Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/143 |
|
e-Konsel edisi 143 (1-9-2007)
|
|
Edisi (143) -- 01 September 2007 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Bila Puber Kedua Menyapa = Cakrawala (1) : Bahaya Puber Kedua = Cakrawala (2) : Cinta pada Pandangan Setengah Baya = TELAGA : Pubertas Kedua: Mitos Atau Realitas? = Bimbingan Alkitabiah: Ketika Anda Merasa Lemah = Info : Publikasi e-BinaAnak ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Masa transisi merupakan hal yang wajar terjadi dan dialami oleh setiap makhluk hidup. Sebagai contoh, lihat saja proses kehidupan kupu-kupu yang awalnya berasal dari seekor ulat. Demikian pula dengan manusia, berkembang dari embrio menjadi bayi. Pertambahan usia membawanya dari anak-anak menjadi remaja, kemudian menjadi orang dewasa hingga akhirnya memasuki masa tua. Pada setiap masa transisi pun sudah pasti terjadi gejolak dan dampak dalam diri orang yang mengalaminya. Dalam siklus kehidupan manusia, masa yang paling bergejolak dan berdampak adalah pada saat beranjak remaja (atau masa puber) dan pada saat beranjak paruh baya, atau lebih sering disebut puber kedua. Puber kedua inilah yang sering kali menimbulkan masalah karena biasanya orang yang mengalami masa ini adalah mereka yang sudah berumah tangga. Meskipun tidak semua orang mengalami gejolak puber kedua, namun penting bagi kita untuk mengetahui tanda-tanda dan gejolak apa saja yang akan muncul. Bila saat ini Anda atau pasangan Anda sudah mulai menginjak usia-usia "rawan" puber kedua ini, berikut kami sajikan bahan-bahan yang kiranya bisa menjadi bekal bagi Anda untuk menghadapi gejolak puber kedua. Silakan simak, semoga dapat memperkaya wawasan kita. Pimpinan redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani ========== CAKRAWALA (1) ========== BAHAYA PUBER KEDUA Saat ini ketika jalan-jalan di mal, banyak terlihat orang setengah baya yang jika dilihat dari belakang tampak seperti anak-anak remaja. Mereka mengenakan baju dan berpotongan rambut masa kini yang luar biasa model maupun warnanya. Tak jarang pemandangan lucu tersebut membuat orang yang berpapasan tersenyum kala melihat seorang ibu dengan perut yang tidak lagi langsing mengenakan blus pendek yang memperlihatkan pusarnya, dengan polesan bedak tebal seolah memakai topeng. Wah, apa gerangan yang terjadi? Begitu juga yang terjadi belakangan ini dengan Taty yang bingung sendiri melihat tingkah suaminya yang "agak lain" dari biasanya. Tadinya suaminya malas sekali kalau diajak menemani ke salon, sekarang malah dia yang rajin ke sana. Pulang kerja langsung ke salon atau ke spa untuk perawatan rambut, muka, badan. Juga refleksi kaki dan sebagainya. Mula-mula Taty curiga, jangan-jangan itu hanya alasan. Mungkin suaminya punya pacar baru dan ketemunya di salon, spa, atau mal. Taty sampai menyewa detektif amatiran, yaitu anaknya sendiri, untuk menguntit sang suami yang kelihatan jadi ganjen (genit) sekali. Dan sang anak melaporkan hasil kuntitannya. Demikian bunyinya, "Ibu, ternyata ayah beneran ke salon untuk merawat rambutnya yang rontok, terus minta dicat. Katanya sudah banyak yang putih. Lalu ke spa minta dilulur. Katanya, supaya kulit keriputnya hilang. Terus ke toko pilih baju. Katanya, warna baju yang di rumah semuanya kuno, ingin diganti dengan yang model dan warnanya ok punya! Ha ... ha ...." Sang anak terbahak-bahak mengakhiri cerita tentang ayahnya yang lagi "GR" (gede rasa) dan mendadak jadi pesolek berat. Sang ibu yang mendapat laporan seperti itu hanya bisa menarik napas panjang dan geleng-geleng kepala menandakan bingung. Menghadapi keadaan suami atau istri yang mendadak bertingkah seperti ABG (Anak Baru Gede) memang sangat membingungkan. Belum lagi biasanya sifat pasangan yang mudah curiga kalau-kalau sang suami atau istri punya "daun muda". Karuan saja hal ini bisa membuat suasana rumah yang tadinya adem nyaman menjadi sedikit bergejolak dan panas. Tak jarang menjurus menjadi pertengkaran hebat yang berujung pada perpisahan. Nah, mengapa sang suami atau istri yang mulai memasuki usia empat puluh tahun bisa berubah serta bertingkah dan berpenampilan seperti layaknya anaknya yang SMU? Ternyata menurut para ahli jiwa, hal itu merupakan masa tahapan puber, yaitu transisi tahapan untuk pindah ke tahapan berikutnya. Kita mengenal dua tahapan yang mudah dilihat dan dirasakan, yaitu masa puber pertama dan masa puber kedua. Puber pertama, masa seorang anak berpindah ke tahap menjadi masa remaja di mana di masa-masa ini seorang anak ingin secepatnya menjadi orang dewasa yang memunyai "kewenangan" lebih, baik dari segi penampilan maupun keingintahuan. Pokoknya dalam masa ini, seseorang pada tahap menjadi berani. Kiasannya "tidak takut mati". Pada masa inilah seorang anak yang biasanya lembut bisa berubah menjadi pemberontak, segala aturan diterjang, sikapnya semau gue dan maunya benar sendiri. Dalam tahapan ini, seorang anak remaja berada pada masa rawan karena mudah dipengaruhi pergaulan negatif. Maka perhatian serta kasih sayang orang tualah yang sangat dibutuhkan untuk memberi bimbingan yang benar. Orang tua pun harus berusaha merangkul sang anak dengan menghindari sikap otoriter yang gemar mendikte atau memerintah. Sebaiknya sikap orang tua lebih bersifat berteman. Puber kedua adalah tahapan dari seorang dewasa berpindah menjadi tua. Berbeda dengan masa puber pertama yang super berani, masa puber kedua justru menjadi masa-masa di mana seseorang dihinggapi rasa takut, yaitu takut menjadi tua, takut menjadi tidak menarik lagi, takut mati, takut tidak berguna lagi, takut tidak kuat lagi, dan sebagainya. Maka dalam tahapan ini kelakuan seorang dewasa tampak menjadi aneh, yaitu bertingkah seperti anak baru gede, baik dari segi penampilan maupun perilakunya, sebagai bayarannya (kompensasi) untuk menutupi ketakutannya itu. Semakin dia takut, kelakuan dan penampilannya menjadi semakin aneh. Nah, pada masa-masa ini seseorang menjadi demikian rapuh, mudah tersinggung. Di sinilah peran pasangannya harus lebih toleran dan mencoba memahami apa yang ditakutkannya. Misalkan, dia takut dikatakan tua karena fisiknya yang memang sudah menurun vitalitasnya. Maka pasangannya mencoba menghindari untuk menyinggung masalah fisik. Sebaiknya, cobalah untuk memuji dan membesarkan hatinya bahwa dia tetap sebagai orang yang disayangi. Hal yang berbahaya dalam tahapan ini adalah seseorang justru ingin menutupi ketakutannya dengan perilaku yang berbahaya. Misalnya, akibat takut dikatakan tidak menarik lagi dan sudah menurun vitalitasnya dalam berhubungan seks, dia akan mencoba untuk menutupinya dengan berhubungan dengan orang yang lebih muda, dengan harapan dia bisa bersaing dengan yang muda. Dalam tahapan ini, seseorang sering jatuh dalam percintaan semu sehingga menjadi masalah dalam rumah tangga. Di sinilah saatnya pasangan -- terutama seorang istri -- harus bisa menyelaraskan keadaan dengan melakukan "penyegaran" dengan berlaku seperti masa-masa pengantin baru atau masa-masa pacaran. Misalnya, pergilah menonton berdua, jalan-jalan berdua, bersikap lebih mesra, atau berdandan lebih muda dari biasanya supaya sang suami juga merasa dirinya kembali muda. Dan tunjukkan bahwa Anda sangat membutuhkannya dan tetap mengaguminya. Karena masa puber adalah gejala yang dialami semua orang, bersikaplah arif dalam menjalaninya. Pada masa puber kedua ini, banyak hal yang ikut menyumbangkan ketakutan, seperti daya ingat yang melemah, belum lagi masa pensiun yang mulai menghadang dan anak-anak yang sedang membutuhkan biaya besar untuk pendidikan dan kebutuhan hidup. Semua itu memacu timbulnya depresi dan membuat daya tahan tubuh serta daya pikir semakin berkurang kemampuannya sehingga berefek ke masalah stamina, baik pada saat keseharian maupun pada saat berhubungan intim. Semua orang mengalami tahapan ini, tapi setiap orang berbeda kondisinya sebab seorang yang lebih percaya diri, perilaku kompensasinya tidak terlalu parah. Sebaiknya pasangan bersiap untuk menjadi penolong untuk siapa yang lebih dulu merasakan atau mengalaminya, entah sang istri atau sang suami. Jadilah penolong untuk pasangan dengan mencoba memupuk rasa kebersamaan yang lebih sering lagi. Komunikasi yang baik di antara pasangan akan sangat berguna untuk meredam efek-efek negatif yang ditimbulkan pada masa-masa ini. Sama seperti orang tua yang menghadapi anaknya pada saat melakoni puber pertama, begitu juga kita pada saat menghadapi pasangan yang melakoni puber kedua ini. Sikap berteman dan komunikasi yang baik akan sangat bermanfaat. Hindari sikap menghakimi dan marah, dan segalanya akan berjalan lebih lancar, damai dan baik-baik saja. Diambil dan diedit seperlunya dari: Nama situs : Suara Pembaruan Judul asli artikel: Bahaya Puber Kedua Penulis : Lianny Hendranata Alamat URL : http://www.suarapembaruan.com/News/2003/11/09/ ========== CAKRAWALA (2) ========== CINTA PADA PANDANGAN SETENGAH BAYA Akhirnya saya lulus juga! Kemarin istri saya baru saja memberikan sebuah kartu kepada saya yang melukiskan keadaan pernikahan kami belakangan ini. Dalam satu kata, ia merasa "bahagia". Saya juga! Beberapa hari yang lalu, kami sempat membincangkan apakah sebenarnya yang membuat kami tetap mencintai satu sama lain setelah enam belas tahun menikah. Kesimpulan kami adalah ketekunan, yakni sikap pantang menyerah dan niat terus mencoba memperbaiki relasi kami. Seperti pasangan nikah lainnya, kami pun pernah merasa kecewa satu sama lain, pernah merasa sedih akibat perbuatan masing-masing, bahkan pernah cukup sering marah karena ulah masing-masing, dan pernah menyesal mengapa memilih satu sama lain. Namun, kami tidak berhenti pada perasaan-perasaan itu saja; kami berjalan terus, berusaha menyelesaikan yang belum terselesaikan, dan mengoreksi perbuatan yang menimbulkan bencana. Bak petani yang telah bersusah payah menabur, sekarang kami mulai menuai hasilnya. Pengertian kami terhadap satu sama lain makin bertambah sehingga kami lebih dapat "memadamkan api sebelum kebakaran". Kami pun makin menikmati kebersamaan kami sehingga keterpisahan sungguh menyengsarakan, baik itu keterpisahan geografis akibat jarak maupun keterpisahan emosional karena pertengkaran. Suatu keadaan sebaik apa pun tidak akan terus bertahan dengan sendirinya. Demikian pula dengan pernikahan; kita harus terus menjaganya dengan hati-hati. Pernikahan ibarat gelas; kita dapat menggunakannya untuk minum sebanyak mungkin, namun dengan satu syarat: kita harus tetap memegangnya. Kenikmatan yang kita peroleh dari pernikahan harus disertai usaha untuk menjaganya. Perasaan harus dijaga, kebutuhan harus dipenuhi, pengertian harus diberikan, mulut harus dikekang, komunikasi harus dilancarkan. Semua ini adalah "tangan" yang memegang gelas; tanpa itu, "gelas pernikahan" kita niscaya jatuh dan pecah. Jika Saudara bertanya, "Apa itu yang membedakan cinta pada masa berpacaran dan cinta pada masa sekarang pada usia kami yang separuh baya?" Saya akan menjawabnya seperti ini: pada masa berpacaran, saya mencintai istri saya karena dia menarik; sekarang saya "tergila-gila" padanya; sekarang jika dia tidak di samping saya, rasanya saya seperti orang "gila." Waktu tidak memusnahkan cinta; waktu mentransformasi cinta. Berangkat dari rasa tertarik, berakhir dengan rasa sayang karena dia begitu berharga. Dimulai dengan tergila-gila, diakhiri dengan "seperti orang gila kalau harus hidup tanpanya". Yang menentukan adalah perjalanan di tengahnya, di antara titik berangkat dan titik akhir. Kalau kita berhenti berusaha dan menyerah, ujung akhirnya sudah pasti bukanlah rasa sayang karena dia berharga. Apabila kita tidak menjaga dan memegang gelas pernikahan kita, akhir perjalanan kita bukanlah keutuhan dan kenikmatan. Amsal 16:31 mengingatkan kita, "Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran." Salah satu terjemahan bahasa Inggris lebih menekankan maknanya, yakni "... if it is found in the way of righteousness". Dengan kata lain, masa tua titik akhir atau ujung perjalanan pernikahan kita hanyalah akan bertransformasi menjadi mahkota yang indah bila kita menjalaninya dalam kebenaran. Teruslah berjalan, teruslah perbaiki, makin hari makin benar di bawah terang Kebenaran. Pada akhirnya, kita akan memetik buahnya yang manis dan mulia. Diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buletin: Parakaleo (Edisi Jan. -- Mar. 2001, Vol. VIII, No. 1) Penulis : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D. Penerbit : Departemen Konseling STTRII Halaman : 3 -- 4 Artikel ini dapat pula Anda dapatkan di situs C3I dengan URL: ==> http://c3i.sabda.org/artikel/isi/?id=89&mulai=150 ========== TELAGA ========== PUBERTAS KEDUA: MITOS ATAU REALITAS? Begitu banyak masalah pernikahan yang terjadi dalam kurun usia tertentu, tepatnya usia 40 -- 60. Pada umumnya, kita mengaitkan gejala itu dengan pubertas kedua. Pertanyaannya adalah apakah ada pubertas kedua, dan jika ada, apakah yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya masalah dalam pernikahan? Fakta ----- 1. Sesungguhnya, masalah yang dikaitkan dengan pubertas adalah masalah-masalah perubahan akibat perkembangan fisik. Masa remaja adalah masa pubertas yang sarat dengan perubahan fisik yang menyebabkan munculnya perubahan cara berpikir, keterampilan menjalin relasi, dan pengelolaan emosi. Dalam pengertian ini, kita dapat menyandingkan pengalaman usia paruh baya dengan usia remaja di mana pada usia paruh baya terjadi banyak perubahan fisik pula. Perbedaannya, perubahan fisik pada usia paruh baya ditandai dengan penyusutan kapasitas, sedangkan pada masa remaja, karakter utama perubahan fisik adalah penambahan kapasitas. 2. Perubahan fisik pada usia paruh baya memunculkan pembatasan aktivitas fisik. Ada yang dapat menerimanya, namun ada pula yang tidak dapat menerimanya. Perilaku kita yang tidak dapat menerimanya ditandai dengan bertambahnya upaya untuk melestarikan usia muda, misalnya meningkatkan frekuensi berolah raga, memerhatikan berat tubuh, mengurangi kerut wajah, dan sebagainya. Kerap kali perilaku inilah yang dikaitkan dengan perilaku "genit" dan pubertas kedua, padahal motif utama di sini adalah memperlambat proses penuaan. 3. Namun, apakah ada yang bertambah genit dalam artian yang sesungguhnya sebagai akibat proses penuaan ini? Jawabnya, ada. Jika kita tidak dapat menerima proses penuaan ini, mungkin saja kita lari kepada faktor daya pikat terhadap lawan jenis. Kita terperangkap ke dalam perilaku menguji "kesaktian": apakah lawan jenis masih tertarik kepada kita? Dalam pengertian ini, memang ada kesamaan antara masa remaja dan masa paruh baya di mana pada kedua kurun ini ada kebutuhan untuk mendapatkan peneguhan identitas diri. 4. Bertambah rawannya usia paruh baya terhadap godaan selingkuh juga disebabkan oleh bertambah mapannya kita secara sosial dan ekonomi. Kemapanan ini menambah daya tarik sebab cukup banyak lawan jenis dari usia yang lebih muda yang mendambakan kemapanan sosial dan ekonomi. 5. Bertambahnya godaan selingkuh juga ditimbulkan oleh bertambah matangnya emosi dan proses berpikir kita. Pada umumnya, di usia paruh baya kita telah mencapai kematangan yang membuat kita lebih bijak dan stabil dalam menghadapi hidup. Ini adalah daya tarik bagi sebagian lawan jenis dari usia yang lebih muda. Mereka merindukan ketenteraman dan kita menawarkan hal tersebut. 6. Perubahan pada usia paruh baya dapat pula mendatangkan hal yang sebaliknya, bukan kemapanan yang kita cicipi, melainkan kejatuhan. Biasanya ini disebabkan oleh PHK atau kebangkrutan yang sudah tentu dampaknya dapat berbeda pula. Di tengah proses penuaan dan penyusutan kapasitas fisik, kejatuhan ekonomi membawa perubahan sosial yang besar. Tiba-tiba kita kehilangan lingkup pertemanan, baik karena perubahan lingkup kerja maupun karena inisiatif pribadi untuk menarik diri. 7. Selain menarik diri, ada pula orang yang melarikan diri ke hal-hal negatif. Salah satunya adalah penerimaan lawan jenis dan kepuasan seksual sesaat. Di saat krisis, kelemahan purbakala cenderung muncul kembali dan daya tahan untuk mengatasi godaan cenderung menurun. 8. Godaan untuk selingkuh bertambah besar pada usia paruh baya karena faktor kebosanan dan perbedaan biologis antara pria dan wanita. Pada usia paruh baya, aktivitas seksual mulai kehilangan kesegarannya. Tanpa kasih dan komitmen yang kuat, perubahan ini membuka peluang masuknya godaan. Juga ada masalah perubahan biologis yang dialami wanita akibat proses menopause sehingga tidak jarang gairah seksual berkurang dan kenikmatan seksual terganggu akibat rasa sakit. Tidak jarang pada masa ini pria tergoda mencari wanita lain untuk memenuhi kebutuhan seksualnya dan wanita menerima uluran tangan pria lain karena kesepian dan haus kasih sayang serta perhatian. 9. Godaan untuk selingkuh juga bertambah seiring dengan mengendurnya ikatan keluarga-anak menginjak akil balig dan ketika orang tua telah tua atau meninggal. Perubahan ini menciptakan kebebasan. Jika tidak hati-hati, rasa bertanggung jawab akan merosot pula. Kesimpulan ---------- 1. Setiap perubahan menuntut penyesuaian, tidak terkecuali perubahan pada masa paruh baya. Penyesuaian menuntut kerendahan hati dan kesabaran. Tanpa kerendahan hati kita tidak akan bersedia menyesuaikan diri. Dan tanpa kesabaran, kita hanya menuntut orang lain untuk menyesuaikan diri dengan kita. 2. Setiap perubahan memunculkan krisis, baik dalam kadar yang kecil maupun besar. Setiap krisis harus dilalui dengan ketabahan dan kerja sama. Krisis menimbulkan rasa sakit dan tidak berdaya, namun di saat ini kita mesti tabah alias bertahan dalam suasana yang tidak nyaman. Di masa krisis, kita pun cenderung menyalahkan orang lain. Padahal yang sebenarnya diperlukan adalah kerja sama. Firman Tuhan: "Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan .... Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:11-13) Sajian di atas kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T178B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org > atau kunjungi situs TELAGA di: ==> http://www.telaga.org/ringkasan.php?pubertas_ke_ii_mitos_atau_realitas_ii.htm ========== BIMBINGAN ALKITABIAH ========== Berada di masa transisi adalah saat-saat ketika kita mudah sekali jatuh ke dalam godaan. Terlebih bila saat ini kita sudah berada pada kematangan hidup. Satu-satunya cara untuk bisa melewati masa peralihan ini adalah dengan selalu mengandalkan kekuatan dari Tuhan. Ayat-ayat berikut ini menuntun kita mendapatkan kekuatan untuk menghadapi godaan yang mungkin terjadi di masa puber kedua. KETIKA ANDA MERASA LEMAH Mazmur 29:11 Yesaya 40:29-31 Mazmur 18:8-9, 37:39 Amsal 10:29, 3:26 Mazmur 18:2, 27:1 2Samuel 22:33 Yesaya 41:110 2Korintus 12:9 2Timotius 1:7 Yesaya 42:6 Ulangan 33:25 Filipi 4:13 Keluaran 11:7 Diambil dari: Indeks Masalah Sehari-hari (CD SABDA 2.0) Nomor topik: 09734 Copyright : Yayasan Lembaga SABDA [Versi Elektronik (SABDA)] ========== INFO ========== PUBLIKASI E-BINAANAK Melayani Tuhan melalui anak-anak yang Dia kasihi tentu saja memerlukan perlengkapan yang cukup. Selain melalui firman Tuhan, sumber-sumber lain sebagai pelengkap untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan dalam melakukan pelayanan anak tentunya sangat diperlukan. Salah satu sumber yang dapat digunakan para pelayan anak untuk memperlengkapi diri adalah publikasi e-BinaAnak. Melalui publikasi ini, Anda bisa mendapatkan berbagai artikel, tips mengajar, bahan-bahan mengajar, kesaksian pelayanan, tautan ke sumber-sumber lain, dan bahan-bahan lain. Jika saat ini Anda merasa kekurangan sumber informasi atau masih memerlukan lebih banyak sumber lagi untuk mengembangkan diri dalam bidang pelayanan anak, kami mengundang Anda untuk bergabung bersama lebih dari tiga ribu pelayan anak yang lain dalam milis publikasi ini. Anda akan dipuaskan dengan berbagai informasi dari e-BinaAnak yang dikirimkan ke alamat e-mail Anda setiap minggu . Tertarik? Bergabung yuk? Untuk berlangganan, silakan kirimkan e-mail Anda ke: ==> <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Untuk melihat arsip-arsip edisi terdahulu, silakan akses: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Untuk melihat ribuan informasi lain seputar pelayanan anak, silakan akses: ==> http://pepak.sabda.org/ ============================== e-KONSEL ============================== PIMPINAN REDAKSI: Christiana Ratri Yuliani PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/ sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |