Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/166 |
|
![]() |
|
e-Konsel edisi 166 (18-8-2008)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 166/15 Agustus 2008 Daftar Isi: = Pengantar: Sesuai Porsi = Cakrawala: Masalah-Masalah Disiplin = TELAGA: Pagar Antara Orang Tua dan Anak = Tanya Jawab: Kewalahan Menghadapi Anak = Info: Premarital-Counseling PENGANTAR REDAKSI ____________________________________________________ Salam dalam kasih Kristus, Dalam hal-hal tertentu, sesuatu yang melebihi porsi dapat memberikan dampak yang tidak baik. Misalnya, terlalu banyak tidur justru membuat badan kita tidak sehat, terlalu banyak membaca malah membuat mata kita lelah, atau terlalu banyak bekerja dapat menurunkan kondisi kesehatan tubuh. Demikian pula dalam hal pengasuhan anak. Bila kita terlalu berlebihan dalam memberikan perlindungan kepada anak, hasilnya bisa jadi anak malah tidak bisa mandiri. Sebaliknya, bila terlalu memberi kebebasan, anak pun dapat lepas kendali. Hal-hal tersebut dapat memicu konflik antara orang tua dan anak karena dapat muncul perselisihan dengan orang tua ketika anak tidak bisa mandiri atau terlalu lepas kendali. Sebelum konflik antara orang tua dan anak terjadi, tentunya diperlukan cara untuk mencegahnya atau paling tidak menguranginya. Disiplin merupakan salah satu cara untuk mengurangi konflik antara orang tua dan anak. Jika orang tua dapat menerapkan disiplin yang sesuai dengan gaya dan karakter anak, maka konflik mungkin dapat dihindari, paling tidak dikurangi. Oleh karena itu, dalam edisi ini, kami mengajak Anda melihat bagaimana cara mengatasi perselisihan akibat masalah disiplin dan cara Anda menyikapi anak-anak Anda. Akhir kata, segenap Redaksi e-Konsel mengucapkan selamat Hari Kemerdekaan RI yang ke-63. Kiranya Tuhan senantiasa menuntun perjalanan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Dirgahayu Indonesiaku! Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani CAKRAWALA ____________________________________________________________ MASALAH-MASALAH DISIPLIN Dia tampaknya seperti seorang gadis kecil yang manis. "Angela!" Ibunya berteriak jengkel. "Angela, Mama bilang ayo cepat kemari sekarang juga!" Saya melihat wajah gadis cantik berusia lima tahun yang berdiri di tangga sebuah pertokoan itu tiba-tiba berubah menjadi merah padam. "Tidak!" dia menjerit. "Aku ingin melihat mainan itu sekarang!" Ibunya tampak jengkel saat dia menggandeng tangan Angela dan mulai menyeretnya, berteriak-teriak di toko itu. Saat mereka melewati saya, saya melihat mata ibunya melotot sambil mengomel, "Hari yang seperti biasanya." Bila Anda adalah orang tua dari anak yang berkemauan keras, Anda tahu betapa frustasinya melihat anak Anda yang cerdas, baik, dan kreatif tiba-tiba berubah menjadi anak yang keras kepala, tidak mau dibujuk. Apa yang harus Anda lakukan untuk mengatasi tantangan itu? Bagaimana anak yang cerdas ini bisa berubah menjadi seperti monster? Orang tua yang frustasi di seluruh dunia ini menghadapi tantangan dalam mendisiplin anak-anak mereka tanpa mematahkan semangat mereka. Sebagai orang tua yang mengasihi, kita ingin melakukan yang terbaik, tetapi sering kali sulit bagi kita untuk menerima dan mengingat bahwa setiap anak itu berbeda, unik, serta memunyai respons yang lebih baik terhadap bentuk-bentuk disiplin daripada yang lainnya. Meskipun ini menjadi tantangan yang berbeda terhadap konsep dan praktik disiplin yang efektif, hal ini juga meyakinkan kita bahwa kita bisa tetap menekankan tanggung jawab sembari menghormati gaya dari masing- masing anak. Berikut beberapa konsep penting yang bisa efektif diterapkan pada semua gaya anak. 1. Kekuasaan dan tanggung jawab seharusnya selalu utuh. Saya termasuk dalam kelompok "Concrete Random", anak yang berkemauan keras dan saya bisa katakan kepada Anda bahwa sebenarnya setiap anak ingin menghormati kekuasaan dan berharap diberi tanggung jawab. Pemahaman terhadap kekuatan suatu gaya belajar sebenarnya dapat membantu Anda menekankan tanggung jawab dengan menyampaikan kekuasaan Anda melalui cara yang tepat bagi anak. 2. Ingatlah, Anda tidak dapat memaksa anak Anda untuk patuh. Saat saya baru menjadi ibu dari anak kembar, saya terkejut dan frustasi. Meskipun tiap anak ini beratnya tidak lebih dari tujuh pon, mereka tetap saja makhluk hidup yang tidak bisa saya paksa! Contohnya, saya tidak bisa memaksa mereka untuk mengasihi atau menghormati saya. Suka atau tidak, setiap kita, tua atau muda, memiliki kehendak bebas. Sebagai orang tua, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa memaksa anak-anak kita untuk mematuhi kita hanya karena kita ingin mereka melakukannya. 3. Kekuatan dan kualitas hubungan Anda dengan anak Anda memiliki kekuatan yang lebih besar daripada teknik disiplin apapun. Konsep ini sangat berkaitan dengan poin sebelumnya. Karena kita tidak bisa memaksa anak kita untuk taat kepada kita, maka semakin kita memiliki relasi yang baik dengan mereka, semakin mereka memberikan respons yang positif terhadap tuntunan kita. Di masa awal saya menjadi orang tua, saya mendalami sekali anak saya, Michael, yang memiliki kemauan yang keras. Pada saat saya dan dia bertengkar, saya bekerja keras berusaha menjalin hubungan yang kuat dan penuh kasih. Hasilnya, dia dan saya menjadi akrab. Bila saya sedih karena dia, dia tidak tahan dengan keadaan itu. Hasilnya, usaha saya untuk mendisiplin dia bisa lebih efektif. Bila anak Anda tidak peduli bahwa Anda sedih karena mereka, berarti usaha-usaha Anda untuk mendisplin mereka hanya memberikan dampak yang kecil. Bila Anda memiliki hubungan yang baik, penuh kasih dengan anak-anak Anda, rawatlah hubungan itu dengan melatih kekuasaan pendisiplinan Anda dengan hati-hati. Anak-anak biasanya peka terhadap hal-hal yang janggal dan ketidakadilan, yang bisa menghancurkan hubungan yang baik. 4. Ingatlah untuk bertanya pada diri Anda sendiri: "Apa intinya?" Anak-anak yang masih kecil pun perlu tahu mengapa hal-hal ini penting. Anak-anak kita tidak perlu harus setuju dengan alasan kita, tetapi kita harus memerlihatkan kepada mereka hak untuk mendapatkan penjelasan bila mereka menginginkannya. Bila Anda sering berdebat dengan anak Anda dan perdebatan ini berubah menjadi perang kekuasaan, cobalah untuk mengatakan dengan tenang alasan atas apa yang Anda minta dia untuk lakukan, dan kemudian katakan konsekuensi dari ketidaktaatan. Ingatlah, tindakan yang Anda lakukan akan menjadi lebih efektif lagi daripada kemarahan atau emosi-emosi lainnya yang Anda tunjukkan. Bila Anda justru menaikkan volume suara Anda saat mendisiplin anak Anda, dan bukannya meminta dia untuk melakukan apa yang Anda katakan atau yang lainnya, itu berarti Anda di posisi yang salah. Dengan anak-anak yang lebih besar, biarkan mereka memberikan beberapa masukan atas situasi yang terjadi. Tentukan parameter Anda dan buatlah tujuan-tujuan yang spesifik. Kemudian tanyakanlah ide-ide mereka saat situasi ini mencapai tujuannya. Bersikaplah hangat dan ramah saat membiarkan setiap orang tahu konsekuensi yang harus dihadapi bila tidak patuh, dan pastikan Anda menekankan percakapan yang penuh kasih dan perhatian atas keterlibatan mereka dalam proses ini. (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: Every Child Can Succeed Judul asli artikel: Dealing with the Issues of Disicpline Penulis: Cynthia Ulrich Tobias Penerbit: Tyndale House Oublisher, Illinois 1996 Halaman: 65 -- 67 TELAGA _______________________________________________________________ Berikut ini ringkasan tanya jawab dengan Pdt. Paul Gunadi mengenai cara orang tua bersikap terhadap anak-anak, terutama dalam menempatkan diri sesuai dengan perkembangan anak. Silakan simak, kiranya menjadi berkat. PAGAR ANTARA ORANG TUA DAN ANAK Adakalanya, konflik antara orang tua dan anak tidak bisa dicegah karena orang tua terlalu mencampuri anak. Ketika anak-anak masih kecil, sudah seharusnyalah orang tua mencampuri anak. Namun ketika mereka beranjak dewasa, sudah menikah, sudah berkeluarga, tapi tetap diperlakukan seperti anak-anak oleh orang tuanya, lama-kelamaan yang terjadi justru konflik. Pada saat anak-anak sudah akil balig, seharusnyalah mereka membuat rumah dan memisahkan diri dari kita, rumah dalam pengertian secara emosional di mana ada pagar yang memisahkan kita dengan anak-anak. Sehingga kita menghormati anak, anak-anak juga menghormati kita. T : Sering kali harus kita akui sebagai orang tua, kita terlalu masuk ke dalam wilayah anak itu. J : Ya, kita susah sekali untuk menyadari bahwa peran dan fungsi kita berubah seiring dengan bertambahnya usia kita dan juga usia anak. Secara garis besar, ada tiga peran dan fungsi orang tua. Ketika anak-anak masih kecil, orang tua berfungsi sebagai pengasuh, memberikan gizi, baik jasmaniah atau pun batiniah kepada anak sehingga anak bisa bertumbuh besar menjadi orang yang stabil, yang cukup, yang sehat. Orang tua juga akan melindungi anak-anaknya pada usia yang memang kecil ini. Dengan kata lain, orang tua bertugas menjauhkan anak dari bahaya, memisahkan anak dari hal-hal yang bisa merenggut nyawanya atau membahayakan keselamatannya. Setelah anak-anak menginjak usia remaja, orang tua harus mulai menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Mereka berfungsi sebagai pengarah dan pendamping. Artinya, pada masa ini orang tua akan menjadi konselor bagi anak, yang memberikan arahan-arahan dan secara aktif memantau perkembangan anak. Jadi, jangan sampai orang tua terlalu memberikan kebebasan kepada anak tanpa memantaunya. Orang tua membimbing anak agar berjalan pada jalur yang benar. Pada saat anak dewasa, sudah bekerja, sudah mencari mata pencaharian sendiri, orang tua berperan sebagai penasihat atau konsultan, dalam pengertian secara pasif memberi masukan kepada anak. Yang dimaksud pasif adalah pada masa remaja, orang tualah yang secara aktif datang memantau anak, tapi pada masa-masa anak-anak sudah dewasa, biarkan anak yang datang mencari kita, barulah kita memberikan masukan. ----- T : Pada waktu kita memberi gizi, menjadi orang yang terus bisa menasihati dan memberikan pengarahan dan itu diterima oleh anak, kita merasa nyaman dengan peran seperti itu sehingga pada waktu beralih peran menjadi pendamping, kita mengalami kesulitan. J : Betul, kita cenderung susah berubah dan saya kira Tuhan memang sudah mendesain anak-anak. Tatkala menginjak usia dewasa, mereka cenderung ingin melakukan hal-hal yang sebelumnya kita tidak lakukan atau hal-hal yang baru bagi mereka. Dengan kata lain, anak-anak juga menolong kita untuk bertumbuh dewasa dalam peranan-peranan kita ini. Salah satu cara untuk bisa menguji apakah kita ini sudah mulai mengalihkan peran atau kita kesulitan mengalihkan peran adalah dengan melihat gaya bahasa kita. Pada masa anak-anak kecil, gaya bahasa kita sebagai pelindung anak adalah gaya bahasa instruksi. Kita memberitahukan anak, menyuruh anak, melarang anak, meminta anak. Itu semua adalah gaya bahasa instruksi. Dan seharusnyalah anak-anak pada masa kecil itu berkomunikasi dengan kita dengan gaya bahasa instruksi. Pada masa remaja, kita tidak lagi berkomunikasi dengan anak dengan gaya bahasa instruksi. Anak remaja tidak suka diperintah-perintah seperti itu lagi. Maka gaya bahasa yang kita gunakan adalah gaya bahasa persuasi. Kita membujuk anak atau menggiring anak agar melangkah di jalan yang benar atau melakukan yang kita kehendaki menggunakan gaya bahasa persuasi, membujuk, mengarahkan. Pada masa anak-anak dewasa, kita menggunakan gaya bahasa diskusi. Mereka datang kepada kita, bertanya kepada kita, tapi kita mengajukan pendapat kita dalam konteks kita adalah konsultan bagi dia. Kita tidak memaksakan kehendak kita. Mungkin ada unsur persuasi, tapi benar-benar lebih banyak diskusinya. Kita ingin tahu juga pendapatnya, kita menghargai masukannya, kita mau berinteraksi dengan pemikirannya itu. ------ T : Kita sebagai orang tua tidak bisa begitu cepat mengubah gaya bahasa ini karena tahap yang pertama itu kita merasa masih kurang, belum sempurna, masih ada banyak yang harus diinstruksikan, dan seterusnya? J : Kita cenderung berpikir bahwa masih terlalu banyak pelajaran yang masih bisa kita ajarkan kepada anak-anak, jadi kita akan terus bersemangat memberikan pelajaran itu kepadanya. Kita harus menyadari bahwa hidup ini akan Tuhan pakai untuk mendidik anak-anak kita juga. Bahwa dia akan belajar dari pengalamannya dan Tuhan akan membukakan matanya untuk melihat hal-hal yang perlu dipelajari. Saya ingat sekali nasihat dari pendeta saya sebelum saya meninggalkan rumah untuk studi. Dia berkata, "Paul, nanti kamu akan bertemu dengan banyak orang dan kamu akan mengalami banyak peristiwa, kamu harus mau belajar, kamu harus `teachable`." Kualitas "teachable" itu penting sekali karena dengan kualitas atau sifat mau belajar inilah kita akhirnya akan matang, kita akan belajar banyak hikmat melalui peristiwa yang kita alami. Jadi, kita sebagai orang tua juga harus membiarkan anak-anak kita belajar dari pengalaman hidupnya itu. ------ T : Bagaimana kalau kesiapan itu hanya pada pihak orang tua, anaknya tidak siap untuk ditingkatkan ke periode berikutnya? J : Biasanya akan timbul masalah. Anak-anak itu akhirnya terus-menerus mau bersembunyi di bawah kepak sayap orang tuanya. Nasihat untuk orang tua adalah belajarlah melepaskan anak, tapi persiapkan anak untuk bisa lepas. Karena kalau kita hanya menyuruh anak untuk lepas dari kita, namun kita tidak mempersiapkannya untuk lepas dari kita, itu berarti kita merugikan dia. Kemandirian harus melewati proses waktu. Secara bertahap, kita mesti mempersiapkan anak untuk mandiri, bukan sebaliknya. Ada orang tua yang malah menggiring anak untuk terus mencari dan bergantung kepadanya, itu tidak benar. Setahap demi setahap, berilah kemandirian, misalnya dalam hal-hal kecil, seperti model rambut. Biarkan anak memilih model rambutnya, kita bisa dan seharusnya memberikan pendapat pada masa anak-anak remaja, namun sekali lagi, gaya bahasa kita persuasi. Kita katakan "seharusnya" atau "sebaiknya begini" dan sebagainya. Ada hal-hal yang kita akan katakan "tidak apa-apa" meskipun itu tidak sesuai dengan selera kita. Kalau hanya berkaitan dengan masalah gaya hidup, biarkan, tapi kalau menyangkut hal-hal yang bersifat moral, itulah waktunya kita bersikap tegas, tidak berkompromi. Dengan cara-cara itu, kita mulai mempersiapkan anak untuk lepas dari kita, mempersiapkan dia untuk mengambil keputusan. Ini salah satu hal yang penting diajarkan orang tua kepada anak. Kadang-kadang anak bingung bagaimana mengambil keputusan, prosesnya mereka tidak tahu. Orang tua berkewajiban memberitahukan kepada anak. Lihat baik-baik, tanyakan pendapat, carilah informasi sebanyak-banyaknya kemudian bandingkan untung ruginya, baik buruknya, prospeknya, masa depannya, dan kesanggupan kita. Hal-hal itu yang kita ajarkan kepada anak sehingga waktu mereka harus mandiri, mereka sudah siap. ------ T : Apakah kemandirian sama dengan kesempurnaan? J : Tidak. Kita sendiri pun tidak selalu sempurna, kita tidak selalu membuat keputusan yang tepat untuk setiap masalah. Jadi, biarkanlah anak belajar juga dari kesalahannya, jangan sampai kita terlalu memproteksi anak, menutup segala kemungkinan anak membuat kekeliruan. Adakalanya biarkan dia tersandung, jatuh, biar dia belajar dari pengalaman negatif agar menjadi bekal dan guru bagi dia. ------ T : Kita sebagai orang tua itu kadang-kadang bukan merasa kita itu melanggar pagar atau melampaui batas yang sudah disepakati, bahwa kita sudah masuk ke wilayah anak. Kita berpendirian bahwa ini adalah untuk kebaikan anak kita. J : Orang tua mendapatkan pembenaran melakukan atau mencampuri urusan anaknya sedemikian jauh karena merasa berniat baik untuk kepentingan, kebaikan anak. Sudah tentu ada waktunya, ada tempatnya bagi orang tua mengemukakan pandangannya, memberikan arahan kepada anak. Namun sampai titik terakhir, orang tua jangan sampai mau terus terlibat dan membenarkan keputusannya, jadi tetap kita menghormati teritorial si anak itu. ------ T : Kalau hal itu tidak bisa diterima oleh anak, tetapi orang tua tetap memaksakan campur tangannya ini, bagaimana jadinya? J : Bahayanya begini, kalau orang tua terlalu campur tangan, misalkan si anak mengalami "problem", si anak nanti yang akan menyalahkan orang tua. Kita mendidik si anak untuk dewasa, dewasa berarti berani memikul tanggung jawab atas konsekuensinya itu. Kalau kita terlalu campur tangan mengurusi anak seperti itu, kita benar-benar membuka peluang menjadi orang yang akan disalahkan oleh si anak. Kita mesti belajar dari Tuhan, Tuhan sudah tahu sebelum manusia diciptakan bahwa manusia akan berdosa. Tapi itu toh tidak menghentikan Tuhan menciptakan manusia dan itu pun tidak menghentikan Tuhan memberikan kehendak atau kesanggupan untuk memilih pada manusia. Dia tetap berikan itu dan ternyata memang benar-benar manusia memilih yang salah, manusia memilih dosa, tapi tetap Tuhan memberi kebebasan itu kepada manusia. Sebab makna patuh dan makna kasih hanya akan ada di dalam kedewasaan, di dalam kemerdekaan untuk berpikir, untuk berkehendak, untuk memilih. Nah, itu harus menjadi prinsip kita juga dalam membesarkan anak-anak. ------ T : Jadi unsur saling menghargai ini harus betul-betul kita kembangkan di dalam kehidupan berkeluarga. Apa ayat firman Tuhan yang mendukung ini? J : Amsal 10:21, "Bibir orang benar menggembalakan banyak orang." Kata menggembalakan ini dari kata "to nourish", memberikan gizi, makanan. Jadi kalau orang bisa mengucapkan, mengatakan hal-hal yang benar, yang baik, karena orang itu adalah orang yang benar, maka tindakan atau kata-katanya itu akan memberikan gizi, menyenangkan, menguatkan, membangun orang-orang di sekitarnya, dan akhirnya kita bisa menggembalakan. Jadi sebagai orang tua, pelajaran bagi kita adalah kalau kita mau menggembalakan anak dan anak-anak mau digembalakan oleh kita, prasyaratnya kita harus menjadi orang yang benar, harus menjadi orang yang hidup dalam Tuhan, takut akan Tuhan, dan memunyai hikmat juga dari Tuhan. Kalau kita campur tangan, mengaduk-aduk hidup mereka, sering kali akibatnya lebih negatif. Mereka tidak mau kita gembalakan, akhirnya mengambil jalan yang serong. Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. 127B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > atau: < TELAGA(at)sabda.org > atau kunjungi situs TELAGA di: http://www.telaga.org/transkrip.php?pagar_antara_orangtua_dan_anak.htm TANYA JAWAB __________________________________________________________ KEWALAHAN MENGHADAPI ANAK Pertanyaan: =========== Saya memunyai dua orang anak laki-laki, Adi (14 th) dan Ario (12 th). Entah mengapa, mereka selalu bertengkar setiap hari dan bermusuhan. Tingkah laku mereka juga tidak sopan dan tidak menghargai kami sebagai orang tua. Kami memang punya andil dalam hal ini, memang sepuluh tahun pertama pernikahan kami sangatlah berantakan. Kami bertengkar hampir setiap hari terutama karena ibu mertua saat itu tinggal bersama kami dan selalu ikut campur dalam semua hal. Setelah beliau meninggal dua tahun lalu, barulah kami sedikit membaik, pertengkaran kami cepat selesai dan saya lebih lega. Untuk anak-anak sepertinya sudah terlambat, menurut kami mereka kurang ajar dan berani melawan. Apa yang harus kami lakukan, Bu, saya dan suami sudah kewalahan. Jawaban: ======== Anda perlu memahami bahwa mereka dibesarkan dalam suasana yang kurang sehat. Di tengah "conflict habituated"/terus-menerus bertengkar dari Anda dan suami, anak-anak sebenarnya sudah membentuk pola tingkah laku dengan struktur yang tidak baik. Mereka tidak memunyai bekal yang cukup untuk menghadapi masalah, sehingga pemicu yang kecil sudah bisa menjadi konflik besar. Untuk menghadapi hal-hal yang semacam ini, ada beberapa saran yang dapat Anda pikirkan. 1. Kekompakan Anda dan suami, walaupun sudah jarang bertengkar, harus belajar untuk menyatukan sikap dan pikiran. Anda harus kompak dalam menghadapi anak-anak. Untuk itu, komunikasi yang benar-benar dewasa harus dilatih dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap masalah hendaknya dibicarakan secara matang dan Anda tidak terpancing untuk meresponi secara spontan dan subjektif atas sikap dan kata-kata dari anak-anak Anda. Dengan kata lain, Anda sendiri akan belajar menjadi model yang dapat dilihat dan diteladani dari dua individu yang saling menghormati dan mengasihi. 2. Pribadi Anda dan suami harus belajar membina hubungan pribadi dengan anak-anak Anda. Adakan waktu secara rutin dengan mereka, biasakan berbagi pengalaman dan perasaan Anda. Jangan malu untuk mengakui kesalahan, dan kalau memang salah, Anda bisa minta maaf. Bagikan pengalaman dan pergumulan Anda sendiri, mereka sudah bisa diajak berpikir dan tidak boleh diperlakukan sebagai anak kecil. 3. Rohani Sebagai orang-orang beriman, Anda seharusnya menjadikan iman sebagai landasan pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan yang nyata. Kita percaya bahwa Allah dalam Tuhan Yesus Kristus adalah Allah yang hidup. Dalam iman kepada Tuhan, tidak ada kata terlambat (Yesaya 1:18). Kuasanya yang melampaui segala akal akan hadir dalam kehidupan kita jikalau kita hidup diperkenan oleh-Nya. Mulailah Anda merenung dan tanyakan pada diri Anda sendiri, bagaimana kondisi kerohanian Anda berdua. Pembaharuan hidup ini bisa dimulai dengan langkah-langkah pertobatan yang nyata, yaitu pembaharuan sistem kehidupan pribadi Anda sendiri. Semoga Tuhan memberkati! Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buletin: Parakaleo, Edisi April-Juni 2005, Vol. XII, No. 2 Penulis: Esther Susabda, Ph.D. Penerbit: Departemen Konseling STTRII, Jakarta 2005 Halaman: 4 INFO _________________________________________________________________ PREMARITAL-COUNSELING Kami mengundang Saudara yang telah memunyai pacar/tunangan dan sedang mempersiapkan diri ke arah pernikahan, untuk menghadiri Premarital-Counseling bersama Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha. Acara yang hanya untuk dua puluh pasangan saja ini diadakan pada: Hari/tanggal: Kamis/4, 11, 18, dan 25 September 2008 Pukul : 18.00 -- 21.30 WIB Tempat : Jl. Kiai Tapa 99 A, Grogol, Jakarta Barat (Samping Bank Mandiri/Klinik Trisakti atau depan Terminal Grogol) Biaya : Rp 350.000/orang; Rp 550.000/pasang Early Bird Rp 275.000/orang; Rp 450.000/pasang (sebelum 17 Agustus ) Biaya sudah termasuk makalah, snack, makan malam, dan sertifikat. Pembayaran melalui Rekening BCA Indocement, an. Yayasan LK3 No. 4593046543, bukti transfer mohon dikirim melalui fax ke 021-5644129. Materi yang diajarkan: 1. Visi dan Esensi Pernikahan Kristen 2. Jebakan dan Kerikil Tajam Selama Pacaran 3. Dua Faktor Utama Meyakini Teman Hidup 4. Pohon Keluarga dan Pengaruhnya Pada Kepribadian Calon Anda 5. Psikologi dan Teologi Pernikahan 6. Sistem Pernikahan Kristen yang Sehat 7. Harga Diri, Seksualitas, dan Keuangan dalam Pernikahan Keuntungan yang bisa didapatkan melalui acara ini: a. Tersedia tes kepribadian dengan harga khusus (optional). b. Voucher Rp 500.000 mengikuti Pembelajaran Konseling Jarak Jauh Angkatan II selama tiga tahun (mulai Januari 2009). c. Beli buku Paket konseling Free DVD Konseling Julianto. Informasi dan Pendaftaran: Peduli Konseling Indonesia Jl. Kiai Tapa 99 A, Grogol, Telp. 021-5608477; Fax.021-5644129. Tiyo (0817855835); Rudy (087877179387) E-mail: konseling_lk3@cbn.net.id Website: www.pedulikonseling.or.id Julianto dan Roswitha adalah Pendiri dan Direktur Institut Konseling LK3 dan Pendiri Yayasan Peduli Konseling Indonesia (YAPKI). Telah melatih lebih lima ribu "leader" dalam Parenting Skill dan Konseling Keluarga. Menulis lebih dari sepuluh judul buku, diantaranya "Surat Izin Menikah" dan "Seni Merayakan Hidup Yang Sulit" (Gramedia). _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Evie Wisnubroto Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2008 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |