Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/175 |
|
e-Konsel edisi 175 (6-1-2009)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen _____________________________________________________________________ EDISI 175/1 Januari 2009 Daftar Isi: = Pengantar: Lembaran Baru di Tahun yang Baru = Cakrawala: Konseling dan Masalah-Masalah Keluarga = Tips: Konseling Keluarga = Info: Publikasi e-Buku: Informasi Sumber Bahan Bagi Para Konselor PENGANTAR ____________________________________________________________ Selamat Tahun Baru 2009! Lembaran tahun baru kembali kita buka saat kita mulai memasuki tahun 2009. Berbagai harapan dan motivasi baru hendaknya juga turut bersama kita dalam melangkah di masa yang sudah terbentang di depan kita ini. Dengan semangat baru, marilah kita isi hari-hari mendatang dengan hal-hal yang lebih baik dan berguna, serta menjadikannya sebagai masa-masa yang berharga yang sayang bila dilewatkan begitu saja. Mengawali edisi tahun ini, redaksi pilihkan topik "Konseling Keluarga" sebagai pembuka. Melalui edisi ini, redaksi berharap para konselor dapat tertolong saat harus melayani keluarga-keluarga yang sedang mengalami masa krisis. Sedangkan bagi pembaca lainnya, kiranya sajian ini dapat memperluas wawasan dan menjadi bekal pengetahuan. Selamat menyimak dan selamat mengisi tahun ini bersama Tuhan. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani CAKRAWALA ____________________________________________________________ KONSELING DAN MASALAH-MASALAH KELUARGA Konselor cenderung fokus pada hal-hal negatif. Para konseli datang kepada konselor dengan membawa cerita-cerita sedih dan masalah, jadi konselor mudah sekali melewatkan sisi baik dari kehidupan keluarga masa kini. Namun, American Psychiatric Association mengatakan bahwa perubahan dalam keluarga tidaklah selalu negatif. Meski angka perceraian tinggi, namun angka pernikahan juga meningkat akhir-akhir ini. Tiga perempat dari pernikahan yang pertama diharapkan bisa berlangsung selama 20 tahun, separuhnya akan lebih dari 30 tahun, dan satu dari lima pasangan akan merayakan ulang tahun emas pernikahan mereka. Meskipun kehamilan pada remaja dan besarnya jumlah anak yang kurang beruntung meningkat, namun keluarga yang lebih kecil memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mendapatkan kontak yang lebih intim dengan orang tua mereka, kesempatan pendidikan yang lebih baik, dan banyak wanita yang berhasil menjalankan karier dan peran sebagai orang tua dengan berhasil. Namun, sering kali keluarga yang terbaik sekalipun tetap memiliki masalah dan beberapa mungkin akan datang kepada Anda untuk konseling. Sebagai konselor keluarga, Anda bisa melihat salah satu dari beberapa teori pendekatan terapi keluarga. Beberapa pendekatan yang sering digunakan dapat dikenali dari nama penyusunnya. "Bowen`s Family System Therapy", "Satir`s Conjoint Family Therapy", "Haley`s Problem-Solving Therapy", "Minuchin`s Strucutral Therapy", "Patterson`s Social Learning Therapy", dan "Ackerman`s Biopsychsocial Therapy" adalah beberapa teori yang terkenal. Lepas dari teori-teori itu, ada dua cara utama yang bisa dipakai dalam Anda memberikan konseling kepada sebuah keluarga. Keluarga bisa menjadi sistem pendukung di mana anggota-anggotanya memberi bantuan dan tuntunan kepada anggota yang lainnya, atau keluarga sebagai unit dapat dilihat sebagai suatu sistem terapi yang dapat menerima bantuan dan perawatan konseling. 1. Keluarga Sebagai Suatu Sistem Pendukung Meskipun beberapa keluarga terpisah secara geografis atau terpisah karena ketidakcocokan dan tekanan, namun keluarga besar (termasuk di dalamnya kakek, nenek, bibi, paman, dan sepupu) memberikan bantuan dalam berbagai cara. Keluarga idealnya: - mengumpulkan dan menyebarkan informasi tentang dunia; - memberikan nilai-nilai dan tuntunan dalam membangun agama dan standar etik; - menyediakan tempat di mana individu bisa mendapatkan umpan balik tentang perilaku mereka; - mengajarkan keterampilan dasar, termasuk hubungan dengan sesama dan keterampilan menyelesaikan masalah; - memberikan tuntunan dalam menyelesaikan masalah; - menyediakan informasi tentang bantuan dari sumber-sumber luar; - menjadi penengah dalam pertikaian; - memberikan pendampingan praktis saat muncul kebutuhan; - menjadi tempat istirahat yang nyaman, penyembuhan, dan rekreasi; - memberikan identitas dan tempat untuk merasa diterima; - mengendalikan perilaku saat perilaku itu di luar batas kewajaran; - membantu memahami emosi, misalnya kekhawatiran, depresi, rasa bersalah, keraguan, atau keputusasaan; dan - memberi dukungan selama masa krisis dan melewati periode yang lebih lama lagi dalam menyesuaikan diri terhadap kehilangan dan perpisahan. Layaknya individu, keluarga juga berubah dan berputar. Contohnya, anak-anak prasekolah memiliki pengalaman yang berbeda dalam keluarga dibandingkan ketika menjadi mahasiswa, pengantin baru, atau orang tua dari dua atau tiga anak. Saat anak-anak kita menjadi remaja, saat mereka meninggalkan rumah dan menikah, dan saat kita berusia lanjut, pengalaman-pengalaman kita sebagai anggota keluarga juga berubah. Bila ada perceraian, pernikahan kembali, penyakit serius, atau kematian anggota keluarga, pengalaman seluruh keluarga pun berubah kembali. Saat perubahan-perubahan ini terjadi, anggota keluarga sering saling mendukung, membantu, menuntun, dan mendorong. Bahkan dalam keluarga yang disfungsi sekalipun -- di mana perselisihan dan percekcokan sudah menjadi hal yang biasa -- anggota keluarga cenderung saling menguatkan satu dengan yang lainnya di saat terjadi perubahan dan krisis. Sering kali, anggota keluarga dibantu oleh para tetangga, teman, rekan kerja, dan anggota persekutuan gereja. Para profesional menyebut jaringan persaudaraan dan teman-teman ini sebagai suatu sistem pendukung. Sebagian besar dari kita mendapatkan bantuan dari sistem orang-orang yang menopang kita, dan sebagian besar lagi adalah bagian dari beberapa sistem yang menolong dan membantu orang lain. Selain itu, untuk memberikan perhatian dan tuntunan, sistem pendukung ini memberikan penerimaan, pelatihan dalam masyarakat, pengembangan keterampilan, dukungan dalam masa-masa transisi, bantuan dengan keinginan yang kuat dan pengendalian diri, serta alasan untuk berharap. Ada bukti bahwa orang-orang yang memiliki sistem pendukung yang dibangun dengan baik cenderung lebih jarang mengalami penyakit mental dan fisik, serta memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi stres. Meskipun banyak orang berpikir keluarga sebagai sistem pendukung utama mereka, pada suatu saat seluruh keluarga membutuhkan dukungan. Sering kali, dukungan ini berasal dari individu-individu dan keluarga lain dalam masyarakat itu, dan sering kali bantuan itu berasal dari gereja. Bersama-sama, keluarga dalam gereja bisa membantu keluarga dan orang lain menyelesaikan krisis dan menghadapi kenyataan hidup. Selain itu, dalam konseling Kristen, termasuk dalam konseling keluarga, keluarga yang mendukung dalam gereja dan komunitas adalah berbeda. 2. Keluarga Sebagai Sistem Terapi Ada saat-saat di mana keluarga menjadi bagian dari masalah konseli. Bahkan saat anggota keluarga benar-benar ingin membantu, kadang-kadang mereka malah mengganggu jalannya konseling dan lebih banyak menimbulkan masalah daripada menyelesaikan masalah. Karena pengaruh-pengaruh inilah, beberapa konselor memilih untuk bekerja dengan seluruh keluarga, meskipun hanya ada satu anggota keluarga saja yang dianggap bermasalah. Konselor keluarga sering kali menganggap bahwa masalah seseorang tidak pernah muncul dengan sendirinya. Seperti yang telah kita lihat, keluarga melakukan banyak hal dalam membentuk perilaku manusia, memberikan nilai-nilai dan keuntungan, dan mengajarkan bagaimana menghadapi krisis. Bila seorang anggota keluarga memiliki masalah, hal ini bisa menunjukkan bagaimana perilaku dan komunikasi keluarga konseli itu. Orang yang datang untuk konseling mungkin adalah pembawa gejala yang punya tanda-tanda masalah yang jelas bahwa ada sesuatu yang salah dalam keluarga. Menolong konseli tidak akan banyak membantu bila dia terus hidup dalam keluarga yang tidak sehat. Memang bila konseli mulai mengubah perilakunya dan memperbaiki diri, hal ini bisa menimbulkan kebingungan dan bahkan kekacauan dalam kehidupan keluarga itu. Kebingungan keluarga selanjutnya bisa menjadi masalah yang lebih besar bagi konseli. Sebagai contoh, keluarga yang terdiri dari tiga orang dan ayahnya adalah seorang pemabuk. Selama ayah itu menjadi pemabuk, ibu dan anak mungkin memiliki satu tujuan yang jelas: melindungi, mencukupkan diri sendiri, dan berusaha mengubah kebiasaan mabuk itu. Tetapi, anggap saja pemabuk itu kemudian menjalani perawatan, berhenti mabuk, dan memutuskan untuk mengambil peran sebagai kepala keluarga. Tiba-tiba si anak, khususnya si ibu, merasa tidak ada lagi gunanya hidup. Akibatnya, dia menjadi depresi sehingga si ayah dan anak bersama-sama merawat si ibu. Dalam satu keluarga (dan mungkin di banyak keluarga lainnya) pengaturan yang tidak teratur ini berlangsung selama bertahun-tahun. Saat suaminya mabuk, istrinya mengeluh tetapi dia baik-baik saja. Saat suami itu berhenti mabuk, si istri depresi dan menderita sehingga si suami mabuk lagi. Ketika hal ini terjadi, si istri mulai sembuh dan perputaran itu terus berlanjut. Dalam waktu yang sama, si anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terus-menerus tidak stabil. Sangat jelas bahwa keluarga ini bisa mencari bantuan, dan itulah tujuan dari sistem pendekatan konseling. Menurut sistem teori, masalah pribadi tidak muncul dalam lingkungan sosial yang terkucil. "Keluarga berperan penting dalam pembentukan perilaku manusia, keluarga menjadikan relasi manusia berkembang, keluarga harus mengubah fungsinya sehingga tidak akan menanamkan model interaksi yang salah dan menghidupkan terus model perilaku yang tidak efektif atau merusak." Konselor menggunakan sistem yang membantu keluarga mengganti perilaku lama ke cara baru dan lebih baik dalam menyelesaikan masalah. Meskipun kadang-kadang konseli muncul seorang diri, lebih baik bagi keluarga untuk bersama-sama sebagai satu unit dalam menjalani konseling. Konselor mengawasi interaksi dalam keluarga itu, menilai cara-cara mereka berelasi, menjadi penengah dalam perselisihan mereka, dan mengajarkan kepada mereka cara-cara komunikasi yang lebih efektif dan menghubungkan satu dengan yang lainnya. Anggota keluarga belajar bagaimana mendengarkan, mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka, fleksibel, saling memahami, menghadapi konflik dengan efektif, dan membangun kesadaran serta dukungan yang lebih besar satu dengan yang lain. Kadang-kadang anggota keluarga akan mendapati bahwa sesuatu yang sederhana -- misalnya berinisiatif mengadakan acara keluarga -- bisa membantu mengurangi ketegangan dan merangsang kebersamaan dalam keluarga. Kadang-kadang saat mereka bersama-sama, anggota keluarga bisa mendapatkan sendiri pemecahan masalah mereka, pemecahan masalah yang bisa mereka coba selesaikan dan diskusikan di sesi konseling berikutnya. Dengan demikian, dalam beberapa hal, konseling keluarga merupakan bentuk kelompok konseling khusus di mana seluruh anggotanya saling berkaitan. Seperti dalam bentuk konseling lainnya, pendekatan keluarga tepat digunakan minimal bila ada arah. Salah satu terapis yang berpengalaman menyarankan tujuh langkah berikut ini. Langkah 1: Menanggapi keadaan darurat. Keluarga paling sering meminta konseling sebagai tanggapan atas suatu krisis atas keadaan darurat. Tugas pertama konselor adalah menenangkan hati konseli dan menunjukkan keinginan untuk membantu. Kadang-kadang Anda bisa memberikan saran pada saat itu juga sehingga memampukan keluarga untuk bertahan hingga ada waktu untuk bertemu. Pertemuan penting ini harus segera diadakan; kadang-kadang Anda bisa memutuskan untuk segera bertemu dengan keluarga itu. Namun, meskipun dalam keadaan krisis, cobalah untuk tidak mengambil alih atau membiarkan anggota keluarga tergantung pada Anda. Tugas Anda adalah memberikan pengarahan tanpa mengendalikan mereka. Langkah 2: Memberikan fokus keluarga itu. Sering kali, keluarga menyimpulkan bahwa yang menjadi sumber masalah adalah salah satu anggota keluarga. Setiap orang mendorong Anda untuk menyelesaikan dengan anggota keluarga tersebut. Mereka mungkin terkejut saat Anda menyarankan bahwa seluruh keluarga harus terlibat dalam konseling. Kadang-kadang Anda harus memulai dengan orang yang bermasalah dan pelan-pelan memasukkan anggota keluarga yang lainnya. "Aku menemui semua anggota keluarga," tulis Frank Pittman, seorang terapis keluarga. Bila ada seorang anggota keluarga yang penting tetapi tidak hadir, konselor ini harus menelepon atau menulis surat untuk menjelaskan mengapa seluruh keluarga harus ada bersama-sama. Anak-anak tidak selalu didorong untuk hadir karena mereka cenderung ribut. "Dasar dari pengumpulan anggota keluarga adalah kuasa, bukan hubungan darah, kedekatan, atau kesalahan. Siapa pun yang memiliki kuasa untuk mendukung atau melarang terjadinya perubahan harus ikut dalam konseling." Langkah 3: Menetapkan krisis. Saat Anda mendengarkan anggota keluarga menjelaskan masalah, cobalah mencari jawaban atas beberapa pertanyaan. Apa yang menyebabkan krisis? Mengapa hal itu sekarang terjadi? Kapan terakhir kali ada kedamaian di dalam keluarga sebelum krisis terjadi? Apakah hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya? Tahap ini mungkin saja memerlukan beberapa sesi sebelum Anda mulai memahami permasalahannya. Kadang-kadang Anda akan harus terus menebak-nebak sampai Anda benar-benar mendapatkan gambaran yang jelas dan cara-cara berinteraksi mengenai masalah keluarga ini. Anda mungkin berulang kali harus mengatakan "Saya tidak mengerti" atau "Ceritakan dengan lebih jelas lagi mengenai hal itu" sampai Anda benar-benar paham. Seorang terapis secara berkala mengadakan konsultasi pribadi dengan anggota keluarga lainnya, dengan berdasarkan asumsi bahwa satu atau dua orang dalam keluarga, termasuk anak-anak atau kakek nenek, mungkin bisa memberikan gambaran yang lebih jelas lagi tentang dinamika keluarga itu. Langkah 4: Menenangkan seluruh anggota keluarga. Sebelum keluarga yang melakukan konseling ini bisa mengatasi situasinya, mungkin konselor perlu menenangkan hati mereka, menunjukkan ketenangan, dan membangkitkan harapan. Pada tahap ini, Anda bisa membagikan beberapa kesimpulan awal tentang apa yang menyebabkan masalah muncul dalam keluarga tersebut. Langkah 5: Menyarankan perubahan. Langkah ini meliputi pemberian saran dan tuntunan perlahan-lahan ketika orang-orang memutuskan perubahan apa yang harus dilakukan. Anda bisa membantu keluarga tersebut merundingkan beberapa perjanjian perilaku yang akan disetujui oleh setiap anggota keluarga untuk dilakukan setelah sesi konseling selesai. Anda bisa memberikan waktu untuk mendiskusikan masalah komunikasi atau menunjukkan bagaimana anggota keluarga melakukan komunikasi yang salah saat mereka bersama-sama. Mungkin perlu mempertimbangkan kembali peraturan, peran, dan harapan yang tidak realistis, batasan-batasan atau cara-cara yang lebih baik untuk bergaul satu dengan yang lainnya dalam keluarga. Orang tua mungkin membutuhkan bantuan dalam belajar untuk lebih asertif. Anggota keluarga yang bermasalah memerlukan tuntunan dalam mengubah perilaku, dan keluarga membutuhkan bantuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan ini. Keluarga mungkin membutuhkan bantuan dalam belajar berelasi satu dengan yang lainnya dengan cara-cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Semuanya ini membutuhkan waktu untuk berdiskusi dan mempraktikkan perilaku-perilaku baru, baik dalam ruang konseling maupun dalam sesi konseling. Langkah 6: Menghadapi sikap menolak perubahan. Setelah Anda mulai membuat saran, Anda dengan cepat menemukan siapa yang mau bekerja sama dan siapa yang menolak perubahan. Sering kali, orang yang paling menolak perubahan bukanlah anggota keluarga yang pada awalnya dinilai bermasalah. Kadang-kadang satu atau beberapa orang akan sangat kritis, mencoba menarik diri dari konseling atau berusaha (mungkin dengan tidak sadar) memanipulasi anggota keluarga yang lain sehingga perubahan itu tidak bisa terjadi. Pada saat seperti ini, Anda perlu menunjukkan bagaimana sikap bercabang tiga dan berbelit-belit menghambat kemajuan konseling. Pada tahap ini, Anda telah bergerak dari stres yang menyebabkan krisis dan sedang menghadapi titik yang merusak kebahagiaan keluarga. "Merundingkan ketidakfleksibelan keluarga mungkin merupakan proses yang sulit dan lama -- dan mengancam keluarga." Di sinilah konselor perlu mempertimbangkan kemampuan orang lain yang memampukan Anda agar terus dapat memotivasi orang lain untuk berubah meskipun mereka merasa terancam, bersalah, marah, atau tidak sabar. Langkah 7: Menghentikan konseling. Krisis yang membawa keluarga untuk konseling sepertinya bisa berlalu dalam waktu yang singkat. Tugas Anda sebagai konselor adalah membantu keluarga menghadapi situasi yang tidak terduga dan belajar bagaimana menemukan masalah yang sebenarnya. Akan lebih baik untuk melengkapi mereka untuk saling berelasi satu dengan yang lainnya dan belajar bagaimana menghadapi krisis di masa yang akan datang. Saat Anda atau mereka merasa bahwa tidak ada kemajuan, itu berarti saatnya untuk menghentikan konseling. Tetapi, cobalah untuk tetap membuka pintu sehingga anggota keluarga itu bisa kembali lagi meminta bantuan bila mereka memutuskan untuk melakukannya di masa yang akan datang. (t/Ratri) Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Judul buku: Christian Counseling; A Comprehensive Guide Judul asli artikel: Counseling and Family Problems Penulis: Gary R. Collins, Ph.D. Penerbit: Word Publishing, Dallas-London-Vancouver-Melbourne 1988 Halaman: 443 -- 448 TIPS _________________________________________________________________ KONSELING KELUARGA Alkitab mengajarkan bahwa Allah telah merancang kita hidup dalam relasi. Oleh sebab itu, tidak seorang pun yang memiliki masalah pribadi yang tidak akan berdampak pada keluarga; masalah pribadi pasti akan berdampak pada keluarga. Jadi, saat masalah ini menjadi jelas sehingga didiskusikan dengan serius pengaruh-pengaruhnya terhadap keluarga, kita harus mencoba melibatkan anggota keluarga dalam proses konseling. Berikut beberapa tuntunannya. 1. Menyiapkan konseli. Pertama, kita harus menyiapkan orang yang kita konseling. Bila mengonseling seorang wanita, saya simpulkan bahwa saya harus bertemu dengan suaminya. Saya bisa saja berkata, "Saya siap untuk berbicara dengan suami Anda. Tetapi apakah Anda siap menghadapi masalah yang mungkin muncul? Apakah Anda siap mendapatkan kebenaran yang lebih besar lagi?" Beberapa orang takut mendapatkan kebenaran yang lebih besar lagi itu, jadi pertama-tama kita harus mendapatkan izin dari konseli dulu sebelum melibatkan orang lain. 2. Ciptakan aliansi. Saat mendekati anggota lain dalam keluarga, kita bisa mencoba membuat aliansi. Misalnya, ada seorang ibu yang putus asa datang kepada saya dan menceritakan tentang anak perempuannya yang berusia 16 tahun. Gadis itu berulang kali menabrakkan mobilnya, dan ibunya sangat sedih. Saya akan memanggil anak itu dan berkata, "Ibumu bertemu dengan saya beberapa minggu yang lalu, dan saya perlu sedikit bantuan untuk memahami apa yang terjadi padanya. Bisakah kamu datang dan memberikan pendapatmu?" Dengan cara seperti ini, saya membentuk relasi dengan anak perempuan ibu itu dan bersama-sama kita memiliki penyebab umumnya: memahami ibu itu. 3. Gunakan ketakutan dengan tepat. Bila masalah konseli serius dan anggota keluarga tetap datang terus, kita perlu sedikit khawatir untuk menekankan situasi yang serius. Misalnya, bila saya mengonseling seorang wanita yang depresi, saya mengatakan hal ini kepada suaminya, yang enggan terbuka, "Saya benar-benar prihatin dengan istri Anda. Dia cukup depresi dan saya perlu memberikan pengarahan yang jelas kepada seseorang tentang apa yang harus dilakukan bila istri Anda memutuskan untuk melakukan hal terburuk. Saya juga perlu tahu apakah dia minum obat tidur atau apakah ada senjata di rumah. Saya ingin Anda datang dan menolong saya." Tiga hal yang harus diperhatikan. Saat kita mulai bekerja sama dengan suatu keluarga, kita akan perlu berhati-hati terhadap tiga bahaya. 1. Sabotase Karena setiap keluarga membangun pola-pola dalam menanggapi masalah-masalah mereka, mereka enggan mengubah sistem interaksi mereka, meskipun sistem itu menyebabkan seseorang stres berat. Bila kita terlalu menekan keluarga supaya berubah, mereka biasanya menyabotase proses pemulihan: "Sejak konselor ini terlibat dengan kita, kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdebat. Saya rasa sudah cukup." Kita bisa mencegah masalah ini dengan mengatur penyelidikan kita. Terlalu cepat menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengancam jiwa seseorang atau menyarankan perubahan-perubahan yang terlalu cepat akan menggagalkan konseling. 2. Kolusi Kita tidak bisa menganggap "diagnosa" terhadap suatu keluarga itu benar hanya karena semua diagnosa itu terjadi saat masalah muncul. Kadang-kadang keluarga dapat mudah tertipu dan percaya apa pun yang baru saja atau yang telah dikatakan konselor di awal tentang konseli utama. Waspadalah terhadap keluarga yang sejak awal sudah membatasi diri. 3. Segitiga Hindari terjadinya "segitiga" -- saat konselor dan konseli bersama-sama mencoba memecahkan masalah orang ketiga. Sebagai contoh, seorang wanita yang depresi yang suaminya pemabuk berkata, "Tidak bisakah Anda menolong saya supaya suami saya berhenti mabuk-mabukkan?" Bila seorang konselor yang empatik melakukan hal itu, pihak ketiga akan bertindak dengan kasar. Suami itu merasa dia sedang dikeroyok, dan itu memang benar. Hal ini biasanya menyebabkan konflik yang lebih panjang. (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: Leadership Handbook of Outreach and Care Judul asli artikel: Family Counseling Penulis: Archibald D. Hart Penerbit: Bakers Book, Michigan 1994 Halaman: 315 -- 316 INFO _________________________________________________________________ PUBLIKASI E-BUKU: INFORMASI SUMBER BAHAN BAGI PARA KONSELOR Konselor yang bijak tahu bagaimana harus terus meningkatkan kualitas diri serta wawasan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. Tidak pernah berhenti mengisi diri dengan pengalaman dan pengetahuan menjadi kepatutan yang harus dilaksanakan. Buku merupakan salah satu sumber melimpah bagi para konselor yang selalu ingin mengembangkan diri. Sudah berapa buku konseling yang Anda baca? Apakah Anda terus membutuhkan informasi-informasi seputar buku konseling yang beredar? Mau tahukah Anda informasi sebuah buku sebelum Anda menggunakannya sebagai referensi? Yayasan Lembaga SABDA menghadirkan milis publikasi e-Buku yang menyajikan resensi buku-buku Kristen, artikel, tips, dan informasi seputar perbukuan. e-Buku sangat menolong para konselor dan pecinta buku yang selalu haus mendapatkan referensi buku yang diinginkan. Publikasi e-Buku merupakan sumber informasi yang tepat bagi mereka yang tahu betapa berharganya sebuah buku. Segeralah berlangganan e-Buku sekarang juga. Dapatkan e-Buku dengan gratis setiap bulannya. Cara berlangganannya sangat mudah. Kirimkan permohonan berlangganan Anda ke salah satu alamat berikut ini. ==> susbcribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org (berlangganan) ==> buku(at)sabda.org (kontak redaksi) Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai e-Buku, silakan kunjungi: Situs GUBUK Online (Gudang Buku Online) ==> http://gubuk.sabda.org/ Situs arsip e-Buku ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-buku/arsip/ Ayo, belajar konseling melalui buku! _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2009 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |