Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/178 |
|
e-Konsel edisi 178 (13-2-2009)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen _____________________________________________________________________ EDISI 178/15 Februari 2009 Daftar Isi: = Pengantar: Bahasa Cinta = Renungan: Tindakan Kasih = Cakrawala (1): Kasih dan Penghargaan = Cakrawala (2): Memahami Bahasa Kasih = Tips: Mengasihi Adalah Suatu Pilihan dan Kasih Membuat Perbedaan = Ulasan situs: Marriage Rescue Associates = Info: Blog SABDA -- Melayani Dengan Berbagi PENGANTAR ____________________________________________________________ Shalom, Melengkapi edisi lalu yang menyajikan topik tentang kasih berdasarkan 1 Korintus 13, dalam edisi ini redaksi menyajikan topik bagaimana kasih itu bisa terus bertumbuh di dalam relasi kita dengan orang-orang terkasih. Dalam menjalin hubungan, kerap kali kita sulit memahami apa yang pasangan kita inginkan. Tak jarang, saat kita ingin memberikan apa yang terbaik bagi pasangan, perhatian kita malah disalahmengertikan. Nah, mengapa semua itu terjadi? Bisa jadi karena perhatian yang kita berikan tidak sesuai dengan bahasa cinta pasangan kita. Untuk itu, pengertian akan "lima bahasa cinta" diperlukan. Supaya kita dapat lebih memahami keinginan pasangan kita. Selain melalui lima bahasa cinta tersebut, tentu masih ada cara-cara lain untuk menjaga agar kasih kita tetap terpelihara. Silakan simak artikel-artikel dan tips di edisi ini untuk mengetahuinya. Kiranya bisa menjadi inspirasi dan dapat memberi kita semangat lagi dalam menjaga cinta kasih kita terhadap pasangan hidup, anak-anak, sesama, dan terlebih Tuhan kita. Staf Redaksi e-Konsel, Tatik Wahyuningsih http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ http://c3i.sabda.org/ RENUNGAN _____________________________________________________________ TINDAKAN KASIH Bacaan: 1 Tesalonika 4:1-12 Sejak kecil, saya tahu Ayah sangat suka kenari hitam. Jarang-jarang ia bisa mendapatkannya. Maka ketika suatu hari menemukan buah itu di tanah, saya amat girang! Yang pertama tebersit di benak saya adalah segera meminta tolong Ibu untuk memecahkan kenari itu agar bisa saya makan. Namun, kasih saya kepada Ayah membuat saya mengubah rencana itu. Saya menyimpannya untuk Ayah. Malam harinya ketika ia pulang, saya memberikan kenari itu dan berkata, "Ini buat Ayah, saya sudah menyimpannya seharian khusus untuk Ayah!" Sungguh aneh bagi saya ketika melihat Ayah tidak langsung memecah dan memakannya. Saya baru memahaminya 30 tahun kemudian, setelah beliau wafat. Saya menemukan kenari itu lagi, tersimpan di sebuah tempat khusus di meja Ayah. Ibu berkata bahwa Ayah menganggap buah kenari itu sebagai bukti dalamnya kasih saya kepadanya, sehingga Ayah menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Tindakan-tindakan yang sepele tetapi penuh kasih semacam itu sering kali jauh lebih dihargai daripada yang kita perkirakan. Maka mari kita camkan dalam benak kita perintah Allah untuk "kasih mengasihi" (1 Tesalonika 4:9). Dengan kuasa Roh Kudus, mari kita ganti sikap mementingkan diri sendiri dengan kata-kata dan perbuatan tulus yang menunjukkan kasih kita. Jangan menunda-nunda tindakan kasih, bahkan dalam bentuk yang paling kecil sekalipun. Percayalah, setiap tindakan kasih kita akan dihargai dan dibalas dengan berlimpah-limpah oleh Tuhan. Tindakan kecil yang penuh kasih dapat membuat perbedaan besar. (Henry G. Bosch) UNTUK MEMBUAT PERBEDAAN DALAM HIDUP, TUNJUKKANLAH KASIH Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama publikasi: e-Renungan Harian Edisi: 14 April 2002 Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2002/04/14/?kata=kasih CAKRAWALA 1 __________________________________________________________ KASIH DAN PENGHARGAAN Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi Hilangnya cinta dalam banyak pernikahan bukan dikarenakan oleh pengkhianatan atau ketidaksetiaan yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. Cinta harus tetap ada dan bersemi dalam pernikahan. Pertanyaannya sekarang ialah, "Bagaimana kita bisa melestarikan cinta itu?" "... suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat." (Efesus 5:28-29) Bayangkan pemandangan ini. Seorang pria setengah baya bersama istri dan kedua anak mereka, duduk bersama di sebuah restoran. Si pria melayangkan pandangannya ke mana-mana, kecuali ke arah istri dan anak-anaknya; si istri melihat ke kiri dan kanan, tetapi tidak ke arah suami dan anak-anaknya; kedua anak mereka juga menengok ke segala arah, kecuali ke arah orang tua mereka. Yang menarik adalah, tidak ada seorang pun yang berbicara dengan siapa pun! Bak orang bisu, mereka tidak berkomunikasi sama sekali! Saya kira pemandangan seperti ini dapat kita saksikan pada banyak meja makan, baik itu yang berada di rumah makan atau yang di rumah sendiri. Saya sendiri sudah sering melihat pasangan suami istri yang duduk semeja, saling berhadapan, namun dengan tatapan kosong, dan tanpa mengucapkan satu suku kata pun. Saya mengamati bahwa kebanyakan mimik wajah mereka ditandai dengan kebosanan -- tanpa ekspresi, apalagi api cinta. Pada banyak pasangan suami istri, "cinta" seolah-olah merupakan sebuah kata yang terdengar aneh untuk diucapkan dan lucu untuk dibisikkan. Seakan-akan zaman keemasan cinta sudah berlalu dengan usainya bulan madu dan dimulainya kehidupan "berumah tangga". Cinta menjadi perasaan yang dikenang dengan manis dan hanya manis dalam kenangan. Jika untuk dialami sekarang, cinta berubah menjadi sesuatu yang tidak nyaman karena di dalam kata ini tersirat tuntutan atau ketidakpuasan (jika tidak terpenuhi) dan kebutuhan atau ketidakdewasaan (bila terus menerus dibutuhkan). Suami atau istri yang masih menggumamkan kata cinta dengan mudah akan menerima tuduhan "kekanak-kanakan" atau "tidak hidup dalam realitas" atau -- ini yang mencengangkan -- "sudah bukan masanya lagi"! Siapakah yang membagi hubungan nikah dalam dua kurun, "sebelum dan sesudah menikah" dan memasukkan cinta pada masa "sebelum menikah"? Kita telah membuat cinta seakan-akan hanyalah sebagai pemanasan atau persiapan yang diperlukan guna terciptanya pernikahan. Namun setelah itu, kegunaan cinta lenyaplah sudah. Tanpa sadar, kita telah menetapkan cinta sebagai prasyarat terjadinya pernikahan, sebab tanpa cinta, pernikahan akan sukar terwujud. Itu betul. Namun, juga tanpa sadar, kita telah melupakan bahwa cinta sesungguhnya merupakan syarat berlangsungnya kehidupan pernikahan itu sendiri. Tanpa cinta, pernikahan akan mati. Yang tersisa adalah bangunan pernikahan belaka, ibarat rumah kosong tanpa penghuni yang perlahan-lahan akan dirusakkan oleh kekosongan itu sendiri. Saya mengamati bahwa pada banyak pernikahan, hilangnya cinta bukan dikarenakan oleh perbuatan pengkhianatan atau ketidaksetiaan yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. Saya melihat bahwa pada umumnya cinta lenyap dari perkawinan karena kita sendiri beranggapan bahwa cinta memang tidak seharusnya berada dalam pernikahan yang "serius". Kita sendirilah yang memensiunkan cinta dari rumah tangga kita karena kita telah menyimpulkan bahwa masa bakti cinta telah berakhir seiring dengan dimulainya kehidupan bersama. Sekali lagi, cinta hanya dapat dan boleh dikenang, tetapi tidak untuk dicicipi oleh "orang yang dewasa", betapa sedihnya dan betapa sangat kelirunya! Cinta harus tetap ada dan bersemi dalam pernikahan. Pertanyaannya sekarang ialah: "Bagaimanakah kita bisa melestarikan cinta itu? Ada banyak cara untuk melukiskan dan menjelaskan cinta; Alkitab sendiri menggunakan beberapa cara untuk menjabarkannya, sebagaimana tertera pada 1 Korintus 13. Saya memaralelkan cinta dengan harga atau nilai. Secara praktisnya, yang kita cintai adalah yang kita hargai; sebaliknya, yang kita hargai adalah yang kita cintai. Saya kira prinsip ini berlaku mulai dari benda sampai orang sekalipun. Barang yang kita hargai adalah barang yang kita sayangi; itu sebabnya kita merasa sedih tatkala kehilangan barang yang bernilai tinggi (bagi kita). Sebaliknya, kita sukar menyayangi barang yang sudah kita anggap tidak bernilai. Demikian pula dengan manusia. Orang yang kita hargai biasanya adalah orang yang kita kasihi; bak barang berharga, kita mencoba melindunginya, jangan sampai ia dipermalukan atau dibuat susah. Sama dengan itu, orang yang kita sayangi adalah orang yang kita hargai pula. Kita mengasihinya sebab kita menghargainya. Kesimpulannya ialah, cinta dapat diidentikkan dengan nilai atau penghargaan yang kita lekatkan pada objek cinta itu. Memang cinta jauh lebih besar daripada nilai atau penghargaan, tetapi keberadaan dan besarnya cinta dapat diukur dengan keberadaan dan besarnya penghargaan yang kita berikan pada objek cinta itu. Firman Tuhan yang tertera di atas menegaskan keparalelan antara cinta dan penghargaan. "Siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri tetapi mengasuhnya dan merawatinya ...." Bukankah istilah "mengasuh" yang dapat pula diterjemahkan "memberi makan" dan "merawati", yang dalam bahasa Inggrisnya adalah "to cherish", mengandung muatan penghargaan pada sesuatu yang bernilai? Saya simpulkan, mengasihi suami atau istri berisikan, atau setidak-tidaknya dimulai dengan menghargai suami atau istri dan kita menghargai suami atau istri dengan cara "memberi makan" dan "merawatinya". Kata "memberi makan" yang digunakan pada ayat ini memunyai arti membesarkan anak sampai mencapai kedewasaan (to bring up to maturity). Dengan kata lain, istilah ini mengandung makna memberi kecukupan makan dan gizi agar anak dapat bertumbuh secara wajar. Hampir sama dengan itu, istilah "merawati" memiliki makna memerhatikan dan menyayangi dengan penuh kelembutan (to tenderly care). Kesimpulannya, itulah yang Tuhan kehendaki kita lakukan kepada suami dan istri kita, yakni menyediakan gizi emosional -— cinta kasih -— serta memperlakukan dan menyayangi pasangan hidup kita dengan penuh kelembutan. Tidak lebih, tidak kurang! Sebagaimana telah saya singgung di atas, menghargai setidak-tidaknya merupakan langkah awal atau lebih tepat lagi, tindakan nyata dari mengasihi. Ada beberapa saran yang dapat saya sumbangkan agar kita dapat mewujudkan penghargaan kita kepada suami dan istri kita. Pertama, gunakan berbagai kesempatan untuk mengungkapkan kepadanya bahwa kita bersyukur sebab Tuhan telah memberikan dia sebagai suami atau istri kita. Dengan kata lain, kehadirannya bukan saja kita inginkan, tetapi juga kita hargai. Dia begitu bernilai bagi kita sehingga kita bersyukur bahwa dia berada di dalam hidup kita. Kita bisa menunjukkan penghargaan kita melalui ucapan terima kasih, sentuhan lembut, tatapan sayang, atau melakukan sesuatu yang disukainya. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: "Mulai dengan terima kasih, berakhir dengan menerima kasih. Mulai dengan tidak tahu berterima kasih, berakhir dengan tidak ada kasih." Kedua, bersikaplah dengan lemah lembut. Perlakuan kasar bukan saja meninggalkan luka pada si penerimanya, melainkan juga merobek penghargaan kita terhadapnya. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: "Semakin halus kita memperlakukannya, semakin bernilai dia di hadapan kita. Semakin kasar kita memperlakukannya, semakin rendah dia di mata kita." Upayakan supaya jangan sampai kita melanggar batas kepatutan dalam mengumbar emosi kita. Bagaimanapun juga, perlakuan kita akan memengaruhi penilaian kita terhadap pasangan kita. Ketiga, sebisa-bisanya, utamakan kepentingan pasangan kita di atas kepentingan lain atau orang lain. Cinta terungkap dengan jelas dalam wadah perbandingan -- bagaimana kita memperlakukannya dibandingkan dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Siapa atau apa yang kita dahulukan mencerminkan siapa atau apa yang penting bagi kita. Dalam hal ini, perbuatan berbicara jauh lebih keras dari ucapan. Jadi, ucapan cinta kita mesti didukung oleh perbuatan kita mendahulukannya. Apabila itu tidak terjadi, dia akan dengan segera tahu bahwa sesungguhnya ia tidaklah sepenting yang kita katakan. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: "Mengorbankan kepentingan sendiri, itu cinta; mengorbankan kepentingan pasangan kita, itu menomorduakannya." Baik itu berterima kasih, bersikap lembut, atau pun mendahulukan kepentingan pasangan kita, sebetulnya semua melambangkan penghargaan kita terhadapnya. Semua itu merupakan wujud nyata ungkapan, "Engkau berharga bagiku!" Cinta tidak dapat lepas dari upaya membuat pasangan kita merasakan bahwa ia bernilai bagi kita. Ingatlah, barangsiapa menabur penghargaan, ia akan menuai cinta. Sumber: Buletin Eunike Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama Situs: TELAGA Penulis artikel: Pdt. Dr. Paul Gunadi Alamat URL: http://www.telaga.org/artikel/kasih_dan_penghargaan CAKRAWALA 2 __________________________________________________________ MEMAHAMI BAHASA KASIH Sebuah pepatah keluarga mengatakan, "Cara terbaik untuk mengasihi anak adalah mengasihi ayah atau ibunya." Benar sekali pernyataan ini! Kualitas kedekatan dan keintiman sebuah keluarga ditentukan oleh cinta antara suami dan istri. Cinta begitu mendominasi, seperti kata sebuah lagu, "Semua karena cinta." Salah satu kutipan pernikahan yang berhasil dari Amanda Bradley adalah: Pernikahan yang terbaik dibangun atas dasar persahabatan, menghadapinya bersama-sama, saling bergandengan tangan, mengarungi kehidupan, baik suka maupun duka. Mereka tidak takut untuk saling berbagi perasaan-perasaan dari hati yang terdalam, dan saling menghormati kebutuhan satu dengan lainnya. Mereka mendukung satu dengan yang lainnya dalam kesetiaan. Ketika masalah-masalah datang dalam perjalanan hidup mereka, mereka tidak saling menyalahkan, tetapi mereka mengasihi seperti apa yang mereka katakan. Mereka menjadikan pernikahan seperti persahabatan sejati, penuh dengan tindakan yang menunjukkan bahwa mereka saling memerhatikan dan menemukan dunia kebahagiaan, dalam seluruh kasih yang mereka bagikan. Kasih atau cintalah yang menjadi dasar bagi sebuah pernikahan sejati yang dibangun lewat persahabatan sejati. Persahabatan selalu berkaitan erat dengan kasih yang tulus. Seperti kata firman: "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17) Tahukah Anda bahwa unsur terbesar dari kasih adalah memberi? Kita bisa memberi tanpa mengasihi, tetapi kita tidak akan bisa mengasihi tanpa memberi. Bahkan Kristus memberikan teladan dalam hal ini: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan (memberi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16) Jadi, pernikahan yang berhasil bisa dicapai jika suami atau istri mempraktikkan kasih yang tulus. Sayangnya, kadangkala yang terjadi adalah seorang istri tidak merasa dikasihi padahal suami sudah mengasihi dengan total. Kadangkala suami juga merasa tangki emosionalnya kering karena merasa tidak dicintai istrinya. "Apa yang terjadi?" Dalam buku "The Five Love Languages", Gary Chapman menjelaskan bahwa bisa saja suami/istri mengasihi pasangan dengan total, tetapi pasangannya mengalami kekosongan dalam tangki emosionalnya. "Tidak merasa dikasihi lagi," begitulah keluhannya. Hal ini terjadi karena sang suami atau istri mengasihi dengan cara yang tidak tepat. Maksudnya suami atau istri tidak mengasihi sesuai dengan bahasa cinta primer pasangannya. Jika suami atau istri mengasihi pasangannya sesuai dengan bahasa cinta primernya, pasangannya akan merasa dicintai dan dikasihi. Sewaktu memasuki pernikahan, saya sudah mempersiapkan diri dengan begitu rupa. Saya mempelajari apa pun yang diperlukan untuk meraih sebuah pernikahan yang berhasil. Saya ingin menikah sekali, karena itu harus "the best" dan bisa menjadi inspirasi bagi generasi ini. Tetapi sekalipun sudah mempersiapkan diri begitu rupa dan sudah mengenal pengajaran lima bahasa kasih, ternyata saya masih sering lalai, lupa, dan gagal mempraktikkan bahasa kasih yang primer bagi istri saya. Saya benar-benar harus belajar rendah hati dan peka untuk mendengarkan keluhan istri saya yang mengatakan bahwa "dia merasa tidak dikasihi". Bahasa cinta primer saya adalah melayani. Apa pun yang saya lakukan untuk mengungkapkan cinta saya adalah dengan melayani istri dan anak saya. Tetapi bahasa cinta primer yang dimiliki istri saya adalah waktu bersama. Tentu apa yang saya lakukan tidak "nyambung" dengan bahasa kasihnya. Hal inilah yang menyebabkan istri saya merasa tidak dikasihi. Padahal dia satu-satunya bagi saya dan saya total mengasihi dia. Memahami dan menguasai bahasa kasih diperlukan untuk menghasilkan sebuah pernikahan yang sehat dan berhasil. Jika lima bahasa kasih ini bisa dipraktikkan dalam komunitas sel dan dalam keluarga, kita sudah memiliki kebiasaan dan "skill" untuk mengasihi orang lain sesuai bahasa kasihnya sebelum masuk pernikahan. Lima bahasa kasih itu adalah pujian, pelayanan, sentuhan fisik, waktu bersama, dan hadiah. Pujian Dia seorang suami dan ayah yang baik, seorang pekerja keras, dan hidupnya lurus-lurus saja. Ia tidak pernah melakukan sesuatu yang menyimpang. Namun, dia merasa tidak dikasihi istrinya. Bahkan ia sempat uring-uringan, katanya, "Saya hanya mengharapkan istri sedikit menghargai saya. Tetapi yang saya dapat hanyalah kecaman." Markus benar-benar stres dengan kondisi ini, namun istrinya, Jane, tidak terlalu memahami bahwa hal itulah yang dibutuhkan suaminya. Karena sang istri tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang lima bahasa kasih. Jane hanya menyadari bahwa suaminya secara berkala uring-uringan dan mengatakan bahwa dia tidak merasa dicintai oleh istrinya. Bagi orang-orang yang bahasa kasih primernya adalah pujian, mendapatkan pujian tertulis dan verbal adalah seperti "gerojogan" air di tengah-tengah gurun. Tidak ada salahnya jika kita menulis pujian atas apa yang sudah ia lakukan. "Terima kasih buat makan malamnya, sungguh membangkitkan hasrat makanku." Atau, "Wah, keren dan ganteng sekali dirimu malam ini, benar-benar pas pakai baju itu." Waktu Bersama Kisah ini mengenai sepasang suami dan istri. Sang istri selalu mengkritik, menyampaikan keluhan dan ketidakpuasan terhadap apa pun yang dilakukan suaminya. Padahal suaminya sudah melakukan yang terbaik bagi istrinya -- mencuci mobil, mengepel lantai, dan membersihkan karpet. Bahkan dia mau melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah saat ada kerusakan. Dia melakukannya tanpa mengeluh dan berkomentar. Namun, sang istri tetap merasa tidak puas. Dia merasa suaminya tidak memiliki waktu baginya dan tidak mengasihinya. Padahal sebelum menikah dia merasa dicintai total. Selidik punya selidik, ternyata pelayanan bukanlah bahasa kasih sang istri. Tak heran, ia terus-menerus mengalami perasaan kurang dikasihi karena waktu bersamalah yang menjadi bahasa kasihnya. Dengan mengetahui kebutuhan sang istri -- memiliki waktu bersama yang spesial -- akhirnya dia mengatur sebuah akhir pekan ke suatu tempat. Sang istri benar-benar kegirangan. Setelah acara spesial ini, akhirnya sang suami memeriksa catatan keuangan dan memutuskan tiap 2 bulan sekali ia akan mengajak istrinya berakhir pekan. Dampak yang ditimbulkan sangat spektakuler. Istrinya selalu tersenyum, matanya menyinarkan sukacita. Selain itu, ia tidak pernah lagi mengkritik dan mengecam. Sementara bahasa kasih sang suami adalah pujian. Pernikahan mereka membaik setelah mempraktikkan bahasa kasih satu sama lain. Pelayanan Dia adalah seorang suami yang berkonsentrasi dengan keluarga. Ia ingin melakukan yang terbaik bagi keluarganya. Saat istrinya mengambil keputusan untuk di rumah, dengan besar hati ia mengizinkannya karena merasa bahwa gajinya memungkinkan untuk membiayai hidup mereka. Namun, yang menganggunya adalah istrinya tidak mengerjakan apa pun di rumah, seperti membersihkan rumah, padahal dia sudah tidak bekerja. Rumahnya berantakan, belanjaan tetap ada di kantong belanjaan, bahkan ia enak-enak nonton TV tanpa memedulikan makan malam. "Saya bosan hidup seperti di kandang kuda," begitu suami ini mengeluh. "Kalau ia tak mau masak, tak apa-apa. Tapi saya ingin dia membersihkan rumah supaya tidak seperti kapal pecah." Ternyata bahasa cinta suaminya adalah pelayanan. Tangki cintanya begitu kosong, terlihat dari perkataannya. Ia tak mempermasalahkan istrinya tidak bekerja, tetapi ia menginginkan rumahnya teratur. Hadiah Hadiah memang menjadi ungkapan cinta bagi semua budaya. Semua orang biasa mempraktikkannya karena hadiah merupakan bahasa universal. Tetapi hadiah juga merupakan salah satu bahasa kasih. Mungkin kita tidak terbiasa dengan pemberian hadiah sehingga merasa kebingungan jenis hadiah yang akan diberikan. Namun, tidak selalu hadiah berasal dari ide kita. Kita bisa meminta saran dari teman dekat atau saudara kandung untuk membantu memilihkan kado atau hadiah bagi suami atau istri kita. Bahasa kasih istri Bob adalah hadiah atau pemberian, tetapi Bob tidak tahu model dan jenis hadiah yang layak diberikan kepada istrinya. Karena itu, ia meminta adik perempuannya untuk membantunya mencarikan kado bagi istrinya. Dalam 3 bulan, seminggu sekali dia harus ditemani adik perempuannya. Akhirnya, dia fasih memilihkan hadiah yang tepat bagi istrinya. Istrinya menceritakan tindakan suaminya ini kepada semua orang. Ia berkata bahwa suaminya adalah seseorang yang sangat perhatian dan peduli terhadap dirinya. Sentuhan Fisik Ini bukanlah sentuhan fisik sebagai pemanasan untuk melakukan hubungan seks. Namun, sentuhan fisik ini merupakan ungkapan kasih yang tulus, seperti memegang tangan, meletakkan tangan di atas bahu pasangan, serta memijat pasangan dan mengelus rambutnya. Menemukan Bahasa Kasih Pasangan Tidak dibutuhkan suatu perjuangan panjang dan melelahkan untuk menemukan bahasa kasih pasangan. Ini hanya membutuhkan pengamatan. Seiring kita menjalani hubungan, kita akan mudah mengetahui jenis bahasa kasih yang dimilikinya. Untuk memunyai pernikahan yang kuat, hal ini harus menjadi dasar dalam hubungan suami istri. Cara mengetahui bahasa kasih pasangan dapat kita lakukan dengan cara: 1. Mengamati pasangan ketika ia memperlakukan orang-orang di sekitarnya, terutama teman-teman sepergaulannya. Saat mengungkapkan kasih, ia melayani rekan-rekannya, selalu memuji, memberikan hadiah, atau memberikan pelukan dan tepukan. Saat menemukan ungkapan kasihnya yang biasa diungkapkan kepada rekan-rekannya, bisa dipastikan bahwa itu jugalah yang menjadi bahasa kasihnya. 2. Setelah menemukan bahasa kasih pasangan, ungkapkan kasihmu kepada pasangan sesuai bahasa kasihnya. Inilah hukum kasih, yaitu memberi. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Love Never Fails Penulis: Budi Abdipatra Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007 Halaman: 53 -- 60 TIPS _________________________________________________________________ Tips berikut ini merupakan ringkasan dari buku "The Five Love Languages" yang ditulis oleh Gary Chapman, bab 10 dan 11. Ringkasan ini juga bisa digunakan sebagai evaluasi dan bahan diskusi bagi kehidupan cinta kasih Anda. MENGASIHI ADALAH SUATU PILIHAN DAN KASIH MEMBUAT PERBEDAAN Memilih untuk mengasihi sesuai bahasa cinta pasangan kita memberikan banyak keuntungan. Mengasihi bisa membantu menyembuhkan luka lama dan memberikan rasa aman, nilai diri, dan perasaan berarti. Namun, sifat naluriah dari jatuh cinta sangatlah jauh berbeda dengan pilihan untuk mau memenuhi kebutuhan emosional pasangan Anda. 1. Kasih yang kita miliki mungkin hampir habis tanpa kita tahu sebabnya. Kita tidak bermaksud mencelakakan pasangan kita, tetapi kita mungkin mengikuti berbagai jenis aliran yang tidak tepat untuk bisa memenuhi kebutuhan kita. Kita harus jujur dalam menilai pikiran dan tindakan itu bila kebutuhan Anda tidak terpenuhi. Apakah ada cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan Anda? Apakah Anda mau menyediakan waktu selama 2 bulan untuk menguji peribahasa: "Berikan, maka itu akan diberikan kepadamu"? Mengapa tidak memulainya sekarang dan melihat apa yang terjadi? 2. Tujuan yang lebih tinggi adalah mengasihi agar mendapatkan kepuasan dari memberi daripada menerima. Periksalah ekspresi kasih yang sekarang Anda berikan kepada pasangan Anda. Apa yang Anda harapkan sebagai imbalannya? Bila Anda tidak menerima sesuatu sebagai hasilnya, akankah hal itu mengubah perilaku Anda? Kadang-kadang kita mengharapkan hasil yang segera. Ingatlah: "Roma tidak dibangun dalam 1 hari." Kasih lebih penting daripada membangun Roma. Sediakan waktu. 3. Sekarang, fokuskan pada tindakan kasih yang diinginkan pasangan Anda, yang tidak biasa Anda lakukan. Mungkin Anda akan tertekan atas kegiatan-kegiatan ini, dan perlu kebaikan hati dari pasangan Anda sebagai pengingatnya. 4. Berarti, nilai diri, dan keamanan. Tiga hal ini penting bagi kita sebagai manusia. Terbukalah dan mudah tersentuh terhadap orang lain dan bagikan bagaimana Anda tidak bisa melakukan semuanya ini seutuhnya tanpa kasih dari orang lain dalam kata-kata dan perbuatan. 5. Melakukan bahasa cinta yang salah bukanlah tindakan yang netral, tetapi bisa sangat negatif. Konflik yang hebat bisa terjadi karena kesalapahaman atas hal sepele. Urailah kembali hal-hal yang biasa menimbulkan konflik dan lihatlah bagaimana hal-hal itu berhubungan dengan penekanan yang tidak tepat terhadap bahasa cinta. Untuk Diskusi Pasangan suami istri sering kali mencoba menjaga keamanan atau nilai diri dengan saling memaksa atau memanipulasi supaya kebutuhan emosional mereka terpenuhi. Dengan kata lain, benar-benar memberikan yang terbaik untuk orang lain bukanlah jaminan dibalas dengan kasih. Diskusikan risiko yang sebenarnya dari kebutuhan Anda yang tidak terpenuhi meskipun Anda sudah memberikan yang terbaik. Prinsip-prinsip apa lagi dalam bahasa cinta yang akan membantu memperkuat pernikahan?(t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: The Five Love Languages Judul asli artikel: Love Is a Choice and Love Makes the Difference Penulis: Gary Chapman Penerbit: Northfield Publishing, Chicago 1995 Halaman: 198 -- 199 ULASAN SITUS _________________________________________________________ MARRIAGE RESCUE ASSOCIATES http://www.marriagerescue.org/ Memang berbayar (ketentuannya dapat Anda lihat di menu Cost dan Make Payment), namun penyedia jasa konseling ini cukup baik dan kompeten dalam memberikan solusi atas permasalahan yang ada, khususnya dalam hal pernikahan Kristen. Melalui program mereka, Solution Oriented Marriage Counseling, yang keterangan lengkapnya dapat Anda simak pada menu dengan nama yang sama, Pendeta John dan Wendy Godfrey telah berhasil menorehkan kesan manis dalam diri para pengguna program konseling lewat telepon ini. Kesan-kesan itu dapat Anda simak di Marriage Counseling Testimonials. Namun demikian, ada juga yang tak berbayar. Hal tersebut tersedia dalam menu Ask the Counselor, di mana Anda dapat menemukan beberapa artikel pendek tentang beberapa masalah dalam pernikahan dan form untuk Anda mengirimkan pertanyaan kepada konselor. Selain itu, ada juga menu Marriage Counseling Articles. Dari namanya, tentu saja halaman (yang sampai ulasan ini dibuat masih kosong) tersebut akan berisi artikel-artikel dengan tema pernikahan Kristen. INFO _________________________________________________________________ BLOG SABDA MELAYANI DENGAN BERBAGI Kejutan baru!! Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) meluncurkan satu lagi situs baru, yang diberi nama "Blog SABDA". Situs ini sangat unik karena situs ini merupakan blog yayasan yang dibangun dengan tujuan agar para Pembaca, Pengunjung, Pendukung, Sahabat YLSA, termasuk Pelanggan e-Konsel mengenal YLSA, pengelola publikasi e-Konsel, dengan lebih transparan lagi. Jika selama ini orang hanya bisa mengenal YLSA melalui produk-produk pelayanannya (CD SABDA, situs-situs dan publikasi-publikasi YLSA, kelas teologi online, dan CD-CD Alkitab Audio), maka kini Anda juga dapat mengikuti kegiatan dan pergumulan para staf yang bekerja di balik layar, dan bahkan bisa terlibat memberikan masukan/nasihat/dorongan secara langsung tanpa harus menjadi staf penuh waktu YLSA. Untuk memudahkan, isi Blog SABDA dibagi dalam beberapa kategori, yaitu: Alkitab, Publikasi, Pelayanan, Teknologi, dan Umum. Secara berkala, staf YLSA akan membagikan informasi dan pergumulan seputar pelayanan YLSA. Besar harapan kami para pengunjung situs ini bisa ikut berperan serta dengan memberikan komentar dan masukan yang membangun. Untuk memberi komentar, Anda tidak perlu login terlebih dahulu, langsung isi saja form komentar di bawah blog yang ingin Anda komentari. Nah, bagi Anda yang ingin bergabung dalam pelayanan YLSA tanpa harus menjadi staf penuh waktu, silakan bergabung di Blog SABDA untuk ikut bersama-sama berbagi mengembangkan pelayanan YLSA. Selamat berkunjung. ==>t; http://blog.sabda.org/ _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2009 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |