Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/187 |
|
e-Konsel edisi 187 (1-7-2009)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 187/1 Juli 2009 Daftar Isi: = Pengantar: Usaha untuk Mendapatkan Keturunan = Cakrawala 1: Apakah Anak-Anak Adopsi Memiliki Lebih Banyak Masalah? = Cakrawala 2: Ma, Aku Anak Pungut, Ya? = TELAGA: Anak Adopsi = INFO: Jelajahi Dunia Internet Melalui Indonesian Christian WebWatch PENGANTAR ____________________________________________________________ Salam dalam kasih Kristus, Setiap pasangan suami istri pasti ingin rumah tangganya dilengkapi dengan lahirnya keturunan. Anak bukan hanya merupakan generasi penerus. Anak merupakan berkat karunia Tuhan bagi setiap pasangan suami istri. Namun, Tuhan terkadang memiliki rencana indah yang kadang tidak kita mengerti. Tidak semua pasangan mudah memiliki anak. Bahkan beberapa pasangan, karena alasan tertentu, tidak bisa memiliki keturunan. Karena keadaan itu, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengadopsi anak. Mengadopsi anak berarti mengangkat seorang anak yang bukan darah dagingnya sendiri untuk diasuh dan dibesarkan layaknya anak sendiri. Tentu saja ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon orang tua yang ingin melakukan tindakan ini. Pada satu sisi, pilihan ini tentu membahagiakan calon orang tua karena setidaknya kebahagiaan rumah tangga mereka akan lengkap dengan hadirnya anak. Pada sisi lain, orang tua punya tantangan yang lebih besar ketika membesarkan anak adopsi. Melalui edisi Anak Adopsi kali ini, redaksi mengajak Pembaca untuk melihat tantangan-tantangan yang dihadapi orang tua saat mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang anak. Kiranya sajian artikel-artikel berikut ini bisa menambah wawasan Pembaca. Selamat menyimak! Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ http://c3i.sabda.org/ CAKRAWALA 1___________________________________________________________ APAKAH ANAK-ANAK ADOPSI MEMILIKI LEBIH BANYAK MASALAH? Masalah-masalah penyesuaian dan perkembangan pada anak adopsi sedikit lebih banyak daripada anak kandung. Beberapa penulis menyatakan bahwa anak kandung nampaknya lebih sedikit mengalami masalah kejiwaan dan sosial daripada anak adopsi karena masalah-masalah identitas di kemudian hari. Bisa juga, anak adopsi mengalami masalah "bawaan" yang mungkin disebabkan oleh kehamilan remaja yang membuat stres dan disertai dengan kurangnya nutrisi serta perawatan medis. Kehamilan seperti itu berujung pada bobot bayi yang lebih ringan dan komplikasi-komplikasinya. Carol Nadelson menunjukkan bahwa anak adopsi rapuh secara emosional. Masalah-masalah emosional mereka adalah seputar kesulitan mereka dalam membangun identitas dan konsep diri. Saat Anda menyadari bahwa Anda diadopsi, itu berarti secara "de facto" Anda diberikan atau ditolak. Rasa tidak menentu ini dapat mengakibatkan anak adopsi merasa bahwa mereka pasti sangat buruk sampai-sampai mereka ditolak. Atau, mereka merasa bersalah karena merasa bahwa orang tua kandung mereka sangat jahat karena menolak mereka. Yang paling parah, anak adopsi merasa khawatir tentang apakah mereka akan ditolak lagi. Dalam mengenali masalah-masalah pada masa remaja akhir, anak adopsi tampak lebih rapuh daripada orang-orang pada umumnya. Mereka mungkin asyik dengan perasaan terpisah dan terasing, tidak hanya pada usia belasan, tetapi juga pada saat menikah, kelahiran anak mereka sendiri, atau kematian orang tua adopsi. Mereka mungkin saja khawatir kalau-kalau mereka melakukan inses secara tidak sengaja. Beberapa anak adopsi merasa sangat ingin menemukan orang tua kandung mereka. Kadang-kadang, anak remaja hanya berpura-pura saat mereka mengancam untuk mencari orang tua kandung mereka -- untuk "menguji" orang tua adopsi mereka. Bagi beberapa orang, pencarian orang tua kandung mereka merupakan suatu pengalaman positif. Meskipun beberapa orang setuju bahwa anak adopsi mungkin memiliki masalah yang lebih banyak daripada anak kandung -- dan untuk alasan yang tepat -- kebanyakan anak adopsi baik-baik saja dan banyak yang tumbuh dengan baik. (t/Ratri) Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Judul buku: Child Care Parent Care Judul asli artikel: Do Adopted Children Have More Problems? Penulis: Marilyn Heins, M.D. dan Anne M. Seiden, M.D. Penerbit: Doubleday & Company, Inc., New York 1987 Halaman: 791 -- 792 CAKRAWALA 2___________________________________________________________ MA, AKU ANAK PUNGUT, YA? Sebagian besar pasangan mengharapkan keturunan dari pernikahannya. Biasanya setelah 5 tahun menikah tanpa anak, muncul keinginan untuk mengadopsi anak. Pertanyaan yang sering muncul adalah: "Kapan sebaiknya memberitahu sang anak bahwa kita bukan orang tua kandungnya?" Ketika bermaksud mengadopsi anak, sebaiknya kita mengerti bahwa pada prinsipnya semua ibu menyayangi anaknya. Di sisi lain, beberapa kehamilan terjadi karena kecelakaan, mungkin akibat hubungan seksual di luar nikah atau kegagalan alat kontrasepsi. Maka, ada juga anak yang sejak dari kandungan sudah merasakan penolakan orang tuanya. Tapi umumnya, begitu anak lahir, sang ibu jatuh hati padanya. Kalau dia terpaksa menyerahkan anaknya kepada orang lain, itu karena dia tidak berdaya dan tidak mampu merawatnya sendiri. Kita cukup sering mendengar kisah lain dari anak-anak yang diadopsi. Ada juga keluarga yang sengaja mengangkat anak untuk "memancing" kehamilan sendiri sehingga lahirlah anak kandung. Entah bagaimana menjelaskan mitos ini secara ilmiah, tetapi dalam beberapa kasus, hal ini terjadi. Setelah punya anak angkat, sang ibu hamil. Tidak lama kemudian, lahirlah anak kedua, yang adalah anak kandung. Namun, muncul permasalahan ketika ternyata kedua anak ini punya karakter dan wajah yang sangat berbeda. Beberapa Kasus Ina Ina seorang remaja 14 tahun, kelas 3 SMP, suatu kali diajak orang tuanya menemui seorang konselor. Masalahnya, akhir-akhir ini Ina sering diajak teman cowoknya, seorang siswa SMU. "Pacar?" Kalau ditanya, Ina selalu menjawab, "Cuma teman." Yang menjadi masalah buat mamanya, Ina diajak "clubbing" alias "dugem". Kalau dilarang, Ina mengambek. Terkadang dia pergi juga, tidak peduli pada larangan mamanya. Orang tua mana yang tidak kuatir? Beberapa hari lalu, iseng-iseng mamanya membuka HP Ina. Mamanya terkejut karena "galery" HP berisi gambar-gambar porno. Menurut Ina, temannya itulah yang memasukkan gambar-gambar itu ke HP-nya. Mamanya marah. HP Ina disita. Dia juga tidak diizinkan bertemu dengan teman cowoknya. Saya memandang Ina. Dia remaja, berkulit agak gelap dan sedikit montok. Berbeda dengan mamanya yang langsing dan terlihat cantik pada usia tengah baya. Mungkin ibu ini merasakan sesuatu melalui pandangan saya. Beberapa saat setelah saya berbicara dengan Ina, saya pun berbicara dengan orang tuanya. Dari situ saya mendengar rahasia mereka, "Ina itu anak adopsi, Bu," kata mamanya, "kami mengadopsinya lewat sebuah panti asuhan, waktu Ina berusia dua bulan. Pihak panti tidak bersedia memberitahu latar belakang ibu kandung Ina. Apakah ini memengaruhi kebiasan dan karakter Ina?" Ina baru tahu bahwa dia anak adopsi saat dia beranjak remaja. Ibu dan bapak angkatnya terpaksa memberitahu Ina karena beberapa temannya membandingkan Ina dengan orang tuanya. Mula-mula Ina tidak peduli, tetapi mungkin karena tekanannya cukup kuat, akhirnya dia bertanya. "Tidak ada jalan lain. Dia membawa bukti-bukti fisik," cerita mamanya. "Akhirnya kami memang memberitahu dia bagaimana dia bisa bersama kami. Saya juga menyatakan bahwa Ina tetap anak kami dan kami sangat menyayangi dia. Tapi rupanya dia kecewa. Sejak itu, kami merasakan dia makin tertutup, sering jalan dengan temannya dan marah kalau kemauannya tidak dituruti." Rio Rio berusia 13 tahun ketika seorang anggota keluarga dekatnya memberitahu bahwa dia bukan anak kandung orang tuanya. Karena itu, dia menanyakan kebenaran informasi ini pada orang tuanya. "Jangan dengarkan orang lain," jawab mamanya. "Kamu anak Mama." "Aku tahu, Ma," jawab Rio, "aku anak Mama. Tapi apakah Mama yang melahirkan aku?" Mamanya berusaha berkelit, "Rio, kamu anak Mama dan Papa. Kami sayang sama kamu. Jangan tanya itu lagi, ya. Mama sedih jika Rio meragukan Mama dan Papa." Rio tidak menjawab. Sejak itu memang dia tidak pernah lagi menanyakan asal-usulnya. Tetapi mamanya terus berada dalam kekhawatiran. Dia takut anak sulungnya itu marah karena merasa dikelabui. Ibu ini tidak siap menghadapi kebenaran. Bagaimana kalau Rio menuntut haknya untuk informasi, seperti yang kita lihat di sinetron-sinetron TV? Grace Saya bertemu Grace dan mamanya beberapa waktu lalu. Dia seorang gadis cilik yang mandiri, berani, sopan, dan menyenangkan. Pada waktu itu usianya 8 tahun. Saya cukup "surprised" saat ibunya mengatakan bahwa Grace datang ke rumah mereka ketika berusia 3,5 tahun. "Jadi, waktu itu Mama umurnya berapa, ya?" komentar Grace yang ikut mendengarkan percakapan kami. Pada kesempatan lain, mama Grace menjelaskan bahwa sejak usia 4 tahun, Grace telah diberitahu mengenai hal ini. Mula-mula Grace nampaknya tidak begitu mengerti artinya karena beberapa kali setelah itu dia masih terus bertanya. Namun, sejak usia 5 tahun, Grace mengerti bahwa dia bukan anak kandung mama dan papanya. Yang Perlu Diperhatikan Dari percakapan saya dengan mama Grace, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika kita mengadopsi anak. Pertama, walaupun diperkirakan ada karakter bawaan orang tua asal yang kurang baik dalam diri anak itu, kita percaya bahwa ada anugerah Tuhan untuk mengubahnya. Tugas kita adalah membimbing anak tersebut untuk mengenal Tuhan. Kedua, sampaikan pada anak bahwa dia bukanlah anak yang kita lahirkan, melainkan anak yang diberikan Tuhan dalam keluarga. Beritahukan kenyataan ini sewaktu anak masih kecil dan masih bergantung pada kita sebagai orang tua yang mengasuhnya. Hal ini dapat disampaikan berulang kali (jika dia menanyakan terus) sampai dia mengerti maksudnya. Jelaskan dengan contoh-contoh dan cerita. Gunakan istilah positif dalam berbicara. Misalnya, "anak angkat", bukan "anak pungut". Usahakan agar anak benar-benar tahu bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi dia. Ketiga, jika kita tidak tahu riwayat keluarga asalnya, kita harus hati-hati dengan berbagai penyakit yang mungkin ada dan bersifat genetik, misalnya alergi dan kesehatan mental. Perhatian ekstra memang harus diberikan sampai kita mendapat konfirmasi dari tenaga ahli. Keempat, walaupun tidak mudah, kita harus menyiapkan dia untuk menyambut adik lain yang akan hadir dalam keluarga. "Loosing Isaiah" Ketika ingin menulis artikel ini, kami teringat film "Loosing Isaiah". Siapa pun Anda yang mengadopsi anak, perlu menonton film tersebut. Dikisahkan, Isaiah, seorang anak kulit hitam yang lahir dari seorang ibu tunggal yang pecandu. Saat mamanya sedang memakai candu di tempat pembuangan sampah, Isaiah terangkut truk sampah. Dalam keadaan sekarat dia ditemukan oleh pemulung dan dibawa ke rumah sakit pemerintah. Seorang dokter yang bertugas merawatnya jatuh hati padanya. Dokter ini membawa Isaiah ke rumahnya dan merawat bayi mungil ini seperti anaknya sendiri. Namun apa yang terjadi. Ibu kandung yang pecandu ini berusaha merebut buah hatinya. Untuk itu dia masuk dalam pusat rehabilitasi, lalu berusaha mencari pekerjaan. Setelah mapan dan merasa mampu, dia mengunjungi Isaiah di sekolahnya. Dia bersyukur melihat Isaiah yang sehat, pandai, dan tampan. Didukung oleh keluarga kulit hitam di lingkungannya, ibu kandung Isaiah menggugat ibu angkat anaknya. Pengadilan mengabulkan permintaan sang ibu kandung. Maka Isaiah pun berpindah tangan. Namun, Isaiah yang saat itu berusia tiga tahun sudah lupa pada sosok wanita yang tidak dikenalnya itu. Dia menangis dan menyatakan protesnya dengan tidak mau makan saat dalam asuhan ibu kandungnya. Cerita ini berakhir dengan bahagia. Isaiah akhirnya dikembalikan kepada ibu angkatnya. Kasih kedua ibu ini pada Isaiah membuatnya sekarang memunyai dua ibu. Dalam hidup seorang anak, apakah kandung atau anak asuh, yang dia butuhkan adalah cinta yang tulus, terus-menerus, dan tanpa syarat dari si pengasuh. Semoga ini jadi perenungan bagi setiap kita para orang tua. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: Ayahbunda.org Penulis: Roswitha Ndraha dan Julianto Simanjuntak Alamat URL: http://ayahbunda.org/index.php?option=com_content&task=view&id=81&Itemid=38 TELAGA _______________________________________________________________ ANAK ADOPSI Tidak semua pasangan nikah dikaruniai anak, sehingga mengadopsi anak menjadi sebuah alternatif yang layak dipertimbangkan. Sungguhpun demikian, kita mesti memastikan beberapa hal di bawah ini agar tidak melakukan kesalahan dalam mengadopsi anak. Motivasi Kita harus memiliki motivasi yang benar dalam mengadopsi anak dan motivasi yang benar adalah keinginan untuk membagi kasih dan hidup dengan anak serta membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah dalam hidupnya. Ada orang yang memiliki motivasi yang keliru, misalkan ada yang ingin berstatus memunyai anak namun tidak bersedia membagi hidup dan kasih dengan anak. Atau ada yang bercita-cita agar anak menjadi penerus dirinya belaka dan melupakan satu fakta yang hakiki, yakni anak adalah manusia ciptaan Tuhan yang Ia tempatkan di bumi untuk menggenapi rencana-Nya, bukan rencana kita. Singkat kata, kita mengadopsi anak karena ingin mengasihinya, bukan memakainya demi kepentingan pribadi. Jika unsur kasih tidak kuat, maka bila suatu saat anak kandung lahir, niscaya anak adopsi akan menjadi anak terbuang. Atau, bila motivasi kasih tidak kuat, sewaktu anak adopsi mengembangkan masalah, orang tua dengan mudah mengusirnya atau mengembalikannya kepada orang tua kandung. Kesiapan Sebelum mengadopsi anak, kita mesti siap menerima kedatangannya di dalam kehidupan kita. Ada orang yang mengadopsi anak namun tidak siap untuk mengakomodasi kehadiran anak dalam jadwal kehidupannya. Anak langsung diserahkan kepada perawat. Kita pun harus siap menerima kehadiran anak yang bukan dari darah daging sendiri -- bentuk fisiknya mungkin akan sangat berbeda dari kita dan sifat atau tabiatnya juga berlainan. Dengan kata lain, kita selayaknya menyiapkan diri untuk menghadapi perbedaan ciri -- baik itu ciri fisik maupun ciri kepribadian. Selain kedua hal di atas, ada beberapa hal teknis yang mesti kita pertimbangkan dalam mengadopsi anak. 1. Sebaiknya kita mengadopsi anak sejak bayi sehingga terjalin ikatan yang kuat antara anak dan orang tua. 2. Kita harus memastikan kesiapan pribadi untuk mengadopsi anak sesuai jenis kelamin yang diharapkan. Ada orang yang lebih nyaman dengan anak perempuan atau sebaliknya. 3. Sebaiknya anak adopsi diberitahukan status sebenarnya pada waktu ia berusia di bawah 10 tahun, sehingga kalaupun harus terjadi pergolakan, hal itu akan terjadi pada usia kanak-kanak, bukan remaja. 4. Jika harus terjadi kontak dengan orang tua kandung, sebaiknya itu terjadi sewaktu anak sudah mendekati usia akil balig untuk mencegah terjadinya kerancuan. Tuhan tidak membedakan anak -- baik anak yang dibesarkan orang tua kandung atau bukan. Samuel dibesarkan oleh Iman Eli, bukan oleh ibunya, Hana, namun Tuhan memberkati dan memakai Samuel. Nama Samuel berarti "aku telah memintanya dari Tuhan" (1 Samuel 1:20). Inilah yang Hana katakan, "Untuk mendapat anak inilah aku berdoa dan Tuhan telah memberikan kepadaku apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan." (1:27-28) Hampir semua anak adopsi tahu bahwa ia bukanlah anak kandung orang tuanya. Kadang ini terlihat dari ciri fisik yang begitu berbeda, namun ada kalanya perasaan ini muncul dengan sendirinya. Itu sebabnya jauh lebih baik bila ia diberitahukan status sebenarnya pada waktu ia masih kecil. Sama seperti anak lain, anak adopsi tidak harus menimbulkan masalah, namun orang tua mesti mewaspadai hal-hal berikut ini. Ketertolakan dan Kemarahan Anak adopsi cenderung mengembangkan rasa ketertolakan -- bagaimanapun ia diserahkan orang tuanya kepada orang lain. Rasa ketertolakan berpotensi membuatnya merasa tidak berharga dan berpandangan negatif terhadap dirinya. Itu sebabnya kita mesti ekstra peka dalam mengasuhnya. Jika rasa ketertolakan berlanjut, ia dapat memberontak dan berusaha menjauhkan diri dari keluarga. Pada dasarnya, isi dari ketertolakan adalah kesedihan dan kemarahan. Ia pun dapat merasa tertipu sebab selama ini ia merasa sebagai anak kandung. Rasa Tidak Aman Anak adopsi cenderung membandingkan diri dengan anak lain dan berupaya terlalu keras untuk membuktikan bahwa ia layak dikasihi dan menjadi bagian dari keluarga yang mengadopsinya. Ia merasa tidak diinginkan oleh orang tua kandung, jadi sekarang ia berusaha keras mendapatkan penerimaan ini. Perilaku ini tidak sehat dan berpotensi menimbulkan masalah karena dengan mudah ia dapat kehilangan jati dirinya dan terjebak dalam perilaku menyenangkan orang secara membabi buta. Ketersesatan Anak adopsi bisa pula merasa terhilang dalam hidup sebab tiba-tiba ia merasa sebatang kara. Tanpa penjagaan dan kasih yang kuat, ia dapat melakukan hal-hal yang salah karena kehilangan arah hidup. Ia beranggapan tidak ada seorang pun yang sungguh peduli kepadanya, jadi mengapakah ia harus memedulikan perasaan orang lain. Tindakan Orang Tua 1. Orang tua mesti memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung karena fakta inilah yang akan berbicara kepadanya tatkala ia tengah mengalami pergolakan. 2. Orang tua harus kuat bertahan dan tidak terjebak ke dalam upaya anak menguji batas kesabaran. Anak adopsi kadang berperilaku buruk seolah-olah meminta untuk ditolak kembali -- jadi, menggenapi "nasib" sebagai anak yang terbuang. 3. Orang tua tetap mesti mendisiplinnya dan tidak boleh memperlakukannya secara khusus. Kasih dan disiplin harus diberikan secara seimbang. Firman Tuhan: Yefta adalah anak yang terbuang dan akhirnya menjadi anak berperilaku buruk (Hakim-Hakim 11:1-4). Anak adopsi bukanlah anak yang terbuang; sebaliknya, anak adopsi adalah anak yang terselamatkan. Tuhan menyelamatkan dan memberinya keluarga yang baru. Sajian di atas kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T199A yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau < TELAGA(at)sabda.org >. Atau kunjungi situs TELAGA di: ==> http://www.telaga.org/audio/anak_adopsi INFO _______________________________________________________________ JELAJAHI DUNIA INTERNET MELALUI INDONESIAN CHRISTIAN WEBWATCH Apakah Anda membutuhkan informasi situs-situs Kristen maupun umum sebagai referensi dalam pelayanan Anda? Publikasi Indonesian Christian WebWatch (ICW) hadir untuk menjawab kebutuhan Anda. Setiap dua kali dalam sebulan, Anda akan mendapatkan banyak informasi mengenai situs-situs Kristen yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. Tidak hanya itu, pelanggan juga dimanjakan dengan ulasan situs umum, ulasan milis publikasi, ulasan milis diskusi, serta artikel-artikel menarik seputar kekristenan dan dunia internet. Newsletter/majalah elektronik yang diterbitkan Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) ini dapat Anda peroleh dengan GRATIS! Bagi Anda para konselor, hamba Tuhan atau siapa pun yang ingin memperluas jaringan dan tidak ketinggalan informasi tentang situs Kristen terbaru, segeralah berlangganan ICW. Untuk berlangganan, Anda hanya harus mengirimkan e-mail ke alamat berikut ini. ==> <subscribe-i-kan-icw(at)hub.xc.org> Untuk menyimak topik-topik apa saja yang pernah disajikan, silakan kunjungi: ==> http://www.sabda.org/publikasi/icw/ _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2009 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org/ ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |