Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/188 |
|
e-Konsel edisi 188 (15-7-2009)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 188/15 Juli 2009 Daftar Isi: = Pengantar: Tren Anak Tunggal = Cakrawala 1: Anak Tunggal dalam Masyarakat = Cakrawala 2: Anak Tunggal = Tips: Anak Tunggal dan Lingkungan Sosialnya = Info: National Counseling Workshop VII LK3 PENGANTAR ____________________________________________________________ Salam dalam kasih Kristus, Bagi sebagian besar masyarakat modern, ungkapan "banyak anak, banyak rejeki" sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kenyataan sekarang. Dulu, ungkapan ini memang tepat diterapkan karena masih tersedianya lapangan kerja yang luas dan tuntutan hidup yang tidak begitu tinggi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ungkapan itu sudah tidak bisa lagi diterapkan. Lapangan kerja yang sudah mulai menyempit dan tingginya biaya hidup menjadi alasan utama bagi pasangan suami istri untuk tidak lagi memiliki banyak anak. Bahkan, tren yang sedang berkembang di kalangan pasutri zaman ini adalah hanya memiliki satu anak. Dengan memiliki satu anak, mereka berharap bisa memberikan segala yang terbaik di tengah-tengah kondisi dunia yang semuanya serbamahal seperti sekarang ini. Harapan yang cukup realistis, tapi tantangan yang dihadapi untuk mendidik dan membesarkan anak tunggal pun tak kalah beratnya. Apa saja tantangannya? Mari kita simak artikel-artikel dalam edisi e-Konsel ini. Selamat menyimak! Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ http://c3i.sabda.org/ CAKRAWALA 1___________________________________________________________ ANAK TUNGGAL DALAM MASYARAKAT Keadaan anak tunggal dalam masyarakat adalah sama dengan anak-anak lainnya. Kalau anak-anak lain dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, demikian juga dengan anak tunggal -- kedua faktor tersebut juga berfungsi. Faktor-faktor eksternal yang sering dialami oleh anak tunggal ialah keadaan rumahnya, di mana persaingan antara anggota keluarganya kurang. Seorang anak tunggal tidak atau kurang mengalami pertentangan-pertentangan yang biasanya terjadi di antara saudara-saudara kandung. Perselisihan, rasa iri hati, tolong-menolong, dan pendekatan pribadi yang selalu terdapat dalam keluarga tidak pernah dialaminya. Seolah-olah kehidupan anak tunggal tersebut begitu menyenangkan karena perlindungan yang terus-menerus diberikan oleh orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itulah sering ditemui adanya kelemahan dalam hubungan antarpribadi di luar lingkungan rumahnya. Anak tunggal tersebut menjadi lebih cepat putus asa, lebih pemalu, egois, manja, dan sebagainya. Faktor eksternal atau lingkungan banyak membentuk seorang anak tunggal menjadi seseorang yang memunyai kelemahan dalam kematangan sosialnya. Tetapi faktor internal, oleh Bakwin & Bakwin, dikemukakan sebagai berikut. "Sejumlah besar para jenius dan anak-anak superior adalah anak tunggal." Jadi, anak-anak yang berstatus sebagai anak tunggal ternyata banyak yang menjadi superior dan jenius -- yang berarti seorang anak tunggal biasanya banyak yang memunyai potensi tinggi. Hal ini juga dikemukakan oleh Maller. "... dari penelitian yang dilakukan terhadap besarnya keluarga dan kepribadian, ditemukan bahwa anak-anak tunggal tergolong memunyai inteligensi di atas rata-rata ...." Demikianlah mengenai keadaan anak tunggal yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Faktor lingkungan memberikan pengaruh yang dapat dikatakan negatif, tetapi ternyata faktor internal sering ditemukan berpotensi tinggi. Masalah Orang Tua yang Memunyai Anak Tunggal Bagi orang tua, memiliki anak tunggal, secara ekonomis menguntungkan. Orang tua tidak perlu bersusah payah mencari penghasilan yang besar karena tanggung jawab untuk memberi atau memenuhi kebutuhan fisik anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila memunyai banyak anak, di mana tiap anak memunyai kebutuhan-kebutuhan sendiri yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Bila ditinjau dari sudut ini saja, keluarga yang memunyai anak tunggal akan membutuhkan ongkos hidup yang relatif lebih kecil atau sedikit daripada kalau memunyai banyak anak. Masalah sekolah untuk keluarga yang memunyai anak tunggal juga tidak memberikan beban berat. Pada keluarga besar, misalnya yang memunyai delapan orang anak, berarti orang tua harus mencari delapan bangku sekolah untuk anaknya tersebut. Sedang kenyataannya, masalah sekolah adalah masalah yang masih sulit diatasi oleh pemerintah. Melihat kenyataan ini, berarti keluarga atau orang tua yang memiliki anak tunggal jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan orang tua yang memiliki banyak anak. Demikian pula dengan masalah-masalah lain, misalnya masalah perumahan atau tempat tinggal. Dengan banyaknya anak, berarti harus menyediakan banyak tempat. Tempat tidur harus lebih banyak disediakan, tempat bermain harus lebih banyak disediakan. Bila penampungan untuk sekolah saja sudah menimbulkan kesulitan-kesulitan, maka demikian pula dengan perumahan dan tempat bermain ini. Di samping masalah penghasilan orang tua, masalah sekolah, masalah tempat tinggal, serta masalah tempat bermain, bila anak-anak tersebut sudah dewasa, akan timbul masalah baru, yaitu lowongan pekerjaan. Pada masyarakat petani, di mana tanah-tanah masih banyak yang harus digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya tanah yang dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan dengan masyarakat kota yang mengandalkan penghasilan sebagai pegawai. Bila lowongan pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas ternyata berpendapat lain. Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak, maka persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini berarti juga sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit anak, berarti sedikit pula persoalan yang harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut? Secara ekonomis mungkin benar, tetapi secara psikologis belum tentu. Salah satu bentuk dari keluarga yang kecil ialah keluarga yang memunyai anak tunggal, bentuk keluarga inilah yang akan dibahas lebih lanjut. Dengan hanya memiliki seorang anak, anak tunggal tersebut akan mendapat perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Termasuk dalam hal kasih sayang. Karena kedua orang tua tersebut hanya memunyai seorang anak sebagai buah hatinya, anak tunggal tersebut tidak akan kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Bahkan, apa saja yang diinginkan oleh anak tunggal tersebut akan selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Hal ini akan memengaruhi kepribadian anak tunggal. Karena segala keinginannya selalu terpenuhi, anak tunggal tersebut bisa menjadi manja. Kalau ada satu saja keinginannya tidak terpenuhi, ia akan memberikan reaksi yang sifatnya emosional seperti merengek-rengek kepada orang tuanya atau cepat mengambek dan marah. Menghadapi reaksi anak yang demikian, orang tua menjadi terpengaruh, bisa menjadi tidak tahan melihatnya atau tidak tega dan berusaha memberikan atau menuruti kemauan anak. Bilamana hal ini berlangsung terus-menerus, lama-lama anak tunggal tersebut hanya mengetahui bahwa keinginannya selalu harus dipenuhi, selanjutnya ia menjadi egosentris. Mengenai ciri-ciri kepribadian anak tunggal, Hurlock mengemukakan sebagai berikut. Sesuai dengan tradisi, ada dua tipe anak tunggal, yaitu: 1. yang manja, egosentris, antisosial, dan karena itu tidak populer; dan 2. yang menutup diri, peka dan mudah cemas, menarik diri dari hubungan sosial, dan terlalu menggantungkan diri pada orang tua. Sifat-sifatnya yang manja, egosentris, dan antisosial mengakibatkan anak tunggal tersebut menjadi tidak populer. Hal ini memang dapat dimengerti karena dalam pergaulan, teman-teman yang tidak kita senangi adalah teman-teman yang banyak menunjukkan sifat-sifat antisosial dan egosentris. Karena selalu dituruti segala keinginannya, anak tunggal tersebut menjadi anak yang terlalu bergantung kepada orang lain dan tentu saja orang tuanya. Selain dari kedua orang tuanya, anak ini juga selalu mendapat perhatian dari anggota keluarga yang lain, misalnya saudara-saudara dari ayahnya atau ibunya, juga nenek atau kakek kalau masih ada. Orang tua dari anak tunggal biasanya bukan saja memberikan perhatian yang berlebih-lebihan atau kasih sayang yang berlebihan terhadap anak tunggalnya. Sering kali, mereka juga memberikan perlindungan secara berlebihan. Karena hanya memunyai seorang anak, maka timbullah kekuatiran kalau anaknya mengalami suatu kejadian yang berbahaya. Hal ini akan berakibat fatal bagi orang tua tersebut. Sering timbulnya rasa kuatir menyebabkan orang tua selalu mencegah anaknya melakukan pekerjaan yang sebenarnya belum tentu atau tidak berbahaya. Misalnya, anaknya dilarang membawa piring sehabis makan karena takut anaknya terluka bilamana piring tersebut jatuh. Anak dilarang naik sepeda di jalan umum karena takut tertabrak mobil, walaupun sebenarnya anak tersebut sudah cukup pandai dan cukup waspada. Cara perlakuan orang tua yang terlalu banyak melindungi aktivitas-aktivitas anaknya ini disebut sebagai sikap melindungi yang berlebihan (overproteksi). Sampai batas-batas tertentu, perlindungan orang tua memang diperlukan, tetapi bilamana bersifat berlebihan, maka hal ini akan berpengaruh buruk terhadap anak itu sendiri. Dalam hubungan ini jelas terlihat adanya kecenderungan dari pihak orang tua untuk melindungi anak tunggalnya secara berlebihan, yang sebenarnya justru akan berpengaruh buruk terhadap anak tunggal tersebut. Kesulitan lain yang dialami oleh seorang anak tunggal ialah pergaulannya yang terus-menerus dengan orang tua atau orang dewasa. Sejak anak tunggal tersebut dilahirkan, orang-orang yang dihadapinya, orang-orang yang berada di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa. Dalam hal ini tentu saja kedua orang tuanya, paman, bibi, dan teman-teman orang tuanya. Acap kali, anak tunggal ini berada di rumah atau di suatu lingkungan yang tidak sebaya dengannya. Karena orang-orang di sekelilingnya adalah orang-orang dewasa dan anak kecil satu-satunya adalah dia sendiri, hal ini berarti satu-satunya pribadi yang paling lemah dalam lingkungan tersebut adalah anak tunggal itu. Dengan kedudukan ini, berarti anak tunggal itu menduduki kedudukan yang istimewa. Orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya selalu memperlakukannya secara istimewa pula. Situasi ini memberikan pengaruh seperti kurangnya mengalami pertikaian atau pertengkaran yang biasanya terjadi di antara anak-anak. Konflik antaranak kurang dialami, sehingga pada situasi ini anak tunggal tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari semacam "tata cara" atau "sopan santun" pergaulan di kalangan anak- anak. Anak tunggal tersebut tidak pernah mengalami bagaimana caranya meminta suatu barang dengan cara tertentu sebagaimana dialami oleh anak-anak sebayanya yang memunyai saudara-saudara, memunyai kakak dan adik yang sebaya. Singkatnya, anak tunggal tersebut kurang sekali mengalami masalah emosional yang sebenarnya diperlukan untuk melengkapi perkembangan kepribadian seorang anak. Ia kurang atau tidak mengalami konflik-konflik emosional yang terjadi dengan saudara-saudaranya. Konflik-konflik emosional dengan orang tua juga tidak sebanyak pada keluarga dengan banyak anak. Seipt, I.S., mengemukakan bahwa ia memunyai kesempatan yang terbatas untuk mempelajari makna dari memberi dan menerima yang terjadi pada semua kelompok, dewasa maupun anak-anak. Sebagai anak tunggal, sebagai anak satu-satunya dalam keluarga, kesempatan untuk belajar "memberi dan menerima" dengan anak-anak lain menjadi kelemahannya. Pada keluarga dengan beberapa anak, kompetisi antara anak-anak tersebut selalu terjadi. Kompetisi ini bisa dalam hal merebut kasih sayang orang tuanya, bisa pula dalam hal pelajaran sekolah, yaitu kompetisi untuk memperoleh angka-angka yang baik dalam ulangan-ulangan di sekolahnya. Dengan tidak adanya saudara bagi anak tunggal ini, maka kompetisi tidak terjadi. Anak tunggal tidak mengalami persaingan yang dalam hal-hal tertentu sebenarnya berfaedah bagi perkembangan kepribadian anak tunggal tersebut. Akibat dari kekurangan ini, anak tunggal tersebut bisa menjadi anak yang pemalu, kurang berani, kurang inisiatif, karena semua hal itu memang tidak terlatih. Demikianlah masalah-masalah orang tua yang memunyai anak tunggal. Dari segi ekonomisnya, mungkin menguntungkan dengan memiliki anak tunggal. Tetapi dari segi psikologis, timbul masalah-masalah yang rumit. Dari sikap manja yang biasanya tampil sampai dengan bentuk-bentuk tingkah laku yang pemalu dan kurang berani. Semua ini menjadi masalah tersendiri yang harus diperhatikan orang tua. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Penulis: Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dan Dra. Ny. Y Singgih D. Gunarsa Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1995 Halaman: 180 -- 186 CAKRAWALA 2___________________________________________________________ ANAK TUNGGAL Bagaimana dengan keluarga yang hanya memunyai satu orang anak? Sifat-sifat apakah yang menandai anak tunggal dalam suatu keluarga? Seorang anak tunggal dapat menunjukkan sifat-sifat anak sulung maupun anak bungsu. Dia kemungkinan cenderung untuk mencapai prestasi, dan sering memunyai keinginan yang besar untuk menyenangkan orang tuanya. Tetapi, dia merasa aman dalam hubungannya dengan orang tua, sebab tidak perlu takut disaingi oleh adik-adiknya. Banyak pasangan yang memusatkan kehidupan mereka pada anak tunggal mereka. Akibatnya, banyak anak tunggal yang percaya bahwa satu-satunya tugas orang tua mereka adalah melayani dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini akan menimbulkan masalah bagi mereka ketika dewasa. Anak tunggal dapat bertumbuh dengan merasa bahwa perhatian utama kehidupan hanyalah berkisar pada mereka. Karena tidak ada saudara yang dapat mengajarkan sesuatu kepadanya, mereka mungkin memunyai kesulitan mengembangkan kemampuan sosial, seperti dalam hal membina persahabatan dan berbagi rasa. Karena mereka tidak mengalami kecemburuan atau persaingan dalam keluarga, mereka mungkin menemui kesulitan untuk menghadapi masalah tersebut di kemudian hari dalam kehidupannya. Kesepian dan merasa terasing karena menjadi anak tunggal juga dapat menjadi suatu masalah. Sering kali, anak tungggal harus berjuang melawan hubungan yang retak dalam kehidupan. Bagaimana Anda berkomunikasi dengan anak tunggal? Karena mereka sering kali bersifat anak sulung dan juga anak bungsu, Anda perlu memerhatikan petunjuk untuk kedua kelompok tersebut. Penting bagi Anda untuk mengamati anak tunggal Anda secara cermat dan menyesuaikan cara Anda berkomunikasi menurut sifat yang diperlihatkannya. Yang terutama, kenalilah keunikannya dan belajarlah untuk berbicara sesuai dengan gayanya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Menjadi Orang Tua yang Bijaksana Judul asli buku: The Power of A Parent Penulis: H. Norman Wright Penerjemah: Christine Sujana Penerbit: Yayasan Andi, Yogyakarta 1991 Halaman: 216 -- 217 TIPS _________________________________________________________________ ANAK TUNGGAL DAN LINGKUNGAN SOSIALNYA Memiliki anak tunggal adalah suatu pilihan yang diambil oleh banyak orang tua untuk menghadapi meningkatnya biaya pendidikan dan biaya hidup. Orang tua yang lainnya merasa bahwa kondisi mereka berubah dan mereka tidak lagi dapat memiliki anak lebih banyak karena berbagai alasan lainnya. Sebagai orang tua dari anak tunggal, saya terus-menerus ditanya kapan saya akan punya anak lagi, dan respons standar saya adalah "ketika saya ingin". Kami merasa ditekan oleh masyarakat untuk terus menghasilkan keturunan, karena bila tidak demikian anak kami akan kesepian atau antisosial. Ini adalah anggapan yang tidak berdasar, karena beberapa orang berhasil yang tidak punya masalah, baik emosional atau pun sosial, adalah anak tunggal itu sendiri, dan hal ini tidak pernah menghentikan keberhasilan mereka. Untuk bisa menyatu dengan dunia, anak-anak perlu belajar berinteraksi dengan orang lain, dan juga menyatukan diri mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok. Namun, terkadang kita perlu sedikit bantuan untuk bisa menolong anak-anak kita berhasil dalam berinteraksi dengan anak-anak lain dan ada banyak cara untuk melakukan hal ini. Tempat yang tepat untuk mulai mengajak anak Anda bersosialisasi adalah di dalam keluarga. Memberikan tanggung jawab kepadanya (membersihkan kamarnya, menggantung pakaiannya) adalah cara yang tepat untuk memulai proses menyiapkan diri menghadapi dunia dan membuat perbedaan positif. Nampaknya Anda harus melakukan banyak hal untuk membuatnya merapikan kamar secara rutin, tetapi ini bisa memberi dia rasa puas dan juga membuatnya sadar bahwa ia bertanggung jawab terhadap Anda, tanggung jawab bahwa ia harus menjaga kamarnya tetap rapi. Bila anak Anda memiliki saudara sepupu atau teman sebaya, maka baik juga untuk saling menjalin relasi. Hal ini tidak hanya akan membantu anak Anda untuk terbiasa bersama anak-anak lain di sekeliling mereka, namun juga akan memberikan rasa aman bahwa mereka berada di rumah, di mana dia tidak asing dengan lingkungan sekitarnya. Ini juga akan membantu dia belajar lebih dalam lagi tentang keluarga dan ikatan yang menyatukan. Mengundang teman-teman di lingkungan sekitar bersama anak-anak mereka secara rutin juga akan membantu anak Anda belajar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial. Ini akan membantu dia menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku yang bagaimanakah yang dapat diterima (bermain bersama, membuat permainan, berlari-lari) dan perilaku yang bagaimanakah yang tidak dapat diterima (memukul, meninju, egois). Langkah berikutnya tentu saja mengajak anak Anda mengunjungi teman-teman, baik teman-teman Anda maupun teman-temannya. Membiasakan dia berperilaku baik ketika berada di luar lingkungannya dan mendapatkan pengalaman baru, akan membantu dia menghadapi tantangan sehari-hari pada masa yang akan datang. Tentu saja, tempat di mana anak Anda paling banyak belajar tentang interaksi dan membaur bersama anak-anak lain adalah sekolah. Sekolah dirancang untuk menjadi "masyarakat mini" di mana ada pemerintah kelas (guru) dan masyarakat umum (murid-murid). Peraturan diberlakukan dan pelanggaran atas peraturan ini akan mengakibatkan adanya hukuman. Penghargaan diberikan atas perilaku yang baik dan diberikan pula kebebasan tertentu untuk memilih. Semuanya ini akan membantu anak Anda mempelajari dunia dan harapan-harapannya sendiri di dunia. Pesta adalah situasi yang sangat baik bagi anak Anda untuk berinteraksi di lingkungan tidak resmi. Penting bagi anak Anda untuk belajar kemampuan dasar dalam bersosialisasi, seperti bagaimana bergaul secara tidak resmi atau berbicara dengan lawan jenis. Tidak ada seorang politikus yang bisa bertahan tanpa pernah berpesta dan tahu bagaimana bisa menarik hati orang lain. Hal ini sebagian besar dipelajari pada masa kanak-kanak dan remaja. Kegiatan-kegiatan dan klub-klub olahraga adalah penting bagi hidup anak tunggal. Kegiatan dan klub olah raga itu bisa jadi sepak bola, bola voli, pacuan kuda, paduan suara, atau catur. Semua kegiatan itu memerlukan waktu bersama-sama dengan anak-anak lain dan akan membantu membangun kekuatan tim. Menjadi pemimpin dalam hal-hal tertentu atau menjadi pengikut akan membantu anak Anda meletakkan dasar untuk masa dewasanya. Anak Anda juga akan belajar bahwa dia mungkin tidak selalu menjadi yang pertama, dan pada kenyataannya kadang-kadang pemimpin tim akan menuntut kemajuan dari kemampuan tertentunya. Dalam beberapa kasus, ini adalah pengalaman baru bagi anak tunggal yang pada umumnya menjadi pusat perhatian di rumah mereka dan oleh sebab itu dia mengharapkan dunia pun juga melakukan hal yang sama. Sering kali, anak tunggal adalah anak yang sangat manja dan mengeluarkan amarah yang luar biasa ketika keinginannya tidak terpenuhi. Ini adalah hal yang paling perlu diperhatikan oleh sebagian besar orang tua, namun jangan dicegah. Mengajari anak Anda untuk berbagi mainan, permen, dan waktu yang dimiliki orang tuanya adalah sesuatu yang harus dilakukan sejak kecil sehingga tidak menjadi sebuah kejutan besar ketika dia harus melakukannya saat dewasa. (t/Ratri) Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Nama situs: eSSORTMENT Judul asli artikel: Raising an Only Child and Socialization Penulis: Tidak dicantumkan Alamat URL: http://www.essortment.com/all/raisingandonly_rhei.htm INFO _________________________________________________________________ NATIONAL COUNSELING WORKSHOP VII LK3 (Pelatihan Konseling Nasional ke VII LK3) Orang Bijak Peduli Konseling, Sejak mengadakan training dan seminar konseling tahun 2004, telah ada lebih dari 7.000 orang yang mengikutinya, dan 2.000 lebih di antaranya adalah pemimpin gereja dari 200 lembaga serta berasal dari 40 kota. Pelatihan Konseling Nasional LK3 yang pertama diadakan tahun 2005 di Hotel Ciputra dan tahun ini LK3 akan mengadakan Pelatihan Konseling Nasional ke VII. Acara akan diadakan pada: Hari, tanggal: Jumat, 31 Juli 2009 dan Sabtu, 1 Agustus 2009 Pukul : 09.00 -- 17.00 WIB (Jumat) dan 09.00 -- 17.30 WIB (Sabtu) Tempat : Auditorium UKRIDA Tanjung Duren, Jakarta Barat Biaya : Rp400.000, Mahasiswa: Rp300.000 Early Birth: Rp350.000, Mahasiswa: Rp250.000 (sebelum 9 Juli 2009, tidak termasuk akomodasi) Tema yang disajikan: Jumat, 31 Juli 2009: Pleno 1 : Parenting with the Brain in Mind (Pengasuhan Anak Berbasis Cara Kerja Otak) Pembicara: dr. Andyda Meliala (Manila) dan Mrs. Sanchez (Manila) Pleno 2 : Career and Calling (Karier dan Panggilan Hidup) Pembicara: Dra. Johana Purba, S.Psi. (Jakarta) Sabtu, 1 Agustus: - Kapita Selekta (09.00 -- 15.30 WIB): 1. Terapi Musik untuk Semua Usia Pembicara: Mrs. Sanchez dan dr. Andyda Meliala 2. Healing Your Family Tree (Pemulihan Pohon Keluarga) Pembicara: Pdt. Julianto Simanjuntak, M.Div., M.Si. 3. Membangun Harga Diri Anak: Lebih Berani, Percaya Diri dan Bertanggungjawab Pembicara: Dra. Roswitha Ndraha 4. Konseling Orang Sakit dan Kehilangan/Kedukaan Pembicara: Sofia Tobing, MA 5. Karier dan Panggilan (Assessment) Pembicara: Dra. Johana Purba - Penutup (16.00 -- 17.30 WIB): Tema : Indonesia Butuh Konselor: Membangun Jejaring Pelayanan Konseling Indonesia Pembicara: Pdt. Julianto Simanjuntak, M.Div., M.Si. Pendaftaran sebelum 25 Juli 2009, FREE buku "Orang Bijak Peduli Konseling" yang berisi pokok-pokok pikiran utama dan catatan pelayanan konseling Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha (tunjukkan bukti transfer ATM/bank). Pendaftaran: info(at)pedulikonseling.or.id Rudi: 081932567896 Tiyo: 0817855835 Paul: 081510101926 Facebook: Groups "orang bijak peduli konseling" www.pedulikonseling.or.id Butuh akomodasi murah, hubungi: Rudi (081932567896) _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2009 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |