Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/163 |
|
e-Konsel edisi 163 (1-7-2008)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen _____________________________________________________________________ EDISI 163/1 Juli 2008 Daftar Isi: = Pengantar: Mengevaluasi Diri = Cakrawala: Masalah Rendahnya Rasa Harga Diri = Bimbingan Alkitabiah: Tuhan, Mengapa Engkau Membentuk Aku Seperti Ini? = Tips: Mencegah Masalah Rendah Diri dan Nilai Diri yang Rendah PENGANTAR REDAKSI ____________________________________________________ Salam sejahtera, Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki ketergantungan satu sama lain. Ada yang kadar ketergantungannya tinggi, ada pula yang rendah sehingga beberapa orang bahkan bisa mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan siapa pun. Pada kenyataannya, benarkah seorang manusia dapat hidup tanpa membutuhkan manusia lainnya? Tentu saja tidak, bukan? Meskipun hanya kepada satu orang saja, kita tetap dan pasti membutuhkan orang lain. Ketergantungan manusia kepada sesamanya memang sangat menolong dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Namun di sisi lain, sifat ini dapat pula menjadi bumerang tatkala dalam memandang, menilai, dan menghargai dirinya sendiri, seseorang sangat bergantung kepada pandangan dan penilaian orang lain. Akibatnya, bisa muncul krisis harga diri, dimana seseorang memiliki rasa harga diri yang rendah sekali jika penilaian yang dia harapkan dari orang lain tidak sesuai dengan harapannya. Rasa harga diri yang rendah ini akan sangat memengaruhi seseorang dalam bertindak, bergaul, berbicara, berpikir, dan sebagainya. Mengapa rasa harga diri yang rendah bisa sangat memengaruhi kehidupan seseorang? Bagaimana kita bisa menolong mereka yang memiliki rasa harga diri yang rendah dan tuntunan yang seperti apa yang Alkitab berikan? Mari kita mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui edisi awal Juli ini. Kiranya bisa menjadi berkat bagi Anda sekalian. Staf Redaksi e-Konsel, Evie Wisnubroto CAKRAWALA ____________________________________________________________ MASALAH RENDAHNYA RASA HARGA DIRI Saya yakin bahwa sebagian besar dari kejatuhan atau dosa pertama kita bermula dari kurangya rasa harga diri. Ini adalah suatu masalah yang dimiliki semua orang, tidak peduli bagaimana cara kita dibesarkan. Bahkan, jauh di lubuk hati orang-orang yang berasal dari keluarga yang mendekati ideal pun ada perasaan seperti ini, "Aku memunyai kekurangan. Orang lain mungkin tidak, tetapi aku punya kekurangan." Bagi sebagian orang, keraguan pada diri sendiri ini tidak pernah menjadi masalah yang sangat serius. Tetapi bagi beberapa yang lainnya, hal itu mungkin menjadi masalah berat. Keraguan pada diri sendiri dapat menjadi masalah bagi orang-orang yang sedang menuju kedewasaan atau sedang mengalami hubungan-hubungan antarpribadi yang tanpa kasih sayang, tidak disetujui, dan tidak diterima. Hampir semua masalah rendahnya rasa harga diri timbul dari gambaran diri yang diperoleh dari orang-orang yang berarti dalam hidup kita, seperti orang tua, saudara, teman-teman sebaya di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, bahkan di gereja. Sebagai manusia, kita memerlukan penerimaan, pengakuan, dan kasih sayang. Jika orang-orang yang penting dalam hidup kita justru memberi celaan, penolakan, dan suatu perasaan seakan-akan kita tidak dikehendaki, maka kebutuhan pokok kita tidak terpenuhi. Akibatnya, muncul perasaan harga diri yang rendah sekali. Kita melihat bayangan kita di mata orang-orang ini, dan kita berkata kepada diri kita sendiri, "Saya tidak berharga." Sebab lain dari rendahnya rasa harga diri adalah pengetahuan teologi yang kurang serta buruknya pengajaran di gereja maupun di dalam keluarga kita. Banyak dari kita yang telah menghasilkan kebaikan dari suatu sifat buruk. Nampaknya, kita percaya bahwa sikap mencela diri itu menyenangkan Tuhan, bahwa ini merupakan bagian dari kerendahan hati orang Kristen, bahkan hal ini perlu untuk memeroleh penyucian dan kekudusan. Dengan berpikir seperti ini, kita telah mencampurkan rasa harga diri yang baik dengan sifat egoisme duniawi yang buruk. Kedua hal ini tidak sama. Yang benar dari persoalan tersebut adalah bahwa di dalam Kitab Suci, meremehkan harga diri bukanlah sifat rendah hati kristiani yang sejati. Meremehkan harga diri sebenarnya bertentangan dengan ajaran-ajaran pokok iman Kristen. Sebagai contoh, Yesus menyuruh kita mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri (Lukas 10:27, mengutip dari Imamat 19:18). Dengan berkata demikian, yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kita hendaknya memiliki harga diri yang pantas. Kita hendaknya menyadari harga diri kita sendiri sebagai manusia dan menggunakan rasa berharga itu sebagai dasar untuk mengasihi sesama kita dengan layak. Paulus pun menjadikan rasa harga diri sebagai dasar bagi suatu perkawinan yang bahagia. Ia berkata, "Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya," (Efesus 5:28,29). Salah satu versi Alkitab dalam bahasa Inggris menyatakannya sebagai berikut, "Kasih yang diberikan seorang laki-laki kepada istrinya adalah perluasan dari kasihnya kepada dirinya sendiri yang ia berikan untuk membungkus istrinya." Selanjutnya, Paulus mengatakan bahwa inilah jenis hubungan yang dipunyai Kristus dengan gereja-Nya, "Bagi kamu masing-masing ... kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri," katanya meringkaskan (ayat 33). Mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri bukan hanya suatu perintah. Hal itu adalah suatu fakta kejiwaan. Kita dapat mengasihi sesama kita sampai sejauh kita mengasihi diri sendiri. Seseorang yang rasa harga dirinya rendah akan sangat sukar bergaul dengan orang lain. Kita tidak mungkin mengasihi orang lain tanpa syarat bila kita perlu membuktikan nilai diri kita sendiri, tetapi ketika kita yakin bahwa kita berharga di hadapan Allah, kita bebas mengulurkan tangan kasih kepada orang lain. Jadi, merendahkan diri sendiri tidak sama dengan kerendahan hati, kekudusan, atau pun kesucian. Merendahkan diri bukanlah apa yang dimaksudkan di dalam Perjanjian Baru, dengan menyalibkan diri kita sendiri (seperti yang terdapat di dalam Galatia 2:20, misalnya). Yesus tidak meminta kita untuk merendahkan diri kita sendiri, dan perasaan rendah diri kita bukan berasal dari Tuhan. Perasaan rendah diri itu sebenarnya berasal dari masa lalu kita. Bila rasa harga diri kita didasarkan pada apa yang orang lain pikirkan tentang kita, carilah sumber informasi lain tentang harga diri kita. Kita harus mendapat rasa harga diri kita dari penilaian Tuhan sendiri. Ia mengasihi, menghargai, dan menilai kita di dalam rencana yang Ia buat bagi diri kita. Paulus berkata, "Terpujilah Allah yang Agung, karena melalui Anak-Nya yang tercinta Ia sangat mengasihi kita" (Efesus 1:6, Alkitab Kabar Baik). Bagi saya, artinya adalah bila kita ada di dalam Kristus, Allah memandang kita dan berkata tentang kita seperti Ia berkata tentang Yesus pada saat pembaptisan-Nya, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan," (Matius 3:17). Bagaimana kita dapat memiliki harga diri yang sesuai dengan pandangan Tuhan terhadap diri kita? Berikut ini ada beberapa saran. 1. Menyadari cara Saudara dalam menilai diri sendiri. Saya telah menasihati orang-orang agar memohon kepada Tuhan untuk memeriksa setiap kali mereka meremehkan arti diri mereka sendiri. Satu atau dua minggu kemudian mereka kembali lagi kepada saya dan mereka benar-benar merasa heran. "Anda tahu," kata mereka, "saya tidak menyadari bahwa hal ini begitu dalam tertanam di dalam diri saya. Saya menganggap rendah harga diri saya siang dan malam.", 2. Belajarlah untuk menerima informasi yang baik maupun yang buruk. Saya mengatakan kepada orang-orang untuk berlatih menerima pujian dengan senyum dan ucapan terima kasih. Hendaknya mereka berhenti memberikan sifat rohani pada keberhasilan mereka dan jangan menganggap karunia-karunia mereka tidak berharga dengan menyebut hal seperti itu sebagai kerendahan hati. 3. Berhenti mengatakan "akulah!" Cara lain untuk mengatasi rendahnya rasa harga diri adalah dengan berhenti menggunakan pernyataan "akulah". Hanya Yesus yang berhak memakai "Akulah" karena Dia dan hanya Dia sendiri yang membuat sesuatu. Sebaliknya, Saudara dan saya selalu akan menjadi sesuatu. Bila Saudara membuat pernyataan "akulah" -- akulah bodoh, akulah jelek, akulah tidak dikasihi, akulah canggung -- kita membatasi diri kita dengan cara yang paling tidak perlu. Jika kita terbiasa memakai pernyataan-pernyataan yang demikian, akan diperlukan banyak doa dan pergumulan untuk mengubah keadaan itu. Kita bisa meminta Roh Kudus untuk memeriksa kita setiap kali kita menggunakannya. Sebagai ganti pernyataan "akulah", kita dapat mengatakan, "Saya adalah seorang anak Tuhan dan Ia mengasihi saya.", 4. Mintalah pertolongan. Jika kita sering mengalami penolakan, maka kita perlu bekerja keras sebelum kita dapat menilai diri kita sebagaimana Tuhan menilai kita. Banyak perencanaan ulang dan penyembuhan ingatan yang mungkin diperlukan jika kita pernah menghadapi pukulan-pukulan yang berat terhadap keadaan diri kita. Kita tidak mungkin mendapat kesembuhan ini dengan kekuatan sendiri; kita membutuhkan pertolongan orang lain, dan kita tidak boleh ragu-ragu untuk memintanya. Tuhan akan menyembuhkan Saudara sesuai dengan waktu yang ditentukan-Nya. Ia sangat gembira dengan setiap langkah kemajuan yang Saudara buat. Kasih-Nya kepada Saudara adalah tanpa syarat. Kasih-Nya sama sekali tidak bergantung pada keadaan Saudara yang mungkin patut dikasihi, tidak bergantung pada apakah Saudara berhak memerolehnya atau tidak, dan juga tidak bergantung pada soal Saudara dapat mencapainya atau tidak. Kasih-Nya diberikan kepada Saudara secara cuma-cuma. Karena Saudara tidak dapat menghidupkan kasih Tuhan itu dengan sesuatu yang Saudara lakukan, Saudara juga tidak dapat memadamkannya dengan suatu perbuatan. Saudara sama sekali tidak dapat membuat Tuhan berhenti mengasihi Saudara. Saudara dapat menolaknya, menutup diri terhadapnya, lalai menerimanya, membuat tembok yang menghalangi Saudara dari kasih itu, dan Saudara bahkan dapat pergi ke neraka daripada menerimanya apabila itu yang Saudara pilih. Tetapi, Tuhan akan terus mengasihi Saudara, bagaimana pun keadaannya. Jika Ia menghargai Saudara begitu tinggi, atas dasar apa Saudara mengatakan bahwa diri Saudara tidak berharga? Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul Buku: Pola Hidup Kristen Nama penulis: David Seamands Penerbit: Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup, Bandung; Lembaga Literatur Baptis, Bandung; dan YAKIN, Surabaya 2002 Halaman: 378 -- 382 BIMBINGAN ALKITABIAH _________________________________________________ "TUHAN, MENGAPA ENGKAU MEMBENTUK AKU SEPERTI INI?" (Persoalan Mengenai Ucapan Syukur, Bukan Menghargai Diri Sendiri) Setelah beberapa dekade, terjadi pergeseran pendapat masyarakat mengenai bagaimana seharusnya orang memandang dirinya sendiri. Secara khusus, intinya adalah kebutuhan untuk membangun harga diri seseorang atau mencintai diri sendiri. Apakah Anda mendeteksi ada permasalahan di sini? Hal yang paling menonjol di sini adalah "diri". Pada dasarnya, hal itu adalah cita-cita yang manusiawi karena menempatkan manusia sebagai orang yang mengambil alih dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai "tuhannya". Inti dari teologi ini adalah manusia menjadikan dirinya sebagai "tuhan", bukan Allah yang menjadi yang pertama dan terutama. Ini bukan hal baru, karena manusia selalu berusaha meminimalisir dosanya dan kerusakan moral yang diturunkan dari dosa Adam. Secara tradisional, gereja Kristen merespons tren baru dengan dua cara. Gereja bisa menerima dengan hangat ide-ide baru tersebut dengan sedikit memikirkannya atau meninjaunya dengan hati-hati, atau mereka akan menolak dan menjauhinya dengan membuat "peraturan-peraturan" tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan. Dalam lingkungan evangelikal, teologi "self-esteem" atau menghargai diri sendiri telah diterima secara relatif. Dalam lingkungan fundamentalis, ada penolakan terhadap ajaran ini dan ada tindakan menjauhi topik ini. Oleh sebab itu, tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk memberikan pendekatan yang berbeda sebagai suatu usaha untuk melihat subjek ini dari pandangan yang diharapkan tidak berat sebelah. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang diselidiki: Apakah pandangan Alkitabiah tentang manusia? Apakah seharusnya kita tidak mengajarkan bahwa hidup kita berharga, berguna, dan penting? PANDANGAN ALKITABIAH MENGENAI MANUSIA Apakah Anda pernah menerima dengan terbuka ide-ide di bawah ini? - Pandangan humanistik: Manusia memiliki sifat yang baik. Injil: Roma 7:18; Titus 3:5; Yeremia 17:9, "Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu." Pandangan alkitabiah: Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa manusia telah jatuh dan sudah sepenuhnya rusak. Kita adalah pendosa yang butuh seorang Penyelamat. Bersyukur, Tuhan Yesus mati bagi kita untuk menghapus dosa kita dan menyelamatkan kita. - Pandangan humanistik: Alasan mengapa manusia selalu berbuat dosa adalah karena mereka tidak pernah memikirkan diri mereka sendiri sebagai yang tertinggi; mereka merasa tidak penting; mereka memiliki harga diri yang rendah. Mereka tidak bisa diharapkan untuk bisa bertingkah laku dengan benar. Injil: Roma 12:3 dan 3:10-12; Yohanes 8:34, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa." Pandangan alkitabiah: Manusia berdosa karena mereka sudah lahir sebagai pendosa. (Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Lakukan ini untuk mengingat Aku." Hal ini menunjukkan, ada yang lebih penting dari gambaran anggur yang menandakan darah-Nya yang mulia dan roti yang belum dipecah yang melambangkan tubuh Kristus yang tak berdosa. Kita juga perlu mengingat bahwa dengan adanya perjamuan terakhir, bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan, dari perhambaan di Mesir. Melalui darah penebusan Kristus di Kalvari, orang percaya yang lahir baru dilepaskan dari perbudakan, dari perbudakan dosa! Puji Dia!) - Pandangan humanistik: Jangan tampar Bobby; kamu akan merusak harga dirinya! Dia benar-benar memiliki sifat yang baik. Injil: Ibrani 12:6; Amsal 29:16 dan 22:15, "Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya." Pandangan alkitabiah: Sekali lagi, setiap anak dan orang dewasa adalah pendosa, rusak secara alami. Disiplin disertai kasih yang terus-menerus diberikan tidak akan merusak harga diri, namun sebenarnya dapat memerbaiki sifat anak dan memberikannya pandangan yang tepat mengenai mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini akan menghasilkan ketaatan yang akan membuahkan sukacita. Sebaliknya, kurang disiplin akan menghasilkan anak yang merasa tidak aman (tidak ada batasan) dan akibatnya menjadi semaunya sendiri dan egois. - Pandangan humanistik: Yesus datang untuk mati bagi kita karena begitu berharganya manusia di mata Tuhan. Injil: "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Roma 5:10) Pandangan alkitabiah: Intinya adalah bahwa kita adalah musuh Allah. Tidak ada hal baik dalam diri kita, tidak ada yang pantas mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Ia tidak menyelamatkan kita karena kita baik, pintar, cerdas, atau cantik. Ia hanya memilih untuk mengasihi kita dan menebus kita. Dengan mengetahui hal ini, kasih dan anugerah Tuhan menjadi lebih menakjubkan! DIRANCANG UNTUK KEMULIAAN TUHAN Jadi apakah manusia ada harganya? Apakah ada tertulis di dalam Kitab Suci bahwa Tuhan secara positif mengatakan bahwa Dia akan membantu kita? Apakah ada neraca? Apa yang kita lakukan ketika kita merasa kecil hati atas diri kita sendiri? Bagaimana kita menghadapi cacat fisik dan ketidaksempurnaan yang nampak? Bagaimana dengan kekecewaan terhadap penyakit, sakit, dan kecelakaan? Bagaimana dengan saat-saat di mana kita membenci diri sendiri ... ketika kita secara umum membenci kehidupan ini? Berikut beberapa kebenaran yang harus diingat. 1. Waspadalah terhadap tujuan setan. "... untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan." (Yohanes 10:10). Dia menginginkan kita sengsara dan tidak tahu berterima kasih, menolak jalan yang telah Tuhan rencanakan bagi kita (Roma 1:19-22). Ini tidak ada hubungannya dengan harga diri yang rendah. Ini adalah permasalahan dosa. Setan ingin kita benar-benar menolak Tuhan (Roma 1:25). Aplikasi: Seberapa sering kita lupa untuk bersyukur, sebaliknya kita memilih untuk bersungut-sungut dan mengeluh ketika berkecil hati? Sadarilah rencana istimewa Tuhan untuk setiap anak-Nya. "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ...." (Mazmur 139:13-14) - Kita harus menyadari bahwa Tuhan adalah Pencipta kita -- kita adalah milik Tuhan. Kita bukan milik kita sendiri (1 Korintus 6:19). - Tuhan menciptakan setiap kita dengan detail yang menakjubkan dan sifat-sifat yang istimewa. Aplikasi: Dia bahkan merencanakan "kerusakan dan tragedi" dalam hidup kita untuk alasan istimewa (Roma 8 28). Hal ini berguna untuk membangun karakter dan memotivasi sesama kita, "... kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita ...." (Roma 5:1-5) 2. Mengerti ciri-ciri yang tak terubahkan. "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8) - Harapan dan keluh kesah kita tidak dapat mengubah apa pun, kecuali menghancurkan sifat kita dan sifat orang-orang di sekeliling kita. - Beberapa fakta kehidupan yang tak dapat kita ubah: asal-usul keluarga kita, umur, tinggi badan, ketajaman mental, warisan, jenis kelamin. - Hal ini seharusnya berdampak terhadap cara kita berbicara dengan orang lain, memperlakukan orang lain, dan mempengaruhi humor yang yang sering kita gunakan (menjadi peka terhadap kebutuhan orang lain). Terimalah rancangan istimewa yang "tak terubahkan" ini dengan ucapan syukur. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). 3. Bersukacitalah. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6) - Bersukacita dapat melawan rasa tidak semangat, kepahitan, kemarahan, keluh kesah, dan keengganan untuk bersyukur kepada Tuhan. Kita harus bersyukur kepada Tuhan untuk setiap hal yang tak dapat diubah. - Kita harus menyadari bahwa hal-hal tersebut mengingatkan kita bahwa kita adalah milik Tuhan dan Ia adalah Pencipta kita. Hal ini tidak ada hubungan dengan masalah rendahnya harga diri atau keberhasilan yang telah kita capai. - Sebaliknya, kita mungkin dapat bekerja pada hal-hal yang dapat kita ubah? Kualitas karakter dalam kehidupan kita melalui hal-hal yang tak dapat diubah, contohnya: ucapan syukur, kesabaran, sukacita, belas kasih, kesetiaan, dan lain lain (Filipi 1:6). Akhirnya, sadarilah bahwa Tuhan menerima kita sepenuhnya, bukan karena kita, tetapi karena pekerjaan Yesus yang telah selesai. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma 5:1) Bagaimana caranya kita mengaplikasikannya saat ini? Apakah Anda pernah menolak Yesus Kristus karena Anda marah terhadap ciri yang tak dapat diubahkan dalam hidup Anda? Apakah Anda kekurangan perspektif, hidup tanpa tujuan yang ditandai dengan tidak mengucap syukur dan merasa rendah diri, atau tidak mengucap syukur dan sombong? 1. Pertama, Anda harus percaya kepada Yesus Kristus atas keselamatan dan pengampunan semua dosa. 2. Selanjutnya, Anda harus berterima kasih kepada Tuhan untuk semua hal yang "tak terubahkan", terutama yang tidak Anda sukai. 3. Anda harus mohon pertolongan Tuhan untuk memelajari ajaran-Nya dan mengembangkan karakter yang baik melalui hal yang tak dapat diubah. Pelajarilah pandangan Tuhan dalam hidup Anda. Anda dirancang untuk kemuliaan-Nya, bukan kemuliaan Anda sendiri. Rasul Paulus mengerti akan hal ini, dan ia memilih "bangga" di saat sakit dan lemah (1 Korintus 1:26). TINJAUAN ULANG Apa kunci dari isu menghargai diri sendiri? Apakah Anda mengalami kepahitan atau sukacita? Jawaban sederhana atas pertanyaan di atas adalah memilih untuk bersyukur kepada Tuhan! (t/Hilda) Diterjemahkan dari: Nama situs: HomewithGod Judul asli artikel: "God, Why Did You Make Me This Way?" (A problem of gratefulness, not self-esteem) Alamat URL: http://www.our.homewithgod.com/ewerluvd/self_esteem.htm TIPS _________________________________________________________________ MENCEGAH MASALAH RENDAH DIRI DAN NILAI DIRI YANG RENDAH Idealnya, gereja lokal adalah suatu tubuh orang percaya yang berkomitmen untuk menyembah Tuhan dan mengabarkan Injil ke seluruh dunia dengan mengajar, memberi perhatian, membangun, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada orang lain dengan tidak memandang hal tersebut sebagai beban, manipulasi, dan keinginan untuk mendapatkan status dalam masyarakat. Tentu saja, kebanyakan gereja gagal, bahkan sering kali gagal, dalam mencapai bentuk yang ideal ini. Meskipun demikian, komunitas Kristen bisa memberikan pengaruh yang besar dalam mengubah konsep diri dan mencegah rasa rendah diri pada diri seseorang. Pengaruh ini bisa dilakukan melalui pengajaran, dukungan semangat, dan bimbingan dari orang tua. 1. Pencegahan melalui pengajaran. Kita telah melihat bahwa banyak orang membangun harga diri yang rendah karena mereka telah diajarkan bahwa orang-orang yang beriman seharusnya terus-menerus menempatkan diri mereka di bawah dan merasa tidak layak. Beberapa orang diajarkan bahwa Tuhan adalah hakim yang kejam yang menunggu untuk memberikan hukuman atas kesalahan-kesalahan kita sehingga dia bisa menghukum kita. Tuhan juga diajarkan sebagai Pribadi yang senang merendahkan kepribadian kita dan menyengsarakan hidup kita. Pandangan-pandangan yang salah dan menyimpang ini harus ditarik dan diganti dengan pengajaran yang alkitabiah tentang nilai manusia, pengampunan, harga diri, dan pentingnya mengasihi diri sendiri. Konsep diri seseorang tidak bisa tergantung pada tujuan-tujuan manusia dan pencapaiannya saja. Rasa memiliki, berharga, dan mampu yang dimiliki oleh setiap orang muncul karena kita dikasihi dan didukung oleh Tuhan yang besar dan berkuasa yang mengajar kita tentang dosa dan pengampunan kekal, memberkati kita dengan kemampuan dan karunia yang unik, menjadikan kita ciptaan baru, dan memberi kita alasan yang benar untuk memiliki harga diri yang pantas karena kita telah ditebus oleh Kristus. Di dalam gereja, orang-orang kristen harus belajar bahwa kita dapat mengasihi diri kita sendiri karena Allah mengasihi kita dan menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya. Kita dapat mengakui dan menerima kemampuan, karunia, dan prestasi yang kita miliki karena semuanya itu berasal dari Tuhan dan atas kehendak-Nya. Kita bisa merasakan pengampunan dosa karena Tuhan mengampuni kita tanpa syarat dan orang-orang percaya bisa memuji Tuhan atas apa yang Ia kerjakan di dalam dan melalui hidup kita. Tidak ada satu institusi pun yang mengajarkan konsep diri yang sesungguhnya sedekat gereja yang alkitabiah. Selain pengajaran yang alkitabiah melalui khotbah dan kelas-kelas, pendidikan ini juga melibatkan kelompok-kelompok diskusi. 2. Pencegahan melalui komunitas Kristen. Seseorang yang diterima dan dihargai sebagai anggota dari suatu kelompok akan merasa nyaman dan dapat membangun harga dirinya. Gereja bisa memberikan penerimaan dan dukungan, khususnya pada saat mereka membutuhkannya. Anggota gereja harus didorong untuk menunjukkan kepedulian dan perhatian satu dengan yang lain tanpa melebih-lebihkan atau membesar-besarkan pendatang baru atau anggota yang pasif. Gereja juga bisa menolong orang mendapatkan kemampuan praktis yang baru. Melalui gereja pula, kita bisa menolak berbagai materialisme dan jebakan-jebakan sukses yang tidak umum dalam masyarakat. Kita bisa belajar saling mengasihi sebagai saudara, setiap kita memiliki karunia dan kontribusi yang penting dalam membentuk tubuh Kristus. Tentu saja, ini adalah sesuatu yang idealis. Pakaian, usaha, dan cara bicara orang menunjukkan status sosial mereka. Berbagai jenis mobil yang ada di halaman parkir menunjukkan bahwa jemaat terbagi berdasarkan kemampuan ekonomi mereka. Namun karena Allah kita tidak terkesan dengan simbol-simbol status itu, kita seharusnya berusaha menjaga supaya simbol-simbol itu tidak memengaruhi hubungan interpersonal kita dan nilai-nilai dalam tubuh Kristus. 3. Pencegahan melalui bimbingan dengan orang tua. Karena kebanyakan masalah harga diri berawal dari rumah, maka dari rumahlah masalah ini bisa dengan sangat efektif dicegah. Tentu saja pencegahan itu masih dalam batas-batas pendidikan Kristen untuk mengajarkan kepada orang tua bagaimana membangun suasana rumah kristiani yang saling mengasihi dan bagaimana mengkomunikasikan bahwa anak-anak mereka terima. Anak-anak yang masih kecil membutuhkan kontak fisik dan ekspresi yang spontan atas hal-hal yang menyenangkan, termasuk waktu untuk bermain. Bila bersama anak-anak yang usianya lebih tua, harus ada dorongan, disiplin yang konsisten, pujian dan waktu yang digunakan untuk berkomunikasi. Dengan adanya bukti bahwa orang tua yang memiliki harga diri yang tinggi, cenderung memiliki anak yang harga dirinya juga tinggi, maka penting juga untuk menolong para ayah dan ibu mengatasi rasa rendah diri mereka dan membangun konsep diri yang positif. (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: Christian Counseling; A Comprehensive Guide Judul asli artikel: Preventing Inferiority and Low Esteem Penulis: Dr. Garry R. Collins, Ph.D Penerbit: World Publishing, USA 1988 Halaman: 324 -- 325 _______________________________e-KONSEL ______________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Evie Wisnubroto Penanggung Jawab Isi dan Teknis: Yayasan Lembaga SABDA Infrastruktur dan Distributor: Sistem Network I-Kan Copyright(c) 2008 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda punya masalah/perlu konseling? Atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.? Silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Arsip: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I: http://c3i.sabda.org/ Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |