Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/203

e-Konsel edisi 203 (1-3-2010)

Kematian Yesus

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 203/1 Maret 2010

Daftar Isi:
  = Pengantar: Salib Bukan Sekadar Simbol
  = Renungan: Mengapa Harus Salib?
  = Cakrawala: Kematian Yesus dan Pengurbanan yang Menyelamatkan
  = Referensi: Fokus C3I: Paskah

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Salam dalam kasih Kristus,

  Salib bukanlah sekadar simbol bagi orang Kristen. Salib menyatakan
  satu pesan yang agung mengenai pengorbanan Yesus Kristus untuk
  menyelamatkan umat manusia. Tanpa salib Kristus, tidak ada penebusan
  dosa, dan riwayat manusia akan berakhir pada kebinasaan. Namun
  karena anugerah Tuhan, hubungan manusia dengan Sang Pencipta
  dipulihkan kembali melalui karya Kristus di kayu salib.

  e-Konsel edisi 203/1 Maret 2010 ini menyajikan dua tulisan yang
  mengulas tema Paskah. Tulisan pertama karya Dr. Eka Darmaputera
  berusaha mengungkap logika di balik jalan salib. Sang Anak Allah
  menghindari satu jalan pintas yang mudah. Sebaliknya, Ia rela
  menempuh jalan berliku penuh kesulitan demi mencapai kemenangan yang
  sempurna. Tulisan kedua, karya James Bjornstad, membahas lebih lanjut
  makna pengurbanan Yesus bagi kita. Redaksi sengaja menyajikan dua
  tulisan ini lebih awal untuk mendampingi persiapan kita menyambut
  perayaan Paskah.

  Selamat menyongsong Paskah. Tuhan memberkati Anda.

  Redaksi Tamu e-Konsel,
  S. Heru Winoto
  http://c3i.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/konsel

RENUNGAN _____________________________________________________________

                         MENGAPA HARUS SALIB?

  Pada minggu sengsara menjelang Paskah, kita memperingati dan
  sekaligus diingatkan bahwa Allah sendiri yang sengaja memilih jalan
  penderitaan, yaitu jalan salib, demi menyelamatkan umat manusia
  sedunia termasuk Anda dan saya. Persoalannya bukan karena Ia harus
  begitu, tetapi karena Ia memang ingin begitu.

  Aneh bin ajaib. Jalan salib itu sesungguhnya bertolak belakang dari
  penalaran yang normal dan wajar.

  Menurut jalan yang wajar, manusialah yang seharusnya membawa kurban
  bagi Allah. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru
  sebaliknya. Allah membawa kurban bagi manusia.

  Menurut penalaran yang wajar, orang lain yang dikurbankan untuk
  kepentingan diri sendiri. Ingat tragedi Mei 1998? Ingat Ambon? Dan
  masih banyak lagi. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru
  sebaliknya; Allah mengurbankan diri-Nya sendiri demi keselamatan
  pihak lain, Anda dan saya.

  Menurut penalaran yang wajar, orang akan memilih jalan pintas yang
  singkat dan mudah daripada jalan yang panjang dan sulit. Namun, yang
  terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya; Allah memilih jalan
  yang sulit dan cawan berisi minuman yang pahit.

  Menurut penalaran yang wajar, pertahanan hidup melebihi
  segala-galanya. Kata pepatah, semut pun akan melawan bila terinjak.
  Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya; dalam
  kebebasan dan kedaulatan-Nya, Allah memilih kematian.

  Mengapa harus salib? Padahal Allah dapat dengan mudah memilih jalan
  lain; jalan yang lebih enak, yang lebih gampang.

  Tentu saja, kita tidak mungkin dapat menyelami sedalam-dalamnya
  "logika" Allah. Dia sendiri telah mengingatkan, "Jalan-Ku bukanlah
  jalanmu, dan pemikiran-Ku bukanlah pemikiranmu." Jangan coba-coba
  berspekulasi.

  Namun demikian, paling sedikit kita dapat mengatakan bahwa dengan
  memilih jalan salib itu Ia bermaksud memberikan contoh dan
  keteladanan-Nya untuk kita anut. Ia ingin memberi kita pelajaran
  yang amat berharga untuk kita ikuti.

  Pelajaran pertama adalah kasih itu mahal. Tidak pernah mudah. Tidak
  pernah murah.

  Pada satu sisi, dalam kepercayaan kristiani, tidak ada nilai yang
  lebih diagungkan melebihi kasi, namun pada sisi lainnya, dalam
  praktik kristiani, tidak ada nilai yang telah mengalami inflasi
  sedemikian hebat selain kasih.

  Di mana-mana, kasih telah menjadi verbal. Di mana-mana, kasih telah
  menjadi vulgar. Ia telah menjadi barang murahan.

  Menurut pengamatan saya, penyebabnya yang utama ialah karena kasih
  telah dijadikan tuntutan kepada orang lain, dan bukan pertamanya
  dijadikan tuntutan kepada diri sendiri.

  Ketika kepentingan diri sendiri dirugikan, orang pun segera
  berteriak, "di mana kasih itu?" Namun, ketika ia merugikan
  kepentingan orang lain, adakah ia menuntut diri sendiri, "di mana
  kasih itu?"

  Jalan salib menghendaki Allah menuntut diri-Nya sendiri. "Kalian
  menolak Aku, kalian membenci Aku, kalian melanggar
  perintah-perintah-Ku, tetapi Aku mengasihimu. Bukan kalian yang
  mengasihi Aku, tetapi Aku yang mengasihi kalian."

  Kasih yang sejati tidak mengatakan "apabila". Kasih yang sejati
  mengatakan "meskipun".

  Allah tidak mengatakan, "Aku mengasihi kamu `apabila` kamu begini
  atau begitu". Yang Dia katakan adalah, "Aku mengasihi kamu
  `meskipun` kamu begini atau begitu."

  Kasih yang sejati tidak menuntut, kecuali kepada diri sendiri. Ia
  diuji, justru ketika kita berhadapan dengan orang yang "tidak layak"
  kita kasihi. Bukan "apabila", tetapi "meskipun".

  Oleh karena itu, kasih itu tidak pernah mudah. Ia tidak pernah
  murah. Allah menempuh jalan salib, sebab Ia bersedia membayar mahal
  untuk kasih-Nya kepada manusia.

  Pelajaran kedua dari peristiwa salib adalah tidak ada kemenangan
  yang melebihi kesempurnaan kemenangan terhadap diri sendiri. Itulah
  yang terjadi di Bukit Golgota, Allah mengalahkan diri-Nya sendiri!
  Yesus tidak disalibkan. Ia menyalibkan diri-Nya sendiri.

  Mengalahkan lawan-lawan yang hebat adalah keperkasaan. Akan tetapi,
  mengalahkan diri sendiri adalah keperkasaan yang jauh lebih hebat.

  Bukankah di sini letak kegagalan kita menilai kebesaran seseorang?
  Kita sering menilai kebesaran seseorang dari keberhasilannya
  mengatasi lawan-lawan yang tangguh. Ini tidak salah, tetapi tidak
  cukup.

  Ada begitu banyak "orang besar" di dunia ini yang menjadi besar
  karena berhasil menundukkan lawan-lawan yang tangguh. Akan tetapi,
  kemudian jatuh karena gagal menundukkan dirinya sendiri,
  kepentingan-kepentingannya sendiri, kepentingan-kepentingan
  golongannya sendiri, kepentingan-kepentingan keluarganya sendiri,
  egonya sendiri.

  Ada begitu banyak "orang besar" di dunia ini yang naik takhta dengan
  perkasa, tetapi turun dengan amat tragisnya. Bukan terutama karena
  ia dikalahkan oleh orang lain, namun sering hanya karena ia gagal
  mengalahkan egonya sendiri.

  Di atas salib, Yesus berhasil mengalahkan kuasa Iblis. Namun, bukan
  ini yang paling utama. Kapan pun dan dengan cara apa pun, iblis
  sebenarnya dapat dikalahkan dengan mudah.

  Kemenangan salib menjadi kemenangan yang sempurna, justru karena di
  sana Allah mengalahkan diri-Nya sendiri, yaitu dengan memilih jalan
  salib. Bukan dengan jalan lain yang lebih mudah, bukan
  mempertahankan takhta, tetapi seperti dikatakan Paulus, justru
  dengan "mengosongkan diri".

  Disunting seperlunya dari:
  Judul Buku: Mengapa Harus Salib?
  Penulis: Eka Darmaputera
  Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004
  Halaman: 54 - 58

  Diambil dari:
  Nama situs: SABDA.org: Arsip e-BinaAnak
  Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/275/

CAKRAWALA ____________________________________________________________

          KEMATIAN YESUS DAN PENGORBANAN YANG MENYELAMATKAN

  Bayangkan apa yang akan dialami para murid Yesus jika pada akhir
  pekerjaan-Nya di bumi Yesus Kristus tiba-tiba menghilang,
  mengabaikan sesuatu yang paling ditakutkan dalam peradaban manusia
  -- maut. Mungkin firman-Nya tiba-tiba hanya akan menjadi sekadar
  kata-kata yang tak berarti, dan makna pengorbanan-Nya yang agung di
  kayu salib mungkin hilang. Segala sesuatu yang dilakukan-Nya, selain
  kematian-Nya, mungkin akan membuat firman-Nya dianggap palsu,
  sedangkan Tuhan tidak memberikan apa pun yang palsu kepada kita.

  Yesus Kristus, pribadi kedua dari trinitas Allah, bersedia
  meninggalkan surga, menjadi manusia, dan turun ke bumi. Ia datang
  bukan karena kebetulan. Ia memiliki suatu tujuan saat datang dan
  menyatakan diri dalam beberapa kesempatan di bumi. Kepada para
  murid-Nya, Ia berkata bahwa Ia "datang bukan untuk dilayani,
  melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi
  tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45b) Ia berkata kepada
  Zakheus bahwa tujuan kedatangan-Nya adalah "untuk mencari dan
  menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10b) Kepada orang-orang
  Farisi, Ia menyatakan diri sebagai "Gembala yang baik [yang]
  "memberikan nyawanya bagi domba-dombanya." (Yohanes 10:11)

  Jelas bahwa tujuan utama kedatangan-Nya ke bumi adalah untuk menebus
  dosa manusia. Ia datang ke dunia yang terputus hubungan dengan Allah
  karena dosa, sehingga Ia bisa memberikan pengampunan dan
  mengembalikan kita ke dalam hubungan kasih yang semula Allah
  inginkan. Menurut Roma 3:23, "Karena semua orang telah berbuat dosa
  dan telah kehilangan kemuliaan Allah." Kemudian Roma 6:23a
  mengatakan, "Sebab upah dosa ialah maut". Namun demikian, pribadi
  kedua dalam trinitas Allah, Yesus, menjadi manusia sehingga Ia bisa
  memberikan nyawa-Nya di bukit Kalvari dan menggantikan kita -- untuk
  menebus dosa kita. Kematian-Nya membuat orang yang percaya pada-Nya
  sebagai Tuhan dan Juru Selamat dapat berdamai dengan Allah dan
  diampuni dosanya.

  Karya penebusan-Nya yang menyelamatkan kita dari hukuman kekal dosa
  dan menyatukan kita kembali dengan Allah tidak dapat dipisahkan
  dari sifat-Nya, baik sebagai Allah maupun manusia. Hanya Allah yang
  dapat mengampuni dosa. Oleh karena itu, jika Yesus bukan benar-benar
  Allah, Ia tidak dapat menjadi Juru Selamat dan mengampuni dosa kita.
  Jika Ia tidak benar-benar menjadi manusia, Ia tidak dapat mati demi
  dosa kita. Menjadi Allah membuat-Nya memenuhi syarat untuk menjadi
  Juru Selamat kita, namun pengurbanan-Nya bagi kita dalam
  kemanusiaan-Nya benar-benar membuat-Nya menjadi Juru Selamat kita.

  Pemahaman pribadi manusia Yesus Kristus secara benar itu penting,
  agar kita dapat memahami dengan baik karya penebusan-Nya. Fakta
  bahwa Yesus adalah Tuhan berarti karya penebusan-Nya semata-mata
  karya dan kehendak Tuhan. "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan
  diri-Nya oleh Kristus ...." (2 Korintus 5:19) Karena ini adalah
  karya Allah, maka tidak dapat menjadi karya manusia. Karya-Nya
  bukanlah karya penebusan Allah ditambah dengan karya lainnya, tetapi
  semata-mata hanyalah karya penebusan-Nya saja.

  Pemahaman yang benar mengenai pribadi Yesus Kristus -- sifat dan
  karakter-Nya -- penting untuk memahami keefektifan karya
  penebusan-Nya. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan berarti karya
  keselamatan-Nya bukan hanya untuk satu kali saja, untuk satu tempat
  saja, atau pada satu situasi saja. Nilainya tidak terbatas dan
  kekal. Karya penebusan itu ada bagi semua orang dalam segala zaman.
  Penebusan yang bersifat kekal memerlukan pengorbanan yang kekal,
  pengorbanan besar yang hanya bisa diberikan oleh Allah-Manusia.

  Pemahaman yang benar mengenai pribadi Yesus Kristus juga penting
  agar kita dapat menerima dan mengalami karya penebusan-Nya. Fakta
  bahwa Yesus adalah Tuhan berarti seseorang tidak bisa mendapat
  keselamatan apabila ia pada saat yang sama tidak mengakui ke-Allahan
  Yesus. Yesus menyampaikan hal tersebut secara terus terang kepada
  orang Yahudi, "Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan
  mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah
  Dia, kamu akan mati dalam dosamu." (Yohanes 8:24)

  Di sini kita melihat bahwa karya penebusan Yesus tidak dapat
  dipahami secara terpisah dari sifat-Nya sebagai Allah dan manusia.

  Yesus, Kurban bagi Dosa Kita

  Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk
  pada sistem kurban pada Perjanjian Lama. Pada masa Perjanjian Lama,
  seekor hewan disembelih dan darahnya diletakkan di atas altar. Itu
  adalah cara manusia yang terpisah dari Allah karena dosa untuk
  mendapat pengampunan dan berdamai dengan Allah. Namun demikian,
  darah binatang tidak dapat menghapus dosa, seperti yang penulis
  Ibrani katakan, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah
  domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4) Pengurbanan hewan
  untuk Tuhan juga tidak dapat menghapus dosa manusia. "Selanjutnya
  setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang
  mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat
  menghapuskan dosa." (Ibrani 10:11)

  Kalau begitu apa tujuan dilakukannya pengurbanan itu? Pengurbanan
  hewan itu memberikan pengampunan dosa sementara yang diterima
  manusia dengan iman, dan memungkinkan mereka diterima Allah. Namun
  lebih dari itu, pencurahan darah dan ketentuan kehidupan yang
  ada di antara para pendosa menekankan perlunya kurban pengganti.

  Yesus Kristus melakukan pengurbanan darah kekal di kayu salib demi
  semua dosa dengan memberikan diri-Nya sebagai kurban pengganti.
  Penulis Ibrani mengatakan bahwa kedatangan-Nya adalah "untuk
  menghapuskan dosa oleh korban-Nya." (Ibrani 9:26b) "Tetapi Ia,
  setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk
  untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, ..., tidak perlu lagi
  dipersembahkan korban karena dosa." (Ibrani 10:12,18b)

  Karena pengurbanan Yesus, dosa yang memisahkan kita dengan Allah
  dihapuskan jika kita percaya pada Yesus, dan kita bisa berdamai
  dengan Allah -- artinya, kita dapat menjalin hubungan baik
  dengan-Nya lagi.

  Jadi, mereka yang dengan iman memberikan persembahan kurban di
  Perjanjian Baru menanti-nantikan kayu salib dan percaya bahwa
  seseorang akan datang untuk menebus dosa mereka. Kita dengan iman
  mengingat kembali kayu salib dan pribadi yang mati di atasnya untuk
  menggantikan dan menebus dosa kita.

  Yesus, Anak Domba Paskah Kita

  Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk
  pada Paskah yang dirayakan pada zaman Keluaran. Orang Israel tinggal
  di Mesir selama 400 tahun, dari menjadi budak sampai warga negara
  Mesir. Allah, untuk memaksa Firaun mengizinkan umat Israel kembali
  ke tanahnya sendiri, mengirimkan sepuluh tulah, menunjukkan
  kuasa-Nya pada Firaun. Tulah terakhir adalah kematian anak sulung di
  Mesir. Agar tidak terkena tulah itu, umat Israel harus mengurbankan
  seekor domba yang tidak bercela (Keluaran 12:5), membunuhnya
  (Keluaran 12:6), dan membubuhkan darahnya pada kedua tiang pintu dan
  pada ambang atas (Keluaran 12:7). Darah itu adalah suatu tanda, dan
  saat TUHAN melihat tanda itu di pintu rumah, Ia melewati rumah itu
  dan tidak mengambil nyawa anak sulung yang ada di dalamnya (Keluaran
  12:13).

  Dengan Paskah, kita sekali lagi dapat melihat dengan iman pada
  kurban pengganti dan manfaatnya (Ibrani 11:28). Perjanjian Baru
  mengajarkan bahwa Yesus memenuhi kriteria sebagai anak domba Paskah.
  Rasul Paulus mengatakan bahwa Ia adalah anak domba Paskah kita
  (1 Korintus 5:7). Petrus menyatakan darah Kristus sebagai "darah
  anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat" (1 Petrus 1:19) dan
  Yohanes Pembaptis, saat melihat Yesus, menggambarkan-Nya dengan
  berkata, "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia."
  (Yohanes 1:29) Karena kita, oleh iman dalam Yesus, dibasuh oleh
  darah-Nya, malaikat kematian kekal akan "melewati" kita (Yohanes
  11:26).

  Yesus, Mesias Kita yang Menderita

  Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk
  pada penderitaan Mesias dalam Yesaya 53. Di sini kita melihat bahwa
  Mesias "menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ...."
  (Yesaya 53:10b) Ia mengurbankan diri-Nya. Ia menjadi penanggung
  dosa. Kita bisa juga melihat bahwa kematian-Nya adalah kematian
  pengganti, suatu kematian yang menggantikan kematian banyak orang.
  Ia tidak mati demi dosa-Nya sendiri, tetapi demi dosa orang lain.
  Yesaya mengatakan, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang
  ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya .... Tetapi dia
  tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
  kejahatan kita .... TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita
  sekalian ... dan kejahatan mereka dia pikul." (Yesaya 53:4a, 5a, 6b,
  11d)

  Dari hal itu, kita bisa menyimpulkan bahwa Perjanjian Lama
  jelas-jelas menunjuk pada perlunya pengurbanan agung demi dosa,
  karena pengurbanan dalam Perjanjian Lama tidak akan pernah dapat
  menebus dosa kita. Perjanjian Lama juga mengatakan tentang pribadi
  yang akan memberikan pengurbanan agung dan penebusan itu sekali dan
  untuk selamanya dengan kematian-Nya, yaitu Yesus Kristus, yang
  "menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang
  harum bagi Allah." (Efesus 5:2b) "Ia sendiri telah memikul dosa kita
  di dalam tubuh-Nya di kayu salib" (1 Petrus 2:24a) dan mendamaikan
  kita dengan Allah melalui darah-Nya di kayu salib (Kolose 1:20).

  Yesus, Sang Penebus Agung

  Meskipun kita tidak bisa benar-benar memahami karya penebusan Yesus
  Kristus, Perjanjian Baru menyajikan beragam pikiran untuk
  menjelaskan dan mengilustrasikan makna kematian-Nya di bukit
  Kalvari.

  1. Kita dapat melihat elemen pengurbanan dalam karya penebusan-Nya.
     Karena dosa, kita pantas mati (Roma 3:23, 6:23). Tetapi Yesus
     berkurban bagi kita. "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk
     segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak
     benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; ...." (1 Petrus
     3:18a)

  2. Kita dapat melihat elemen pemulihan hubungan dalam karya
     penebusan-Nya.
     Karena dosa, kita telah terpisah dari Allah yang kudus. Akan
     tetapi Yesus mati untuk menghapus penyebab perpisahan itu -- dosa
     -- dan mendamaikan kita kepada Allah. Sebab "ketika masih seteru,
     [kita] diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, ...."
     (Roma 5:10a)

  3. Kita dapat melihat elemen tebusan dalam karya penebusan-Nya.
     Kita telah jatuh ke dalam dosa dan dikuasai olehnya, tetapi Yesus
     mati untuk menebus dosa kita, memenuhi semua persyaratan kudus
     hukum Allah dan kutukan-Nya, dan menebus kita dari kuasa dosa (1
     Timotius 2:6).

     Karena dosa, kita telah melawan Allah dan membangkitkan
     murka-Nya. Namun dalam karya penebusan-Nya, Yesus mati untuk
     menghindarkan kita dari angkara murka Allah dengan mengurbankan
     diri-Nya. Yesus adalah "pendamaian bagi dosa-dosa kita"
     (1 Yohanes 4:10).

  4. Kita dapat melihat elemen penyelesaian dalam karya penebusan-Nya.
     Di kayu salib Yesus berkata, "Sudah selesai!" (Yohanes 19:30)
     Yesus telah melakukan apa pun yang diperlukan untuk menyelamatkan
     kita. Ia telah menjalani hidup yang tidak akan pernah kita bisa
     jalani dan Ia telah mati untuk menebus dosa kita. Seperti yang
     dikatakan Yohanes bahwa "darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan
     kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7b) Benar adanya jika
     kita masih memerlukan penyucian dan pengampunan dosa (1 Yohanes
     1:9) setiap hari selama kita hidup, namun kita menerima
     pengampunan itu atas dasar apa yang telah diselesaikan oleh Yesus
     Kristus. Kematian-Nya yang sekali dan untuk selamanya menebus
     semua dosa -- dahulu, sekarang, dan selamanya.

  Dalam Perjanjian Baru, kita melihat kasih Allah ditunjukkan melalui
  Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa
  Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; ...." (1 Yohanes 3:16)

  Memperoleh Faedahnya

  Seperti yang telah kita lihat, melalui kematian Anak-Nya di kayu
  salib, Allah menebus dosa kita. Dia sudah melakukannya.
  Pertanyaannya untuk kita sekarang adalah bagaimana kita
  mengaplikasikan karya penebusan-Nya dan bagaimana memperoleh
  faedah dari penebusan itu.

  Alkitab jelas mengatakan bahwa penebusan itu tidak diberikan bagi
  semua orang. Yesus sendiri mengatakan, "Bukan setiap orang yang
  berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga,
  melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."
  (Matius 7:21) Yesus juga mengatakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai
  kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang
  telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya." (Matius
  25:41b) Tidak ada seorang pun yang akan selamat.

  Alkitab mengatakan bahwa segala usaha dan kemampuan kita tidak akan
  dapat membuat kita pantas untuk ditebus. Paulus mengatakan bahwa
  "itu bukan hasil usahamu, ..., itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan
  ada orang yang memegahkan diri" (Efesus 2:8b, 9).

  Alkitab juga jelas menyatakan bahwa kita tidak mempeoleh penebusan
  dengan melaksanakan Hukum Taurat -- Sepuluh Perintah Allah. Paulus
  mengatakan, "Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh
  karena melakukan hukum Taurat, .... Sebab: `tidak ada seorang pun
  yang dibenarkan` oleh karena melakukan hukum Taurat." (Galatia 2:16)

  Lalu apa yang akan membuat kita pantas ditebus jika usaha, prestasi,
  dan kemampuan kita tidak mampu membuat kita pantas ditebus? Alkitab
  jelas menyatakan bahwa kita pantas ditebus karena "iman pada Yesus
  Kristus" (Galatia 2:16). Karena iman kita pada-Nya, kita dibenarkan
  dan pantas mendapatkan pengampunan-Nya (Galatia 2:16; Efesus 2:8-9).

  Perhatikan penekanan yang diulang-ulang pada iman dalam Kristus.
  Sifat dan karakter Yesus Kristus tidak dapat dipahami secara
  terpisah dari karya penebusan-Nya. Iman itu ada dalam sang Penebus
  -- pribadi yang menyerahkan diri-Nya menjadi kurban penebusan --
  yang menyelamatkan.

  Kesimpulannya, keselamatan adalah anugerah yang diberikan secara
  cuma-cuma, yang pantas diterima siapa pun yang mau dengan iman
  menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat (Kisah Para
  Rasul 16:31; Roma 6:23). Iman tidak hanya berarti mengakui penebusan
  yang telah dilakukan-Nya, tapi juga menyerahkan hidup kita di
  tangan-Nya. Yesus berkata, "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia
  beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak,
  ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di
  atasnya." (Yohanes 3:36)

  Menentukan Kehidupan Kekal Seseorang

  Sudah-atau-belum seseorang mendapatkan karya penebusan karena
  iman-Nya pada Tuhan dan Juru Selamat menentukan kehidupan kekal
  seseorang. Mereka yang sudah menerima-Nya pasti akan memperoleh
  hidup kekal. Mereka yang menolak-Nya akan selamanya terpisah
  dari-Nya dan akan dilempar ke lautan api, tempat penyiksaan
  (Matius 8:11-12, 13:40-42, 49-50; 2 Petrus 2:17; Yudas 13;
  Wahyu 20:13-14).

  Dalam Lukas 16:19-31, Yesus dengan jelas mengungkapkan perbedaan
  kehidupan setelah kematian antara orang-orang yang dengan iman
  menerima-Nya dan yang menolak-Nya. Keselamatan kekal untuk
  orang-orang yang percaya bertentangan dengan hukuman kekal untuk
  orang-orang yang tidak percaya (Matius 25:46), dan hal itu
  ditentukan oleh penerimaan atau penolakan akan pribadi dan karya
  Yesus Kristus.

  Kesimpulannya, Yesus Kristus adalah pribadi kedua dalam trinitas
  Allah, pribadi yang sangat mencintai kita hingga Ia rela
  meninggalkan surga, menjadi manusia untuk menebus dosa kita agar
  kita, melalui iman kepada-Nya, memperoleh hidup kekal dan tinggal
  bersama-Nya. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga
  selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama
  lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
  diselamatkan." (Kisah Para Rasul 4:12) Dia adalah "Allah yang
  Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus" (Titus 2:13b).

  Refleksi

  1. Yesus mati bagi kita. Apa makna kematian-Nya bagi Anda? Apa yang
     Anda dapatkan dari pengurbanan-Nya?
  2. Apakah Anda telah menerima Yesus Kristus secara pribadi dan
     menerima-Nya sebagai Juru Selamat Anda?
  3. Apakah Yesus Kristus itu Allah, penting bagi keselamatan Anda?
     Mengapa?
  4. Jika Anda berada di hadapan Yesus Kristus sekarang, dan Ia
     bertanya kepada Anda, mengapa Ia harus mengizinkan Anda masuk ke
     surga, apakah jawaban yang akan Anda berikan? (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Conterfeits at Your Door
  Judul asli bab: Jesus Death and Saving Sacrifice
  Penulis: James Bjornstad
  Penerbit: G/L Publications, California 1979
  Halaman: 38 -- 46

  Diambil dari:
  Nama situs: SABDA.org: Arsip e-JEMMi
  Alamat URL: http://misi.sabda.org/kematian_yesus_pengorbanan_menyelamatkan

REFERENSI ____________________________________________________________

                         FOKUS C3I: PASKAH

  Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I) terbit setiap
  bulan dan selalu mengangkat topik tertentu, juga menjadikan Paskah
  sebagai tema khusus pada Fokus C3I Maret 2008 dan 2009. Simak
  artikel-artikelnya di:

  Fokus C3I Maret 2008
  ==>  http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/528/9

  Fokus C3I Maret 2009
  ==>  http://c3i.sabda.org/taxonomy/term/1426/9


_______________________________e-KONSEL ______________________________

Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan
informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling?
silakan kirim ke:
< konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Konsel 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog: http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org