Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/145 |
|
e-Konsel edisi 145 (1-10-2007)
|
|
Edisi (145) -- 01 Oktober 2007 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Pentingnya Komunikasi = Cakrawala : Mengambil Metode-Metode yang Alkitabiah: Kehidupan yang Berkomunikasi = TELAGA : Komunikasi dalam Pernikahan = Tips : Keluarga yang Sehat Memerlukan Komunikasi yang Sehat = Info : Publikasi e-JEMMi dan Situs e-MISI ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Salam dalam kasih Kristus, Komunikasi merupakan hal terpenting bagi setiap orang yang hidup dalam masyarakat. Tanpa komunikasi, mustahil kita bisa menjalin hubungan dengan orang lain. Hal demikian berlaku pula dalam lingkungan masyarakat yang terkecil, yaitu keluarga. Komunikasi yang sehat merupakan kunci utama menuju keluarga bahagia. Komunikasi yang demikian tidak dapat terjalin begitu saja dalam keluarga, mengingat pada dasarnya suatu keluarga diawali oleh penyatuan dua individu yang berbeda. Tidaklah mengherankan bila berbagai benturan akan banyak terjadi guna menjalin komunikasi yang sehat. Mengawali bulan Oktober ini, Redaksi menghadirkan topik Komunikasi dalam Keluarga dengan harapan bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita sekalian apakah saat ini komunikasi yang terjalin dalam keluarga kita merupakan komunikasi yang sehat. Selamat menyimak, kiranya menjadi berkat. Pimpinan Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani ========== CAKRAWALA ========== MENGAMBIL METODE-METODE YANG ALKITABIAH: KEHIDUPAN YANG BERKOMUNIKASI Pada tahun 1978, keluarga kami membangun sebuah rumah. Sementara bekerja, kami membicarakan hal-hal yang akan kami lakukan jika bangunan rumah tersebut telah selesai. Pada tahun-tahun berselang, kami mengadakan penambahan, membentuk ulang model kamar mandi dan dapur, dan bersiap untuk membuat tambahan. Kami tidak lagi membicarakan penyelesaian rumah itu. Kami menyadari bahwa kami akan selalu mengubah rancangan rumah kami. Selalu akan ada perbaikan tertentu yang harus dilakukan. Kegiatan membangun rumah bukan sekadar peristiwa dalam kehidupan kami sebagai sebuah kelurga, tetapi telah menjadi gaya hidup! Komunikasi adalah seperti itu. Suatu kehidupan yang berkomunikasi ---------------------------------- Komunikasi tidak hanya mendisiplinkan, tetapi juga untuk mengajar atau memuridkan, menggembalakan atau membimbing anak-anak Saudara kepada jalan Allah. Seperti pengajaran dari Ulangan 6, komunikasi yang utuh terjadi sementara berbaring, bangun, terjaga dalam perjalanan, dan sementara duduk. Para orang tua sering terlalu sibuk untuk berkomunikasi, kecuali ada sesuatu yang tidak beres. Suatu kebiasaan rutin untuk berbicara bersama menyiapkan jalan untuk pembicaraan pada situasi-situasi yang tegang. Saudara tidak akan pernah memiliki hati anak-anak Saudara jika Saudara berbicara dengan mereka hanya ketika sesuatu berjalan tidak beres. Menggembalakan Hati ------------------- Saya telah menggunakan frasa "menggembalakan hati" untuk memberikan bentuk yang jelas terhadap proses membimbing anak-anak kita. Itu berarti membantu mereka memahami diri mereka sendiri, karya Allah, jalan-jalan Allah, bagaimana dosa bekerja dalam hati manusia, dan bagaimana Injil sampai kepada mereka pada tingkat paling mendasar dari kebutuhan manusia. Menggembalakan hati anak-anak juga mencakup membantu mereka mengerti berbagai motivasi, tujuan, keinginan, harapan, dan hasrat. Hal itu memaparkan ciri sebenarnya dari realitas dan mendorong iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Saudara melaksanakan proses penggembalaan melalui komunikasi yang kaya serta berdimensi banyak. Memperhitungkan Pengorbanan --------------------------- Komunikasi yang jujur, mendalam, serta benar-benar alkitabiah memerlukan pengorbanan. Percakapan yang berwawasan dan tegas membutuhkan waktu dan keluwesan. Anak-anak tidak akan mencurahkan isi hati atau membuka dirinya menurut jadwal yang diminta. Orang tua yang bijaksana berbicara ketika suasana hati anak-anak sedang baik. Setiap suasana hatinya demikian, mereka akan sering mengajukan pertanyaan, mengemukakan komentar, menyatakan aspek kecil tertentu dari hati mereka. Pada saat-saat seperti itu, ketika suara hati mereka kacau, Saudara perlu berbicara. Untuk bisa memanfaatkan momen yang penting ini, Saudara mungkin harus membatalkan sesuatu. Berilah perhatian khusus! Saudara harus menjadi pendengar yang baik. Saudara akan kehilangan kesempatan berharga jika Saudara hanya mendengarkan anak-anak Saudara setengah-setengah. Cara terbaik melatih anak-anak Saudara menjadi pendengar aktif ialah mendengarkan mereka dengan penuh perhatian. Ada yang menganggap bahwa mendengarkan ialah bila melakukan sesuatu pada kesempatan-kesempatan yang ada untuk mengatakan sesuatu. Pada saat kita berpikir mereka mendengarkan, sebenarnya mereka tidak mendengarkan sama sekali. Jangan menetapkan apa yang harus dikatakan. Jangan menjadi orang tua seperti itu. Amsal mengingatkan Saudara bahwa orang bebal tidak suka pada pengertian, tetapi hanya suka membeberkan isi hatinya (Amsal 18:2). Tentu sulit untuk membedakan kapan harus diam dan mendengarkan sebab tidak seorang pun yang mengatakan mendidik anak itu mudah. Kadang-kadang perlu berhenti dan memikirkan apa yang telah Saudara katakan. Pikirkan juga mengenai apa yang belum Saudara dengarkan. Berhenti dan mendengarkan memberi kesempatan untuk menentukan kembali fokus dan menjadikan kreatif dalam percakapan Saudara. Komunikasi yang baik membutuhkan pengorbanan-pengorbanan dalam bidang-bidang lain. Hal itu menuntut tenaga fisik maupun rohani, juga daya tahan mental. Kadang-kadang orang tua kehilangan kesempatan-kesempatan berharga karena mereka merasa terlalu lelah untuk memerhatikan. Kita mulai merasakan dimensi fisik ini dengan nyata ketika anak-anak menginjak belasan tahun. Ketika masih kecil, kita biasa mengajak mereka tidur sebelum malam tiba. Ini memberi kita kesempatan untuk bercakap-cakap. Tetapi ketika anak-anak berusia belasan tahun, percakapan berlangsung pada saat-saat yang lebih malam. Saya tidak tahu pasti mengapa, tetapi kerap kali kesempatan-kesempatan penting untuk komunikasi datang pada malam hari. Orang tua yang bijaksana berbicara ketika anak-anak siap untuk diajak berbicara! Komunikasi yang tepat menuntut ketahanan mental. Saudara harus menjaga pikiran Saudara agar terfokus. Saudara harus menghindari godaan-godaan untuk memburu soal-soal yang tidak penting. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab harus diajukan melalui cara-cara baru dan segar. Saudara harus memiliki integritas untuk menghadapi anak-anak Saudara. Saudara membuat model dinamika kehidupan Kristen untuk anak-anak Saudara. Saudara harus membiarkan mereka melihat diri Saudara, yang memiliki indentitas sebagai anak Allah. Saudara harus memperlihatkan pertobatan Saudara kepada mereka. Nyatakanlah sukacita, pertobatan, serta rasa syukur Saudara. Hak untuk mencari tahu dan pengakuan yang jujur dari anak-anak Saudara tergantung pada kesediaan Saudara sendiri melakukan hal yang sama. Seorang ayah yang memunyai tiga orang anak menceritakan suatu keadaan di mana ia telah berbuat salah terhadap salah seorang anaknya. Ia telah berbicara kasar dan memukul anaknya secara kejam. Ia kelihatannya sangat menyesali perbuatannya. Ketika saya bertanya apakah yang dikatakan anaknya ketika ia akan meminta maaf, ia mengaku bahwa ia belum meminta maaf. Ayah ini tidak akan pernah membuka komunikasi dengan anaknya kecuali ia bersedia merendahkan diri dan mengakui kesalahannya. Jika ia tidak mau melakukan itu, usaha untuk berbicara tentang Allah akan merupakan hal yang sulit dan pura-pura saja. Diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: Shepherding a Child`s Heart (Menggembalakan Anak Anda) Penulis : Tedd Tripp Penerbit : Gandum Mas, Malang 1995 Halaman : 145 -- 149 ========== TELAGA ========== KOMUNIKASI DALAM PERNIKAHAN Meskipun kita sudah menyatukan hati dengan suami atau istri, tidak berarti dalam berkomunikasi pun kita bisa selalu klop. Oleh sebab itulah, kita harus selalu belajar bagaimana kita bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan pasangan kita. Ringkasan tanya-jawab dengan Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. berikut ini kiranya bisa menjawab pertanyaan kita di atas. Selamat menyimak. ------ T : Masalah komunikasi dalam pernikahan menjadi suatu masalah yang sering kali timbul. Sebenarnya, seberapa penting komunikasi itu di dalam hubungan pernikahan? J : Sangat penting sekali. Komunikasi adalah denyut pernikahan. Kita tahu bahwa dalam pernikahan yang bermasalah, komunikasi menjadi bermasalah. ------ T : Dalam pengertian ini, apakah komunikasi itu hanya apabila kita berbicara satu dengan yang lain? Bukankah bertengkar pun bisa disebut komunikasi? J : Komunikasi terbagi dalam dua jenis. Pertama, komunikasi verbal, yakni kata-kata yang kita ucapkan. Yang kedua, komunikasi non-verbal, yaitu bukan melalui kata-kata yang kita ucapkan, melainkan melalui bahasa tubuh. Komunikasi non-verbal, misalnya, kita menunjukkan mimik muka tidak suka sewaktu istri kita mengutarakan pendapatnya. Sewaktu kita menunjukkan mimik wajah yang berubah itu, ia sudah mendapatkan jawabannya, misalnya, kita tidak suka dengan pendapatnya, namun yang keluar dari mulut kita adalah: "Ya silakan kalau kamu mau jalani." Mungkin kita berpikir dengan berkata seperti itu kita sudah berusaha mencapai titik netral. Kita tidak menghalangi istri kita, juga tidak mendorong, kita hanya berkata "silakan". Tetapi setelah kita berkata "silakan", yang terjadi adalah reaksi keras dari istri kita dan ia berkata, "Mengapa kamu tidak suka kalau saya hendak melakukan ini dan itu?" Kita mungkin menjawab: "Saya tidak bilang tidak suka, saya bilang `silakan`." Yang bisa saja langsung direspons istri kita, "Tapi saya tahu kalau kamu tidak suka." Yang terjadi adalah istri membaca bahasa tubuh kita. Bahasa tubuh kita sudah mengomunikasikan ketidaksetujuan pada pendapatnya itu, meskipun yang muncul dari mulut kita akhirnya adalah "silakan". Hal ini cukup memicu terjadinya pertengkaran. ------ T : Sepertinya bahasa non-verbal lebih besar pengaruhnya; lebih kuat memberi makna di dalam komunikasi? J : Memang demikian, sebetulnya bahasa non-verbal jauh lebih berpengaruh, lebih memunyai dampak dibandingkan bahasa verbal. Kita menafsir makna dari apa yang dikatakan oleh orang tidak berdasarkan ucapannya, tetapi berdasarkan bahasa tubuhnya. Bahasa tubuh bisa berupa sikap kita secara langsung, misalnya tidak melihat/menoleh atau kita mengerjakan tugas yang lain sewaktu suami sedang berbicara. Itulah yang biasanya menjadi pertengkaran di rumah kita. ------ T : Tetapi bisa saja orang itu salah membaca bahasa tubuh partnernya? J : Betul, kadang-kadang memang terjadi kesalahan menafsir bahasa tubuh. Tapi yang lebih sering terjadi sebetulnya bahasa tubuh dan bahasa ucapan tidak sama, tidak klop, seperti contoh di atas. Kita melihat dari contoh tadi, si istri mendasari kesimpulannya bukan atas bahasa ucapan, melainkan atas bahasa tubuh. Jadi memang, yang sering kali menjadi masalah ialah kalau bahasa ucapan tidak sinkron dengan bahasa tubuh dan kalau tidak sinkron, sering kali kita mendasari kesimpulan kita atas bahasa tubuh, bahasa ucapan kita kesampingkan. ------ T : Bagaimana kalau ada yang lebih pandai lagi di dalam mengemukakan pendapatnya sehingga kelihatannya sinkron antara kata-kata dan bahasa tubuhnya, tapi sebenarnya dalam lubuk hatinya ada faktor yang bertentangan? J : Ini salah satu masalah dalam komunikasi. Ada orang yang bisa menyatakan setuju dan bahasa tubuhnya juga menunjukkan oke, setuju. Masalahnya, ia termasuk orang yang tidak bereaksi dengan cepat, apalagi terhadap ketidaksetujuan. Ia perlu waktu lebih lama untuk kembali memikirkan apa yang telah ia dengarkan tadi. Hal ini juga sering terjadi: sinkron, tapi kesinkronannya tidak merefleksikan isi hati. ------ T : Kalau begitu, bagaimana komunikasi yang baik dan benar itu? J : Ada satu istilah yang ditemukan oleh para pakar komunikasi, yaitu berkomunikasi secara asertif. Bahasa Inggrisnya "assertive" yang muncul dengan arti kata "to assert", artinya menyatakan pendapat. Jadi, asertif berarti mengutarakan isi hati dengan tepat dan tidak agresif, kira-kira itu definisi umumnya. Kira-kira ada lima hal tentang komunikasi asertif, yang pertama adalah orang yang mengutarakan perasaannya. Dalam contoh-contoh yang telah kita bahas, kita sudah melihat bahwa orang atau pasangan kita menafsir tindakan, perbuatan, dan bahasa tubuh kita, baru menyimpulkan artinya. Jadi, kata-kata yang kita ucapkan itu dinomorduakan. Apa yang ditafsir sewaktu bahasa tubuh itu yang ditangkap? Ternyata perasaan. Dengan kata lain, perasaan memegang peranan yang besar sekali dalam komunikasi. Lawan bicara kita akan ingin tahu perasaan kita saat kita mengutarakan pandangan atau pendapat kita. Kalau suami kita melihat kita memang sudah punya perasaan tidak suka dengan yang ia tuturkan, itu akan cenderung mewarnai komunikasinya. Jadi, orang yang berkomunikasi dengan asertif, pertama-tama harus jelas dulu dengan perasaan hatinya karena itulah yang ia komunikasikan kepada pasangannya. ------ T : Tapi tidak semua orang bisa menerima keterusterangan kita. Kalau mengutarakan kemarahan atau kejengkelan kita apa adanya, belum tentu pasangan bisa menerima. J : Ini perlu dilatih sebab kita memang tidak dikondisikan untuk mengutarakan (perasaan pada) pasangan kita dengan jelas. Kita menjadi orang yang sering kali bingung dengan perasaan kita. Kalau kita saja bingung dengan perasaan kita, apalagi orang lain. Contoh klasik yang sering kali terjadi, misalnya, seorang istri menunggu suaminya yang berjanji pulang pukul 18.00, tapi ternyata baru pulang pukul 21.00 dan tidak menelepon dulu. Begitu pulang, apa yang akan terlontar dari mulut si istri? Kemarahan. Sebetulnya, dalam waktu tiga jam sembari menantikan si suami itu. Ia cemas, takut kalau-kalau suaminya mengalami kecelakaan. Tapi begitu suaminya pulang yang muncul adalah perasaan marah. Yang terjadi di sini kadang-kadang kita enggan mengatakan "Saya takut kehilangan kamu"; lebih nyaman bila langsung memaki-maki pasangan kita. Sekali lagi inilah yang akan menjadikan komunikasi kita bermasalah -- kita tidak jelas dengan perasaan kita. Kita bisa bayangkan betapa mulusnya komunikasi itu kalau si istri, misalnya, langsung berkata: "Tiga jam kamu tidak memberikan kabar kepada saya, saya menunggu dalam ketegangan dan ketakutan, saya khawatir kamu mengalami kecelakaan." Ketegangan itu pun bisa langsung diselesaikan. ------ T : Selain perasaan, apa yang penting di dalam komunikasi? J : Menyampaikan permintaan atau harapan kita. Hindarilah peluang bagi pasangan kita untuk mereka-reka maksud kita. Misalnya, kalau kita mengharapkan pasangan kita berubah dalam hal tertentu, sampaikanlah dengan jelas, jangan bicara berputar-putar. Kalau kita memang tidak mau mengkritiknya secara kasar, tapi tidak tahu bagaimana memilih kata-katanya, kita bisa berkata, "Mungkin yang saya sampaikan ini tidak tepat karena saya tidak tahu memilih kata-kata yang pas, jadi maaf kalau kata-kata saya terlampau menyakiti hati kamu." Jelaskan tujuan kita. Sering kali masalah dalam komunikasi timbul karena pasangan kita harus mereka-reka maksud kita. Padahal maksud-maksud yang ditangkap itu belum tentu benar dan orang akan bereaksi sewaktu membaca maksud-maksud tersebut. ------ T : Adakah unsur lain dalam berkomunikasi? J : Unsur lain adalah membagikan pengamatan kita. Waktu kita berbicara, apalagi dalam hubungan suami-istri, jangan menuduh orang dengan cepat dan hindarkan penggunaan kata-kata "kamu". Sebaiknya katakan, "Saya merasa kecewa karena ...." Cobalah memaparkan peristiwa dan faktanya secara objektif; kesampingkan kesimpulan dan jangan tergesa-gesa menyimpulkan tindakan orang. ------ T : Kadang-kadang di dalam komunikasi itu kita melihat bahwa pasangan kita meragukan apa yang kita katakan. Apakah bisa kita balik bertanya, "Kamu mengerti yang saya katakan?" J : Itu saran yang baik sekali. Ini membawa kita kepada butir berikutnya dalam komunikasi dengan asertif, yaitu silakan atau bersedialah mengecek ulang pengamatan kita. Sebab yang kita katakan belum tentu memang dilakukan dengan sengaja oleh pasangan kita dan maksudnya pun mungkin sekali berbeda dari yang kita sudah duga. Jadi bersedialah mengecek ulang: benar atau tidak yang kita katakan, yang kita amati, dan yang kita lihat. Biarkan pasangan kita memberikan masukan. ----- T : Bagaimana kita berusaha sebaik mungkin menguasai diri, baik di dalam kata-kata maupun di dalam bahasa tubuh, waktu kita bertengkar? J : Salah satu prinsipnya membawa kita kepada butir terakhir. Meskipun kita telah melakukan keempat butir di atas, tidak tertutup kemungkinan kita akan bertengkar. Kalau sampai terjadi, jangan gunakan kata-kata yang kasar. Apa yang harus kita lakukan setelah pertengkaran? Setelah pertengkaran jangan lupa untuk menyampaikan penghargaan. Mengapa? Orang memang berkata pertengkaran adalah bumbu, tapi bumbu yang kebanyakan selalu membuat sakit perut. Jadi, pertengkaran yang kebanyakan juga akan merusak pernikahan. Meskipun pertengkaran tidak banyak, semua orang akan bisa setuju bila satu pertengkaran cukup berat untuk kita tanggung, pertengkaran itu seolah-olah mengikis kemesraan atau perasaan positif pada pasangan kita. Kalau sering terjadi pertengkaran, lama-lama perasaan mesra atau yang positif itu akhirnya punah. Jadi, kita perlu memikirkan hal-hal yang baik, yang positif, kata-kata yang membangun atau menghargai disampaikan setelah pertengkaran itu reda. Kita perlu menambal lubang-lubang yang telah kita ciptakan karena pertengkaran itu. ------ T : Bagaimana dengan orang yang temperamental, kalau marah memaki-maki sesudah itu meminta maaf, tetapi ia lupa bahwa makiannya tadi sebenarnya lebih menyakitkan daripada permintaan maaf yang ia sampaikan? J : Lama-lama memang tidak dihiraukan lagi. Tapi permintaan maaf tidaklah identik dengan penghargaan. Permintaan maaf karena kita bersalah adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan dan sebetulnya tidak ada nilai tambah. Tapi mengucapkan kata-kata yang menghargai itu memunyai nilai positif. Itu adalah tambalan, dan memang kalau lubangnya terlalu besar, menambalnya pun lebih susah. ------ T : Dalam hal ini firman Tuhan berbicara apa? J : Efesus 4:29, "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Kata-kata yang membangun, bukan kata-kata yang kotor; itulah permintaan Tuhan pada kita semua. Mengapa kata-kata yang membangun? Karena firman Tuhan berkata bahwa orang yang mendengar beroleh kasih karunia. Itulah yang harus kita ingat. Kita adalah pemberi kasih karunia Tuhan kepada pasangan kita. Jangan sampai pasangan kita tidak menerima kasih karunia, tapi (malah menerima) kutukan-kutukan kita. Gunakan kata-kata membangun, hindarkan kata-kata kasar apalagi kotor. Sajian di atas kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T100B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org > atau kunjungi situs TELAGA di: ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?komunikasi_dalam_pernikahan.htm ========== TIPS ========== KELUARGA YANG SEHAT MEMERLUKAN KOMUNIKASI YANG SEHAT Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak merupakan akibat dari berbagai faktor dalam kehidupannya. Seorang anak dipengaruhi oleh urutan kelahirannya dalam keluarga, struktur syarafnya, hubungannya dengan anggota keluarga yang lain, kekuatan dan kelemahannya secara biologi, dan lain sebagainya. Tetapi suasana di rumah, termasuk komunikasi melalui perkataan maupun sikap orang tua, memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak. Kehidupan emosi seorang anak sebenarnya dimulai pada waktu kehamilan ibunya berusia enam bulan. Dalam bukunya, "The Secret Life of the Unborn Child", Dr. Thomas Verny meringkas data yang terbaru mengenai sifat janin yang mudah dipengaruhi. Pertama, janin yang masih berada di dalam rahim dapat mendengar, mengalami, menikmati, bahkan belajar dan merasakan sampai tingkat tertentu. Kedua, apa yang dirasakan dan diketahui oleh janin mulai membentuk sikap dan pengharapannya atas dirinya. Sikap ini dikembangkan dari pesan yang ia terima dari ibunya. Ketiga, faktor yang terpenting dalam perkembangan emosi janin adalah sikap ibunya. Seorang ibu yang selalu gelisah atau tidak stabil emosinya karena akan menjadi seorang ibu, dapat meninggalkan bekas luka secara emosional pada kepribadian anak yang belum lahir. Sebaliknya, sukacita, kebanggaan, dan pengharapan dapat menunjang perkembangan emosi seorang anak secara positif. Keempat, jangan sampai kita mengabaikan peran seorang ayah dalam proses ini. Perasaan seorang suami tentang istri dan anaknya yang belum lahir sangat penting dalam menentukan kehamilan yang berlangsung dengan baik dan sehat. Setelah lahir, seorang anak sangat bergantung pada orang tuanya atas kesehatan dan perkembangan emosinya. Pikirkan sejenak ciri-ciri khusus dari sebuah keluarga yang sehat. Perhatikan bagaimana komunikasi yang positif dan membangun merupakan bagian yang utuh dari masing-masing unsur berikut. 1. Suasana yang positif di rumah. Suasana di rumah pada dasarnya tidak menghakimi. 2. Setiap anggota keluarga dihargai dan diterima apa adanya. Sifat seseorang dihargai. 3. Setiap orang dibolehkan bertindak sewajarnya. Seorang anak berkelakuan seperti seorang anak dan orang yang dewasa berkelakuan seperti orang dewasa. 4. Anggota keluarga saling memerhatikan dan mereka mengungkapkan perhatian dan kasih sayang melalui perkataan. 5. Komunikasi berjalan secara langsung, sehat, dan terbuka. Tidak ada pesan yang bertentangan. 6. Anak-anak dibesarkan supaya mereka menjadi dewasa dan menjadi pribadi sesuai dengan hak mereka. Mereka dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada ibu dan ayah, dengan cara yang sehat. 7. Keluarga menikmati kebersamaan. Mereka tidak berkumpul karena kewajiban. 8. Anggota keluarga dapat tertawa bersama, dan mereka menikmati kehidupan bersama. 9. Anggota keluarga dapat saling membagikan harapan, impian, ketakutan, kecemasan mereka dan tetap diterima. Keakraban yang sehat dapat dirasakan di rumah. Bagaimanakah keadaan keluarga di mana Anda dibesarkan sekarang? Apakah ciri-ciri di atas menggambarkan keluarga asal Anda? Diambil dari: Judul buku: Menjadi Orang Tua yang Bijaksana Penulis : H. Norman Wright Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 1991 Halaman : 25 -- 27 ========== INFO ========== PUBLIKASI e-JEMMI DAN SITUS e-MISI Inginkah Anda mendapat beragam informasi tentang dunia misi? Kami ajak Anda untuk berlangganan Milis Publikasi e-JEMMi! Publikasi yang diterbitkan Yayasan Lembaga SABDA ini akan memberikan informasi berupa berita-berita atau kesaksian seputar pelayanan misi dan mobilisasi misi di seluruh dunia. Anda juga bisa berpartisipasi untuk dunia misi melalui e-JEMMi dengan mengirimkan informasi seputar misi. ==> < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > [berlangganan] ==> < jemmi(at)sabda.org > [kontak] ==> http://www.sabda.org/publikasi/misi/ [arsip] Selain e-JEMMi, terdapat juga Situs e-MISI yang menyediakan sumber informasi dan referensi terlengkap tentang misi, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Situs ini akan menolong Anda untuk melihat pekerjaan tangan Tuhan yang luar biasa di berbagai tempat di dunia dan sekaligus diharapkan akan mendorong kita terjun dan ikut ambil bagian dalam pekerjaan misi di mana pun kita berada. Kunjungi situs ini dan dapatkan berkatnya! ==> http://misi.sabda.org/ ============================== e-KONSEL ============================== PIMPINAN REDAKSI: Christiana Ratri Yuliani PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/ sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |