Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/206

e-Konsel edisi 206 (15-4-2010)

Memahami Konseli

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 206/15 April 2010

Daftar Isi:
  = Pengantar: Pentingnya Mengenal Konseli
  = Cakrawala (1): Aspek-aspek yang Harus Kita Ketahui Mengenai Diri
                   Konseli
  = Cakrawala (2): Siapakah Konseli Anda
  = Tips (1): Membaca Bahasa Tubuh Konseli
  = Tips (2): Aspek-Aspek yang Harus Diketahui Mengenai Konseli

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Salam dalam kasih Kristus,

  Setiap orang bisa memiliki masalah atau mengalami pergumulan hidup
  sehingga memerlukan pertolongan orang lain. Dalam ilmu konseling,
  orang yang memberikan konseling disebut sebagai konselor dan orang
  yang menerima konseling itu disebut konseli. Setiap orang bisa
  menjadi konseli, apa pun jenis kelamin, pekerjaan, jabatan, atau
  usianya. Karena perbedaan latar belakang konseli, maka seorang
  konselor perlu terlebih dahulu mengenal sang konseli agar layanan
  konseling itu bisa berlangsung secara efektif. Pengenalan latar
  belakang ini penting untuk membantu konselor dalam menentukan
  orientasi suatu proses konseling. Konselor bisa mengenal konselinya
  melalui berbagai sisi, misalnya dari sisi kerohaniannya, jenis
  masalahnya, dan lain-lain.

  Pengenalan latar belakang konseli bisa disimak selengkapnya dalam
  e-Konsel edisi ini. Kiranya wawasan para konselor Kristen di
  Indonesia akan semakin bertambah karenanya.

  Selamat membaca, Tuhan memberkati.

  Redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://c3i.sabda.org
  http://fb.sabda.org/konsel

CAKRAWALA (1) ________________________________________________________

           ASPEK-ASPEK YANG HARUS DIKETAHUI MENGENAI KONSELI

  Pengetahuan mengenai keadaan konseli yang sedalam-dalamnya merupakan
  syarat mutlak untuk melakukan suatu pembimbingan dan penyuluhan.
  Jika kita benar-benar ingin membimbing konseli dengan
  sebaik-baiknya, maka kita sangat memerlukan pengetahuan ini. Paling
  sedikit kita harus mengetahui sifat-sifat, kapasitas, dan kemampuan
  konseli. Selain itu, kita juga harus mengetahui pengaruh lingkungan
  konseli, misalnya rumah, sekolah, dan masyarakat lingkungan
  hidupnya.

  Identitas konseli

  Pembimbing harus mengetahui hal-hal berikut ini: nama konseli,
  alamatnya, tempat dan tanggal kelahirannya, jumlah saudaranya, anak
  ke berapa, agamanya, pendidikannya, identitas orang tuanya, ayah
  kandung/tiri dan/atau ibu kandung/tirinya, dan seterusnya.

  Latar belakang konseli

  Dalam bimbingan dan penyuluhan, koselor juga harus mengetahui
  keadaan rumah konseli -- mengingat keadaan rumah konseli berpengaruh
  sangat besar terhadap kehidupannya, bahkan mungkin yang paling kuat
  di antara unsur-unsur lainnya. Yang termasuk di dalamnya adalah
  keadaan ekonomi keluarga, tingkat kebudayaan, lingkungan konseli,
  sifat hubungan antaranggota keluarga, dan situasi rumah pada
  umumnya. Ada baiknya pula diketahui tipe masyarakat di sekeliling
  rumah itu. Singkatnya, kita harus mengetahui seluruh keadaan sosial
  konseli.

  Keadaan kesehatan konseli

  Seorang pembimbing harus mengetahui keadaan kesehatan jasmani dan
  rohani konseli. Ini dapat dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan
  atau pengamatan tingkah laku konseli. Pembimbing yang berpengalaman
  dapat menarik kesimpulan dari pengenalan gejala-gejalanya, misalnya:
  bagaimana dia berbicara, apakah ia menyandang cacat tertentu,
  bagaimana pendengaran dan penglihatan matanya, apakah ia normal,
  adakah tanda-tanda neurosis (contohnya: mata yang sering berkedut
  tanpa dapat dikontrol, setiap saat menjulurkan lidah,
  tertawa-tertawa cemas, tangan gemetar), dan sebagainya. Perlu
  ditanyakan juga sakit penyakit yang pernah dideritanya,
  kejadian-kejadian yang pernah dialaminya, dan apa saja pengalamannya
  yang sukar. Ketahuilah juga keadaan kesehatan keluarganya untuk
  mengetahui sifat-sifat keturunan yang diwarisi oleh konseli.

  Bakat-bakat konseli

  Salah satu tujuan pembimbingan dan penyuluhan ialah menuntun konseli
  agar mencapai prestasi setinggi-tingginya, sesuai dengan bakat
  dirinya. Ini terutama penting bagi para pelajar, mahasiswa, dan
  orang-orang yang akan memilih dan menyesuaikan pekerjaan. Untuk itu
  dibutuhkan pengetahuan mengenai bakat konseli, misalnya pengetahuan
  mengenai bakat inteligensinya. Di samping pengetahuan inteligensi,
  sebaiknya diketahui pula bakat-bakat konseli yang lainnya, misalnya
  bakat mekanisnya, bakat seninya, bakat keilmuan, serta bakat-bakat
  lain yang diperlukan untuk mencari suatu pekerjaan.

  Prestasi konseli

  Pembimbingan dan penyuluhan yang baik seharusnya mengungkapkan pula
  prestasi-prestasi yang telah dicapai konseli. Dalam hal ini,
  prestasi itu bukan hanya dalam bidang pendidikan, melainkan juga
  prestasi di bidang penyesuaian sosial, pemakaian bahasa, dan
  sebagainya. Prestasi di bidang pendidikan meliputi prestasi di
  bidang pelajaran atau karya ilmiah yang telah dicapainya.

  Perhatian konseli

  Dalam hal ini, perlu diketahui apa sajakah kegemaran-kegemaran
  konseli. Pembimbing juga perlu mengetahui rencana studi dan rencana
  pekerjaan konseli, misalnya: apakah sudah terjadi
  perubahan-perubahan menyangkut kegemarannya, dan jika itu ada,
  apakah penyebabnya, dan sebagainya.

  Penyesuaian diri konseli

  Pembimbing perlu mengetahui tingkatan penyesuaian diri konseli,
  bagaimana penyesuaian sosialnya, penyesuaian pribadinya, hubungannya
  dengan teman-teman dan orang tuanya serta orang-orang yang lain.
  Bagi para pemuda, hal tersebut dapat kita tinjau dengan
  keikutsertaannya dalam aktivitas sekolah, organisasi, dan kegiatan
  sosial lainnya. Ini dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat
  penyesuaian diri konseli.

  Diambil dan disunting dari:
  Judul artikel asli: Aspek-Aspek yang Harus Kita Ketahui Mengenai
                      Diri Klien
  Judul buku: Seri Diktat Pembimbingan Penggembalaan
  Penulis: Lukas Tjandra
  Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1992
  Halaman: 39 -- 40

CAKRAWALA (2)_________________________________________________________

                       SIAPAKAH KONSELI ANDA?

  Paulus menyebut tiga golongan manusia dalam 1 Korintus 2:12-3:4,
  yaitu manusia duniawi (2:14), manusia rohani yang bertabiat duniawi
  (3:2), dan manusia yang dewasa di dalam Kristus (2:15). Seorang
  konselor harus dapat mengerti siapakah konseli yang ia hadapi.
  Si konseli mungkin termasuk salah satu klasifikasi berikut:

  1. Orang duniawi:
     - orang yang bukan Kristen (orang yang belum menerima Kristus
       sebagai Juru Selamat).
     - orang Kristen duniawi (KTP/Kristen Tanpa Pertobatan).

  2. Bayi dan kanak-kanak rohani:
     - orang Kristen yang lahir baru (bayi rohani).
     - orang Kristen "kanak-kanak", satu ciri khasnya ialah ia sering
       bertengkar seperti kanak-kanak.

  3. Orang Kristen dewasa:
     Orang Kristen yang mengenal tindakan-tindakan Tuhan dan ia hidup
     bergaul dengan Tuhan. Sepanjang pengalaman Anda sebagai konselor,
     Anda akan menjumpai banyak orang Kristen dewasa yang tidak terus
     bertumbuh, melainkan orang Kristen dewasa yang sudah mundur. Ia
     mundur mungkin karena kecewa atau patah hati. Ada juga orang
     Kristen yang pernah mundur tetapi telah menyerahkan dirinya
     kembali kepada Tuhan atau penyerahan diri ulang. Selain itu, Anda
     juga akan menjumpai orang Kristen yang matang, stabil, dan terus
     berjalan bersama dengan Tuhan melalui berbagai persoalan.

  Anda sebaiknya mengerti konseli yang Anda layani itu termasuk
  golongan yang mana. Jangan terkelabuhi oleh usia dan penampilan
  seseorang. Ada perbedaan di antara usia rohani dan usia jasmani.
  Seorang konselor harus memiliki mata yang jeli. Janganlah heran jika
  Anda bertemu dengan rohaniwan yang belum lahir baru.

  Bahan diambil dan disunting dari buku online:
  Nama situs: Christian Counseling Center Indonesia
  Judul buku: Kursus Pelayanan Pribadi
  Alamat url: http://c3i.sabda.org/bab_3_siapakah_konselee_anda

TIPS (1) _____________________________________________________________

                  MEMBACA BAHASA TUBUH KONSELI

  Ucapan yang keluar dari mulut tidak pernah bersumber hanya dari
  mulut. Ia berkaitan dan berhubungan dengan hati dan anggota-anggota
  tubuh yang lain seperti mata, kepala, wajah, tangan, kaki, dan
  seluruh tubuh. Ucapan itu juga berhubungan dengan nada suara yang
  menyertainya. Anggota tubuh kita senantiasa bergerak sesuai perintah
  otak.

  Emosi dan perasaan sangat mudah terlihat. Ia mengalir bagaikan air
  meluap dari sumber yang tidak terbendung. Emosi biasanya jujur dan
  alami. Bahasa dan gerak tubuh banyak dipakai dalam hidup
  sehari-hari. Orang yang sedang marah mungkin akan mengepalkan tangan
  kuat-kuat atau wajahnya memerah. Wajah orang yang ketakutan biasa
  tampak pucat pasi. Wajah orang yang bersukacita biasa tersenyum
  berseri-seri. Orang yang merasa sedang tidak suka mungkin akan
  cemberut atau membuang muka. Masih banyak lagi bahasa nonverbal
  lainnya.

  Tentu saja bahasa tubuh manusia tidak selalu sama dalam setiap
  kebudayaan. Bahkan, makna bahasa tubuh di dalam kebudayaan yang
  berbeda pun bisa sangat berbeda, misalnya: anggukan kepala berarti
  "ya" bagi orang Indonesia, tetapi "tidak" bagi orang Bulgaria;
  gelengan kepala berarti "tidak" bagi orang Indonesia, tetapi "ya"
  bagi orang India; orang Indonesia akan menempelkan telunjuk jari
  menyilang di dahi ketika menyebut seseorang gila, sebaliknya orang
  Amerika mengartikan gerakan itu sebagai isyarat seorang yang sedang
  berpikir keras. Jadi, bahasa tubuh dan budaya setiap bangsa
  berbeda-beda.

  Pada umumnya, orang Indonesia menggunakan bahasa tubuh berikut ini.

  1. Berbicara dengan tangan.
     Gerakan tangan bisa menyampaikan banyak hal. Gerakan tangan orang
     yang sedang berbicara sering mengikuti irama suaranya. Coba
     perhatikan gerakan tangan seseorang yang sedang berbicara di
     telepon. Ketika ia memberikan penekanan pada sesuatu, gerakan
     tangannya tampak sesuai dengan suasana batinnya. Itulah bahasa
     tangan orang Indonesia. Jika kita perhatikan dengan saksama, kita
     akan dapat memahami perasaan dan emosi orang yang sedang
     berbicara itu.

     Gerakan tangan memang sering dipakai menyertai gerak tubuh
     lainnya. Dengan tangan akan diketahui siapakah yang sedang dituju
     (mereka, dia, engkau) atau bahkan diri sendiri. Gebrakan tangan
     di meja atau lemparan barang bisa menunjukkan kemarahan. Bagian
     pergelangan dan telapak tangan bisa dipakai untuk bertopang
     dagu/pipi ketika orang sedang berpikir keras. Lambaian tangan
     bisa menyatakan isyarat/salam perpisahan, atau juga tanda
     ketidaksediaan.

  2. Berbicara dengan kepala.
     Gerakan kepala, meskipun tidak sebanyak gerakan tangan, bisa
     menyampaikan isi hati, pikiran, dan emosi seseorang. Jika kita
     memahami maksud lawan bicara, kita bisa mengatakan "Oh..." sambil
     menganggukkan kepala. Jika kita terkejut, mungkin kita akan
     mengatakan "Hah..." atau "Oh..." sambil mendongakkan kepala dan
     wajah. Jika kita sudah sepakat, mungkin kita akan menganggukkan
     kepala beberapa kali. Jika kita tidak sepakat, mungkin kita akan
     menggelengkan kepala beberapa kali. Gerakan memukul kepala dengan
     tangan menunjukkan rasa kesal atau penyesalan. Orang
     menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat sambil memandang ke
     bawah sebagai tanda ia kecewa dan kesal hati. Keterampilan
     menafsirkan arti gerakan kepala akan memperkaya pemahaman kita
     mengenai seseorang.

  3. Berbicara dengan roman muka.
     Suasana hati seseorang dapat mudah terbaca melalui roman muka
     atau perubahan raut wajah. Roman muka orang yang sedang bahagia
     tentu berbeda dari orang yang sedih atau marah. Roman muka memang
     paling mudah mengungkapkan getaran emosi orang. Andilnya mencapai
     kira-kira 30%, dibanding kata-kata verbal yang mencapai 7%.
     Sedikit saja tampak perubahan roman muka sudah menyatakan suatu
     makna tertentu.

     Pada umumnya, orang mudah berbicara dengan roman mukanya.
     Perubahan ekspresi wajah mengalir dengan alami, bahkan sering
     terjadi secara spontan. Namun orang-orang tertentu mampu
     menyimpan isi batinnya hingga tidak tampak pada wajahnya. Orang
     seperti itu biasanya memang pandai bersandiwara; ada yang
     menyebut mereka bermuka dua. Mereka pandai menyembunyikan suasana
     hati dan emosi sehingga tidak tampak pada wajah mereka.

     Jika kita sedang berbahagia atau gembira, roman muka kita tampak
     cerah. Jika bersedih hati, wajah kita tampak kusut dan kuyu. Jika
     kita marah, wajah kita mungkin memerah disertai gejolak emosi
     bergelora. Jika terkejut, roman muka kita berubah dan mungkin
     disertai gerakan mulut terbuka. Keterampilan membaca roman muka
     orang akan menolong kita memahami isi hati, emosi, dan pikiran
     rekan bicara kita.

  4. Berbicara dengan mata.
     Mata manusia mudah bergerak lincah menyertai isi pikiran,
     perasaan, dan emosinya. Setiap gerakan mata pasti mengandung
     makna tertentu dan sudah menyampaikan sesuatu meskipun orang itu
     belum mengatakan apa pun.

     Jika mata seseorang terbelalak, itu bisa berarti ia sedang
     terkejut. Jika orang mengangkat dua kelopak matanya, ia mungkin
     merasa heran. Mata yang sering berkedip menandakan suatu
     kebingungan. Tatapan mata disertai kelopak mata sedikit membesar
     dapat menandakan perhatian dan minat yang tinggi terhadap objek
     yang dibicarakan. Memandang ke bawah ketika berbicara menandakan
     perasaan takut dan gelisah.

     Pandangan dan tatapan mata yang agak lama memiliki dampak
     emosional. Hubungan yang semakin dekat membuat tatapan mata
     semakin lama. Tatapan itu mengandung banyak makna. Kedipan mata
     mengisyaratkan arti tertentu, apalagi ketika kedipan mata itu
     disertai dengan senyuman. Mengamati gerakan bola mata akan
     membantu kita untuk lebih memahami emosi, perasaan, dan pikiran
     mitra bicara kita.

  5. Keserasian bahasa tubuh, ucapan, dan suara.
     Seharusnya, di antara perkataan, nada bicara, dan bahasa tubuh
     terdapat keserasian dan keselarasan. Anggota-anggota tubuh selalu
     berhubungan satu dengan yang lain. Otak sebagai pusat aktivitas
     akal budi pasti berkaitan dengan hati sebagai pusat emosi dan
     perasaan. Reaksi otak dan hati akan tampak pada bahasa tubuh dan
     perubahan nada bicara.

     Oleh sebab itu, seseorang yang sedang marah cenderung berbicara
     dengan nada suara tinggi dan bergetar. Ini juga tampak pada
     perubahan roman muka. Ucapan-ucapannya juga agak kurang
     terkontrol.

     Jadi, dalam suatu percakapan, konselor perlu mengamati kaitan
     antara perkataan, perubahan nada bicara, dan bahasa tubuh.
     Pengamatan perubahan itu secara utuh dan menyeluruh akan
     memungkinkan konselor menyelami kondisi hati, pikiran, dan emosi
     konseli. Jika konselor hanya memperhatikan salah satu unsur, ia
     tidak mungkin memahami masalah konseli secara menyeluruh. Oleh
     sebab itu, konselor perlu berlatih menangkap ketiga hal tersebut
     dengan sebaik-baiknya. Dari sanalah konselor akan mendengar
     sesuatu yang tidak diucapkan oleh mulut, tetapi didengar oleh
     hati dan tampak oleh mata.

  Diambil dan disunting dari:
  Judul artikel asli: Membaca Gerak-Gerik Tubuh Konseli
  Judul buku: Dasar-Dasar Konseling Pastoral
  Penulis: Tulus Tu`u
  Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007
  Halaman: 139 -- 143

TIPS (2)______________________________________________________________

                       RINTANGAN DI PIHAK KONSELI

  Proses konseling bisa dipersulit oleh beberapa rintangan di pihak
  konseli. Jika demikian, konseling itu akan menjadi kurang
  berkembang. Beberapa keadaan konseli yang menyulitkan proses
  konseling antara lain:

  1. Konseli mungkin seorang yang sangat tidak mudah bercerita dan
     sering bungkam. Jika benar demikian, keadaan konseli yang seperti
     itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
     a. Konseli mungkin masih merasa kurang nyaman atau segan
        terhadap konselor.
     b. Konseli mungkin seorang yang lamban berpikir, sehingga
        kurang mampu memahami perkataan orang lain (konselor).
        Responsnya sangat lambat.
     c. Konseli sering masih ragu-ragu untuk berterus-terang
        mengatakan gejala-gejala yang menyusahkan dirinya.
        Dia mungkin masih kurang yakin pada dirinya sendiri.
        Padahal, dengan bersikap seperti itu ia sebenarnya sudah
        mengatakan kepada konselornya, "Beginilah aku, seorang yang
        ragu-ragu".
     d. Konseli sendiri tidak memahami penyebabnya namun hal itu
        merupakan respons jiwanya.

  2. Konseli seorang yang terlalu cepat berbicara. Ada konseli yang
     terlalu cepat berbicara hingga tidak memberikan kesempatan
     kepada konselor. Misalnya, dia mengatakan ini...,
     itu..., di sini..., di sana..., dan seterusnya. Penyebab konseli
     bertindakan seperti itu, antara lain:
     a. Konseli mungkin gugup. Ia bertindak seperti itu untuk menutupi
        kegugupannya.
     b. Konseli sebenarnya kurang bersedia menyampaikan masalahnya
        kepada konselor. Itulah sebabnya, dia lebih suka membicarakan
        (berbicara) sesuatu yang di luar dirinya sendiri, alih-alih
        membicarakan kekurangannya.

  3. Konseli juga sering membicarakan sesuatu yang tidak berguna di
     hadapan konselor (sama seperti pada nomor 2).

  4. Konseli seorang yang senantiasa merasa takut. Ketakutan itu
     sudah membuatnya mengundurkan diri dari percakapan. Tampaknya, ia
     merasa bersalah. Namun, ia tidak mengetahui mengapa dirinya
     memiliki perasaan bersalah. Masyarakat Timur menyimpan banyak
     perasaan salah semacam itu. Tetapi, apa pun masalah konseli,
     kedatangan konseli tentu sudah sangat berguna. (1)

  5. Konseli mengalami gejala transferensi, yaitu pemindahan perasaan
     dalam suatu hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi).
     Transferensi adalah gejala yang tidak dapat dihindari dalam suatu
     hubungan timbal balik. Istilah transferensi ini dalam psikologi
     menunjuk pada pemindahan perasaan: perasaan dari masa lalu
     konseli yang ditujukan kepada objek baru masa kini. Transferensi
     disebabkan adanya kebutuhan pada masa lampau yang tidak atau
     belum dipenuhi, akibatnya kebutuhan itu ditekan hingga tidak
     disadari lagi atau berusaha dilupakan secara paksa. Contoh,
     kebutuhan konseli akan hubungan dengan orang tuanya. Ada sesuatu
     yang positif dan negatif di sini, yakni mengasihi dan dikasihi
     atau kebutuhan untuk melepaskan kebencian dan kemarahan. Cara
     untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tertunda tersebut ialah
     dengan transferensi. Transferensi biasanya membuat konseli
     bergantung kepada konselor. Namun demikian, konselor harus bisa
     menggunakan gejala tersebut untuk kebaikan konseli sendiri.

     Ada yang disebut transferensi negatif, yaitu konseli bersikap
     negatif kepada konselor (misalnya: benci, marah). Dalam hal ini,
     konseli menjelek-jelekkan sang konselor. Seorang konselor harus
     siap sedia untuk mengatasinya. Sebaliknya, ada yang disebut
     transferensi positif. Yang ini cukup berbahaya karena konseli
     bisa saja jatuh cinta kepada konselor. Di luar ruang konseling,
     ia mungkin memuji-muji konselor dengan sangat berlebihan. Di
     sini, konselor juga bisa jatuh cinta kepada konseli. Jika
     konselor pandai memakai kedua macam transferensi ini, kedua hal
     ini bisa mempercepat proses penemuan unsur-unsur masalahnya.
     Terhadap perempuan muda atau yang berlainan jenis, sebaiknya
     pergunakan campuran metode "responsif" dan "direktif". (Terkait
     masalah ini, Freud memakai "nondirektif", yaitu meminta konseli
     berbaring dan ia duduk di sisi kepala. Pada saat itu, konseli
     bisa dengan leluasa mengatakan apa yang disukainya sesudah
     beberapa pertemuan, setelah itu Freud menafsirkannya.(2)

  (1) Bnd. E.P. Gintings, "Manusia dan Masalahnya", h. 137-138
  (2) Bnd. Yakub Susabda, "Pastoral Konseling", Malang: Gandum Mas,
      1997 h. 8

  Diambil dan disunting dari:
  Judul artikel asli: Kesukaran-Kesukaan dari Pihak Konseli
  Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral
  Penulis: E.P. Gintings
  Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2002
  Halaman: 47 -- 50

_______________________________e-KONSEL ______________________________
Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan
informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling?
silakan kirim ke:
< konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel
Situs C3I: http://c3i.sabda.org
Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Konsel 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org