Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/129 |
|
e-Konsel edisi 129 (1-2-2007)
|
|
e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Bulan Kasih Sayang = Cakrawala : Teman Hidup yang Dikenan Allah = TELAGA : Hidup dengan Pasangan yang Tidak Seiman = Tanya Jawab: Bolehkah Berpacaran atau Menikahi Orang Bukan Kristen? = Surat Anda : Mungkinkah Kita Salah Memilih Pasangan Hidup? ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Banyak orang yang menganggap bulan Februari sebagai bulan kasih sayang. Anggapan ini memang tidak salah. Setiap tanggal 14 di bulan kedua tahun Masehi ini dirayakan hari Valentine atau hari kasih sayang. Banyak pasangan-pasangan muda yang turut merayakan hari istimewa ini. Ada juga yang beranggapan bahwa hari Valentine tidak boleh dilewatkan begitu saja karena pada hari itu saat yang tepat bagi mereka untuk benar-benar menunjukkan kasih sayang kepada pasangan. Masalah kisah cinta, pasangan hidup, dan pernikahan memang tidak pernah habis apalagi membosankan untuk dibahas. Bertepatan dengan momen Valentine, dua edisi e-Konsel di bulan ini akan menyajikan topik, Pasangan yang Tidak Seiman dan Tatkala Tidak Direstui Orang Tua. Dua masalah ini sering dihadapi para muda-mudi Kristen ketika bergumul untuk menemukan pasangan hidup mereka. Di edisi Pasangan yang Tidak Seiman ini, kami pilihkan artikel yang mengulas bagaimana sebaiknya orang Kristen memilih pasangan hidupnya. Dalam dua tanya jawab berikutnya diulas alasan mengapa orang Kristen tidak boleh menikah dengan orang yang bukan Kristen sekaligus cara menyikapinya jika hal ini sudah terlanjur terjadi. Bagi Anda yang sedang bergumul mengenai pasangan hidup Anda, kiranya sajian ini dapat menolong Anda. Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati. Redaksi e-Konsel, Ratri ========== CAKRAWALA ========== TEMAN HIDUP YANG DIKENAN ALLAH "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14) Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan emosional manusia semakin bertambah. Ketika seseorang memasuki usia remaja, ia mulai mendambakan kasih yang lain selain dari orang tuanya. Oleh karena itu, ketertarikan kepada lawan jenis adalah hal yang wajar. Pembicaraan tentang teman hidup tidak hanya menarik dan penting, tetapi terkadang juga rumit. Jika kita mendefinisikan teman hidup sebagai sekadar teman ke pesta, nonton, makan, antar-jemput atau diskusi, hal ini tidaklah terlalu penting sehingga perlu dipikirkan masak-masak. Cukup suka sama suka dan dipertahankan selagi masih mau. Namun, tidak demikian bila kita berbicara tentang seseorang yang kelak akan menjadi suami atau istri kita. Hal ini akan menjadi masalah yang penting, bahkan sangat penting. Pernikahan adalah keputusan yang sangat penting sebab menyangkut seluruh kehidupan kita secara permanen. Karena kita tidak dapat bercerai setelah mengucapkan janji pernikahan di depan altar saat menikah, setiap orang Kristen harus menyelidiki dengan saksama apa yang Allah katakan tentang hal ini dalam firman-Nya. Berpacaran merupakan masa yang penting bagi sepasang kekasih untuk saling mengenal. Selain membutuhkan waktu, pengenalan satu dengan lainnya juga membutuhkan kehati-hatian. Sebelum mulai berpacaran ada beberapa hal yang harus kita gumulkan atau perhatikan sebagai persiapan, sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Kita harus mengetahui dan menentukan apa yang penting dan berharga bagi hidup kita. Yang terutama tentu saja Kristus. Selain itu, ada hal-hal lain yang kita anggap penting, yang berbeda antara satu orang dengan orang lain. Hal-hal itu menjadi sesuatu yang menentukan arah hidup orang tersebut. Hal-hal berharga tersebut, misalnya pendidikan tinggi, karier, sahabat, keluarga, gereja, persekutuan, kebersamaan, komputer, buku, dll. Hal ini perlu diperhatikan tatkala kita akan memilih pribadi yang akan menjadi pendamping kita. Memang ini bukan harga mati yang tidak mungkin berubah. Tetapi hal ini akan menolong kita dalam memilih teman hidup yang searah dengan perjalanan yang kita rindukan, mau mendukung, atau menolong kita menemukan arah baru yang lebih tajam dan sesuai dengan jati diri kita. Gumulkan dan doakanlah, apakah kita perlu dan ingin melalui perjalanan hidup kita seorang diri atau bersama dengan orang lain. Singkatnya, manakah panggilanku: menikah atau membujang. Kita adalah umat yang dipanggil untuk melayani dan melaksanakan kehendak Allah, bukan melayani diri dan perasaan kita sendiri. Demikian juga dalam mencari teman hidup. Berhati-hatilah dengan lagu-lagu pop, novel-novel, film, dan figur cinta yang ditawarkan dunia. Ada yang membangun, meneguhkan, dan membawa pada landasan berpikir yang benar. Tetapi tidak sedikit yang menghancurkan, melayani perasaan belaka, dan berdasarkan pola pikir duniawi. Jika sebelumnya kita pernah berpacaran, janganlah terpaku pada cinta yang lama. Jangan membanding-bandingkan, tetapi katakanlah, "Selamat datang realita" kepada hubungan baru yang kita bina. Biarkan masa lalu mengambil perannya sebagai cerita dan pengalaman. 2. Sekarang, siapa yang akan kita pilih untuk menjadi kekasih kita? Yang kita cari adalah teman hidup, kawan seperjalanan di sepanjang kehidupan yang kita titi, bukan pemanis hidup. Pribadi yang tepat, bukan sekadar pribadi yang dapat membuat hidup kita ceria, manis, dan indah. Pribadi yang tepat adalah pribadi yang dapat menjadi pendamping dalam menghadapi tantangan hidup dan membawa kita menemukan serta berani melaksanakan kehendak Allah. Ada beberapa hal yang dapat menolong kita untuk mengetahui apakah "si dia" pilihan Allah atau bukan. Yang terutama adalah orang Kristen hanya dapat menikah dengan orang Kristen lainnya (2 Korintus 6:14-16). Larangan ini diberikan Allah karena Allah mengasihi anak-anak-Nya dan tidak ingin anak-anak-Nya menderita. Menikah untuk menginjili seseorang dan memenangkan jiwanya pada dasarnya merupakan alasan yang dicari-cari. Alkitab tidak pernah memerintahkan kita untuk memenangkan seseorang dengan menikahinya. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk tidak menikahinya (Nehemia 13:26-27; Keluaran 34:16; Ulangan 7:3; 2 Korintus 6:14,15). Karakter atau budi pekerti lebih penting daripada daya tarik fisik. Dengan kata lain, isi lebih penting daripada bungkusnya. Amsal 31:10-31 menunjukkan hal ini. 3. Tentukan kepribadian dan karakter orang yang kita harapkan dalam doa dan pergumulan yang sungguh-sungguh. Pencarian kehendak Allah dimulai saat kita menentukan hal ini. Mintalah supaya keinginan Allah yang menjadi keinginan kita. Doakan terus-menerus. Akan sangat membantu bila kita menuliskan karakter dan kepribadian itu di atas secarik kertas dan menyimpannya di tempat yang mudah kita jangkau setiap kita memerlukannya, misalnya dalam Alkitab. Lihatlah beberapa kemungkinan, jangan tergesa-gesa menentukan pilihan hanya dari satu orang. Pakailah akal budi yang Allah berikan. Perhatikan apakah ia sepadan dengan kita ditinjau dari segi penyerahan dirinya kepada Allah, kedewasaan iman, segi emosional, intelektual, usia, pendidikan, latar belakang keluarga dan visi hidup. Adakah kesamaan minat, bakat, dan sifat sehingga dapat saling mengisi dan mendukung? Mintalah nasihat dari orang-orang Kristen lainnya yang memiliki kedewasaan rohani. Selain itu, perlu juga diungkapkan di sini bahwa berpacaran bukanlah kesempatan untuk menikmati seks. Kita akan rugi besar karena kenikmatan-kenikmatan sesaat akan mengaburkan mata dan pikiran kita dalam menjatuhkan keputusan pada pilihan yang tepat. Seks memang indah, tetapi porsi seks letaknya setelah kita menikah. Ingat, sesuatu yang indah akan menjadi lebih indah bila pada waktunya. Saat berpacaran bukan sekadar saat menikmati masa muda dengan orang yang kita kasihi. Saat berpacaran adalah saat mempersiapkan masa depan kehidupan kita -- masa kehidupan pernikahan kita. Dasar-dasar kehidupan kita yang akan datang diletakkan saat kita berpacaran. Selain mengenal pribadi yang kelak akan menjadi suami atau istri, kita juga belajar membina hubungan yang positif. Kita belajar setia, saling percaya, berkomunikasi dengan baik, saling menyesuaikan diri, saling mengisi, saling mendukung, saling menghargai, saling mengungkapkan perasaan (marah, sedih, senang, sayang, dsb), dan yang tak kalah pentingnya adalah belajar menumbuhkan cinta. Hal ini penting, terutama bila "badai" menghantam hubungan yang kita bina. Pada saat seperti ini, mungkin pertimbangan-pertimbangan rasional tentang betapa baiknya "si dia" kurang mampu mengikat sepasang kekasih. Hubungan yang bertumbuh dalam cintalah yang dapat memelihara ikatan itu. Dalam masa berpacaran kita harus menemukan apakah ia adalah pribadi yang pantas bagi kita atau tidak, apakah hubungan ini seimbang dan baik atau tidak. Kita juga harus menemukan hal-hal yang tak tergantikan dalam hubungan ini. Hal-hal yang kita inginkan dan kita pilih, yang tidak kita dapati dari orang lain atau hubungan yang lain. Seiring bergulirnya waktu, kita akan mendapatkan jawaban apakah pilihan kita adalah pilihan yang tepat. Diiringi doa sepanjang jalan dan pada setiap langkah dalam hubungan ini, carilah jawaban pertanyaan di bawah ini dengan hati nurani yang jujur. * Apakah aku bangga dengan pilihanku? * Apakah aku bahagia dan memiliki damai sejahtera karena hubungan ini? * Apakah hubungan ini menjadi berkat bagi aku, ia, kami, dan orang lain? Jika dengan sepenuh hati Anda menjawab "ya", Anda telah menemukan teman hidup yang tepat. Bersyukurlah dan nikmati karunia yang luar biasa ini. Persembahkan hubungan ini untuk kemuliaan Tuhan. Bahan diambil dan diedit seperlunya dari: Milis Ayah Bunda Artikel ini juga dapat Anda baca di Situs C3I dengan URL: http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=46&mulai=70 http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=47&mulai=70 http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=48&mulai=70 ========== TELAGA ========== Memilih pasangan hidup bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan hal yang sulit jika kita mau mengikuti aturan-aturan yang telah Tuhan tetapkan. Sebagai orang Kristen, salah satu aturannya, kita hanya boleh menikah dengan sesama orang percaya atau yang seiman. Lalu, bagaimana jika kita sudah terlanjur menikah dengan orang yang belum percaya? Jika hal ini terjadi pada Anda, berikut ini ringkasan langkah-langkah yang diberikan oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi untuk menyikapinya. HIDUP DENGAN PASANGAN YANG TIDAK SEIMAN T : Bagaimana kalau kami sudah terlanjur menikah dengan pasangan yang tidak seiman? J : Memang masalah ini sering kali menjadi dilema; tidak jarang pula menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Ada kasus-kasus yang seperti ini, yang satu Kristen sungguh-sungguh tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Ia tahu kalau Tuhan tidak menginginkan dirinya menikah dengan yang tidak seiman. Tapi karena terlanjur cinta, ia memudahkan masalah, memilih tidak menaati Tuhan, akhirnya menikah. Setelah menikah, muncullah rasa bersalah karena menikah dengan pasangan yang tidak seiman. Rasa bersalah ini kemudian mendorong pihak yang percaya untuk membujuk pasangannya yang tidak seiman dengannya untuk ikut ke gereja, ikut beribadah, dan sebagainya. Tapi masalahnya, mereka berdua menikah dengan suatu kesepakatan dan pengertian bahwa mereka berdua memang tidak memiliki iman yang sama. Otomatis pihak yang tidak seiman merasa jengkel karena hal ini tidak pernah dipersoalkan sebelumnya. Setelah menikah, pasangannya malah memaksa dirinya untuk ikut ke gereja dan lain sebagainya. Tidak jarang hal ini membuahkan pertengkaran; yang percaya makin frustrasi dan malah menuduh pasangannya tidak mau beriman kepada Tuhan, sedangkan pihak yang satunya makin marah. ------ T : Katakan kondisinya sudah seperti itu, bagi pihak yang beriman apa yang harus dia lakukan? J : Surat 1Petrus 3:1-7 memberi kita petunjuk bagaimana harus bersikap pada pasangan kita yang tidak seiman. Yang dibicarakan dalam ayat ini memang suami yang tidak beriman dan istrinya yang beriman. Rupanya inilah keadaan di sekitar Petrus ketika ia menuliskan suratnya; banyak istri yang mempunyai suami yang tidak beriman. Ketika mereka menikah, dua-duanya bukan orang Kristen, tetapi dalam perjalanan pernikahan, akhirnya si istri itu bertobat. Apa yang dinasihatkan oleh Rasul Petrus? Yang pertama dikatakan oleh firman Tuhan, "Demikian juga kamu hai istri-istri tunduklah kepada suamimu". Di ayat yang ke tujuh dikatakan, "Juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia". Dengan kata lain, yang harus dilakukan adalah menunaikan kewajiban masing-masing, baik sebagai istri maupun sebagai suami. Kalau engkau suami dan istrimu bukan orang yang percaya pada Tuhan Yesus, Tuhan memintamu tetap menghormati si istri. Tugas lain bisa kita baca di Efesus 5, yaitu kasihilah istrimu, itu tugas suami. Otomatis Tuhan juga meminta para istri untuk menghormati suaminya. Jadi, tunaikan kewajiban sebagai seorang istri, tunduk kepada suami. Tuhan menginginkan agar kita tetap menunaikan kewajiban kita sebagai istri maupun suami. ------ T : Apa lagi yang disampaikan oleh firman Tuhan? J : Selanjutnya, firman Tuhan berkata, jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada firman Tuhan, tanpa perkataan pun mereka dapat dimenangkan oleh kelakuan istrinya jika mereka melihat bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu. Prinsip kedua, hematlah dalam berkata-kata. Alkitab berkata atau berbunyi tanpa satu kata pun, itu sebetulnya arti harafiahnya, "tanpa satu kata pun engkau bisa memenangkan suamimu". Bukankah kata-kata juga lebih sering memancing perdebatan dan perdebatan jarang sekali membawa orang mengenal Tuhan yang benar? Dalam setiap perdebatan, manusia selalu ingin menang. Kita tidak siap untuk melihat di mana kekurangan kita. Kita hanya ingin menang, apa pun caranya. Makanya firman Tuhan berkata, jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya atau suaminya. ------ T : Ada nasihat lain? J : Hal ketiga adalah hiduplah dengan saleh. Artinya, kehidupan kita harus lebih baik daripada kehidupan pasangan kita yang tidak seiman. Contohnya, jika orang yang menamakan dirinya rohani, orang Kristen, tapi tidak bisa menahan diri ketika marah, mengumbar-umbar kemarahannya, pasangannya yang tidak seiman akan sangat sulit sekali menerima berita Injil. Jadi, hidup orang yang mau memberitakan Injil kepada pasangannya harus lebih baik dari orang yang tidak seiman itu. Kalau tidak, pihak yang tidak seiman akan sulit menerima perkataan kita. ------ T : Seperti apa bentuk atau wujud kehidupan saleh lain yang riil supaya kita hidup lebih baik? J : Firman Tuhan menyambung di dalam pasal tiga ayat empat, "Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." Nasihat Tuhan bagi istri adalah pertahankanlah atau perlihatkanlah roh lemah lembut, artinya roh yang tidak kasar dan roh tenteram; roh yang tidak argumentatif. Istilah ini dalam bahasa Inggris disebut "quiet spirit", yaitu jiwa yang tenang, yang tidak mau marah-marah, berdebat, berdalih, bersitegang, ataupun bersilat lidah. Seorang wanita yang bisa menjaga emosi dan lidahnya akan memiliki suatu ciri kesalehan yang mengundang rasa kagum dan hormat dari suaminya. Seorang pria sering kali frustasi ketika istrinya memotong pembicaraannya dan dengan cepat menganggap suaminya salah. Sifat argumentatif ini perlu dikendalikan bahkan dikurangi sehingga roh yang keluar adalah roh lemah lembut, roh yang diam, roh yang tenang, roh yang bersih. Inilah sifat saleh seorang wanita yang sangat berharga, baik di mata Tuhan maupun di mata suaminya. ------ T : Bagaimana kalau terjadi yang sebaliknya, si suami adalah orang yang beriman, sedangkan istrinya tidak? J : Pada ayat yang ke tujuh, Tuhan mengingatkan para suami, "Demikian juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu sebagai kaum yang lebih lemah." Kata bijaksana sebetulnya juga dapat diartikan pengertian, jadi hiduplah dengan penuh pengertian kepada istri sebagai kaum yang lebih lemah. Tuhan meminta agar suami memahami dan mengerti bahwa istrinya adalah kaum yang lemah. Sebetulnya, terjemahan aslinya adalah bejana, kita tahu bejana itu mudah pecah, meskipun ada juga bejana yang kuat yang tidak mudah pecah. Di sini wanita diibaratkan bejana yang mudah pecah. Cukup banyak pria yang, pada waktu melihat istrinya itu mudah pecah, bukannya melindungi atau merawat, tetapi malah menghina. Mudah pecah artinya mudah bereaksi secara emosional tatkala stres menimpanya. Cukup banyak wanita yang mengalami kesulitan dengan stres yang menekannya sehingga dia perlu marah, menangis, atau mencetuskannya. Sedangkan pria cenderung menekan stres yang menimpanya. Dia akan coba mengendalikan dirinya supaya dia tidak terganggu oleh stres yang sedang menerpanya. Inilah yang dimaksud sebagai bejana yang mudah pecah, yang mudah retak. Tuhan meminta setiap pria untuk mengerti, memahami bahwa wanita adalah bejana yang mudah retak, yang mudah bereaksi secara emosional. Oleh karena itu, jangan malah dimarahi, dibentak, atau dihina. ------ T : Ada pasangan berbeda iman yang mengambil sikap untuk tidak membicarakan hal-hal yang menyentuh iman mereka. Bagaimana dengan hal ini? J : Perbuatan itu memang mempunyai satu tujuan, yaitu agar tidak memicu pertengkaran. Masalahnya adalah bukankah iman adalah sesuatu yang menempati bagian yang besar dalam kehidupan kita. Keputusan, pikiran, reaksi itu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai moral kita. Dengan kata lain, orang yang hidup dengan kesadaran bahwa dia harus mempertanggungjawabkan, baik perkataan maupun perbuatannya di hadapan Tuhan akan hidup lebih berhati-hati. Sedangkan orang yang berpikiran tidak harus bertanggung jawab kepada Tuhan akan hidup lebih sembarangan. Dengan kata lain, iman kepercayaan kita berpengaruh sangat besar sekali dalam kehidupan kita. Pada waktu kita mau menggunting bagian iman itu, kita akan menggunting suatu porsi kehidupan yang besar dari kehidupan kita. Dan kita akan kehilangan hidup yang begitu bermakna bagi kita. ------ T : Apakah seseorang yang imannya belum dewasa mudah untuk mencari pasangan yang tidak seiman? J : Biasanya begitu. Kalau kita memang tidak begitu mantap, tidak begitu berakar dalam iman Kristen kita, kita cenderung menggampangkan masalah ini. Yang terpenting adalah kita harus menaati Tuhan. Perintah ini bukan dicetuskan oleh manusia, bukan diminta oleh gereja atau pendeta, melainkan tertulis di dalam firman Tuhan. Jadi, kita lakukan atau tidak, itu bergantung pada kita mau menaati firman Tuhan atau tidak. ------ T : Kalau pasangan Kristen dengan Katolik, apakah dapat dikatakan seiman? J : Yang terpenting adalah keduanya sudah lahir baru, sungguh-sungguh sudah mencintai Tuhan, hidup untuk Tuhan Yesus dan mengerti bahwa mereka diselamatkan oleh anugerah Tuhan Yesus. Kalau keduanya mempunyai kesamaan iman yang seperti itu, dengan kata lain lahir baru, maka mereka adalah anak-anak Tuhan Yesus. Sajian di atas kami ambil dan edit dari isi kaset TELAGA No. #068B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau < TELAGA(at)sabda.org > ========== TANYA JAWAB ========== BOLEHKAH BERPACARAN ATAU MENIKAHI ORANG BUKAN KRISTEN? Pertanyaan: ----------- Apakah benar bagi orang Kristen untuk berpacaran atau menikahi orang bukan Kristen? Jawaban: -------- Surat 2Korintus 6:14 menyatakan, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" Walaupun ayat ini tidak secara khusus mencantumkan pernikahan, implikasinya bagi pernikahan sangatlah jelas. Selanjutnya, bagian Alkitab ini mengatakan, "Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: `Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.` Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu" (2Korintus 6:15-17). Alkitab selanjutnya mengatakan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (1Korintus 15:33). Hubungan yang dekat dengan orang yang tidak percaya dapat dengan cepat dan mudah berubah menjadi halangan bagi kita untuk berjalan dengan Kristus. Kita dipanggil untuk menginjili yang sesat, bukan untuk menjadi intim dengan mereka. Tidak ada salahnya membangun persahabatan yang berkualitas dengan orang-orang yang tidak percaya, namun hanya boleh sejauh itu. Jikalau Anda berpacaran dengan orang yang tidak percaya, secara jujur, apa yang menjadi prioritas Anda? Hubungan yang romantis atau memenangkan jiwa mereka bagi Kristus? Jikalau Anda menikahi orang yang tidak percaya, bagaimana kalian berdua dapat membangun kedekatan rohani dalam pernikahan Anda? Bagaimana pernikahan yang berkualitas dapat dibangun jikalau Anda berbeda pendapat dalam hal yang paling krusial di dunia ini -- Tuhan Yesus Kristus? Bahan diambil dan diedit seperlunya dari: Nama Situs: Got Questions URL : http://www.gotquestions.org/Indonesia/menikahi-bukan-Kristen.html ========== SURAT ANDA ========== Berkaitan dengan topik pasangan hidup, berikut ini kami pilihkan salah satu surat dari Sdr. X yang dikirim kepada Redaksi. Dari: X <x(at)xxxx> >Saya ingin tanya soal masalah pasangan hidup kita. >,1. Mungkinkah kita bisa salah dalam memilih teman hidup dan dia >menjadi istri atau suami kita? >,2. Kalo misalnya kita salah pilih, artinya kita harus hidup >bersama dgn dia selamanya sampai maut datang, bagaimana solusinya? >karna kalau salah pilih biasanya kita tidak akan akur, selalu beda >dan ada saja yang diributkan. Terimakasih. Redaksi: 1. Dalam memilih pasangan hidup, Allah telah memberikan prinsip-prinsip dalam Alkitab yang harus dituruti orang Kristen. Dengan demikian, orang Kristen dapat terhindar dari memilih pasangan hidup yang salah (tidak sesuai dengan kehendak Tuhan). Selebihnya, Allah memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh kepada kita untuk memilih siapa orang yang cocok dengan kepribadian kita untuk menjadi pasangan hidup kita. Mungkinkah kita salah memilih? Bisa saja. Kalau kita tidak mengikuti prinsip Alkitab yang Tuhan berikan, kita bisa membuat keputusan yang salah. Karena itu, kita harus meminta hikmat dan pimpinan Allah agar kita mengerti dengan jelas prinsip-prinsip Alkitab. Selain itu, kita juga harus mengenal diri dengan baik sehingga kita tidak memilih orang yang tidak sesuai dengan kepribadian kita. 2. Dalam iman Kristen, setiap pernikahan yang sudah terjadi walaupun dengan "orang yang salah pilih," tetap termasuk dalam ikatan "yang sudah dipersatukan Allah" (Mat. 19:6). Dengan demikian, kesalahan memilih ini jangan dilanjutkan dengan kesalahan yang lebih besar lagi, misalnya bercerai. Setiap orang Kristen harus bertanggung jawab dan mengusahakan agar pernikahan yang sudah terjadi itu berhasil dan memuliakan Tuhan, apa pun risikonya. Caranya, mereka harus membangun pernikahan mereka dengan prinsip-prinsip firman Tuhan dan belajar saling mengasihi sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang menghalanginya. Melaksanakan hal ini tentu tidak selalu mudah, terutama bagi mereka yang merasa menikah dengan "orang yang salah pilih". Karena itu, mohonlah kasih karunia Tuhan agar kita memiliki kasih, komitmen, dan ketekunan dalam membangun keluarga kita. Ketidakcocokan pribadi dalam pernikahan memang sering terjadi, termasuk bagi pasangan yang seiman. Tidak ada jaminan bahwa mereka akan hidup bahagia tanpa masalah. Bagaimanapun juga mereka akan mengalami gesekan-gesekan dan masalah. Hal ini wajar-wajar saja. Diperlukan hati yang penuh kasih Tuhan dan tidak mementingkan diri sendiri agar dua pribadi ini bisa belajar hidup bersama. Oleh karena itu, tingkatkan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan mengampuni untuk memperkecil masalah dalam perkawinan. Jika hal ini sudah diusahakan, maka percayalah bahwa di dalam Tuhan jerih payah Anda tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58). ============================== e-KONSEL ============================== REDAKSI e-Konsel: Ratri PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |