Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/201

e-Konsel edisi 201 (1-2-2010)

Bahasa Kasih

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 201/1 Februari 2010

Daftar Isi:
  = Pengantar: Kasih Dalam Cara yang Sederhana
  = Renungan: Pernikahan: Suatu Perlombaan Lari Dengan Tiga Kaki
  = Cakrawala: Guru dan Murid Sekaligus
  = Artikel Terkait: Arsip e-Konsel Edisi Tentang Kasih
  = Tips: Waktu Utama
  = Stop Press: Publikasi Bagi Para Pelayan Sekolah Minggu: e-Binaanak

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Salam dalam kasih Yesus Kristus,

  Berulang kali, bahkan dalam setiap kebaktian di gereja, kita selalu
  diingatkan untuk selalu mengasihi Tuhan Allah dan sesama kita.
  Tampaknya hanya perintah sederhana, namun pada kenyataannya sulit
  bagi kita untuk bisa selalu melakukan perintah ini. Meskipun
  demikian, tidak perlu patah semangat karena kasih tetap bisa
  diwujudkan melalui banyak cara, bahkan melalui cara yang paling
  sederhana sekalipun. Justru kita harus selalu bersyukur karena kita
  selalu diingatkan untuk berusaha bisa menjalankan perintah ini.

  Kasih meliputi banyak hal dan mencakup pembahasan yang luas. Oleh
  karena itu Redaksi e-Konsel sengaja mengambil pokok bahasan kasih
  kepada sesama dan merangkumnya menjadi topik "Bahasa Kasih",
  khususnya dalam keluarga. Dua edisi e-Konsel selama bulan ini akan
  menyajikan artikel-artikel dan tip-tip yang Redaksi harapkan dapat
  menyemarakkan bulan kasih sayang ini.

  Selamat menyimak edisi kali ini, mari kita belajar untuk bisa
  mengungkapkan kasih kita kepada orang-orang di sekitar kita melalui
  hal-hal sederhana.

  Pimpinan Redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://c3i.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/konsel

RENUNGAN _____________________________________________________________

          PERNIKAHAN: SUATU PERLOMBAAN LARI DENGAN TIGA KAKI

  Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling
  mendahului dalam memberi hormat.(Roma 12:10)
  < http://alkitab.sabda.org/?Roma+12:10 >

  Suatu ketika, Anda mungkin akan mengalami perlombaan lari dengan
  tiga kaki. Saya ingat perlombaan yang diikuti oleh saya dan suami
  saya pada acara piknik musim panas di gereja saya. Matahari bersinar
  cerah dan awan tipis bergerak perlahan. Beberapa orang duduk-duduk
  di kursi panjang, bercanda. Beberapa orang lainnya melakukan
  permainan di meja atau permainan sepatu kuda, dan mereka yang punya
  banyak tenaga bermain sofbol atau tarik tambang.

  Kemudian diadakan perlombaan lari dengan tiga kaki! Setelah
  anak-anak berlomba, tibalah saatnya untuk pasangan yang sudah
  menikah. Seseorang mengikat kaki kiri saya dengan kaki kanan suami
  saya, dan kami saling berangkulan untuk menjaga diri kami. Peluit
  tanda mulai pun ditiup, dan kami mulai berlari ke tujuan kami di
  ujung lapangan. Saya tertawa dan berteriak ketika kami secepat
  mungkin mengalahkan tim lain. Tidak ada waktu untuk berdebat siapa
  yang akan memimpin, giliran siapa sekarang, atau jalan mana yang
  dipilih. Kami segera setuju dengan strategi untuk memenangkan lomba,
  dan tidak satu pun dari kami yang mencoba berlari mendahului. Bila
  kami tidak bekerja sama, kami akan jatuh, seperti beberapa pasangan
  lainnya.

  Pernikahan memunyai banyak kemiripan dengan perlombaan lari dengan
  tiga kaki ini, bedanya pernikahan membutuhkan lebih banyak
  perjuangan untuk menjalaninya! Pernikahan membutuhkan hubungan yang
  dekat dan yang pribadi dengan Yesus. Pernikahan membutuhkan
  komunikasi aktif -- belajar untuk benar-benar mendengarkan apa yang
  dikatakan oleh orang lain, dan belajar untuk menunjukkan diri dengan
  cara yang tidak melukai orang lain. Pernikahan juga membutuhkan
  kerja sama, perhatian, penghargaan, pertimbangan, dan tawa yang
  tidak terbatas. Kita berjanji untuk saling mengasihi, menghibur,
  merawat, dan menerima pasangan dalam keadaan baik atau pun buruk.
  Pernikahan membutuhkan dua orang, yang bersama-sama berjalan ke arah
  yang sama, untuk menang.

  Ketika saya menikah saya pikir saya bisa mengubah suami saya, tetapi
  itu adalah hal yang tidak masuk akal. Saya harus menerima dan
  mengasihi dia, termasuk kekurangannya, sama seperti dia harus
  menerima saya. Ketika kami punya pendapat yang berbeda, saya harus
  belajar untuk menyerahkan masalah ini kepada Tuhan dan berdoa,
  "Tuhan, salah satu dari kami benar dan satunya lagi salah. Bila saya
  salah, ubahlah saya. Bila dia salah, ubahlah dia, dan beri saya
  kesabaran untuk menunggu jawaban dari-Mu."

  Dan Anda tahu? Itu berhasil! Cobalah dan lihat hasilnya!

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Close to Home; A Daily Devotional For Woman By Woman
  Judul artikel: Marriage: A Three-legged Race
  Tanggal renungan: 17 Juli
  Penulis: Celia Mejia Cruz
  Penyunting: Rose Otis
  Penerbit: Review and Herald Publishing Association
  Halaman: 231 -- 232

CAKRAWALA ____________________________________________________________

                       GURU DAN MURID SEKALIGUS

  Pernikahan tidak untuk semua orang. Saya mengamat-amati bahwa ada
  karakteristik tertentu yang menyulitkan kita untuk hidup dengan
  orang lain, dan sudah tentu karakteristik seperti ini juga akan
  menghalangi kita untuk hidup rukun dengan pasangan kita. Salah satu
  karakteristik yang mutlak diperlukan dalam pernikahan ialah sikap
  fleksibel.

  Sikap fleksibel bukan berarti tidak memunyai pendirian atau dengan
  kata lain selalu menurut. Sikap fleksibel merupakan kemampuan untuk
  menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa harus kehilangan dirinya
  sendiri. Orang yang fleksibel adalah orang yang dapat membedakan
  antara pendirian dan gaya hidup. Dengan kata lain, orang yang
  fleksibel adalah orang yang tahu membedakan hal-hal yang hakiki dan
  hal-hal yang sepele. Pendirian menyangkut nilai moral rohani,
  sedangkan gaya hidup merupakan kebiasaan yang kita pelajari dari
  lingkungan.

  Sebaliknya, orang yang tidak fleksibel dan kaku tidak mampu
  membedakan keduanya. Bagi orang yang kaku, segala hal adalah masalah
  pendirian, termasuk hal-hal yang sebenarnya sepele dan berkaitan
  dengan gaya hidup saja. Kekakuan merupakan karakteristik yang paling
  tidak sesuai dengan hidup pernikahan. Orang kaku niscaya gagal
  menyesuaikan diri dengan pasangannya. Kalaupun ia berhasil
  mempertahankan pernikahannya, biasanya itu lebih dikarenakan sikap
  mengalah dari pasangannya. Sikap fleksibel dapat disamakan dengan
  sikap ingin dan rela belajar. Orang yang telah berhenti belajar
  adalah orang yang menganggap bahwa dia senantiasa benar dan orang
  lain salah. Orang seperti ini sukar mengalah dan sukar memahami
  pasangannya; dia melihat segala sesuatu dari kacamatanya sendiri.
  Orang fleksibel adalah orang yang rendah hati, sebab tanpa
  kerendahan hati mustahil kita rela belajar dari pasangan kita. Orang
  Kristen adalah orang yang telah diselamatkan dan dikuduskan sebelum
  akhirnya dipermuliakan. Karya penyelamatan Kristus sudah terjadi
  pada saat kita mengaku bahwa Kristus adalah Tuhan yang telah mati
  untuk dosa kita dan kita meminta-Nya untuk menjadi Juru Selamat
  kita. Pengudusan adalah proses yang tengah berlangsung sejak kita
  menerima keselamatan sampai kita meninggalkan dunia yang fana ini
  untuk menerima pemuliaan dari Tuhan. Pengudusan adalah pembentukan
  -- proses ketika Tuhan menjadikan kita serupa dengan-Nya.

  Salah satu sarana yang Tuhan gunakan untuk membentuk kita atau
  menguduskan kita ialah pernikahan. Di tangan Tuhan, pernikahan
  menjadi alat yang dipakai-Nya untuk membentuk kita menjadi lebih
  serupa dengan-Nya. Penyesuaian yang harus kita lakukan agar dapat
  hidup rukun ternyata menjadi ajang pembentukan supaya kita dapat
  membuahkan kasih, kesabaran, kemurahan hati, penguasaan diri, dan
  lain sebagainya (Galatia 5:22-23). Dengan kata lain, orang yang rela
  belajar dari pasangannya adalah orang yang menunjukkan kesediaannya
  untuk dikuduskan -- dibuat menjadi lebih serupa dengan Kristus.

  Jadi, pernikahan merupakan sebuah sekolah tempat kita saling belajar
  dan mengajar. Muridnya dan gurunya adalah kita dan pasangan kita;
  kurikulumnya adalah penyesuaian diri untuk harmonis; tujuan
  pengajarannya adalah menjadi serupa dengan Kristus; dan keberhasilan
  kita mencapai tujuan ini diukur oleh keberadaan buah roh dalam hidup
  kita yaitu kasih, kesabaran, kemurahan hati, dan sebagainya. Setelah
  lebih dari 17 tahun menikah, ada beberapa materi pelajaran yang
  telah saya pelajari dari istri saya dalam rangka menyelesaikan
  kurikulum belajar hidup harmonis.

  Pertama, saya belajar untuk mengasihi istri saya dengan benar. Saya
  belajar bahwa ada perbedaan yang dalam antara memunyai kasih dan
  memperlakukan seseorang dengan penuh kasih. Tanpa ragu saya berkata
  bahwa dari dulu sampai sekarang saya mengasihi istri saya dan hal
  ini saya ketahui berdasarkan adanya kasih itu di dalam hati saya.
  Masalahnya adalah, apa yang saya ketahui haruslah diterjemahkan dan
  diteruskan kepada istri saya agar ia dapat menerima kasih itu. Di
  sinilah faktor "memperlakukannya dengan penuh kasih" menjadi
  penting. Agar dia mengetahui bahwa saya mengasihinya, saya harus
  memperlakukannya dengan penuh kasih. Jika tidak, semua perasaan
  kasih yang saya miliki tidak ada gunanya karena tidak akan pernah
  dialaminya.

  Ternyata, walau saya mengasihi istri saya, tidak selalu saya
  memperlakukannya dengan penuh kasih. Kadang saya memperlakukannya
  dengan kurang kasih bahkan dengan kasar. Bukan kata-kata lembut yang
  saya ucapkan, malah kata-kata keraslah yang saya keluarkan. Bukan
  pengertian dan kesabaran atas kelemahannya yang saya tunjukkan,
  justru ketidaksabaran dan kemarahanlah yang saya tunjukkan. Saya
  belajar bahwa tidak cukup untuk memunyai kasih; terlebih penting
  dari itu adalah memperlakukannya dengan penuh kasih.

  Kesadaran bahwa kita mengasihi pasangan kita adakalanya berfungsi
  sebagai pembenaran atas segala tindakan kita. Kita memakinya dan
  mengatakan itu untuk kebaikannya dan karena kita mengasihinya. Kita
  menghinanya juga untuk kepentingannya dan lantaran kita
  mengasihinya. Bahkan ada yang bermegah atas perlakuan kasarnya
  karena meyakini bahwa ia masih mengasihi pasangannya -- meski kasar.
  Pada akhirnya saya belajar bahwa sewaktu saya bersikap kasar kepada
  istri saya, sesungguhnya yang mulai tererosi adalah kasih saya
  kepadanya. Kekasaran saya memperlihatkan bahwa cinta saya tidak
  sebesar yang saya kira.

  Kedua, saya belajar mengasihi dengan cara istri saya. Karena kita
  bertumbuh besar di lingkungan yang berbeda dan berkepribadian yang
  berbeda pula, kita pun mengalami dan memperlihatkan kasih dengan
  cara yang berbeda juga. Buat saya, sentuhan dan ungkapan mesra
  tidaklah menduduki posisi yang penting dalam kamus kasih saya.
  Sebaliknya, bagi istri saya kemesraan merupakan wujud nyata kasih
  yang dicarinya. Saya pun belajar untuk mengekspresikan kasih dengan
  tindakan mesra seperti yang diingininya. Misalnya, kami pergi berdua
  untuk berkencan sekurangnya seminggu sekali. Kami makan siang
  bersama dan istri saya meminta saya untuk bertanggung jawab atas ke
  mana saya akan membawanya. Buat dia, inisiatif mencari tempat kencan
  menjadi bagian kemesraan dan membuatnya merasa berharga.

  Menunjukkan kasih harus dilakukan dengan bahasa pasangan kita.
  Ungkapan yang tidak dimengertinya tidak akan diterimanya, tidak
  peduli seberapa kerasnya kita berusaha dan seberapa besarnya kita
  berkorban. Adakalanya kita frustrasi sebab pasangan kita tidak
  menghargai usaha kita. Mungkin di sinilah letak duduk masalahnya.
  Kita menggunakan bahasa kasih yang tidak dipahaminya sehingga semua
  usaha kita luput dari perhatiannya. Belajarlah bahasa kasihnya dan
  gunakanlah.

  Ketiga, saya belajar mengasihi dia dengan cara membatasi kasih saya
  kepada orang lain. Sekilas pernyataan ini tampak "kurang rohani" dan
  saya dapat memahaminya. Maksud saya adalah: kasih terlihat jelas
  dalam perbandingan! Kasih saya kepada istri hanya akan terlihat
  nyata dalam perbandingan dengan bagaimana saya memperlakukan orang
  lain.

  Pada awal pernikahan kami, saya beranggapan bahwa saya harus
  memperlakukan istri saya sama seperti saya memperlakukan orang lain.
  Betapa kelirunya saya! Perlakuan yang sama menandakan bahwa dia
  tidaklah menempati kedudukan yang khusus dalam hidup saya. Perlakuan
  saya terhadapnya haruslah berbeda dari perlakuan saya kepada orang
  lain, termasuk orang tua, teman, atau rekan saya. Saya belajar bahwa
  kasih menuntut perbedaan dan ini tidak salah.

  Saya mengamati bahwa dalam banyak kasus, kecemburuan istri bukanlah
  disebabkan oleh besarnya kasih yang kita berikan kepada orang lain
  misalnya kepada orang tua sendiri -- melainkan oleh kurangnya kasih
  yang kita berikan kepada istri kita. Saya menemukan bahwa kasih yang
  cukup dan mengistimewakan istri, akan membuatnya tenteram dan tidak
  menuntut kita mengurangi perhatian terhadap orang lain.

  Kasih kepada istri juga mengharuskan kita memperlakukan lawan jenis
  dengan berbeda. Tidak bisa kita menghabiskan waktu dengan lawan
  jenis dengan kuantitas dan kualitas yang sama seperti kita
  menghabiskannya dengan pasangan kita. Setelah menikah, relasi dengan
  lawan jenis memang seharusnya berubah dan perubahan seperti inilah
  yang akan mengokohkan pernikahan kita.

  Kesimpulan

  Pernikahan memberi kita kesempatan untuk bertumbuh atau layu. Sikap
  ingin dan rela belajar adalah kunci menuju pertumbuhan dan
  perubahan. Kadang kita lebih rela belajar dari orang lain ketimbang
  dari pasangan kita sendiri. Kita merasa terhina bila kita harus
  bertanya dan meminta petunjuknya. Kita merasa direndahkan jika kita
  mengakui kekeliruan kita dan melakukan yang dikehendakinya. Seorang
  guru hanya dapat mengajar bila ada murid dan seorang murid belajar
  dari gurunya. Berbahagialah suami dan istri yang dapat berperan
  sebagai guru-guru dan murid sekaligus.

  Diambil dari:
  Nama buletin: Eunike
  Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
  Alamat URL: http://telaga.org/artikel/guru_dan_murid_sekaligus

ARTIKEL TERKAIT ______________________________________________________

                     ARSIP e-KONSEL TENTANG KASIH

  Topik tentang kasih hampir selalu menjadi topik yang "wajib"
  disajikan dalam edisi-edisi Publikasi e-Konsel. Khusus pada tahun
  2009, ada dua edisi yang menyajikan topik ini, yaitu:

  Kasih Berdasarkan 1 Korintus 13 (Edisi 177)
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/177/

  Kondisi Bertumbuhnya Cinta Kasih (Edisi 178)
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/178/

  Silakan simak (kembali) edisi-edisi tersebut untuk melengkapi
  wawasan Pembaca.

TIPS _________________________________________________________________

                             WAKTU UTAMA

  Cobalah tips ini selama 7 hari.
  Jangan nyalakan televisi Anda.
  Gunakan tips ini atau ide Anda sendiri.
  Jadikan minggu ini sebagai minggu terbaik Anda.

  Ide:

  Alasan mengapa pihak stasiun televisi menyebut malam hari sebagai
  waktu utama (bahasa Inggris: "prime time") adalah karena sore hari
  merupakan bagian dari sepanjang hari yang digunakan oleh hampir
  semua anggota keluarga untuk berkumpul bersama di ruang televisi.
  Apa yang terjadi jika Anda dan setiap anggota keluarga Anda di rumah
  berkomitmen untuk tidak menyalakan televisi selama 1 minggu? Apa
  yang akan Anda lakukan untuk mengisi waktu itu?

  Mengapa tidak menghabiskan waktu bersama orang yang Anda kasihi!
  Dalam setahun, anak-anak membuang waktu mereka di depan televisi
  sebanyak waktu yang mereka habiskan di depan guru-guru mereka.
  Bahkan banyak orang-orang dewasa yang menghabiskan lebih banyak
  waktu di depan televisi dibandingkan anak-anak. Jadi, mengapa kita
  tidak menyempatkan waktu untuk berbicara, bermain, dan mendengarkan
  satu sama lain?

  Jadi, apa yang harus kita lakukan?

  Berikut ini adalah jadwal yang kami sarankan untuk Anda selama 7
  hari tanpa televisi.

  Hari ke-1:
  Sediakanlah waktu untuk jalan-jalan santai bersama-sama dan
  rencanakan apa yang akan Anda lakukan untuk mengisi waktu yang
  biasanya Anda gunakan untuk menonton televisi. Jika Anda sudah punya
  anak, ajak juga mereka. Biarkan mereka menjadi bagian dari proses
  perencanaan.

  Hari ke-2:
  Bermainlah bersama-sama. Bila Anda tidak suka permainan kartu, maka
  keluarkanlah permainan papan. Scrabble, monopoli, Clue, atau isilah
  teka-teki silang bersama-sama.

  Hari ke-3:
  Lakukan kunjungan dadakan kepada teman dekat Anda, mungkin tetangga
  atau seseorang yang sedang membutuhkan teman.

  Hari ke-4:

  Bersama keluarga Anda, nyalakanlah api unggun di halaman belakang
  atau bakarlah jagung. Gunakan waktu untuk saling menikmati
  kebersamaan.

  Hari ke-5:
  Kerjakanlah tugas-tugas di sekitar rumah Anda bersama-sama atau
  selesaikanlah beberapa tugas yang harus segera dikerjakan.
  Berusahalah untuk aktif!

  Hari ke-6:
  Carilah salah satu cara untuk mengatakan "Aku mengasihimu" dengan
  cara yang berbeda.

  Hari ke-7:
  Jadikan hari ini sebagai hari istirahat. Bersantailah di sekitar
  rumah, pergilah ke taman dan berbaringlah di rerumputan, atau
  pergilah ke pantai atau danau terdekat. Lalu, pulanglah dan
  bercakap-cakaplah. Diskusikanlah dengan seluruh anggota keluarga
  waktu yang dapat Anda habiskan bersama-sama daripada membuangnya
  untuk menonton TV. Anda akan menyadari betapa "utama" waktu itu
  sesungguhnya!(t/Uly)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Ways to Say I Love You
  Judul asli artikel: Prime Time
  Penulis: Stephen Arterburn, Carl Dreizler, dan Jan Dargatz
  Penerbit: Galahad Books, New York 1994
  Halaman: 67 -- 68

STOP PRESS ___________________________________________________________

       PUBLIKASI BAGI PARA PELAYAN SEKOLAH MINGGU: E-BINAANAK

  Guru sekolah minggu punya tanggung jawab besar dari Tuhan. Membawa
  anak-anak datang kepada-Nya merupakan tugas yang sangat istimewa
  dari Tuhan. Apakah Anda sudah siap mengemban tugas ini? Apakah Anda
  sudah menyiapkan diri dengan seluruh atribut dan perlengkapan untuk
  dapat melayani Tuhan melalui anak-anak dengan lebih baik?

  Publikasi e-BinaAnak merupakan salah satu perlengkapan yang perlu
  dimiliki setiap guru sekolah minggu yang ingin selalu selangkah
  lebih maju. Setiap pelanggan e-BinaAnak akan mendapatkan artikel,
  tips, ide-ide bahan mengajar, aktivitas, dan sharing dari
  rekan-rekan guru sekolah minggu yang lain. Sayang untuk dilewatkan,
  bukan? Tidak perlu membayar mahal. Semua itu diberikan dengan
  cuma-cuma, karena e-BinaAnak sangat peduli dengan kemajuan dan
  kesungguhan hati para guru sekolah minggu di Indonesia.

  Untuk mendapatkan arsip e-BinaAnak yang telah terbit sejak tahun
  2000 ini, atau untuk bahan-bahan seputar pelayanan sekolah minggu,
  atau untuk bergabung dengan Facebook e-Binaanak silakan kunjungi
  situs-situs di bawah ini:
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak
  ==> http://pepak.sabda.org/
  ==> http://fb.sabda.org/binaanak

  Untuk mendapatkan e-BinaAnak setiap minggu di kotak e-mail Anda,
  caranya pun sangat mudah. Anda tinggal mengirimkan e-mail permohonan
  berlangganan ke:
  < subscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org > atau
  < binaanak(at)sabda.org >

  Jangan tunggu lama-lama! Mendaftarlah sekarang juga!
______________________________________________________________________
Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan
informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling?
silakan kirim ke:
< konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel

_______________________________e-KONSEL ______________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Konsel 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog: http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org