Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/168 |
|
e-Konsel edisi 168 (15-9-2008)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen _____________________________________________________________________ EDISI 168/15 September 2008 Daftar Isi: = Pengantar: Kemampuan Setiap Anak Berbeda = Cakrawala: Disgrafia Pada Anak yang Kesulitan Menulis dan Solusinya = TELAGA: 1001 Akal Membantu Anak Belajar = Tips: Membantu Anak Disgrafia = Surat Anda: Transkrip Artikel Lengkap Mengenai Jodoh PENGANTAR ____________________________________________________________ Salam dalam kasih Kristus, Sering kali, muncul kasus anak-anak bermasalah karena ketidaktahuan orang tua maupun para pendidik terhadap kemampuan si anak. Masih banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa setiap anak tidak memiliki kemampuan yang sama. Kecenderungan untuk membandingkan anak dengan anak lain masih dapat dijumpai dalam pola pendidikan orang tua. Begitu pula dengan kemampuan anak dalam hal menulis. Jika pada umur tertentu, orang tua mendapati anaknya begitu sulit belajar menulis, biasanya orang tua akan segera mencari tahu apakah anak-anak seumurannya banyak pula yang sulit belajar menulis. Jika dijumpai bahwa sang anak tidak memiliki kemampuan menulis seperti anak-anak pada umumnya, maka tidak jarang orang tua akan memaksa anak dengan keras atau lantas menjadi depresi menghadapi masalah tersebut. Apakah Pembaca terkasih memiliki anak atau mengenal anak dengan kesulitan menulis di usia yang seharusnya sudah dapat menulis dengan lancar? Nah, jangan lewatkan edisi e-Konsel kali ini, tentang bagaimana Anda dapat menangani anak yang sulit menulis dan bagaimana membantu anak untuk terus bersemangat mengatasi kesulitannya dalam menulis. Kiranya menjadi berkat bagi Pembaca terkasih. Staf Redaksi e-Konsel, Evie Wisnubroto CAKRAWALA ____________________________________________________________ DISGRAFIA PADA ANAK YANG KESULITAN MENULIS DAN SOLUSINYA KabarIndonesia -- Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak. Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah. Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis walaupun hanya sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah, kegiatan menulis merupakan hal yang menyenangkan karena mereka menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik dari gurunya. Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari: 1. Scribble stage. Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat bentuk, huruf yang dapat dikenali. 2. Linear repetitive stage. Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horisontal, dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan dengan kata yang pendek. 3. Random letter stage. Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu. 4. Letter name writing, phonetic writing. Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan namanya saja, atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari "buku". 5. Transitional spelling. Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan benar, seperti kata "buku", namun masih sering salah menuliskan kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi yang terdengar, seperti hari "sabtu" tidak ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca. 6. Conventional spelling. Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak. Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap terakhir, yaitu "conventional spelling". Selain telah dapat menulis dengan huruf dan ejaan yang benar, anak pada usia kelas dua SD telah memerhatikan aspek penampilan visual mereka. Beberapa anak mengalami gangguan dalam menulis. Kesulitan menulis ini disebut "disgrafia". Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan disgrafia, di antaranya adalah: 1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya, 2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur, 3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional, 4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan, 5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap -- caranya memegang alat tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas, 6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis, 7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional; dan 8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada. Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga asumsi, yaitu: 1. kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu, 2. kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi aktivitas mental; dan 3. kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial budaya. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar sebagai berikut. 1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range) antara level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika tanpa bimbingan, hingga level tertinggi, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan. 2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. 3. Language and thought. Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk membantu anak yang mengalami disgrafia. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi: 1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari: a) masalah penggunaan huruf kapital, b) ketidakkonsistenan bentuk huruf, c) alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan d) ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten. 2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut. a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital. b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf. c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf. d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan. 3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut. a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru. b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka. c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan. d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut. e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan. f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak. g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak. h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak. i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru. j. Mengevaluasi pekerjaan anak. Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak hingga terdapat perubahan. Referensi: Santrock, John W. "Educational Psychology". McGraw-Hill Companies. Hernowo. "Mengimpikan Buku Pelajaran yang Mampu, Menyenangkan dan Menyalakan Otak". Disampaikan pada Seminar "Menggagas Buku Pelajaran yang Mencerdaskan", 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama, Jakarta. Soedijarto. "Mana Lebih Penting, Pendidikan Dasar atau Lanjutan?" Tabloid Nakita No. 266/VI/8 Mei 2004. "Penilaian Perkembangan Anak Didik di TK". Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Disdik Prop. Banten Edisi keempat TH.III Vol.IV/2003. Sekartini, Rini. "Hal-Hal yang Sepatutnya Dikuasai Balita". Tabloid Nakita No. 203/IV/22 Februari 2003. Bahan diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: KabarIndonesia.com Penulis: Intan Irawati Alamat URL: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080718135102 TELAGA _______________________________________________________________ 1001 AKAL MEMBANTU ANAK BELAJAR Anak kita memiliki ciri perkembangannya yang khas dalam belajar pada tiap masa kehidupannya. Sebagai orang tua, kita dapat menjadi penolong yang jauh lebih efektif bila kita memahami apa yang dibutuhkan anak kita sesuai dengan masa pertumbuhannya. Berikut akan kami sampaikan beberapa hal yang dapat kita lakukan agar anak-anak kita dapat menguasai keterampilan belajar secara lebih optimal. Pada saat yang sama, kita pun dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi. Dalam banyak hal, karena kurangnya pemahaman, banyak orang tua tanpa disadari justru menghambat tumbuhnya keterampilan belajar pada anak-anaknya. Masa Prasekolah Pada masa prasekolah, yang paling penting bagi seorang anak adalah belajar mengenai bagaimana cara belajar, bukan sekadar belajar isi materi pelajaran. Untuk itu, orang tua dapat membantu melatih anak dengan beberapa cara, antara lain: 1. Melatih anak memulai dan menyelesaikan pekerjaan. Biarkan anak memilih permainan atau kegiatan tanpa didikte orang tua. Beri kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatannya sampai selesai dan membereskan apa yang sudah dia kerjakan. Usahakan untuk tidak memotong permainan atau kegiatan anak dengan memberikan usulan lain. Biarkan dia menekuni apa yang sedang ia mainkan atau lakukan. 2. Melatih anak mengerjakan tugas sendiri. Hal ini ternyata harus dimulai sejak anak masih bayi. Ketika dia sudah mulai dapat menikmati mainan-mainan sederhana di ranjangnya, orang tua yang baru pertama kali punya anak biasanya akan sangat terdorong untuk selalu menemaninya bermain. Sesungguhnya, anak perlu dilatih untuk mengisi waktunya sendiri dan bermain sendiri. Kebiasaan untuk selalu menemani bayi bermain dapat menciptakan kebergantungan pada orang lain. Kebiasaan ini dapat terus melekat menjadi pola belajar yang juga sangat bergantung pada orang lain. 3. Melatih anak menyukai baca dan tulis. Membaca dan menulis adalah dasar dari semua keterampilan belajar. Dengan keterampilan baca dan tulis yang baik, anak dapat masuk ke dalam berbagai bidang pelajaran. Oleh sebab itu, sejak kecil tanamkan minat baca dan tulis yang besar. Biarkan anak membolak-balik buku-buku atau mencoret-coret kertas. Sering-seringlah memberi pujian. Kegiatan ini jauh lebih bermanfaat daripada permainan-permainan elektronik yang tampaknya lebih menarik. Ajaklah anak ke perpustakaan atau toko buku secara rutin dan biasakan untuk mengalokasikan dana untuk membeli buku sebanyak dana untuk membeli mainan. Bacakan cerita-cerita menarik dengan buku di tangan. Sediakan buku-buku menarik sebanyak mungkin segera setelah anak mulai dapat membaca. Terus kembangkan minat anak untuk menulis dengan memberi kesempatan melatih kemampuan motoriknya untuk mencoret-coret atau menyusun abjad-abjad menjadi kata-kata sederhana yang bermakna. Masa Sekolah Dasar Masa sekolah dasar merupakan masa sangat penting bagi anak-anak untuk mengembangkan dasar-dasar pola belajar yang sudah ditanamkan pada masa prasekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun keterampilan belajar anak-anaknya antara lain sebagai berikut. 1. Kembangkan kemampuan baca dan tulis. Terus ciptakan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan baca dan tulisnya. Di tengah kesibukan anak dengan pelajaran sekolah dan kesibukan orang tua dengan pekerjaan, kebiasaan untuk berkunjung ke perpustakaan perlu terus dihidupkan. Banyak orang tua hanya bersemangat pada masa prasekolah. Ketika anak sudah di sekolah dasar, kebiasaan baik ini justru ditinggalkan. Lebih baik anak mendapat nilai PR pas-pasan, akan tetapi program ini tetap berlangsung. Jika anak terus dipaksa mengerjakan PR dan beban lainnya sehingga tidak sempat membaca dan menulis hal yang ia sukai, anak akan kehilangan sukacita belajar yang justru sangat penting bagi kehidupannya. Dorong semangat anak menulis dengan cara mengirimkan tulisan untuk majalah dinding sekolah atau majalah anak-anak, atau memperkenalkan dengan sahabat pena. 2. Bantu anak membangun pola belajar mandiri. Pola belajar mandiri harus dimulai dengan menyusun jadwal belajar sendiri. Buatlah suatu papan jadwal dengan kartu-kartu kegiatan. Pada tahap awal, temani anak untuk menyusun rencana hariannya sehingga ia dapat memutuskan sendiri kapan mengerjakan kewajibannya dan kapan dia memunyai waktu bersantai atau mengerjakan apa yang ia sukai. Dengan demikian, anak tidak merasa didikte. Anak juga akan belajar untuk mengerjakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, namun harus dikerjakan. Perlahan-lahan, latihlah anak untuk mendahulukan tugas yang sulit sehingga dia tidak perlu cemas dan tegang pada malam hari karena tugas belum selesai. 3. Ajarkan anak ketekunan dan ketelitian. Beberapa orang tua mengatakan bahwa sekolah umumnya hanya memberikan materi pelajaran, tetapi tidak mengajarkan cara belajar yang baik yang akan menumbuhkan ketekunan dan ketelitian. Anak harus dilatih untuk tekun, yaitu dengan memberi kesempatan pada anak untuk menyelesaikan sendiri pekerjaan yang mampu dia lakukan. Perasaan puas dengan hasil pekerjaan sendiri merupakan suatu perasaan penting bagi anak untuk tumbuhnya ketekunan. Akan sulit bagi anak untuk menumbuhkan ketekunan jika dia merasa tugas-tugas yang dihadapi terlalu sulit untuk diselesaikan. Sebab itu, jika PR terlalu banyak atau sulit, orang tua harus membicarakan hal ini dengan pihak sekolah. Ketelitian juga dapat ditumbuhkan dengan cara meminta anak memeriksa sendiri apa yang sudah dikerjakannya. Untuk pertama kali, dapat dibuat suatu perjanjian, misalnya: "Jika jawaban soal-soal kali ini dikerjakan tanpa salah, besok Mama yang periksa. Kalau ada kesalahan satu saja, kita periksa bersama-sama. Tetapi jika soal kali ini ada kesalahan lebih dari satu, besok kamu harus periksa sendiri, baru setelah itu Mama yang periksa." Setelah anak periksa sendiri masih ada kesalahan, orang tua jangan langsung menunjukkan kesalahan, tapi beri kesempatan satu kali lagi untuk ia periksa sendiri. 4. Berikan fasilitas belajar yang dibutuhkan untuk mengerjakan PR-nya. Seperti juga ketika kita masih kecil, anak-anak kadang membuat orang tua frustasi dengan mengatakan, "Pa, besok saya harus membawa kapas tiga gulung untuk proyek di sekolah." Dan dia mengatakannya pada pukul 12.00 malam ketika kita sudah memakai baju tidur. Mary Leonhardt menganjurkan agar situasi pada saat itu tidak dipakai untuk mengajar anak tentang tanggung jawab. Saat itu adalah saatnya menunjukkan kepada anak bahwa Anda pun melihat pekerjaan rumahnya sangat penting, seperti yang ia rasakan. Tanpa perlu marah-marah, gantilah baju dan carilah apotik 24 jam untuk mendapatkan kapas tersebut. Tanpa Anda perlu katakan dengan nada marah, anak akan berkata dalam hatinya, "Lain kali aku akan lebih teliti mempersiapkan tugasku, sehingga Papa tidak perlu serepot ini." Jika Anda tidak yakin anak menyadari hal itu, katakan esok harinya: "Papa akan lebih senang jika kamu memerhatikan tugas lebih awal, sehingga kita dapat mempersiapkan lebih baik." 5. Berikan hadiah dengan bijaksana. Hadiah akan mengajarkan anak suatu nilai. Jika Anda memberikan hadiah pada prestasi anak, maka dia akan belajar bahwa yang bernilai adalah prestasi. Tapi jika Anda memberikan hadiah pada proses, maka dia akan belajar bahwa proses lebih bernilai daripada prestasi. Mary Leonhardt menganjurkan agar orang tua memberikan hadiah bukan pada prestasi, tapi proses. Misalnya dengan mengatakan, "Kamu boleh main sepeda keliling rumah setelah mengulang pelajaran selama lima belas menit." Atau Anda dapat memberikan pelukan dan pujian setelah anak memainkan lagu yang sulit di pianonya sebanyak tiga kali sekalipun pada kali yang ketiga masih banyak kesalahan. Pujilah untuk kemampuan dia bertahan lama dalam belajar lebih daripada ketika dia berhasil mendapatkan nilai sepuluh dalam ulangan. Masa Remaja Pada masa remaja, ketika anak masuk ke SMP, cara orang tua untuk membimbing anaknya akan berubah 180 derajat. Jika pola yang diterapkan pada usia SD tetap diteruskan, hasilnya justru lebih sering kurang efektif atau bahkan akan gagal total. Untuk itu, orang tua perlu sangat hati-hati pada masa remaja ini sehingga dapat terus menjadi penolong bagi anaknya. Beberapa kiat yang dapat diterapkan pada masa ini antara lain sebagai berikut. 1. Jangan terlalu banyak menanyakan tugas anak. Kalau pada masa SD, anak sangat butuh dikontrol, ditanya, dan dibimbing, pada masa remaja hal ini justru dapat menimbulkan penolakan yang luar biasa. Anak yang memasuki masa remaja umumnya merasa sangat risih jika orang tua terlalu banyak ikut campur, apalagi sampai menanyakan apa yang dilakukan anaknya kepada teman-temannya atau guru-gurunya. Pada masa ini, orang tua harus lebih banyak memberikan kebebasan pada anak untuk belajar secara mandiri, bahkan untuk bergumul dengan kegagalan maupun keberhasilan. 2. Berikan bantuan jika diminta dan usahakan bantuan seminimal mungkin. Orang tua perlu membantu jika anak meminta bantuan. Tetapi prinsipnya, jangan sampai anak tergantung kepada kita dalam mengerjakan tugasnya. Berikan bantuan seperlunya saja. Bantuan tidak harus langsung untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang, kita hanya perlu memberi rangsangan agar dia dapat memecahkan masalahnya sendiri. Berikan rangsangan supaya bukan selalu Anda yang mengajari anak, tetapi bagaimana anak mengajari Anda. 3. Jangan sepelekan masalah emosi, kesehatan, dan status sosial. Menurunnya prestasi belajar tidak selalu karena kemampuan intelektual yang kurang atau karena kemalasan. Anak remaja banyak diganggu oleh masalah emosi dalam pergaulan, kesehatan, atau konflik di antara kelompok mereka. Orang tua perlu mendampingi anak sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk memahami pergumulan mereka di luar lingkup kegiatan belajar di sekolah. Kadang-kadang tanpa menyinggung masalah nilai prestasi, anak dapat meningkat karena ia merasa sebagian beban hidupnya sudah dipikul bersama kedua orang tuanya. 4. Hargai minat dan bakat anak. Anak tidak harus selalu mendapat nilai bagus dalam semua bidang. Jika anak lebih berminat pada matematika dan tidak memunyai bakat dalam pelajaran bahasa, kita harus memberikan peluang kepada anak untuk lebih menekuni matematika dan rela hati menerima nilai bahasa yang tidak setinggi nilai matematika. Arahkan anak untuk memilih jurusan yang sesuai dengan bakatnya dan menghargai minatnya itu. Jika anak memilih jurusan sesuai minatnya, kemungkinan untuk berprestasi jauh lebih besar dibandingkan jika dia memilih jurusan yang hanya sekadar memenuhi keinginan hati orang tua. Anak yang memilih jurusan yang bukan pilihannya sendiri cenderung bermasalah karena hatinya memberontak dan tidak puas. Kiranya kiat-kiat di atas dapat membawa manfaat bagi Anda dan dapat memberi tambahan bekal dalam mendampingi anak-anak agar mereka dapat menguasai pola belajar yang efektif dan bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: TELAGA Penulis: Ev. Anne Kartawijaya, M.Div Alamat URL: http://www.telaga.org/artikel.php?membantu_anak_belajar.htm TIPS _________________________________________________________________ MEMBANTU ANAK DISGRAFIA Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. 1. Pahami keadaan anak. Sebaiknya orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan. 2. Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin ketik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya. 3. Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya. 4. Latih anak untuk terus menulis. Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret. Diambil dari: Nama situs: tabloid-nakita.com Penulis: Marfuah Panji Astuti Alamat URL: http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm SURAT Anda ___________________________________________________________ Dari: suriyadi
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |