Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/132 |
|
e-Konsel edisi 132 (20-3-2007)
|
|
Edisi (132) -- 15 Maret 2007 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Jam Kerja = Renungan : Memperilah Pekerjaan = Cakrawala : Kecanduan Kerja = Kesaksian : Keluar dari Jerat Workaholic = Info : Pelatihan Intensif "Dasar Konseling" ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Pada umumnya, jam kerja seseorang setiap harinya adalah berkisar antara delapan dan sembilan jam. Jam kerja ini bisa bertambah panjang jika harus lembur atau harus menyelesaikan pekerjaan pada saat itu juga. Masalahnya, berapa jam waktu yang biasa Anda gunakan untuk bekerja dalam satu hari? Bekerja memang penting karena dengan bekerja kita bisa mencukupi kebutuhan hidup, menggunakan dan mengembangkan talenta atau karunia yang Tuhan berikan maupun bersosialisasi dengan orang lain. Kita juga bisa memuliakan Tuhan melalui pekerjaan kita. Namun, apakah kita tetap bisa memuliakan Tuhan jika kita menghabiskan waktu hanya untuk bekerja dan tidak memedulikan hal lain? Alkitab mengajarkan kita bekerja supaya kebutuhan hidup kita tercukupi. Tetapi, Alkitab juga mengajarkan kita untuk tidak menjadikan pekerjaan sebagai allah lain. Kami mengajak Anda untuk bersama-sama mengenali dan mengatasi kecanduan kerja. Kiranya sajian ini memberi manfaat bagi pembaca. Selamat menyimak! Redaksi e-Konsel, Ratri ========== RENUNGAN ========== MEMPERILAH PEKERJAAN Bacaan: Keluaran 20:1-6 Nats: "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Keluaran 20:3) Kemampuan untuk bekerja adalah suatu karunia yang luar biasa, tetapi apakah kita terlalu mengagungkannya? Dahulu, orang menyelesaikan tugasnya di kantor, tetapi sekarang mereka pun bekerja di rumah lewat e-mail dan telepon. Dr. Dave Arnott, asisten profesor manajemen di Dallas Baptist University, mengatakan, "Saya tak tahu apakah saat ini pekerjaan telah menggantikan posisi keluarga dan masyarakat, atau sebaliknya, keluarga dan masyarakat menyerahkan posisinya pada pekerjaan. Namun, saya sadar gerakan seperti ini tengah berlangsung. Pekerjaan tampaknya menentukan jati diri seseorang." Kita cenderung menyamakan identitas kita dengan pekerjaan kita. Pemimpin Families and Work Institute mengatakan, "Tingginya kesibukan Anda telah menjadi suatu kebanggaan ... dan menjadi simbol status," meskipun banyak orang mengeluhkan hal itu. Memperilah pekerjaan bukanlah persoalan baru. Dalam perintah pertama Allah berkata, "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Keluaran 20:3). Pekerjaan kita termasuk di dalamnya. Melalui karunia pekerjaan yang diberikan Allah, kita dapat menghormati-Nya, memenuhi kebutuhan keluarga kita, dan membantu orang yang membutuhkan. Janganlah menjadikan pekerjaan sebagai sumber utama kepuasan kita; haruslah kepuasan itu berasal dari Allah sendiri. Apa pun pekerjaan kita, kita harus menempatkannya dengan cara pandang yang benar. Allah dan keluarga lebih penting daripada dedikasi kita terhadap pekerjaan. Pekerjaan adalah suatu karunia, bukan alah yang lain. -- David McCasland YANG BERARTI BUKANLAH KESIBUKAN MELAINKAN APA YANG ANDA KERJAKAN DI SETIAP WAKTU Bahan diambil dari: Publikasi: e-RenunganHarian Edisi : 21 Februari 2003 Arsip : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2003/02/21/ ========== CAKRAWALA ========== KECANDUAN KERJA Seperti "-aholics" lainnya, "workaholic" juga merupakan kecanduan yang tidak sehat. Dalam hal ini, kecanduannya adalah bekerja, karier, atau suatu kepercayaan bahwa mereka adalah "satu-satunya orang yang dapat melakukan pekerjaan dengan benar". Tanpa memerhatikan kepercayaan ini, seseorang yang kecanduan kerja bisa saja menganggap dirinya adalah suatu kesalahan atau sedikit berharga. Sering kali ini merupakan suatu tanda ketidakamanan atau ketidakmampuan dalam membuat prioritas. Pencandu kerja akan menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan bekerja atau membawa pulang pekerjaan mereka. Sering kali mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk kehidupan pribadinya -- keluarga, hobi, atau waktu luang. Memiliki keseimbangan bukan hanya suatu keinginan yang lebih baik; tapi juga memerlukan kesehatan mental, fisik, spiritual/rohani, dan emosional yang menyeluruh. Bagaimana bisa memiliki keseimbangan? ------------------------------------- Mundur dan lihatlah hidup Anda. Apakah Anda mengorbankan bagian-bagian lain dari hidup Anda karena waktu dan perhatian dihabiskan untuk bekerja? Jika mengejar kebutuhan keuangan sesaat lebih penting daripada mempererat hubungan jangka panjang Anda dengan pasangan dan anak-anak, Anda perlu memikirkan kembali prioritas Anda. Tentu saja, Anda akan mengatakan kepada diri sendiri bahwa Anda bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan ini adalah bagian penting dalam hidup. Tetapi sejujurnya, adakah keseimbangan pada saat Anda menggunakan waktu Anda? Karena keseimbangan adalah kunci utamanya. Berikut ini beberapa langkah untuk bisa mencapai keseimbangan yang sehat. 1. Buatlah batasan waktu dan perhatian yang Anda berikan untuk pekerjaan Anda. 2. Sediakanlah waktu yang berkualitas untuk hubungan pribadi dan waktu luang Anda. 3. Hadapilah ketakutan akan kegagalan atau ketidakamanan yang mungkin muncul -- bicarakan hal ini dengan pendeta atau konselor. 4. Tegaskan harga diri Anda di hadapan Allah, jangan gantikan Dia dengan mengutamakan diri sendiri atau karier. 5. Gunakanlah kreativitas Anda untuk mendapatkan prestasi, mungkin dengan hobi, bukan bekerja. 6. Pekalah terhadap kebutuhan keluarga dan teman-teman Anda. 7. Lakukanlah kegiatan-kegiatan yang menyehatkan fisik -- berenang, bersepeda, atau ke tempat kebugaran. Jika kita memiliki keseimbangan yang baik secara fisik, mental, rohani, dan emosional, semuanya itu akan berpengaruh pada apa pun yang kita kerjakan. Kita dapat tampil lebih baik dalam bekerja; kita menikmati hubungan yang sehat dengan orang yang kita kasihi dan akhirnya kita dapat menikmati tujuan dan keindahan hidup yang Tuhan sediakan bagi kita. Seperti suatu ungkapan, "Nikmatilah hidup ini." Manfaat dari keseimbangan ------------------------- Ketika kita berhasil mencapai gaya hidup yang seimbang, kita akan lebih mudah mendapatkan kedamaian yang selama ini kita cari. Kita tidak perlu takut pada ketidakamanan. Kita dapat datang kepada Tuhan dan berdoa memohon hikmat bijaksana dan tuntunan. Hubungan spiritual kita dengan-Nya tidak dapat diabaikan. Seperti yang dikatakan oleh Robert, "Tidak peduli seberapa kerasnya saya bekerja, saya tidak akan pernah sangat diperlukan oleh perusahaan, komite, atau penyedia lapangan kerja mana pun. Saya tidak akan pernah seberharga diri saya ketika saya memikirkannya. Saya hampir bunuh diri karena stres dan kelelahan. Apakah ini berguna? Demikianlah pikiran saya saat itu. Saya mengutamakan pekerjaan saya, tetapi kemudian saya sadar betapa salahnya saya." "Saya tidak mengenal anak-anak saya, pernikahan saya hancur dan kesehatan saya memburuk. Kemudian suatu hari, Tuhan mengingatkan saya bahwa kesehatan dan hubungan dengan keluarga dan Dia adalah kehidupan yang sebenarnya. Jika saya tidak mulai merawat diri saya sendiri, saya tidak akan ada untuk mereka atau orang yang memberi saya pekerjaan. Jika saya tidak mendapatkan suatu keseimbangan, saya tidak akan mempunyai keluarga! Saya tidak dapat kembali dan mendapatkan apa yang sudah hilang dari keluarga saya, tetapi tentu saja saya tidak ingin kehilangan lagi. Tuhan menolong saya melihat nilai mereka dan betapa berharganya mereka bagi saya. Dia adalah satu-satunya yang mewujudkan kebutuhan saya untuk mendengar, `Kamu tidak akan pernah tergantikan!`. Sekarang saya tahu bahwa saya salah memutuskan prioritas; sekarang saya menyerahkan keputusan itu kepada Tuhan. Dia yang merencanakan tujuan hidup saya dan saya telah bertobat karena mengabaikan keluarga dan Tuhan." Bagaimana menolong orang yang kecanduan kerja? ---------------------------------------------- Anda dapat menolong orang yang kecanduan kerja jika Anda memahami kondisinya. Seorang pencandu kerja adalah orang yang kelainan dalam keinginan bekerja. Seorang pencandu kerja tidak akan pernah memiliki pekerjaan yang cukup; mereka selalu ingin lebih banyak bekerja. Seorang pencandu kerja bisa melihat perilaku menyimpang mereka dalam bekerja sebagai kesenangan atau pun dalam keadaan tertentu sebagai beban. Orang yang kecanduan kerja dapat ditolong, namun tentunya membutuhkan waktu dan usaha, baik dari pencandunya maupun orang yang mencoba menolongnya. Bagaimana Anda dapat menolong seseorang supaya terhindar dari kecanduan kerja? Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mengenali beberapa tanda kecanduan kerja. Orang yang kecanduan kerja biasanya adalah orang yang: 1. sulit memiliki waktu bersantai, 2. membawa pulang pekerjaan mereka dan bahkan tidur bersama pekerjaan itu, 3. mencoba melakukan pekerjaannya pada hari libur atau akhir pekan, 4. senang bekerja lebih dari empat puluh jam dalam seminggu. Jika seseorang yang Anda kasihi memiliki satu atau lebih dari gejala-gejala itu, tidak berarti orang tersebut pencandu kerja. Ini berarti tidak berfungsinya penilaian kembali atas hidup. Apa saja gejala-gejala kecanduan kerja itu? ------------------------------------------- Apakah Anda menunjukkan gejala-gejala kecanduan kerja? Banyak orang yang tidak akan menyebut dirinya seorang pencandu kerja. Mereka akan berkata, "Saya memotivasi diri saya sendiri dan didorong untuk sukses. Saya bekerja karena saya menyukai pekerjaan saya dan saya merasa bahwa bekerja itu penting untuk bermasyarakat." Berikut ini beberapa gejala "workaholic". 1. Anda tidak bisa membedakan antara pekerjaan dan rumah. 2. Meskipun di rumah, pekerjaan Anda tetap menjadi prioritas utama. 3. Anda terlalu memegang erat komitmen dan semangat kerja. Kebahagiaan Anda ada pada pekerjaan Anda. 4. Pekerjaan selalu mendapat tempat yang lebih utama dari keluarga dan waktu luang. 5. Anda tidak memiliki kehidupan sosial kecuali kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan. 6. Pekerjaan selalu ada dalam benak Anda, 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. 7. Anda stres karena pekerjaan Anda. 8. Anda sedih ketika orang lain menyarankan kepada Anda untuk mengurangi pekerjaan Anda. 9. Anda tidak berlibur atau Anda membawa pekerjaan Anda saat berlibur. Jika hidup Anda habis untuk bekerja, Anda justru berpeluang menjadi seorang pencandu kerja atau sedang menjadi pencandu kerja. Tips praktis menolong pencandu kerja ----------------------------------- Jika Anda menduga seseorang itu pencandu kerja, berikut ini beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menolongnya. 1. Waspadalah terhadap tanda-tandanya dan tunjukkan kepada orang tersebut. Kebanyakan pencandu kerja tidak akan siap mengakui bahwa dirinya adalah seorang pencandu kerja. Tetapi jika Anda menunjukkan tanda-tanda tersebut dengan kasih, orang tersebut akan dapat melihat masalahnya. 2. Jika orang yang kecanduan kerja itu mengakui masalahnya, carilah tempat atau gereja yang dapat menolongnya. 3. Jika diizinkan, bantulah orang yang kecanduan kerja itu membuat prioritas dalam hidupnya dengan meyakinkan bahwa waktu yang ada boleh digunakan untuk bersantai atau bersenang-senang. Pastikan untuk mendorongnya melakukan kegiatan-kegiatan positif yang tidak berhubungan dengan kerja. 4. Buatlah komitmen pribadi untuk melakukan bagian Anda. Kendalikan diri dari tindakan-tindakan yang justru mengarah pada perilaku kecanduan kerja dengan terlalu menuntut pada materi atau uang yang dimiliki. 5. Carilah jalan supaya dapat menunjukkan kepada orang yang kecanduan kerja bahwa kasih Anda didasarkan pada siapakah dirinya bukan pada apa yang mereka kerjakan. Tunjukkan kepada orang yang kecanduan kerja bahwa nilai diri tidak didasarkan pada materi yang dimiliki. Saya hidup dengan orang kecanduan kerja, apa yang harus saya lakukan? ------------------------------------------------------------ Hidup dengan seorang yang kecanduan kerja adalah suatu situasi yang sulit! Saya dan istri saya pernah menghadapi masalah ini dalam perjalanan pernikahan kami karena saya bekerja sepanjang hari dan sering bekerja pada akhir pekan. Kami mendapatkan empat prinsip utama yang membantu kami menghadapi masalah ini. 1. Kami selalu membicarakan jadwal pekerjaan apa yang akan menjadi prioritas atau proyek saya. Kami berdua membuat kesepakatan apakah dengan memiliki waktu yang lebih banyak untuk bersama-sama itu berharga untuk kemajuan kami dan memang perlu bagi kami. 2. Kami membuat batasan. Kami saling mengomunikasikan apa yang menjadi harapan kami. 3. Kami menciptakan suasana saling memahami dan peka. Suatu perumpamaan yang alkitabiah, "Belajar menjadi bijaksana dan memberi penilaian yang baik." Memahami dan komunikasi yang baik adalah hal yang penting jika kita hidup dengan orang yang kecanduan kerja. Isri saya memahami dan menghargai pentingnya pekerjaan saya dan betapa berharga dan berartinya pekerjaan itu bagi saya. Saya pun juga harus memahami kebutuhannya. Jika saya merasa bahwa dia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bersama dengan saya, kami membuat rencana untuk melakukan sesuatu yang istimewa bersama-sama. 4. Kami saling mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Yakobus 1:19-20, "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." Duduklah bersama sebagai pasangan dan diskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. - Apakah dengan bekerja kebutuhan kita terpenuhi? Apakah yang menjadi motivasi seseorang sehingga dia kecanduan kerja; apa yang mendorongnya? - Apakah orang yang kecanduan kerja ini juga melakukan hal yang sama sebelum menikah? Apakah akhir-akhir ini kecanduan kerjanya semakin meningkat? - Apakah ada alasan keuangan (utang, mencukupi gaya hidup tertentu) yang menjadi pemicu masalah ini? - Dapatkah kebutuhan di rumah dipenuhi dengan waktu yang tak sebanyak jam kerja? - Harapan-harapan apa yang Anda miliki dengan gaya hidup Anda? Apakah ini suatu faktor yang memotivasi? - Apakah suasana rumah damai dan santai? Ataukah terjadi percekcokan, kemarahan, dan perselisihan? Apakah faktor-faktor yang tidak diharapkan ini menyebabkan orang yang bekerja itu menjauh dari rumah? - Batasan-batasan apa yang dapat Anda setujui? Salomo menulis di Pengkhotbah bahwa adalah merupakan suatu anugerah dari Allah untuk menikmati pekerjaan: "Tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah" (Pengkhotbah 2:24). (t/Ratri) Bahan diterjemahkan dari: Situs : All About Life Challenges Judul asli: Workaholic Penulis : - Alamat URL: http://www.allaboutlifechallenges.org/workaholic.htm ========== KESAKSIAN ========== KELUAR DARI JERAT "WORKAHOLIC" Bagi sebagian pria, pekerjaan mungkin merupakan atribut utama dalam hidupnya sehingga mereka rela meluangkan waktu dan energinya begitu rupa. Ada juga yang senang sekali bekerja asalkan mendapatkan uang, status tertentu, atau sebenarnya hanya karena kewajiban semata, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, kita tidak boleh menjadikan pekerjaan sebagai hal yang terutama dan mengabaikan aspek lainnya dalam hidup. Rajin bekerja adalah baik, tapi bekerja tanpa tahu waktu adalah gaya hidup yang tidak sehat. Lebih gawatnya lagi kalau tanpa disadari bekerja telah menjadi "berhala" bagi kita. Simak penuturan dua pria berikut ini seputar bekerja. Apa kata mereka tentang pria yang "workaholic"? --------------------------------------------- 1. Tan Yosef Handoko, 35 thn., wirausaha bidang tekstil Orang yang "workaholic" adalah orang yang gila bekerja melebihi batas-batas normal. Orang seperti ini tidak memandang siang atau malam, pokoknya yang ada dalam pikirannya hanya bekerja saja. Kecenderungan ini pasti kurang bagus karena dengan begitu ada hal lain yang dikorbankan dan telantar, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Kalau ada yang berpandangan kecenderungan "workaholic" itu lebih banyak dialami para pria daripada wanita mungkin karena secara fisik pria lebih kuat. Kedua, pria umumnya mempunyai ego dan ingin membuktikan diri bahwa kami bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga dan teman-temannya. Pria "workaholic" biasanya tidak merasa dituntut, tapi ada kalanya dia seperti itu karena membutuhkan pengakuan. Pengalaman pribadi ------------------ Saya dulu lebih cenderung digerakkan oleh uang. Dalam pikiran saya yang ada hanyalah uang, uang, dan uang. Saya begitu karena saya bukan berasal dari keluarga yang berada sehingga berpandangan bahwa saya harus berhasil supaya bisa menyenangkan orang tua, baru menyenangkan diri sendiri. Saya terdorong untuk membuktikan bahwa dari keluarga saya pun ada yang bisa mapan. Memang ada sisi positifnya, misalnya dalam pekerjaan yang baru, saya tidak perlu waktu lama untuk bisa mengambil peluang yang baik supaya jadi uang. Tetapi saya bukan hanya mengerjakan yang halal saja karena saya juga suka judi bola. Pokoknya, selama menghasilkan uang, saya akan lakukan walau tidak halal. Lebih lanjut, kalau saya bekerja sampai malam dan saya letih, saya minta dipijat. Di situ, saya jatuh dalam dosa main perempuan, apalagi kalau di luar kota. Efek lainnya adalah saya tidak dekat dengan anak-anak karena saya berpikir tugas saya adalah mencari uang. Titik balik perubahan --------------------- Suatu waktu, ada banyak aral melintang dalam bisnis saya. Di saat seperti itu, kakak mengajak saya mengikuti kamp Pria Sejati. Awalnya saya menolak karena merasa sudah cukup sejati dengan mempunyai dua anak, istri, dan uang. Saya juga merasa takut pada Tuhan. Tetapi setelah istri saya mengatakan bahwa tidak ada salahnya untuk ikut, saya ikut juga dan saya hanya anggap itu sebagai "main". Rupanya, di sanalah saya terjamah melalui apa yang disampaikan para pembicara. Salah satunya adalah bahwa semua yang ada pada kita adalah titipan Tuhan. Artinya, Dia bisa ambil kapan saja. Saya juga dibukakan, bahwa saya tidak pernah menyenangkan anak-anak. Bagaimana sekolah mereka pun saya tidak tahu. Dari situ saya berkomitmen untuk mulai mengantar anak-anak ke sekolah, berhenti main perempuan, dan judi. Melepas judi adalah yang paling sulit, tetapi dengan adanya dukungan dari teman-teman komunitas dan saya meninggalkan pergaulan yang lama, saya bisa melepaskannya. 2. Paulus Ruddy Saswono, 44 thn., kontraktor Seorang "workaholic" adalah orang yang bekerja terus-menerus tanpa ada waktu sisa. Waktunya didominasi untuk bekerja, bahkan mungkin bukan lagi 24 jam, melainkan kalau bisa 36 jam sehari. Alasan pria cenderung seperti itu karena berpikir bahwa kami berkewajiban untuk menghidupi keluarga. Jadi, harus mencari uang. Sebenarnya dalam firman Tuhan, kita seharusnya bekerja untuk Tuhan dan bukan untuk manusia sehingga kita akan melakukan yang terbaik. Tetapi kita juga perlu menyadari bahwa harus ada keseimbangan dalam hidup. Kalau kita bekerja dengan alasan demi kebahagiaan keluarga, itu berarti ada waktu juga yang harus diberikan. Mengapa? Karena kasih identik dengan waktu, bukan hanya uang. Tuhan pun tidak mau kita bekerja terus dan keluarga ditinggalkan. Pengalaman Pribadi ------------------ Kalau bekerja saya memulainya dari pagi sampai sore di kantor. Setelah mandi dan makan, saya masuk ruang kerja lagi di rumah dan terus bekerja sampai dini hari. Pagi-paginya saya bangun dan segera ke kantor lagi. Begitulah seterusnya aktivitas saya. Bahkan hari Minggu setelah pulang gereja saya biasanya bekerja. Saya sendiri melakukannya dalam ketidaktahuan bahwa itu salah karena saya berpikir kalau saya bekerja, hasilnya pun untuk keluarga saya. Akibatnya, saya tidak merasa bersalah dan saya pribadi menikmati kehidupan seperti itu. Di sisi lain, saya juga merasa dihargai sekali bila dalam pekerjaan. Dalam arti, apa pun yang saya katakan pasti akan dilakukan. Tetapi istri saya mulai mengeluh dan protes akan hal ini. Dia mengatakan bahwa saya sudah tidak mempunyai waktu lagi dan juga tidak mengurus anak kami yang masih kecil. Padahal peran seorang ayah sangat penting bagi pembentukan karakter anak. Titik balik perubahan --------------------- Saya mulai terbuka ketika istri saya mengeluh. Di situ saya pikir, benar juga bahwa pekerjaan memang tidak ada akhirnya. Jadi, saya mulai "kompromi" untuk tidak bekerja pada hari Minggu dan memilih bersama keluarga. Di hari-hari lainnya saya juga berbagi waktu dengan keluarga besar, misalnya bila ada adik atau kakak yang berulang tahun, saya tinggalkan pekerjaan untuk berkumpul. Semakin lama, saya semakin dibukakan dan memang untuk mengubahnya membutuhkan waktu yang lama. Di awal perubahan, rasanya saya bingung sekali kalau liburan karena tidak tahu harus mengerjakan apa dan otak saya pun masih ke pekerjaan. Tetapi saya terus berkomitmen untuk membagi waktu, bahkan terkadang saya mematikan HP di hari Minggu agar tidak terganggu. Setelah mengikuti kamp, saya lebih mengerti lagi bahwa saya juga harus jadi imam. Karenanya, saya juga mulai mengantar anak ke sekolah dan mendoakannya. Bahan diambil dari sumber: Majalah : GetLife! Edisi : Tahun III/Edisi no.27 Penerbit: GetmeDia (Yayasan Pelita Indonesia), Bandung. Halaman : 63 -- 64 ========== INFO ========== PELATIHAN INTENSIF "DASAR KONSELING" Seorang ibu muda di kota Malang, Junaini Mercy namanya, bunuh diri bersama empat anaknya karena tidak kuat menanggung beban hidup yang semakin berat (Kompas, 13 Maret 2007). Kehidupan perkotaan memang makin keras sehingga makin banyak masyarakat (termasuk umat Kristen) yang membutuhkan pelayanan konseling. Lembaga i Family Enrichment (LiFE) terpanggil untuk menyiapkan para murid Kristus menjadi penolong masyarakat sekitarnya, yaitu dengan mengadakan: Pelatihan Intensif "Dasar Konseling" Deskripsi: ---------- Pelatihan ini ditujukan bagi anak-anak Tuhan yang terbeban/terpanggil dalam pelayanan konseling, tetapi merasa belum memiliki ketrampilan. Pelatihan ini akan membahas pengenalan akan konseling Kristen, masalah-masalah umum kepribadian manusia, serta melengkapi/melatih peserta dengan ketrampilan dasar konseling. Tujuan ------ 1. Peserta memahami makna, arah, dan etika konseling Kristen. 2. Peserta memahami keunikan pribadinya sendiri (dilengkapi dengan tes kepribadian bagi peserta). 3. Peserta memahami keunikan pribadi orang lain. 4. Peserta memiliki ketrampilan dasar konseling dan mampu menerapkannya dalam mendampingi orang yang bermasalah. Pendekatan ---------- Integrasi teologi dan psikologi - Alkitab sebagai standar kebenaran; Roh Kudus sebagai pemimpin dalam proses konseling. - Psikologi sebagai alat bantu untuk lebih memahami perilaku manusia. Sistem Pelatihan ---------------- Teori : 40% Latihan kasus/role play : 40% Refleksi/pengenalan diri: 20% Peserta: -------- - Jumlah peserta maksimum 12 orang. - Peserta adalah orang-orang Kristen yang sudah hidup baru, sudah melayani, dan terpanggil dalam pelayanan konseling. - Serius mengikuti pelatihan. Waktu dan Tempat: ----------------- Delapan kali pertemuan setiap: Hari : Kamis (mulai 5 April 2007) Pukul : 09.30 - 12.30 WIB Tempat : Jalan Cisanggiri III/18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Biaya : Rp. 50.000,-- per orang Pelatih : 1. Siska Susilo, MK (0816-1104368) 2. Dra (Psi) Yohana Purba (0856-7085533) Pendaftaran: Ibu Laura Gerung (0816-703610) Catatan: Setelah paket ini akan dilanjutkan dengan paket Pelatihan Intensif Konseling Keluarga sebanyak 8 kali pertemuan. ============================== e-KONSEL ============================== REDAKSI e-Konsel: Ratri PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |