persoalan diri sendiri ketika ia membimbing orang lain. Pembimbing yang tidak menyadari kelemahan diri sendiri akan mudah memproyeksikan persoalan dirinya kepada kliennya, alih-alih menelaah persoalan kliennya sendiri. b. Pengenalan ini akan membantu pembimbing untuk menyesuaikan diri dengan orang lain. Pada dasarnya, manusia memunyai kebutuhan emosi dan rohani yang sama. Seorang pembimbing yang mengenal diri sendiri diharapkan akan mampu menolong orang lain untuk mengenal diri mereka. Bagaimanapun, janganlah memandang kecil atau bersikap sembrono terhadap persoalan diri sendiri dibanding persoalan orang lain. Jangan pula menganggap suatu penyelesaian yang baik dan menguntungkan diri sendiri pasti akan tepat dan berguna bagi orang lain. Mengingat setiap individu itu unik, pembimbing harus memerhatikan keunikan itu. Pembimbing Kristen seharusnya satu pribadi yang memunyai hubungan intim bersama dengan Yesus Kristus. Jikalau ia berniat menjadi penolong orang lain, ia harus menghubungkan orang itu dengan kasih dan kesaksian hidup orang Kristen. Tanpa hubungan intim dan bertumbuh dalam hidup Kristen, ia tidak dapat melakukan apa pun untuk kebutuhan nyata seseorang, apalagi yang berhubungan dengan kerohanian. Seorang pembimbing Kristen harus meluangkan banyak waktu untuk menggali firman Tuhan, bertumbuh dan hidup lebih dekat dengan Tuhan. Dengan demikian, dia akan mengalami pembelajaran dan pengenalan yang segar tentang Tuhan, hingga terjadi keajaiban di dalam hidupnya dan hidup orang yang dibimbing. Perhatian yang tulus kepada orang lain merupakan tindakan penting. "Bimbingan" yang dilakukan dengan perasaan sekadar "tugas" melebihi cinta kasih sejati kepada orang lain, nilainya sudah jelas terbatas. Orang yang memunyai banyak persoalan emosi dan rohani sering sangat sensitif. Orang akan segera menyadari kedangkalan dirinya. Ia akan menjawab dengan sikap yang tidak memuaskan si pembimbing. Apabila pembimbing memberikan perhatian yang tulus kepadanya, ia akan merasakan ketulusan itu, dan segera percaya kepadanya. Kemudian, kepercayaan ini menjadi sarana "bimbingan" yang efektif. Sebagai seorang Kristen, kita harus memunyai kemampuan untuk memberikan perhatian tulus yang luar biasa kepada orang yang kita bimbing. Seseorang yang sedang marah, terkadang kurang hormat, tidak tahu membalas budi, dan sangat sulit untuk dikasihi. Pada kesempatan lain, kita mungkin kecewa karena klien tampak "terbelit-belit" dalam persoalannya. Ia mungkin merasa bersalah namun seolah-olah tidak bersedia berubah. Tuhan dapat memberi kita kasih dan perhatian sejati mengenai hal ini dan hal-hal lain. Alkitab memerintahkan kita untuk "saling mengasihi dan saling menyayangi satu sama lain" (Roma 12:10a). Kita juga telah diberi kunci untuk mengasihi orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. "Tetapi buah Roh, ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." Tidak ada hukum yang bertentangan dengan hal-hal itu (Galatia 5:22-23). Tuhan sendiri adalah Pencipta kasih, dan hanya mereka yang berjalan dalam persekutuan intim dengan-Nya, dapat mengalami kasih ini sepenuhnya. Ketika Roh Kudus mengontrol hidup kita sepenuhnya, Ia akan mengarahkan perhatian kita pada satu atau dua pribadi dengan kasih. Ia mengganti ketidaksabaran dengan toleransi dan perhatian. Ia mengasihi orang yang tidak mampu memberikan perhatian sejati kepada orang yang tidak dicintai. Tindakan ini diberikan kepada seseorang yang benar-benar percaya dan hidupnya dikontrol oleh Tuhan, kunci untuk hati dan perhatian kepada semuanya. Peka akan kebutuhan orang lain merupakan dasar untuk "bimbingan" yang sukses. Pada saat memberikan perhatian yang tulus kepada orang lain, kita sebaiknya berhati-hati mengenai kebutuhan pribadi orang lain. Ketika memikirkan suatu masalah atau keistimewaan seseorang, kita harus menghubungi klien dengan penuh pengertian dan keterbukaan. Jikalau kita memberitahukan dia mengenai bagaimana ia menjalani hidupnya, kita sebaiknya menanggung risiko bahwa hal itu dapat membingungkan dia melebihi pengertiannya tentang kerja samanya dengan kita. Mungkin klien telah menerima banyak nasihat dan kritik orang lain. Sekarang, ia memerlukan simpati dan pengertian yang peka. Setelah itu, ia baru akan meminta nasihat dan bimbingan kita. Kemampuan menyesuaikan diri dengan usia klien merupakan sesuatu yang sangat penting. Yohanes seorang pembimbing yang bersemangat dan aktif dalam suatu kamp rekreasi. Ia dapat tertawa dan bergurau bersama para peserta kamp, tetapi ia juga seorang yang disegani. Tidak lama setelah kamp itu dimulai, banyak peserta datang menemuinya untuk membicarakan persoalan-persoalan pribadi mereka. Sebaliknya, Maria merasa rekreasi itu terlalu banyak bersenang-senang sehingga merupakan sesuatu yang bodoh dan tidak dewasa. Dia memakai waktunya sebagai pembimbing dengan cara-cara tertentu untuk membicarakan persoalan-persoalan pribadi yang penting dan membicarakan kebenaran rohani. Kamp itu telah berjalan beberapa hari, dan tidak seorang perempuan pun datang menemui Maria untuk minta bimbingan. Walaupun banyak yang akan ia berikan, tetapi peserta merasa bahwa mereka tidak mengenal dia dan sungguh-sungguh meragukan pemahaman dirinya tentang mereka. Penyesuaian diri dengan kaum muda merupakan satu pokok yang sangat penting. Kaum muda akan pergi menemui pembimbing yang bersedia mengintegrasikan dirinya dengan mereka. Pada saat menyesuaikan diri dengan usia klien, pembimbing harus berhati-hati, agar ia tidak mengurangi jati dirinya sebagai pembimbing yang bertanggung jawab. Pembimbing salah apabila dia terlalu menyamakan dirinya dengan klien. Harga dirinya akan direndahkan. Kaum muda tidak bersedia membebankan persoalannya ke anggota lain di dalam perkumpulan itu. Mereka hanya bersedia membicarakan sesuatu kepada orang-orang yang rajin, tabah, penuh pengertian, dan mereka hormati. Pelaksanaan bimbingan yang sukses menggunakan unsur kunci. Kemampuan berhubungan akrab dengan seorang klien merupakan salah satu "ketersediaan". Beberapa orang terlalu sibuk dengan rencana dan acara pribadi murid-muridnya. Jikalau kita mengharapkan orang lain mendatangi kita, aturlah waktu sedemikian rupa sehingga memudahkan mereka untuk menghubungi kita dan mendiskusikan masalah mereka. Orang yang memunyai banyak masalah, biasanya sangat takut mencari seorang pembimbing, bahkan mereka mungkin tidak pernah menghubungi asisten kita, kecuali jika mereka yakin bahwa kita memunyai waktu dan perhatian untuk menerima mereka secara pribadi. Kemampuan meningkatkan rasa percaya diri pada diri klien merupakan tindakan yang penting. Orang yang memunyai banyak masalah ingin membicarakan masalahnya dengan seseorang yang memiliki pandangan hidup yang positif. Pembimbing yang kompeten dan optimis akan cepat menyatukan dirinya dengan alam pikiran yang memberikan pengharapan kepada klien. Apabila seorang pembimbing merasa ragu-ragu akan kemampuannya, dan ia merasa dirinya tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, hal itu pasti akan memengaruhi kliennya juga. Seorang pembimbing Kristen memunyai suatu jalan keluar yang pasti bahwa ia tidak menggantungkan segala sesuatu pada pengalaman dan teknik miliknya, tetapi ia bergantung pada pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus akan memberi kita hikmat pada saat kita berbicara dengan orang lain. Satu fakta luar biasa dalam bimbingan Kristen ialah bahwa 2 orang bersama-sama menyelesaikan satu masalah. Seperti tertulis dalam Filipi 4:13, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Rahasia suatu keterangan merupakan sesuatu yang sangat penting. Seorang yang mendatangi seorang pembimbing menuntut agar sang pembimbing dapat memegang teguh suatu rahasia. Klien ingin mendapat kepastian, apakah pembimbing akan memberitahukan rahasia pribadinya kepada orang lain. Orang mengatakan bahwa nama baik seseorang mendahului orang itu. Jika dia tidak dapat memegang rahasia dengan baik, rahasia itu akan cepat tersebar luas, dan dalam waktu singkat, orang-orang akan mendatanginya dan membicarakan pribadinya. Kesalahan yang telah diperbuatnya sukar untuk ditarik kembali dan itu menyangkut nama baiknya. Salah satu cara terbaik untuk menjadi seorang pembimbing yang dapat dipercaya ialah memberikan keyakinan bahwa apa yang telah dikatakan klien tidak akan disebarluaskan, melainkan akan dipegang teguh. Seorang pembimbing yang paling berbakat pun, apabila ia gagal memegang rahasia orang lain, akan sukar memperoleh kembali kepercayaan sebagai seorang yang dapat dipercayai. "Kepercayaan kepada pengkhianat di masa kesesakan adalah seperti gigi yang rapuh dan kaki yang goyah." (Amsal 25:19) Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati apabila menginginkan klien itu kembali kepada kita. Kita harus berhati-hati dengan kepercayaan yang ia telah berikan kepada kita. Setiap pembimbing memunyai cara penyelesaian yang berbeda ketika memberikan bimbingan, sebab sikap dan konsep yang dipergunakan juga berbeda. Bimbingan akan sukses jika pembimbing itu memiliki kemampuan. Tetapi, jikalau ia merasa tidak dapat mencapai standar itu, bersikaplah legawa dan tinggalkanlah bimbingan itu. Tuhan berkuasa membantu pertumbuhan kerohanian kita dalam kehidupan kita. Oleh sebab itu, berjuanglah dengan penyerahan total pada pimpinan-Nya. Apabila kita sungguh-sungguh datang dalam doa, dan bersedia untuk belajar tekun, Ia akan menguatkan dan mendewasakan rohani kita untuk dapat dipakai-Nya dengan penuh kuasa untuk kemuliaan dan kehormatan-Nya. Diambil dari: Judul buku: Seri Diktat Pembimbingan Penggembalaan Penulis: Pdt. Lukas Tjandra Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1992 Halaman: 26 -- 31 REFERENSI ____________________________________________________________ TOPIK TERKAIT DI FOKUS C3I Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I) setiap bulan selalu menampilkan satu topik khusus yang dirangkai dalam Fokus C3I. Dua topik yang berkaitan dengan e-Konsel edisi ini pernah diangkat dalam Fokus C3I adalah: Fokus C3I November 2003: Konselor Kristen ==> http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/478/9 Fokus C3I April 2005: Tentang konselor ==> http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/494/9 BIMBINGAN ALKITABIAH _________________________________________________ KONSELOR KRISTEN Berikut ini adalah enam ciri-ciri konselor Kristen yang efektif. 1. Percaya kepada Kristus, sang Konselor Agung Yesus Kristus, sang Konselor Agung adalah Tuhan, Juru Selamat, dan Pembebas. Ia datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari rantai dan belenggu dosa (Yohanes 8:36). Inilah kemerdekaan sejati. Dosa yang merupakan akar segala persoalan telah diselesaikan oleh Konselor Agung. Konselor Kristen harus orang yang sungguh-sungguh percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, Juru Selamat, dan Konselor Agung dalam hidupnya. Jika kita tidak mengenal Konselor Agung, mustahil kita dapat memimpin orang datang kepada-Nya. Orang buta mustahil menuntun orang buta, bukan? Konselor harus percaya bahwa seluruh persoalan dapat dicarikan jalan keluar yang didasarkan pada konsep-konsep konseling. Tetapi, konsep-konsep itu tidak berdiri sendiri. Jika konselor dan konseli memiliki persoalan, mereka dapat membawa persoalan itu ke hadapan Konselor Agung. 2. Telah Menerima Kristus Secara Pribadi Respons percaya harus dilanjutkan dengan menerima. Sebab jika hanya percaya, itu hanya sebatas intelektual atau pengetahuan. Yesus menjadi sebatas pengakuan dan persetujuan intelektual, alih-alih menjadi Pembebas, Penyelamat, dan Konselor Agung. Artinya, pengetahuan orang itu sudah banyak tetapi Yesus Kristus masih berdiri di luar dirinya. Oleh sebab itu, langkah percaya harus dilanjutkan dengan respons menerima Yesus Kristus. Penerimaan ini bersifat sangat personal. Bukan karena terpaksa tetapi sukarela dengan kesadaran diri. Kristus sudah berdiri di depan pintu hati kita. Apakah kita akan mempersilakan Dia masuk ke dalam hati dan hidup kita? Ataukah kita masih membiarkan Dia tetap tinggal di luar? Seharusnya, kita mempersilakan dan mengundang Kristus masuk ke dalam hati dan hidup kita -- artinya, menerima Dia [untuk pertama kali] (Wahyu 3:20). Jadi, respons percaya, mengikuti, dan menerima Kristus Tuhan bersifat sangat pribadi. Harus dilakukan dengan kerelaan dan kesadaran diri. Pengalaman bersama Kristus juga bersifat pribadi. Meskipun orang tua kita Kristen, tidak otomatis kita menjadi Kristen. Tanpa hidup bersama Kristus, yang ada hanya sekadar beragama saja. Oleh sebab itu, kita perlu mengundang Kristus masuk dan mempersilakan Dia menguasai hidup kita sepenuhnya. 3. Kristus Berkuasa dalam Hidupnya Kristus adalah Allah yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahaperkasa. Kebangkitan merupakan tanda kemenangan, kebesaran, kemahakuasaan, dan keperkasaan-Nya. Kuasa Kristus itu sangat nyata. Konselor Kristen bukan sekadar seorang yang sudah percaya dan meyakini kuasa Kristus, ia juga sudah mengalami kuasa-Nya di dalam hidupnya. Bahkan lebih dari itu, Kristus menguasai hidupnya. Dalam hal ini, Kristus menguasai hati, pikiran, dan seluruh aspek hidupnya. Ia mempersilakan Kristus memimpin dan menjadi Raja atas hidupnya, maka "Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Galatia 2:20). 4. Ia Menerima Otoritas Alkitab sebagai Pedoman Hidup Hidup, perilaku, perbuatan, dan sikap manusia dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain: adat, budaya, pendidikan, pengetahuan, masa lalu, pengalaman, pandangan keyakinan, kepribadian (sikap dan sifat), lingkungan dan status sosial dalam masyarakat. Hal-hal itu banyak memengaruhi pola perilaku seseorang dalam hidup sehari-hari. Bagi seorang konselor, Alkitab sangat penting dan seharusnya memengaruhi perilaku moral dan etika hidupnya. Dia harus menerima dan mengakui otoritas Alkitab sebagai pedoman perilaku moralnya. Ia bersedia untuk taat dan setia pada firman-Nya. Bahkan, ia perlu membagikan keyakinannya kepada konseli. Alkitab adalah firman Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Firman itu berfungsi sebagai makanan rohani penyegar jiwa, pelita hidup, penuntun di jalan yang benar, pembimbing pada keselamatan, pemberi hikmat kepada orang yang tidak berpengalaman, penunjuk kesalahan, dan pendidik dalam kebenaran (Mazmur 19:8, 119:105, Yesaya 45:19, Matius 4:4; 2 Timotius 3:15-17). 5. Ia Melibatkan Karya Roh Kudus Roh Kudus sering dianggap sesuatu yang abstrak; yang konkret adalah Yesus Kristus dan Allah Bapa. Kita percaya kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Roh Kudus turun pada hari Pentakosta. Sejak saat itu, peran Roh Kudus tampak nyata. Ia menyertai orang-orang percaya dalam hidup sehari-hari hingga saat ini. Kuasa dan hasil pekerjaan-Nya dapat dirasakan, entah tampak kecil, biasa, ataupun besar dan ajaib. Contoh, kata-kata yang baik dan tepat untuk diucapkan konselor kepada konseli, merupakan karya Roh Kudus. Jika konselor memiliki harapan, sukacita, dan kegembiraan ketika melayani, itu pun merupakan karya Roh Kudus. Demikian juga, keberhasilan menemukan solusi, perubahan perilaku, bahkan pertobatan konseli! Jadi, konselor Kristen perlu melibatkan Roh Kudus dalam pelayanan konseling. Ia perlu mendoakan kehadiran Roh Kudus dalam hidupnya. Sebelum melakukan konseling, ia perlu memohon pertolongan Roh Kudus bagi mereka berdua. Jika memungkinkan, konselor dapat mengajak konseli berdoa bersama untuk memohon pertolongan Tuhan. Kita diingatkan pada pengajaran Konselor Agung ketika menolong konseli yang bermasalah. Doa perlu ada di sana (Matius 18:20). Yakinlah bahwa ketika kita mengundang kehadiran Roh Kudus, Ia pasti hadir di tengah kita, termasuk ketika proses konseling. 6. Menghayati Tugas sebagai Panggilan Ada istilah amatir, profesional, pelayanan, dan panggilan. Apakah ukuran untuk mengatakan bahwa suatu pelayanan konseling pastoral dilakukan secara amatir, profesional, atau pelayanan? Amatir artinya sesuatu dilakukan berdasarkan kesenangan, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lalu, adakah konseling pastoral yang dilakukan semata-mata demi kesenangan dan hobi? Profesi artinya bidang pekerjaan yang berbasiskan pengetahuan, pendidikan, keahlian, atau keterampilan tertentu. Profesional adalah kemampuan melakukan tugas berdasarkan pengetahuan, pendidikan, keahlian, keterampilan, disiplin, dan kerja keras yang baik. Pekerjaan dan jerih lelah itu dilakukan karena ia memang dibayar untuk itu. Jika ia kurang profesional, hasilnya ia akan dibayar kurang. Apakah konseling pastoral termasuk pekerjaan bayaran? Apakah kita melayani karena dibayar? Konseling pastoral tidak bisa dilakukan secara amatiran sebab jika demikian, kita akan melayani tanpa hati dan motivasi yang benar. Sebaliknya, kita seharusnya bekerja karena panggilan yang dilakukan secara profesional. Artinya, konselor merasakan dan meyakini bahwa ia dipanggil oleh Konselor Agung untuk melayani domba-domba-Nya. Ketika melayani konseli, ia sudah melayani Tuhan, Konselor Agungnya (Kolose 3:17,23). Agar panggilan pelayanan itu baik di mata Tuhan dan manusia, konselor perlu bertindak profesional. Karya dan jerih lelah itu pasti akan diberkati. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Ia Mahakuasa dan dapat menggerakkan orang-orang untuk menjadi saluran berkat bagi konselor. Tuhan tidak membiarkan dia sendiri (2 Timotius 1:12). Diambil dari: Judul buku: Dasar-dasar Konseling Pastoral Penulis: Tulus Tu`u, S.Th., M.Pd. Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007 Halaman: 46 -- 52 TIPS _________________________________________________________________ KESUKARAN-KESUKARAN DI PIHAK KONSELOR Kesukaran-kesukaran dalam proses konseling tidak hanya berasal dari pihak konseli, tetapi juga dari pihak konselor, antara lain: 1. Kesalahan sikap konselor terhadap manusia atau kesengsaraan manusia umumnya. Sikap seperti itu justru memengaruhi diri konselor ketika ia melakukan konseling. Kondisi di dalam jiwanya akan memengaruhi sikapnya. Misalnya, seorang konselor tidak menyukai perempuan sejak kanak-kanak karena suatu penyebab. Akibatnya, jika datang seorang konseli perempuan, konselor itu akan gagal. Penyebabnya, karena ia memiliki gambaran yang sudah salah tentang perempuan. Atau, jika seorang konselor mengalami kesengsaraan sejak kanak-kanak, ia akan mudah berempati terhadap penderitaan konseli. Sikap konselor juga dipengaruhi pandangan keagamaannya mengenai manusia. Apabila konselor memunyai pemikiran bahwa semua manusia sederajat, ia akan menanggapi konseli sebagai sesama manusia yang setaraf. Sebaliknya, jika ia menganggap bahwa manusia berbeda-beda kelasnya, pemikiran dan sikap itu akan tercermin di dalam konseling. 2. Kesukaran yang berhubungan dengan pandangan konselor mengenai jabatan konselor. Apabila konselor menganggap Allah sebagai Hakim, ia (konselor) akan bertindak sebagai hakim yang menghakimi. Jika ia tidak menganggap Allah sebagai Hakim, tetapi yang mengasihi secara sentimental, ia (konselor) juga akan mengasihi secara sentimental. Dalam konseling, konseli mungkin saja mempermainkan konselornya. Misalnya, jika ia mengatakan suatu lelucon tidak pada tempatnya, sebaiknya konselor bisa membedakan antara kasihan dan mengasihi. Konselor perlu mengasihi konseli tanpa terbawa kasihan. Konselor Kristen harus menyatakan Allah yang mengasihi dengan kasih penebusan, yaitu kasih yang mencari untuk menyelamatkan orang lain -- kasih yang hidup, yang menolong, dan yang membebaskan. Ia mewakili Allah yang demikian. Inilah gambaran yang ideal mengenai pelayanan gembala, pendeta, atau konselor yang baik. Hidup Kristennya dimaksudkan untuk mengasihi dan menyelamatkan orang lain. Dalam hal ini, ia masih perlu mewaspadai tanggapan yang hanya sebatas intelektual dan tidak menyentuh tataran emosi. Pemahaman tentang kasih yang menyelamatkan mengakui bahwa Allah sering bertindak dengan kasih penebusan. Seorang teolog mungkin saja bersikap otoritatif ketika berteologi, namun sikap hidupnya sehari-hari tampak sangat lemah. Sebaliknya, seorang dapat berteologi liberal, tetapi sikap hidupnya sehari-hari menunjukkan ia seorang yang bersifat keras atau otoritatif. Yang baik ialah daya intelektual dan emosi konselor berfungsi seimbang, bahwa ia seorang yang berintegritas dengan kesatuan kata dan perbuatan. Tidak terjadi disintegrasi di dalam diri konselor. 3. Kesukaran yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman diri sendiri pada konselor. Konselor sebaiknya bertanya kepada orang-orang dekatnya mengenai bagaimana pendapat mereka tentang dirinya (konselor). Sesudah itu, buatlah suatu perbandingan. Selanjutnya, berusahalah untuk membuat gambaran yang tepat mengenai diri Anda.[1] Setiap orang harus memunyai dua gambaran, yaitu gambaran sekarang dan gambaran ideal yang sedang dituju tentang dirinya. Usahakan agar gambaran tersebut mencerminkan ciri-ciri Kristen. Para konselor perlu memerhatikan transferensi (pemindahan perasaan) untuk bertindak hati-hati ketika menggunakan transferensi negatif dan positif. [lihat di kolom TIPS e-Konsel 206, Red.] Yakub Susabda menyebutkan 12 sifat merugikan yang berasal dari diri konselor, sebagai berikut[2] 1. Tidak menepati janji dan sesuka diri sendiri ketika memakai waktu. 2. Muncul rasa berahi atau sebaliknya kepada konseli. 3. Muncul perasaan bosan selama pembimbingan. 4. Membiarkan sikap dan tingkah laku yang seharusnya tidak boleh terjadi. 5. Selalu ingin menyenangkan konseli. 6. Melakukan perdebatan. 7. Memihak dalam konflik yang melibatkan konseli. 8. Memberikan janji-janji dan jaminan-jaminan sukses yang terlalu dini kepada konseli agar melanjutkan bimbingan itu. 9. Terbayang-bayang wajah konseli. 10. Merasa bahwa hidup dan penyelesaian persoalan itu seluruhnya bergantung pada konselor. 11. Sikap membeda-bedakan satu anggota dari yang lainnya di dalam gereja yang dilayani. 12. Membuat janji-janji pertemuan yang tidak lazim dengan konseli dan bersikap tidak wajar. Perbedaan budaya, bahasa, dan agama di antara konselor dan konseli penting untuk diperhatikan agar dapat menghindari sikap alergis. [1] E.P. Gintings, Ibidum Hlm. 138--141 [2] Yakub B. Susabda, Op.cit, Hlm. 8 Diambil dari: Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral Penulis: E.P. Gintings Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2002 Halaman: 51 -- 56 _______________________________e-KONSEL ______________________________ Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling? silakan kirim ke: < konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel Situs C3I: http://c3i.sabda.org Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) Konsel 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |