Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/134 |
|
e-Konsel edisi 134 (15-4-2007)
|
|
Edisi (134) -- 15 April 2007 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Bejana yang Sedang Dibentuk = Renungan : Kemenangan di Dalam Tragedi = Cakrawala : Melarikan Diri atau Menggenapi? = TELAGA : Tangguh di Tengah Badai = Bimbingan Alkitabiah: Ketika Anda Perlu Kekuatan ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Perjalanan hidup kita tidak selamanya selalu mulus, tenang, dan lancar. Ada kalanya kita dihadapkan pada suatu masalah hidup atau peristiwa-peristiwa yang membuat kita merasa lemah dan seakan-akan tidak mampu menghadapinya. Menyerah pada keadaan menjadi cara yang termudah bila kita ingin dikuasai oleh keadaan dan kelemahan kita, tapi itu bukanlah cara yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Seperti perumpamaan sebuah bejana yang sedang dibentuk, demikian pula keadaan kita ketika menghadapi permasalahan hidup dan peristiwa-peristiwa yang melemahkan kita. Allah menjadikan masa-masa sulit dalam hidup kita sebagai alat supaya pada akhirnya kita menjadi kuat dan berkenan kepada-Nya. Bila pada saat ini Anda merasa sedang diproses Allah, kami harap topik Bertekun Melalui Tragedi yang kami sajikan berikut ini bisa menolong Anda untuk tetap setia melewati setiap proses yang sedang Allah kerjakan. "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Yakobus+5:11 > Redaksi e-Konsel, Ratri ========== RENUNGAN ========== KEMENANGAN DI DALAM TRAGEDI Bacaan : Ibrani 11:35-40 Patricia St. John, yang digambarkan sebagai wanita biasa dengan iman luar biasa, membaktikan hidupnya melayani banyak orang di daerah-daerah termiskin di bumi ini. Ia berada di Sudan ketika para pengungsi perang membanjiri negara itu. Mereka sangat menderita dan kehilangan segalanya, namun orang Kristen yang ada di tengah-tengah mereka tetap mengucap syukur kepada Allah. Patricia berkata bahwa suatu malam saat berada di dalam gereja kecil yang penuh sesak dengan pengungsi Sudan itu, ia mendengarkan seorang percaya yang bernyanyi dengan penuh sukacita. Tiba-tiba ia tersentak oleh suatu pemahaman yang terlintas di benaknya. "Seharusnya kita membantu mengubah keadaan mereka," katanya, "namun kita belum melakukan hal itu." Ia menyadari Allah "tidak selalu mengentaskan umat-Nya dari situasi semacam itu. Dia secara pribadi bersedia datang di tengah situasi itu .... Dia tidak membebaskan mereka dari kegelapan. Dia memberikan diri-Nya menjadi terang dalam kegelapan tersebut." Apakah pemahaman Patricia ini berlaku juga dalam kehidupan Anda? Bagaimana seandainya Anda sudah berdoa dengan tekun, tetapi Allah memutuskan belum saatnya Anda bebas dari keadaan yang menyedihkan? Firman Allah menyatakan bahwa banyak orang percaya acap kali merasa sengsara dengan keadaan itu (Ibrani 11:35-38). Lalu, bagaimana? Allah berjanji untuk selalu menyertai Anda. Dia akan menguatkan dan memberi sukacita, sekalipun dalam penderitaan dan kehilangan. Itulah kemenangan nyata dalam tragedi hidup. [VCG] Do not fear the darkness that is gathering all around, For the Lord is with you, and in Him true peace is found; When you`re facing trouble, and if tragedy comes near, Jesus is the only one to drive away your fear. --Hess SATU-SATUNYA CARA UNTUK MENGGAPAI KEMENANGAN ADALAH DENGAN MEMOHON KRISTUS MEMIMPIN DI DALAMNYA Bahan diambil dan diedit seperlunya dari: Publikasi e-Renungan Harian Edisi: 19 Agustus 1997 Arsip: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/1997/08/19/ ========== CAKRAWALA ========== MELARIKAN DIRI ATAU MENGGENAPI? Pada waktu Tuhan Yesus ditangkap di Taman Getsemani, Petrus mencoba melindungi Dia dengan pedang. Tuhan Yesus menegur dia dan berkata kepada Petrus, "Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?" (Mat. 26:53). Dalam pernyataan ini Yesus menyatakan kepada kita bahwa ada dua cara untuk menghadapi berbagai krisis kehidupan: menghindari atau menggenapi. Di antara dua pendekatan ini, mana yang Anda tempuh? Sudah pasti seluruh tentara surga akan senang sekali untuk mempercepat jalan ke Getsemani dan melepaskan Anak Allah dari orang-orang berdosa. Apa yang perlu dilakukan oleh Tuhan Yesus hanya mengatakan firman-Nya. Seandainya Petrus yang bertanggung jawab untuk itu, boleh jadi ia telah memanggil penghulu malaikat dan mengancurkan Yerusalem! Tetapi Tuhan Yesus tidak menempuh jalan itu. Dia dapat melarikan diri, tetapi hal itu bukan kehendak Allah. Tuhan Yesus bukan menghadapi krisis-Nya dengan falsafah melarikan diri, tetapi dengan sikap menggenapi. Kita tidak dapat menghindari satu krisis dalam kehidupan kita. Semakin kita menjadi tua, kehidupan pun menjadi makin serius. Sebab, satu hal yang kita sadari, keputusan kita akan memengaruhi orang lain. Dan kita juga menyadari bahwa waktu berlalu dengan cepat -- kita tidak dapat membuat terlalu banyak kesalahan. Jadi, saat-saat krisis pasti datang pada kita. Tetapi bagaimana kita harus menghadapinya? Sikap apa yang harus kita ambil bila landasan mulai digoyangkan dan tembok-tembok sekeliling kita mulai runtuh? Banyak orang mengambil sikap seperti Petrus di Taman Getsemani -- sikap menghindar. Petrus menghunus pedangnya dan mencoba melindungi Tuhan Yesus. Itu suatu perbuatan yang baik, tetapi Petrus salah dalam pikirannya. Pertama, Tuhan Yesus tidak memerlukan pedang untuk perlindungan. Dia dapat memanggil tentara malaikat untuk melindungi Dia bila Dia ingin berbuat demikian. Tetapi, kesalahan besar yang telah Petrus lakukan adalah dia menghalangi Tuhan Yesus untuk melakukan tujuan khusus kedatangan-Nya ke dunia ini. Perbuatan Petrus adalah semangat tanpa pengetahuan. Dia bertahan pada saat semestinya dia menyerah. Sebelum kita terlalu banyak mengecam Petrus, mari kita periksa kehidupan kita sendiri. Berapa kali kita mencoba melarikan diri ketika kita seharusnya berserah pada kehendak Allah? Apakah kita tidak memiliki luka-luka dari peperangan yang sebenarnya tidak dilakukan? Tentu kita semua mempunyai itu. Mencoba melarikan diri dari satu krisis memang perbuatan yang biasa dilakukan, tetapi hal ini tidak membenarkan perbuatan kita. Akhirnya, sebagai orang Kristen kita hidup dalam kapal terbang yang lebih tinggi -- kita hidup karena iman, bukan karena penglihatan. Tiap kehidupan memiliki pengalaman Getsemani. Ada waktu-waktu di mana kekuatan kejahatan seolah-olah terjun menimpa dan menangkap kita. Semua rencana kita berantakan. Beban-beban hampir tidak dapat dipikul lagi. Kita bertanya, kemudian apa lagi yang akan terjadi? Dalam jam-jam krisis ini ingatlah apa yang telah diperbuat oleh Tuhan Yesus. Dia menyerahkan dan memperkenankan Bapa-Nya dalam surga untuk mengerjakan rencana-Nya. Tuhan Yesus tidak memilih jalan melarikan diri, Dia memilih penggenapan kewajiban-Nya. Berkenaan dengan hal ini, mungkin Anda berkata, "Semua yang Anda katakan memang benar, tetapi kehidupan Tuhan Yesus Kristus lain dari kehidupan kita. Dia datang untuk melakukan satu tujuan tertentu, sebab itu mudah sekali bagi-Nya untuk berserah pada kehendak Bapa. Apakah hal ini juga berlaku buat kita?" Ya, prinsip untuk melakukan kewajiban juga berlaku bagi Anda dan bagi saya. Tuhan mempunyai rencana yang tetap bagi kehidupan kita. Paulus menyatakan itu dalam Efesus 2:10, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." Bila Anda menyerah pada Kristus, hidup Anda bukan merupakan sekadar satu rangkaian kejadian. Itu merupakan rangkaian penetapan. Bahwa Allah mempunyai rencana bagi Anda adalah sangat penting. Bila Allah tidak mempunyai rencana, kehidupan tidak mempunyai arti. Penderitaan adalah sia-sia; pengorbanan adalah percuma. Bila tidak ada rencana untuk hidup kita, tidak ada satu hal yang perlu dikerjakan dan hal yang secara logis perlu dilakukan adalah melarikan diri. Tetapi ada rencana surgawi. Kehendak Allah bagi Anda adalah menyatakan kasih-Nya untuk Anda. Ini menerangkan janji yang indah dalam Roma 8:28, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Bukan melarikan diri, tetapi memenuhi kewajiban. Itulah pelajaran yang Tuhan Yesus berikan pada kita di Taman Getsemani. Dia dapat memerintahkan tentara surga untuk melepaskan Dia, tetapi sebaliknya Dia menyerah pada kehendak Allah supaya tujuan Bapa-Nya dapat dilaksanakan. Dan Dia mengetahui bahwa bila Dia menyerah, itu akan berarti ejekan, penderitaan, dan kematian. Dengan menyerahkan diri dalam tangan orang-orang berdosa, Dia sebenarnya meminta penderitaan. Tetapi itulah kehendak Allah dan itulah yang terpenting. Akhirnya, apakah hasilnya? Kebangkitan kembali dan kemuliaan! Salib bukan tujuan akhir; kubur kosong adalah penggenapan akhir. Ia menggenapi kehendak dan masuk dalam kemuliaan! Kita seharusnya tidak akan pernah melihat prosesnya sebagai hasil. Apabila Anda tidak melarikan diri, tetapi tetap menghadapi krisis dalam kehendak Allah, pasti ada penderitaan; tetapi ini harus merupakan proses, Allah tidak berhenti dengan proses saja. Dia ingin menciptakan hasil yang akhir. Penderitaan membawa kepada kemuliaan; ejekan menjadi kehormatan; kelemahan membawa pada kekuatan. Inilah cara Tuhan melakukan segala perkara. Manusia berbuat yang paling jelek, tetapi Tuhan akan memberikan yang terbaik. Tuhan Yesus menyerahkan diri dalam tangan orang jahat supaya Dia dapat melakukan tujuan Allah -- dan tujuan itu digenapi. Dia telah membayar harganya untuk keselamatan kita dan sekarang setiap orang berdosa dapat menghadap Allah melalui iman di dalam Kristus dan diselamatkan dari dosa. Saya tidak mengetahui krisis apa yang Anda hadapi sekarang ini, tetapi saya tahu ini: Anda akan dicobai untuk melarikan diri. Kita semua telah berbuat demikian. Kita telah berdoa dan minta supaya Allah mengirim malaikat-Nya untuk melepaskan kita. Bila melarikan diri adalah cara Anda menghadapi kehidupan, Anda akan kehilangan semua berkat yang Allah sediakan. Satu hal yang perlu diingat, orang-orang yang melarikan diri tidak sungguh-sungguh menjadi dewasa. Anda tidak dapat bertumbuh dalam iman dan kesabaran bila melarikan diri. Dan orang-orang yang sedemikian tidak pernah memuliakan Tuhan. Menyembunyikan terang Anda di bawah tempat lindungan bukan merupakan jalan untuk memuliakan nama Tuhan Yesus Kristus. Melarikan diri pada satu waktu kelihatannya menjadi jalan yang termudah, tetapi pada akhirnya itu menjadi jalan yang paling sukar. Saya punya seorang sahabat yang selalu menunda untuk pergi ke dokter sebab takut kalau harus dioperasi. Ketika pada akhirnya dia menghadapi operasi, ia telah terlambat. Pengalaman krisis di dalam hidup adalah seperti operasi itu -- para dokter menyakiti kita, tetapi mereka tidak membahayakan kita. Prosesnya mungkin disertai rasa sakit, tetapi hasilnya sukacita. Anda dan saya telah menyerahkan hidup kita pada Tuhan Yesus Kristus; Dialah Juru Selamat dan Tuhan kita. Dia telah berjanji tidak akan meninggalkan atau membiarkan kita. Dia tidak berjanji mengeluarkan kita dari semua krisis, tetapi Dia berjanji membawa kita keluar dari krisis itu. Dia ingin supaya kita mempraktikkan memenuhi kewajiban dan bukan melarikan diri dan Dia telah memberi contoh untuk itu. Dalam Dia kita melihat bahwa kehendak Allah merupakan satu-satunya hal terbaik. Bukannya melarikan diri, melainkan lari ke tangan Bapa surgawi yang penuh kasih itu, dan membiarkan Dia melakukan tujuan-Nya yang mengherankan itu dalam hidup Anda sekarang. Bahan diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: Kekuatan untuk Menghadapi Masa Sukar Penulis : Warren W. Wiersbe Penerjemah: Andreas Haryanto Penerbit : Yayasan Andi, Yogyakarta 1986 Halaman : 53 -- 58 ========== TELAGA ========== Tidak selamanya hidup kita berada dalam keadaan aman. Guncangan hidup bisa datang kapan saja tanpa kita duga. Ringkasan tanya jawab dengan narasumber Pdt. Dr. Paul Gunadi berikut ini kiranya bisa menolong kita untuk menghadapi badai hidup yang menerpa hidup kita. TANGGUH DI TENGAH BADAI T : Dalam kehidupan kita, ada badai yang kita kenal dengan badai kehidupan. Apa arti sebenarnya dari badai kehidupan ini? J : Badai kehidupan sebetulnya adalah hal-hal yang terjadi dalam hidup kita yang menimbulkan dampak kehilangan yang besar. Bisa berupa kematian, kerugian, hilangnya keseimbangan hidup ataupun peristiwa-peristiwa yang menimpa kita, apa pun itu. Kita tidak siap menghadapi badai karena pada akhirnya yang harus kita tanggung adalah sebuah kehilangan yang besar. Persis sama dengan peristiwa-peristiwa yang baru saja kita dengar, yaitu badai Katrina dan badai Rita yang menerpa Amerika, atau tsunami yang juga menerpa Sumatera Utara dan tempat-tempat lainnya. Efek akhirnya adalah kehilangan yang sangat besar. ------ T : Apakah badai kehidupan untuk setiap orang tidak sama? J : Memang tidak sama, tergantung juga pada daya tahan; daya tampung kita untuk menahan terpaaan badai atau stres itu. Pada dasarnya, kita bisa memfokuskan dampak kehilangan itu sekurang-kurangnya pada empat kategori. Yang pertama adalah kehilangan kesayangan, kedua kehilangan kepercayaan, ketiga kehilangan keamanan, dan yang terakhir adalah kehilangan kekuatan. Kehilangan kesayangan, misalnya kehilangan orang yang kita sayangi, seperti kematian. Bisa juga menyangkut harta milik yang kita sayangi. Ini adalah jenis pertama dari badai kehidupan. ------ T : Kehilangan kepercayaan itu seperti apa? J : Kehilangan kepercayaan, misalnya suami atau istri yang harus menanggung rasa dikhianati karena ketidaksetiaan. Kasus yang paling klasik dalam hal ini adalah perselingkuhan. Perselingkuhan adalah badai yang langsung merenggut kepercayaan kita sehingga setelah badai itu lewat, yang terhilang dalam relasi kita dengan pasangan adalah kepercayaan itu. Bukan hanya aspek kepercayaan yang hilang, tapi juga kesayangan. Seseorang yang disayangi sanggup melakukan hal itu dan melukai kita, kita seolah-olah kehilangan orang yang kita sayangi itu. ------ T : Bagaimana dengan kehilangan keamanan? J : Kadang-kadang kita menganggap kalau kita hidup dalam dunia yang aman, tapi ketika terjadi sesuatu yang di luar dugaan dan kemampuan kita, misalnya perampokan, kebakaran atau musibah-musibah yang bersifat alami, tiba-tiba kita baru disadarkan bahwa kita hidup di dunia yang tidak terlalu aman. ------ T : Apakah termasuk keguncangan ekonomi dalam keluarga? J : Salah satunya itu. Misalnya, kita sudah terbiasa hidup dengan gaji yang tetap setiap bulan, lalu tiba-tiba di-PHK dan kita kehilangan pekerjaan. Itu benar-benar akan mengguncangkan rasa aman kita. ------ T : Apakah pelecehan juga berkaitan dengan keamanan? J : Betul. Ada orang-orang yang hidup, misalnya dengan kakeknya. Tetapi kakek yang diharapkan akan melindungi dia malah melecehkan dia secara seksual. Hal ini tentu akan menimbulkan dampak yang sangat berat, yaitu hilangnya kepercayaan kepada orang-orang yang seharusnya dekat dengan dia. Justru ketika ada orang yang mau dekat dengan dia, perasaan yang timbul malah kecurigaan, jangan-jangan orang ini juga akan melakukan sesuatu yang buruk. ------ T : Ada kasus-kasus di mana beberapa orang seolah-olah mengundang badai di rumahnya sendiri. Sebenarnya, dia tahu kalau akan menimbulkan bencana, tapi tetap dia lakukan itu. J : Ada orang-orang yang memang senang mengambil risiko sehingga akhirnya mengorbankan orang lain. Misalnya, sudah tahu bahwa orang ini tidak bisa dipercaya, tetapi tetap diajak terlibat dalam kehidupan bisnisnya. Akhirnya, orang itu benar-benar berbalik dan merugikan kita. Kita marah karena kita merasakan kehilangan kepercayaan, padahal sesungguhnya badai itu memang kita undang sendiri. Oleh sebab itu, kita perlu bijak. Kadang-kadang ada orang yang berpikir dia bisa menghadapi badai -- orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri. Memang di dalam hidup ini kita mesti mempunyai keyakinan bahwa kita mempunyai kekuatan, tetapi keyakinan itu harus sampai batas tertentu saja. Kita tidak boleh meninggikan kekuatan kita di atas kekuatan Tuhan. Biasanya, waktu badai menerpa yang terjadi adalah kekuatan itu tiba-tiba tidak sanggup untuk mengatasi bencana itu. Kita berpikir kalau kita sering menolong orang yang sedang berduka, kita pasti bisa mengatasi kehilangan orang yang kita kasihi ini. Ternyata waktu hal itu terjadi pada diri kita, kita tidak sanggup. Kita sering berkata kepada orang-orang, "Jangan putus asa sewaktu kamu kehilangan pekerjaan, Tuhan akan sediakan pekerjaan untukmu." Kita bisa memberikan dorongan itu kepada orang lain, namun saat kita mengalami PHK, kita benar-benar jatuh dan tidak mempunyai kekuatan untuk bangkit kembali. Di situlah kita baru sadar kekuatan kita terhilang. Badai masuk dan merenggut kekuatan yang tadinya kita anggap kita miliki. Ternyata kita tidaklah sekuat itu. ------ T : Kadang-kadang pengalaman hidup yang selama ini lancar juga bisa membuat orang kebal terhadap badai, pasti terlindungi dan tidak akan sampai mengalami kejatuhan. J : Konsep ini memang sering kali kita miliki sebagai orang beriman. Sebagai orang yang percaya pada Kristus, kita tahu Tuhan akan melindungi kita. Dan benar, dalam banyak hal Tuhan melindungi kita, namun kadang-kadang Tuhan membiarkan badai menerpa dan masuk dalam kehidupan kita. Tuhan tidak selalu menjadikan kita orang yang Ia lindungi terus-menerus dan akan mencegah badai masuk di dalam kehidupan kita. Ada kalanya Tuhan membiarkannya sehingga kita akhirnya harus mengakui bahwa badai dapat menerpa siapa saja termasuk pengikut Kristus. Tidak ada pengecualian; yang Tuhan janjikan bukannya kita tak pernah diserang badai, tapi yang Tuhan janjikan adalah penyertaan-Nya. Waktu kita menghadapi pencobaan, Dia akan menyediakan jalan keluar dan Dia juga berjanji kalau pencobaan itu tidak akan melebihi kekuatan kita. ------ T : Bukankah badai kehidupan itu sulit diprediksi datangnya? J : Betul. Badai yang terjadi di Amerika, baik Katrina, maupun Rita, beberapa hari sebelumnya, bahkan beberapa minggu sebelumnya sudah dapat diprediksi. Tapi badai kehidupan tidak dapat diprediksi sehingga kita harus menyadari dua sifat badai kehidupan. Pertama, datangnya sekonyong-konyong, tidak dapat kita duga. Artinya, kita tidak bisa mempersiapkan diri sesiap-siapnya untuk menghadapi badai kehidupan. Ada orang yang mempunyai anggapan bahwa dia bisa menangkal badai dengan menyiapkan hidup sesiap-siapnya. Semua hal dia kontrol, dia harus jaga, dia harus lindungi. Tapi faktanya, tidak ada yang bisa menahan sewaktu badai itu datang, kemunculannya dalam kehidupan juga tidak dapat diprediksikan. Sifat yang kedua tentang badai kehidupan adalah sering kali badai datang silih berganti, ini mirip dengan peristiwa yang terjadi di Amerika, baru saja badai Katrina melanda New Orleans di Lousiana kemudian datang lagi badai Rita. Sering kali badai kehidupan yang datangnya silih berganti membuat kita pada akhirnya merasa sungguh-sungguh tidak bisa bernafas dan kita benar-benar tidak lagi mempunyai kekuatan untuk menghadapinya. ------ T : Kalau silih berganti mungkin orang masih bisa tahan, tapi bagaimana jika beruntun, seperti kisah Ayub? J : Banyak orang yang mengalami hal seperti itu. Kalau kita berbincang-bincang dengan orang yang pernah mengalami badai kehidupan yang parah, umumnya mereka akan berkata badai itu datangnya bukan hanya satu kali, tapi benar-benar beruntun. Silih berganti. Satu belum selesai, satu lagi datang; satu belum selesai satu lagi datang, kita benar-benar dibuatnya tak bisa bernapas. ------ T : Yang menarik, reaksi yang timbul berbeda-beda. Ada yang tetap bertahan walaupun mengalami badai beruntun. Ada juga yang bisa sampai terguncang dan mengalami stres yang luar biasa. Sesungguhnya, apakah memang ada tuntunan-tuntunan, paling tidak, apa yang mesti kita lakukan ketika badai datang? J : Ada beberapa. Pertama, kita mesti menyadari bahwa hidup tidak berada dalam kendali kita. Ini sesuatu yang tampaknya sederhana, tapi kadang-kadang kita lupa bahwa hidup tidak berada dalam kendali kita. Contoh, ada orang-orang yang anaknya dijaga secara luar biasa. Meski sudah dewasa tetap disuruh tinggal, tidak boleh jauh-jauh, dia mau jaga semuanya. Seolah-olah hidup itu berada dalam kendalinya. Padahal faktanya tidaklah demikian. Banyak masalah bisa muncul dan kadang-kadang kita tidak bisa berbuat apa-apa tentang hal itu. Benar-benar sebuah ilusi bahwa kitalah yang mengontrol hidup. Pada akhirnya, kita harus datang kepada Tuhan yang memegang kendali atas hidup ini. Artinya, datang kepada Dia dengan rasa aman; bahwa apa pun yang terjadi, Tuhan ada bersama dengan kita dan Dia sudah berjalan di depan kita sebelum badai itu datang. Kita harus yakin. Sering kali orang-orang yang telah berhasil melewati badai, ketika melihat ke belakang, mereka berkata, "Entah mengapa Tuhan sudah mempersiapkan kami. Ada hal-hal yang terjadi sebelumnya yang membuat kami sadar, bukan kebetulan kalau hal-hal itu terjadi untuk mempersiapkan kami menyambut badai itu." Dengan kata lain, kesimpulannya adalah Tuhan sudah berjalan di depan kita sebelum badai datang. Inilah penghiburan dan kekuatan kita. Yang kedua, kita mesti menyadari bahwa kita tidak selalu kuat. Kadang-kadang kita terlena, kita beranggapan sekarang sudah kuat, bisa menghadapi hidup, apa pun masalah yang akan datang dalam hidup bisa kita atasi. Faktanya adalah hari ini kita kuat, besok kita lemah. Kita tidak selalu kuat, kekuatan kita tidak selalu sama hari lepas hari, ada hari-hari tertentu di mana kita kuat, tapi ada juga hari-hari ketika kita lemah. Mengapa? Sebab hidup kita pun tidak selalu sama dan monoton, kadang-kadang ada hal yang mengguncangkan kita dan membuat kita kehilangan keseimbangan. Dalam kondisi seperti itu, kita akan lebih lemah, kita harus menyadari itu. Maka yang harus kita lakukan adalah datang dan mendekat selalu kepada Tuhan yang perkasa. Kita harus ingat bahwa yang kuat adalah Tuhan, bukan kita. Secara berkala Tuhan akan mengingatkan kita akan hal ini dengan menghadirkan situasi yang menyadarkan kita bahwa kita tidak kuat. Kita dipaksa untuk kembali bergantung kepada Tuhan yang adalah sumber kekuatan kita itu. ------ T : Apakah ada tuntunan yang lain? J : Yang ketiga, hiduplah dengan problem, ini harus kita sadari. Hidup dengan problem, bukan di luar problem. Artinya, terkadang ada hal-hal yang tidak bisa kita lenyapkan atau hindari. Misalnya, penyakit kanker, kita kadang-kadang tidak bisa hilangkan itu dan kita harus hidup dengan penyakit itu bukan di luar penyakit itu. Terimalah dan sesuaikan hidup seperti apa adanya. Yang keempat, belajarlah menghadapi tekanan hidup. Kalau kita mempunyai pasangan hidup atau keluarga, hadapilah bersama-sama. Janganlah kita melarikan diri dengan menggunakan cara-cara pintas yang tidak memuliakan Tuhan atau memisahkan diri, tidak mau berbicara dengan sanak keluarga, istri, atau suami kita, tidak mau berbicara dengan orang tua kita. Problem akan lebih bisa dihadapi bersama-sama daripada sendiri. Juga jangan lari darinya karena problem akan mengejar kita kalau kita lari; hadapi saja. Ini tuntunan terakhir yang mesti kita camkan. ------ T : Melalui apa saja kita bisa merasakan pimpinan Tuhan itu? J : Firman Tuhan, tidak ada lagi yang lain. Hari lepas hari tatkala kita sedang menderita, kita datang dan datang kembali pada firman-Nya. Firman-Nya berkuasa memberikan kita pengharapan untuk maju kembali. Firman Tuhan di Matius 8:25, mengatakan bahwa setelah datangnya gelombang dan angin ribut; murid-murid berkata, "Tuhan, tolonglah, kita binasa." Ia berkata kepada mereka, "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu sehingga danau itu menjadi teduh sekali." Inilah penghiburan kita, Dia yang perkasa, Dia bisa menghardik angin ribut, jadi datanglah kepada Dia. Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. 192A yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org > atau kunjungi situs TELAGA di: ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?tangguh_di_tengah_badai.htm ========== BIMBINGAN ALKITABIAH ========== KETIKA ANDA PERLU KEKUATAN Ayat-ayat Alkitab berikut ini kami harap bisa memberi kekuatan bagi Anda yang saat ini lemah dan membutuhkan kekuatan penopang. Yesaya 40:29 2 Korintus 12:9 2 Tawarikh 20:15, 16:9 Wahyu 12:10-11 Mazmur 18:2 1 Petrus 5:10 Efesus 3:16-17 Kolose 1:10-12 Efesus 6:13 Yesaya 40:31 2 Timotius 1:17 Ulangan 33:25 Filipi 4:13 2 Timotius 4:17 Mazmur 18:32, 18:35, 27:1 Efesus 6:10 Bahan diambil dari: Indeks Masalah Sehari-hari (CD SABDA 3.0) Nomor topik: 9749 Copyright : Yayasan Lembaga SABDA [Versi Elektronik (SABDA)] ============================== e-KONSEL ============================== STAF REDAKSI: Ratri PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |