Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/174 |
|
e-Konsel edisi 174 (15-12-2008)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen _____________________________________________________________________ EDISI 174/15 Desember 2008 Daftar Isi: = Pengantar: Kasih di Hari Natal = Renungan: Kembali Bekerja = Cakrawala 1: Gloria In Excelsis Deo! = Cakrawala 2: Tiga Simbol Natal = TELAGA: Natal dan Keluarga = Dari Redaksi: Selamat Natal 2008 dan Tahun Baru 2009 PENGANTAR ____________________________________________________________ Salam dalam kasih Kristus, Natal semakin dekat dan kesibukan menyambut Natal pun pasti semakin memuncak. Saat Natal tiba, kita memang harus bersukacita, menaikkan syukur karena kasih Allah yang sedemikian besar bagi kita, bersyukur karena Allah mengaruniakan Putra Tunggal-Nya untuk menyelamatkan kita. Ungkapan syukur kita inilah yang memotivasi kita untuk membagi kasih kepada sesama kita. Natal adalah ungkapan kasih Allah bagi manusia, sehingga kita pun juga harus dapat membagikan kasih Allah itu bagi sesama kita. Apakah Pembaca juga sudah bersiap diri merayakan Natal dengan berbagi kasih di hari Natal ini? Membagikan kasih tidak harus dengan membagikan barang-barang atau bingkisan kepada orang lain. Tetapi memberikan hati yang mau ikut merasakan apa yang orang lain rasakan, memberikan telinga yang mau ikut mendengar suara saudara kita, serta memberikan tangan dan kaki yang selalu siap menolong mereka yang membutuhkan pun bisa menjadi tanda kasih kita bagi sesama. Rencanakan suatu kegiatan kasih yang berbeda di Natal ini sehingga setelah Natal ini berlalu, kita pun masih tetap merasakan kedamaiannya di hati kita. Selamat Natal dan selamat berbagi kasih. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani RENUNGAN _____________________________________________________________ KEMBALI BEKERJA Baca: Lukas 2:15-20 Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. (Lukas 2:20) Jika Anda harus kembali bekerja setelah Natal, apakah yang akan Anda bawa bersama Anda dari masa Natal tersebut? Beberapa hadiah dan beberapa kenangan liburan yang indah, atau sesuatu yang lain? Saya sangat menyukai cara J.B. Phillips menerjemahkan Lukas 2:20, "Para gembala tersebut kembali bekerja, memuji dan memuliakan Allah untuk segala sesuatu yang telah mereka dengar dan lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka." Setelah mendengar kabar dari malaikat mengenai kelahiran Mesias, setelah mengunjungi Bethlehem dan menemukan sang Bayi yang terbaring di atas palungan, dan setelah memberitahu orang-orang mengenai hal-hal ajaib yang telah mereka dengar tentang Anak itu -— setelah mengalami semua hal tersebut, para gembala kembali ke padang, kawanan domba, dan rutinitas harian mereka. Namun, setelah Natal pertama tersebut, mereka kembali bekerja dengan membawa sesuatu yang baru, yaitu hati yang penuh dengan pujian atas segala sesuatu yang telah mereka alami. Keadaan mereka tetaplah sama, tetapi diri mereka sendirilah yang kini berbeda, mereka telah berjumpa dengan Kristus Tuhan. Apakah Anda telah berjumpa dengan Kristus pada Natal ini, mungkin melalui firman-Nya atau kekaguman yang baru akan kedatangan-Nya? Ketika seseorang bertanya, "Bagaimana liburan Anda?" Apakah yang akan Anda katakan? Bersama Yesus yang tinggal dalam hati, Anda dapat kembali bekerja dengan sukacita dan berita kesaksian kepada orang lain, memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang telah Anda dengar dan lihat. —DCM Hai dunia gembiralah Dan sambutlah Rajamu Di hatimu terimalah Bersama bersyukur. —Watts Bawalah sukacita Natal bersama Anda setiap hari. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Santapan Rohani edisi Natal -- Hadiah Terindah, Hari ke-4 Penulis: David C. McCasland Penerjemah: Joseph Penerbit: RBC Ministries, Jakarta 2007 CAKRAWALA 1 __________________________________________________________ "GLORIA IN EXCELSIS DEO!" "Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: `Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.`" (Lukas 2:13-14) Peristiwa Natal menyatakan kemuliaan Allah. Pada malam kelahiran Yesus Sang Kristus, bala tentara surga mengumandangkan pujian bagi Sang Khalik, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi ...." Dalam bahasa Latin, "Gloria in excelsis Deo!" Mungkin, Saudara langsung berkata, "Amin!" Tapi, tunggu dulu! Ingat, pemandangan di malam Natal sekitar dua ribu tahun yang lalu berbeda sekali dengan pemandangan pada saat peringatan Natal sekarang ini. Boleh dibilang, seperti bumi dan langit. Bukan gedung yang megah dengan seribu satu dekorasi Natal, tapi kandang binatang yang kotor dengan seorang bayi "yang sedang berbaring di dalam palungan". Begitu sederhana, bahkan ... hina! Bagaimana pemandangan seperti itu menyatakan kemuliaan Allah? Bagaimana sampai pemandangan itu melahirkan pujian yang begitu agung di kalangan para malaikat bagi Sang Khalik? Kuncinya terletak pada ungkapan "di tempat yang mahatinggi". Jika seorang raja duduk di takhta kebesarannya, itu wajar. Memang di sana seharusnya ia duduk. Jika seorang konglomerat duduk di kursi belakang mobil BMW seri terbaru, yang katanya membuat pemiliknya "nggak" mau menyetir lagi saking nyamannya duduk di kursi belakang, yang super mewah, itu juga biasa. Siapa sih konglomerat yang betah naik mobil rakyat sekelas angkot? Gerah! Tapi jika satu pribadi yang menempati posisi "yang mahatinggi" mau turun dari kemahatinggiannya dan hidup dalam kesederhanaan, kesahajaan, bahkan kepapaan, itu baru "ruarrr" biasa! "Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus," firman Allah (Yesaya 57:15a). Ini wajar. Toh, Dia Allah. Sudah sepantasnya Dia bertakhta di sana. Namun demikian, Allah yang "bersemayam di tempat tinggi dan ... kudus" itu juga berkata, "Aku ... juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati" (ay. 15b). Nah, ini baru "ruarrr" biasa! Allah yang mahatinggi mau merendahkan dan mengosongkan diri-Nya untuk hadir di tengah-tengah umat-Nya! Betapa agung jiwa-Nya! Betapa ajaib kasih-Nya bagi para pendosa! Peristiwa Natal memperagakan kenyataan ini dalam arti yang paling penuh. Allah yang bersemayam "di tempat yang mahatinggi" mau menanggalkan dan meninggalkan kemuliaan-Nya demi menghampiri para pendosa. Malaikat-malaikat, yang siang malam bersama-sama Allah "di tempat yang mahatinggi", yang "berdiri di dekat-Nya, di sebelah kanan-Nya, dan di sebelah kiri-Nya" (1 Raja-raja 22:19), pasti sangat menghayati makna pemandangan mahasederhana di malam Natal! Saya membayangkan, pada malam itu, sekitar dua ribu tahun yang lalu, para malaikat sedang menanti-nanti saat kelahiran Yesus Sang Kristus. Sebelumnya, mereka tidak pernah melihat "wajah" Allah, karena Ia terlalu suci bagi mereka. Dalam penglihatan Yesaya, sang nabi menyaksikan para malaikat -- serafim, "berdiri di sebelah atas" Allah, "masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang" (Yesaya 6:2). Jadi, para makhluk surgawi yang suci itu harus menutupi seluruh "keberadaan" mereka di hadapan Allah yang Mahasuci. Mereka belum pernah melihat "wajah"-Nya. Namun, hal itu akan segera berakhir, karena sebentar lagi mereka akan melihat "wujud" Sang Khalik. Pastilah mereka menanti-nanti kesempatan yang sangat istimewa itu! Kapan lagi melihat "wajah" Pribadi yang mereka sembah siang malam! Saya membayangkan terus suasana surga menjelang peristiwa Natal. Akhirnya, Kristus lahir. Untuk pertama kalinya, para malaikat menyaksikan "wajah" Tuhan mereka. Dalam diri seorang bayi yang lemah, yang membutuhkan tangan sang bunda untuk membungkus tubuh-Nya dengan kain lampin dan membaringkan-Nya di palungan. Saya yakin, para malaikat menyaksikan kenyataan ini dengan mata terbelalak. Begitu sederhana penampilan Tuhan! Begitu hinanya! Betapa sempurna teladan perendahan diri-Nya! Betapa agung jiwa-Nya! Perasaan apalagi yang muncul dan berkecamuk di hati para malaikat selain takjub, haru, dan syukur yang tak terperi? Selanjutnya, saya yakin malam itu mereka mengumandangkan gita "gloria in excelsis Deo" dengan mata yang berkaca-kaca! Saudaraku, tempat yang mahatinggi sangat berbeda dengan dunia yang maharendah. Yang satu mahakudus, yang lain mahanajis. Yang satu mahamulia, yang lain mahahina. Betapa sempurna perendahan diri Allah yang diperagakan dalam peristiwa Natal. Yang mahatinggi mau menghampiri yang maharendah. Yang mahakudus mau hadir di samping yang mahanajis. Yang mahamulia mau hidup bersama yang mahahina. Betapa agung jiwa Allah! Betapa ajaib kasih-Nya bagi para pendosa! Tidak heran, dari tempat yang mahatinggi, dari mulut para makhluk surgawi, berkumandang pujian yang begitu indah tentang kemuliaan Allah, karena di sanalah kesempurnaan perendahan diri dan keajaiban kasih-Nya paling dapat dihayati oleh makhluk ciptaan-Nya! Natal kali ini, hayatilah kesempurnaan perendahan diri dan keajaiban kasih Tuhan bagi Saudara! Dia, Anak Allah yang Mahatinggi, mau menjadi anak manusia supaya Saudara, anak manusia, bisa menjadi anak Allah yang mahatinggi! Lalu, bergabunglah dengan paduan suara surgawi untuk mengumandangkan gita Natal ... gloria in excelsis Deo! Betapa sempurna perendahan diri Allah yang diperagakan dalam peristiwa Natal. Yang mahatinggi mau menghampiri yang maharendah. Yang mahakudus mau hadir di samping yang mahanajis. Yang mahamulia mau hidup bersama yang mahahina. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Harta Karun Natal Penulis: Erick Sudharma Penerbit: Mitra Pustaka dan Literatur Perkantas Jawa Barat, Bandung 2005 Halaman: 113 -- 118 CAKRAWALA 2 __________________________________________________________ TIGA SIMBOL NATAL Ada tiga simbol yang berarti Natal -- yang benar-benar bermakna Natal. Yang pertama adalah buaian bayi. Dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh manusia, Alkitab menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia! Dalam sosok seorang bayi kecil! Di sana, di Bethlehem, dalam buaian yang berisi harapan dan impian dunia yang sedang sekarat. Tangan kecil dan montok yang mengenggam jerami dalam palungan-Nya itu akan menyembuhkan mata yang buta, telinga yang tuli, dan meredakan keganasan lautan. Kaki-kaki kecil itu akan mengantarkan-Nya ke tempat mereka yang sedang sakit dan membutuhkan. Kaki-kaki itu juga yang akan dipaku pada kayu salib Kalvari. Palungan di Bethlehem yang terpencil menjadi penghubung yang mengikat dunia yang terhilang kepada Tuhan yang penuh kasih. Salib. Memang ada cahaya dan bayangan saat Natal yang pertama. Ada sukacita yang diikuti kesedihan karena Yesus lahir untuk mati. Yesus mendekat ke salib dan berkata, "Untuk inilah Aku dilahirkan dan untuk alasan inilah Aku datang ke dunia." Bagi pengikut Kristus, sukacita Natal tidak terbatas pada kelahiran Yesus saja. Kematian dan kebangkitan-Nyalah yang memberi arti akan kelahiran-Nya. Karena hanya di salib itulah dunia memeroleh jawaban atas segala masalah yang menekan. Mahkota. Yesus diberi mahkota duri dan ditempatkan pada salib yang kejam, nanun sang pembunuh-Nya memang melakukan suatu hal yang ia sendiri tidak sadari. Mereka meletakkan tulisan di atas salib-Nya dalam bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani: "Di sini disalibkan seorang Raja." Ya, Yesus adalah Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan, dan Ia akan datang kembali pada suatu hari. Ia tidak akan datang sebagai seorang bayi dalam palungan di Bethlehem lagi. Saat Ia kembali lagi ke dunia, Ia akan datang dengan penuh kemuliaan dan akan dimahkotai sebagai Allah atas segala allah. Buaian, salib, mahkota. Biarlah ketiga simbol ini berbicara kepada Anda. Biarlah kekuatan Allah yang menghampiri kita saat Natal mencengkeram Anda, dan yakinlah Ia pasti akan mengubah kehidupan Anda. Mereka yang tidak memikul salib tidak berhak menerima mahkota. (Francis Quarles) Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Guideposts bagi Jiwa: Kisah-Kisah Iman Natal Judul asli buku: Guideposts fot The Spirit: Christmas Stories of Faith Penulis: Billy Graham Penerjemah: Mary N. Rondonuwu Penerbit: Gospel Press, Batam Centre 2006 Halaman: 340 -- 342 TELAGA _______________________________________________________________ Natal menjadi saat yang indah untuk berkumpul bersama keluarga, merayakannya dengan ke gereja bersama, saling membagikan kado, makan bersama, atau piknik bersama. Sangat menyenangkan bisa merayakan Natal bersama keluarga, tapi jangan lupa untuk mengajak seluruh anggota keluarga menyelami makna Natal itu sendiri. Berikut perbincangan dengan Pdt. Paul Gunadi Ph.D. mengenai Natal dan Keluarga. Selamat menyimak. NATAL DAN KELUARGA ----- T: Pada akhir tahun seperti ini, biasanya setiap keluarga bersiap-siap menyambut Natal. Namun perlu diakui tidak semua keluarga bisa menikmati atau menyelenggarakannya. Sebenarnya, Natal adalah Tuhan Yesus sendiri yang hadir di tengah-tengah keluarga Yusuf dan Maria. Bagaimana kita mengaplikasikannya pada zaman sekarang? J: Betul sekali, Tuhan memilih sebuah keluarga untuk menjadi tempat di mana Dia hadir, itu adalah sebuah peristiwa yang tidak bisa kita abaikan begitu saja seolah-olah itu peristiwa biasa. Itu menandakan bahwa memang Tuhan mengerti sesungguhnyalah seorang anak harus dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menyambut dan mengasihinya. Di dalam keluarga, Tuhan Yesus diterima, dibesarkan dalam kasih dan akhirnya menjadi seorang dewasa. Bahkan dikatakan di dalam firman Tuhan bahwa Tuhan makin hari makin bertumbuh. Keluarga memunyai simbol di dalam makna Natal ini, sebab keluarga adalah tempat di mana kasih itu harus menjadi sebuah suasana, jiwa dari sebuah keluarga, dan itu menandakan bahwa anak seharusnya memang bertumbuh di dalam sebuah lingkup yang penuh dengan kasih, barulah dia dapat bertumbuh seperti bagaimana adanya. Ini sedikit banyak merupakan sebuah simbol bahwa di dalam keluarga Allah, seharusnyalah ada kasih yang melimpah, di mana semua anak-anak akhirnya akan menerima kasih dari Allah Bapa di surga. Yang kedua, ada yang Tuhan juga ingin lakukan lewat keluarga di dalam Natal ini, yaitu bukankah yang digunakan adalah bahasa keluarga, yaitu Allah Bapa, Allah Putra. Yesus dipanggil sebagai Anak Allah, makanya dikatakan juga bahwa Allah mengasihi sehingga menyerahkan atau memberikan Putra tunggal-Nya. Lewat keluarga, barulah kita memahami sedikit banyak makna pengorbanan kedatangan Kristus ke dalam dunia ini, yaitu demi kasih Allah Bapa kepada kita anak-anak-Nya, Allah Bapa rela mengorbankan Putra tunggal-Nya. Atau kalau kita kaitkan dengan kita ini, Tuhan Allah mengorbankan Putra sulung-Nya agar kita bisa pulang kembali ke rumah Allah Bapa. Bahasa-bahasa ungkapan ini bisa dimengerti oleh manusia karena manusia memunyai keluarga. Jadi, tanpa kita ketahui dari awalnya, Tuhan sudah memunyai sebuah rancangan, mengapa Tuhan menetapkan adanya keluarga di dalam bumi ini. Bukan hanya supaya anak-anak bisa dibesarkan dalam kasih sehingga menjadi manusia-manusia yang utuh, tapi keluarga sekaligus menjadi sebuah perlambangan antara Allah dan manusia sehingga kita lebih dapat memaknai pengorbanan Allah Bapa yang harus menyerahkan dan melepaskan Putra-Nya untuk kita, supaya akhirnya kita bisa dipersatukan kembali dengan Allah. ----- T: Apa yang seharusnya menjadi tanggapan kita sebagai orang tua kepada Tuhan saat menjelang memperingati Natal? J: Yang pertama adalah kita dapat mengajak anak untuk berterima kasih kepada Tuhan atas kasih-Nya yang begitu besar. Kita bisa membacakan kisah Natal yang terdapat di Matius 1:18 hingga Matius 2:12; Lukas 2:1-20, itu adalah peristiwa menjelang Natal. Pada hari Natal, kita bisa membacakan Filipi 2:5-11 untuk keluarga. Di sana dijelaskan makna pengorbanan kedatangan Kristus, bahwa Tuhan Yesus tidak memertahankan hak-Nya, kedudukan-Nya sebagai Allah di surga, Dia rela mengosongkan diri-Nya menjadi seorang Hamba hingga mati di kayu salib, itulah makna dari Natal. Kita bisa memberikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga untuk menyatakan syukur kepada Allah Bapa yang telah rela melepaskan Kristus datang ke dunia untuk mati bagi kita. ----- T: Membacakan kisah-kisah Natal sering kali juga menjadi masalah bagi orang tua karena kebanyakan anak sudah memahami dan sudah mengerti kisahnya. Bagaimana supaya apa yang kita bacakan itu tetap didengar oleh mereka? J: Kita bisa membuat variasi, misalnya kita meminta seseorang untuk menjadi narator, anak yang satu membacakan dari pihak malaikat atau dia bisa membacakan atau menyuarakan Maria, ibu Yesus, dan sebagainya. Dengan cara-cara seperti itu, saya kira anak-anak akan lebih tertarik untuk membacakannya. Penting sekali setelah membacakan kisah Natal, kita membaca juga Filipi 2:5-11 sehingga anak-anak memeroleh perspektif bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini bukanlah sebuah kedatangan agar kita bisa merayakan Natal dan bersukacita di hari Natal, tapi supaya kita memunyai hubungan kembali dengan Allah. Katakan kepada anak-anak, "Kalau Yesus tidak datang, kita tidak bisa berdoa kepada Allah Bapa, kita tidak bisa memunyai jaminan bahwa setelah kita meninggalkan dunia ini, kita akan pulang ke rumah Bapa di surga, kita tidak bisa mendapatkan berkat-berkat dari Allah Bapa karena kita akan tetap menjadi orang-orang yang telah berbuat dosa dan telah bersalah kepada Tuhan. Tetapi karena kedatangan Tuhan dan kematian Tuhan, maka semua dosa-dosa itu telah ditanggung oleh Tuhan sehingga kita bisa kembali merajut relasi dengan Allah Bapa." Jadi semua mesti kita jelaskan kepada anak-anak. ----- T: Untuk doa, kita tidak perlu menuntut mereka berdoa yang panjang, tetapi yang sungguh-sungguh, yakni apa yang mereka syukuri dengan mengingat peristiwa Natal ini? J: Betul sekali. Jadi kita jangan mengharapkan anak-anak bisa memanjatkan doa-doa yang kompleks dengan kata-kata yang juga manis didengar. Tapi minta mereka menggunakan bahasa anak-anak untuk menyatakan syukur kepada Tuhan. ----- T: Selain hal mengucap syukur, mungkin ada hal lain? J: Sebagai orang tua, kita bisa membagikan perasaan kita, bagaimana perasaan kita jika kita harus merelakan kepergian seorang anak agar bisa membawa pulang anak-Nya yang lain. Kita bisa tanyakan kepada anak, bagaimana perasaannya bila harus terjadi pada keluarga ini. Misalkan kita berkata, "Bagaimana perasaan kalian kalau supaya adik pulang, kakak harus pergi dan tidak ada di rumah lagi, bisa tidak kita memilih itu?" Saya duga, anak-anak akan berkata, "Tidak bisa, saya tidak mau kehilangan kakak supaya adik kembali, dan sama, kami juga tidak mau kehilangan adik supaya kakak kembali." Itulah yang Allah Bapa harus lakukan agar kita anak-anak-Nya yang lain kembali kepada Tuhan. Dia harus merelakan, melepaskan Tuhan Yesus. Dengan cerita seperti ini, anak-anak akan tergugah untuk lebih memahami betapa besar pengorbanan seorang ayah, betapa besar pengorbanan seorang Allah Bapa, yang dilandasi atas kasih. Itulah yang kita tekankan kepada mereka, Allah Bapa begitu mengasihi kita sehingga Dia rela melepaskan Putra tunggal-Nya. Jadi, melalui pembahasan seperti ini, anak-anak akan lebih mengerti apa arti Natal bagi mereka. ----- T: Jadi, momen Natal juga bisa menjadi suatu momen untuk bisa mengintrospeksi diri, mengevaluasi diri, baik secara pribadi maupun secara bersama-sama seperti suatu keluarga? J: Betul, kita bisa menggunakan kesempatan itu untuk memeriksa, bercermin diri, apakah yang telah kita lakukan untuk Tuhan, berapa banyak, berapa besarkah hal-hal yang telah kita perbuat untuk Tuhan ataukah kebalikannya, kita melakukan hal-hal yang mengecewakan Tuhan. Mungkin anak-anak yang sudah besar dan bisa diajak bicara di waktu Natal itu bisa saling membagikan kelemahan-kelemahan, perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Kita pada akhirnya meminta ampun kepada Tuhan, mengakui dosa kita, dan kita juga melakukan hal yang sama satu sama lain. Dengan kita memelopori mengakui kesalahan, maka anak-anak pun nantinya termotivasi melakukan hal yang sama kepada kita maupun kepada adiknya atau kakaknya. ----- T: Mungkin ada hal lain yang ingin disampaikan? J: Yang terakhir, karena Natal adalah bukti kasih Allah, maka ajaklah anak untuk menyatakan bukti kasih kepada Allah pula. Selain dorongan untuk memberi dan berkorban bagi yang lain, tekankanlah bahwa kehadiran Kristus di hari Natal adalah untuk mengajak anak-anak-Nya yang telah meninggalkan-Nya untuk kembali kepada-Nya. Jadi kita bisa bertanya kepada anak-anak, "Siapakah yang ingin mereka doakan," ajak mereka untuk mengenal Kristus. Sekali lagi kita harus mengingatkan anak-anak bahwa tugas Tuhan belum selesai, pekerjaan Tuhan masih tersisa. Dia sebetulnya mati untuk semua orang, tapi tidak semua orang mengakui dan menerima kematian-Nya. Memang semua orang telah mendengar tentang Tuhan Yesus, tapi tidak semua orang memahami hal ini dan tidak semua orang mengakui-Nya. Kita juga harus meneruskan pekerjaan Tuhan yang belum selesai itu, memberitahukan kepada orang bahwa Tuhan mengasihi kita semua dan Tuhan telah mengirimkan putra-Nya untuk datang dan mati bagi kita, supaya kita bisa membenahi relasi kembali dengan Allah Bapa. Oleh sebab itu, kita tanya kepada anak-anak, siapa teman-teman mereka yang mereka ingin doakan supaya suatu hari kelak, bisa menerima Kabar Baik ini. Kemudian kita bisa berdoa bersama untuk nama-nama yang telah mereka sebutkan itu. ----- T: Sebelum mengakhiri, ada ayat firman Tuhan yang ingin dibacakan? J: Yohanes 3:16 mengingatkan bahwa sesungguhnya inilah arti Natal, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Natal adalah karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal. Itulah Natal. Sajian di atas kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T258A yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau < TELAGA(at)sabda.org >. Atau kunjungi situs TELAGA di: ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?natal_dan_keluarga.htm DARI REDAKSI _________________________________________________________ Melalui kesempatan ini, Redaksi e-Konsel mengucapkan: SELAMAT HARI NATAL 20O8 dan SELAMAT TAHUN BARU 20O9 Kiranya Natal tahun ini semakin memperdalam iman kita kepada Kristus dan menyegarkan jiwa untuk semakin bersemangat lagi dalam melayani Tuhan dan sesama. Redaksi sungguh mengucap syukur atas kebersamaan Anda bersama kami sepanjang tahun ini. Kami harap kebersamaan ini tetap berlanjut di tahun-tahun mendatang dan kiranya e-Konsel bisa menjadi berkat bagi Anda dan pelayanan Anda. Jangan segan menghubungi kami jika Anda ingin menyampaikan saran dan kritik. Kiranya damai dan sukacita Natal senantiasa melingkupi kita. Tuhan memberkati. Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani dan Evie Wisnubroto _____________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Evie Wisnubroto Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2008 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |