Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/128 |
|
e-Konsel edisi 128 (15-1-2007)
|
|
Edisi (128) -- 15 Januari 2007 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Tugas Mendampingi Para Lanjut Usia = Cakrawala : Usia Senja, Siapa Takut? = TELAGA : Relasi Orang Tua dan Anak di Hari Tua = Tips : Mencegah Masalah-Masalah dalam Usia Lanjut ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Salam damai dalam Kristus, Hal yang kita sadari dan pasti akan kita rasakan dari sebuah siklus kehidupan adalah bahwa manusia akan menuju sebuah titik, yaitu masa usia senja. Sering kali kenyataan ini sulit untuk dihadapi. Kekhawatiran dan ketakutan akan pelbagai hal sudah menghadang di depan mata. Tidak jarang ketakutan ini juga menjangkiti hidup orang percaya. Untuk itulah dibutuhkan orang-orang yang benar-benar bersedia mendampingi dalam menjalani hari-hari mereka di usia senja. Tugas ini tidaklah mudah. Kesabaran, pengertian, dan ketulusan menjadi unsur penting dalam mendampingi mereka. Jika saat ini Anda sedang bertugas mendampingi para lanjut usia -- baik orang tua Anda sendiri maupun orang tua yang Anda layani, sajian kali ini kiranya dapat memberikan paradigma baru bagi Anda dalam mendampingi mereka. Harapan kami, kita bisa semakin bijak dalam mendampingi mereka dengan cara Tuhan, bukan dominasi kemanusiawian kita. Selamat menyimak dan selamat melayani para usia senja. Tuhan Yesus memberkati. Tim penulis, Kristina ========== CAKRAWALA ========== USIA SENJA, SIAPA TAKUT? Pada umumnya, semua manusia ingin panjang umur, tetapi sedikit yang mau menjadi tua. Itulah salah satu penyebab bertumbuhnya salon-salon kecantikan atau pusat-pusat kebugaran yang menawarkan harapan untuk melawan kodrat. Namun, betapa pun manusia mampu memanipulasi penampilan jasmaniah sehingga tampak lebih muda dari usia yang sebenarnya, pergumulan batiniah tetap tidak bisa disembunyikan. Oleh karena itu, setiap orang sebaiknya mempersiapkan diri guna menyongsong usia senja yang pasti datang menjelang, entah esok atau lusa. Memelihara Kesehatan Salah satu masalah serius yang dihadapi oleh seseorang di usia tengah baya adalah kesehatan. Pada usia ini banyak orang mulai terserang bermacam-macam penyakit, seperti jantung, kencing manis, kerapuhan tulang (osteoporosis), peradangan sendi (osteoartritis), kanker, ginjal, dll. Dari segi anatomi, tubuh manusia diibaratkan sebuah sistem yang terdiri dari ribuan komponen yang dirangkai sedemikian rupa. Setiap komponen bekerja sesuai dengan karakteristiknya sehingga membentuk dan mengaktifkan fungsi tubuh. Pada usia tengah baya, tentu ada bagian-bagian tertentu dari tubuh seseorang yang mengalami kemunduran fungsi (degradation of function) sehingga ia harus menyesuaikan diri dengan kondisi tubuhnya yang tidak sebaik ketika masih berusia dua puluh tahun. Sebetulnya, setiap hari seseorang harus menyesuaikan diri dengan "situasi dan kondisi tubuhnya yang baru". Seorang tengah baya sangat perlu memelihara tubuhnya agar senantiasa sehat dan bugar. Memelihara kesehatan dapat dilakukan dengan cara rajin berolah raga, mengonsumsi makanan berserat, banyak makan sayur dan buah, dan waktu tidur yang cukup. Tujuan memelihara kesehatan bukan untuk memuliakan tubuh melainkan untuk memancarkan kemuliaan Kristus, "Kami senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami" (2Korintus 4:10). Perubahan Karier, Emosi, dan Rohani Masalah umum bagi setiap orang tengah baya adalah "perubahan". Mengapa? Karena pada usia inilah terjadi transisi secara fisik, emosi, relasi, bahkan rohani. Usia tengah baya adalah waktu ketika seseorang mulai mengevaluasi siapa dirinya, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah. Banyak orang di usia tengah baya yang menghadapi masalah dengan karier sehingga harus mempertimbangkan memulai karier baru. Beberapa di antaranya terpaksa mengubah karier karena tidak diinginkan lagi oleh perusahaan sehingga disingkirkan secara halus, penutupan perusahaan, promosinya dialihkan kepada orang lain, menghadapi kejenuhan, konflik, masalah kesehatan, dan lain-lain. Salah satu risiko terbesar di usia tengah baya adalah menjadi terikat untuk bekerja, memasuki karier terlalu dalam sehingga mengabaikan kesehatan, keluarga, dan Allah. Tidak semua orang siap menghadapi perubahan karier di usia tengah baya. Banyak yang stres dan kehilangan keseimbangan sehingga tidak lagi mampu menikmati hidup. Contoh yang menarik adalah bagaimana Yesus mempertahankan keseimbangan kritis antara yang mendesak dan penting. Yesus selalu tepat waktu dan selalu menemukan waktu yang tepat untuk melakukan hal-hal yang utama. Tuhan Allah menciptakan manusia dengan emosi. Dan emosi manusia berubah-ubah sesuai dengan usianya. Pada usia tengah baya, emosi yang paling menonjol adalah depresi, kesedihan, kemarahan, kesepian, kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan. Dengan bertambahnya usia seseorang, semakin banyak tantangan jasmani yang harus dihadapi sehingga semakin banyak pula kebutuhan untuk berjalan dengan Tuhan. Kedekatan dengan Tuhan akan membuat seseorang lebih sehat dibandingkan dengan orang yang jauh dengan Tuhan. Namun, kedekatan dengan Tuhan tidak selalu berjalan mulus. Unsur dominan yang sering kali menganggu kedekatan hubungan seseorang dengan Tuhan adalah materialisme (Mat. 6:19-21) dan sikap hidup yang berpusatkan pada diri sendiri (Flp. 2:3-4). Manusia juga harus memiliki sikap realistis terhadap dunia ini, dengan tidak membiarkan harapan-harapannya tentang masa depan membutakannya terhadap kenyataan-kenyataan hidup. Seseorang harus terus-menerus menjaga kesehatan spiritualnya dengan Tuhan. Perlu beristirahat, artinya pergi menyendiri dengan membaca Alkitab, berdoa, dan saat teduh dengan Tuhan. Kadang-kadang seseorang terlalu sibuk memerhatikan orang lain yang menuntut perhatian sehingga mengabaikan Tuhan yang seharusnya mendapat perhatian penuh. Pastikan waktu tertentu setiap hari untuk menyendiri dan bersekutu bersama Tuhan. Hubungan yang paling utama dalam hidup manusia adalah saling mengasihi. Pada usia tengah baya tidak ada kehilangan yang lebih besar daripada kehilangan pasangan hidup. Perubahan-perubahan hubungan tengah baya dapat terjadi oleh karena kehilangan pasangan, perubahan dalam hubungan pernikahan, konflik-konflik dalam keluarga dekat dan keluarga besar, dan berkurangnya kepekaan panca indera. Hal ini sering kali membuat seseorang menarik diri dari lingkungan sosial. Seharusnya, persahabatan dibina berdasarkan kasih tak bersyarat. Pertanyaan yang sering diajukan orang-orang Kristen adalah apakah perlu mempunyai tabungan hari tua, polis asuransi, atau pensiun. Banyak yang merasa semuanya tidak perlu karena dengan memiliki tabungan hari tua, pensiun, atau polis asuransi seolah-olah tidak percaya kepada pemeliharaan Tuhan. Bukankah Allah memelihara burung-burung di langit yang tidak menanam dan menuai (Mat. 6:26)? Sebenarnya, mempunyai tabungan atau memiliki polis asuransi bukan berarti tidak percaya kepada pemeliharaan Tuhan, melainkan tindakan penatalayanan sumber daya dengan baik. Hidup dengan Orang Tua Keluarga tengah baya harus merencanakan tempat tinggal di usia senja dengan baik, misalnya apakah tinggal di rumah sendiri, ikut keluarga, atau tinggal di panti jompo. Semua pilihan disertai kelebihan dan kekurangannya. Tinggal di rumah sendiri berarti memiliki kebebasan, kenyamanan batin, dan keakraban. Tinggal dengan keluarga, berarti menjadi tergantung pada dukungan keluarga dan pendirian kita. Sedang tinggal di panti jompo dapat menimbulkan persoalan sosial budaya yang rumit. Pada umumnya, orang lanjut usia di Indonesia lebih banyak tinggal dengan keluarga. Merupakan kehormatan bagi anak-anak jikalau orang tua mau tinggal bersama-sama dengan keluarga mereka. Kebanyakan keluarga di Indonesia beranggapan bahwa orang tua yang tinggal di panti jompo kurang terhormat. Ada perasaan seperti membuang orang tua. Padahal tinggal di panti jompo mungkin jauh lebih baik dari pada tinggal dengan keluarga. Tidak kalah pentingnya adalah membuat surat wasiat ketika berada pada usia tengah baya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan pertengkaran yang mengakibatkan perpecahan keluarga setelah seseorang tidak ada lagi di tengah-tengah keluarga. Ini juga menyangkut segi-segi perwalian, undang-undang, hak, dan waris dari semua yang ditinggalkan. Banyak orang tua yang telah lanjut usia terserang penyakit alzheimer, suatu jenis penyakit yang melumpuhkan fungsi otak. Oleh karena itu, penyakit ini adalah momok bagi setiap orang berusia lanjut. Berbeda dengan organ tubuh lain yang dapat diamati dalam keadaan sedang bekerja, otak manusia tidak mungkin dianalisa ketika orang tersebut masih hidup. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Oleh karena itu, baik penderita maupun orang yang merawatnya sering kali mengalami stres berat. Apalagi kalau alzheimer tersebut sudah berada pada stadium lanjut. Namun, apa pun yang terjadi, seorang anak diwajibkan oleh Tuhan untuk merawat orang tua. Perintah Tuhan Allah jelas kepada setiap orang: "Hormatilah ayahmu dan ibumu" (Ul. 5:16). Menjadi Tua, Siapa Takut? "Jauh berjalan banyak yang dilihat, lama hidup banyak dirasa." Semua manusia akan menjadi tua, oleh karena itu berbahagialah orang-orang yang dikaruniai umur panjang sebab Tuhan memberikan kesempatan kepadanya untuk menyaksikan dan menikmati banyak peristiwa. Penuaan adalah proses alamiah yang pasti dialami oleh setiap orang. Menjadi tua tidak selalu berkonotasi dengan panti wreda. Ketika faktor-faktor pembatas berupa usia, kesehatan, kesempatan, dan kemampuan fisik muncul ke permukaan, seseorang bisa melayani Tuhan dengan begitu banyak ragam seperti menjadi tim doa, bergabung dengan kelompok PA, pembimbing atau pengajar, yang tidak banyak menggunakan tenaga fisik. Bahkan bisa melayani doa atau konseling melalui telepon. Penutup Hidup orang Kristen adalah sebuah perjalanan menuju "kampung halaman", yaitu surga. Tetapi mengapa banyak orang takut mati? Tuhan tidak memandang kematian sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi sesuatu yang diharapkan dengan penuh sukacita. Kematian bukanlah suatu terowongan gelap gulita yang suram dan tanpa tujuan yang jelas. Kematian berarti "tiba di rumah" setelah menjalani pengembaraan panjang. Tidak ada perasaan yang lebih lega selain akhirnya tiba di rumah dan berjumpa dengan Yesus. Bahan diambil dan diedit dari: Judul buletin: Kalam Hidup - Oktober 2005, Tahun ke-75, No. 714 Penulis : Elisa B.S. Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2005 Halaman : 37 -- 41 ========== TELAGA ========== Ringkasan tanya jawab dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi berikut mengutarakan bagaimana anak dan orang tua hendaknya menjalin relasi supaya ketika orang tua mulai berusia senja relasi mereka tetap terbina dengan baik. RELASI ORANG TUA DAN ANAK DI HARI TUA T : Kalau kita perhatikan, hubungan orang tua yang sudah lanjut usia dengan anaknya itu ada yang baik, harmonis, dan kelihatan akrab. Tapi ada juga yang hubungannya tidak baik, bahkan kadang-kadang bermusuhan. Bagaimana hal ini bisa terjadi? T : Hubungan orang tua-anak sudah tentu berawal sejak anak masih kecil. Hubungan itu dapat dilukiskan seperti tumpukan batu bata yang nantinya membentuk sebuah dinding. Jadi, kita mesti menaruh satu batu di atas batu yang lain. Kalau sejak awal relasi orang tua-anak itu baik, besar kemungkinan di masa selanjutnya relasi mereka pun baik. Namun, tidak selalu demikian. Adakalanya relasi mereka hanya baik di masa kecil anak-anaknya. Memasuki masa remaja, mulai terjadi pergolakan sehingga relasi merenggang. Jika dalam masa pergolakan itu orang tua melakukan hal-hal yang menyakiti hati si anak sehingga terluka, anak akan membawa luka itu sampai agak tua. Atau misalnya, ketika anak memasuki usia dewasa, orang tua kecewa berat karena anak memilih pasangan yang berkebalikan dari yang diharapkan orang tua sehingga relasi orang tua dan anak merenggang kembali. Jadi, jika pada masa sebelumnya relasi orang tua dengan anak itu baik, lebih besar kemungkinan di masa tua relasinya juga akan tetap baik. Tapi kalau masa sebelumnya buruk, pada masa tua dapat dipastikan relasinya juga akan tetap buruk. ------ T : Kadang-kadang, yang terjadi setelah pernikahan, hubungan anak dengan orang tuanya menjadi buruk karena pengaruh pasangannya. Betulkah demikian? J : Sudah tentu kehadiran orang lain dalam keluarga, tidak bisa tidak, akan menimbulkan perubahan relasi sebab si anak sekarang harus membagi dirinya untuk pasangan dan orang tuanya. Sebagai orang tua pun sekarang kita tidak lagi mempunyai hak atau jangkauan yang sama terhadap anak kita. Begitu sudah berkeluarga, mereka mempunyai kehidupan yang terpisah dari kehidupan kita dan kita mesti menghormatinya. Adakalanya orang tua dan anak tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik pada masa-masa ini, akibatnya relasi menjadi buruk. Tetapi sering kali orang tua mengambil gampangnya, yaitu dengan mudah menyalahkan menantunya. Memang sudah tentu ada kasus-kasus di mana hal ini disebabkan oleh menantunya yang terlalu menguasai dan memberi pengaruh buruk pada si anak. Tapi sebelum menyalahkan menantu, kita mesti menyadari bahwa mungkin ini adalah bagian dari penyesuaian yang kita dan anak kita harus lakukan. Kalau akhirnya kita bisa menghormati batas masing-masing, besar kemungkinan kita akan memasuki hari tua dengan baik serta mempunyai relasi yang sehat dengan anak-anak kita. ------ T : Sebagai anak, sering kali kita mengharapkan orang tua yang ideal. Tapi karena tidak terpenuhi, akhirnya hal tersebut mengganggu hubungan orang tua dan anak. Bagaimana menyikapinya? J : Sebagai anak kita mesti menerima orang tua apa adanya. Adakalanya kita tidak suka, tidak bisa menerima bagian tertentu dari hidup orang tua kita, tapi kita terus mencoba mengubahnya sehingga terjadi pertengkaran. Orang tua memang peka dengan sikap-sikap anak yang dianggap kurang ajar. Ini sering kali menimbulkan masalah sebab belum tentu si anak atau pihak yang lebih muda itu kurang ajar. Bisa jadi si anak hanyalah mengutarakan pendapat atau isi hatinya, tapi orang tua langsung menilai anaknya kurang ajar. Mengapa demikian? Karena pada masa tua, orang tidak lagi merasa berguna, berharga, dibutuhkan, dan merasa sudah tersingkirkan dari kehidupan ini. Tapi mereka masih ingin diikutsertakan di dalam kancah kehidupan. Jadi, kalau orang tua kita memang mempunyai sikap-sikap yang tidak lagi kita inginkan dan kita ingin mengubahnya, berhati-hatilah sebab orang tua cenderung sensitif di masa tuanya. Daripada mencoba mengubah dan akhirnya mengobarkan api pertengkaran di antara kita, ya sudah diam saja. ------ T : Sering kali orang tua merasa sudah banyak berjasa kepada anaknya dan sekarang mengharapkan balas jasa dari anaknya, tidak dalam bentuk permintaan, tapi tuntutan. Benarkah demikian? J : Di hari tuanya, orang tua seolah-olah ingin menguji seberapa besar cinta dan pengorbanan anak untuknya. Orang tua sering kali menuntut melebihi batas yang biasa dia minta sebelumnya. Jika anak memberikannya, dia akan senang dan menganggap anaknya masih menyayanginya. Anak harus sadar bahwa orang tua membutuhkan lebih banyak bahasa atau ungkapan-ungkapan nyata bahwa anak-anak mengasihi dan tetap memerhatikan serta menghormati mereka. Satu hal yang perlu diingat, corak relasi orang tua-anak sangat ditentukan oleh corak relasi mereka di fase-fase sebelumnya. Kalau di masa lalu orang tua terlalu otoriter, berbicara searah, tidak memberi kesempatan anak mengutarakan pendapatnya, corak ini akan dipertahankan sampai hari tua. Bisa jadi anak tidak terima, tapi karena dulu dia masih muda dan masih bergantung kepada orang tua dia diam saja. Sekarang di hari tua, orang tuanya otoriter, tidak memberikan kesempatan untuk berbicara, apa yang anak akan lakukan? Dia berhenti mengunjungi orang tuanya, mungkin hanya akan datang setahun sekali. Maka bagi orang tua penting sekali untuk mempersiapkan dan menjaga relasi di masa awal. Itu sebabnya, ada orang tua yang kesepian di hari tua, tidak ada anak-anak yang mau dekat dengannya. ------ T : Adakah faktor lain yang harus diperhatikan untuk membina relasi yang baik antara orang tua dan anak? J : Baik orang tua maupun anak mesti menyadari bahwa ketika kita tua, kita akan cenderung menjadi seperti anak-anak. Mengapa? Karena kita dibatasi oleh keterbatasan atau kelemahan fisik, jadi kita harus bergantung kepada orang lain. Misalnya, meminta anak untuk mengantarkan pergi ke suatu tempat atau menolong melakukan sesuatu bagi kita. Di sini orang tua bergantung pada kerelaan anak. Jika relasi dengan anak tidak akrab, dapat dimengerti bahwa di masa tua relasi orang tua-anak akan menjadi canggung karena tidak terbiasa meminta bantuan anak. Kalau memang ini yang terjadi, sebaiknya orang tua berani mengakui kesalahannya. Kesempatan berbuat benar itu diwajibkan, baik kepada yang muda maupun kepada yang tua. Kalau kita tahu kita salah, jangan ragu untuk meminta maaf pada anak-anak. ------ T : Kalau seandainya hubungan orang tua-anak itu terbina dengan baik sejak awal, bisakah dijamin bahwa hubungan mereka tetap tidak bermasalah? J : Belum tentu. Kehidupan ini selalu dinamis dan akan ada hal-hal yang baru. Misalnya, relasi orang tua-anak itu sebetulnya baik. Ada kemungkinan karena orang tua itu sayang pada anaknya, baik, dan tidak mau mengganggu menantunya, dia merasa dirinya telah menjadi beban buat anaknya. Merasa bersalah bila meminta sesuatu kepada anaknya, akhirnya diam-diam tidak mau memberitahu apa-apa. Di sini diperlukan sensitivitas kedua belah pihak. Anak perlu melihat apa yang dibutuhkan orang tua, sebaliknya orang tua pun perlu sensitif untuk tidak sembarangan menambah beban anak. Orang tua tidak perlu merasa bersalah kalau harus meminta bantuan anak. Dengan demikian, anak pun nanti merasa lebih bebas untuk memberikan bantuan. Biasakanlah sebuah keterbukaan. Jangan sungkan untuk meminta kepada anak kalau mempunyai kebutuhan. ------ T : Bagaimana dengan orang tua yang memang tidak mau merepotkan anak sehingga memilih masuk ke panti jompo, padahal anak-anaknya mampu? Akankah anak merasa tersinggung? J : Ternyata memang ada sebagian yang tidak mau, tapi dipaksa karena tidak ada yang merawat di rumah. Namun, cukup banyak yang memang memilih untuk masuk ke panti jompo. Mengapa? Karena mereka merasa bahagia, ini tempatnya, mempunyai banyak kawan-kawan yang senasib, bisa saling cerita. Sebagai anak, kita mesti memikirkan kepentingan orang tua pula. Kalau memang orang tua ingin masuk ke panti jompo, kita mesti menghormati keinginan itu, jika itu adalah hal yang baik buatnya. Tapi kalau mereka tidak mau dan kita masih bisa merawatnya, kita rawat sendiri. ------ T : Apa firman Tuhan, khususnya untuk anak-anak, yang sesuai dengan topik ini? J : Efesus 6:2, "Hormatilah ayahmu dan ibumu, ini adalah suatu perintah yang penting seperti yang nyata dari janji ini, supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi ini." Tidak terlalu sering firman Tuhan itu memberikan janji, berkat, setelah Tuhan memberikan perintahnya. Tapi di sini kita bisa melihat Tuhan memberikan perintah diikuti dengan sebuah janji berkat. Ini perintah Tuhan; menghormati orang tua bukan sekadar menganggukkan kepala. Menghormati orang tua artinya memperlakukan mereka dengan penuh kasih, merawat dan melindungi mereka, terutama di hari tua di mana mereka sudah lemah dan terbatas. Sumber diedit dari: [[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #196B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org > ]] ========== TIPS ========== MENCEGAH MASALAH-MASALAH DALAM USIA LANJUT Mungkin kita tidak selalu bisa mencegah proses penuaan, tapi kita bisa membantu orang untuk secara efektif menanggulangi dan meghindari perilaku negatif yang sering mempercepat kemerosotan fisik dan kejiwaan. Dorongan terhadap manusia di empat bidang diperlukan dalam pencegahan masalah di usia lanjut. 1. Mendorong Perencanaan yang Realistis. Menurut seorang konsultan keuangan, tidaklah terlalu cepat untuk merencanakan pensiun. Kebanyakan konsultan pasti setuju. Masalah usia lanjut kadang timbul dengan intensitas yang hebat karena masalah tersebut datang tidak terduga dan tanpa persiapan dini. Di dalam gereja, kita bisa mendorong orang untuk mengevaluasi perilaku mereka dalam menghadapi penuaan, membicarakan cara menggunakan waktu luang, mempertimbangkan hubungan dengan orang tua yang lanjut usia dan anak-anak yang bertumbuh, membicarakan kematian, dan merencanakan pensiun. Pembicaraan seperti itu bukan sesuatu yang tidak wajar. Malahan topik pembicaraan tersebut bisa menjadi latihan yang positif, menyenangkan, sehat, dan berguna. Perencanaan untuk masa depan ini bisa terjadi dalam konsultasi muka dengan muka atau mungkin lebih baik jika perencanaan itu dilakukan secara berkelompok, seperti lokakarya, retret, atau kelas Minggu. Beberapa kelompok diskusi bisa berperan sebagai vaksin pencegah trauma kejiwaan terhadap penuaan. Contoh perencanaan yang realistis adalah dengan memikirkan bagaimana orang bisa terbantu dalam merencanakan pensiun. Paling baik jika kita mulai dengan mereka yang berumur 40-an atau 50-an. Cobalah menghilangkan kesalahpahaman tentang pensiun dan mendorong orang untuk memikirkan masa depan, walaupun mereka masih sehat secara fisik dan tidak menyadari perubahan yang berangsur-angsur akan terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Saat merencanakan untuk pensiun, beberapa pertanyaan berikut harus dipertimbangkan. - Kapan kita akan pensiun? - Apa yang Tuhan ingin kita lakukan setelah pensiun? - Di mana kita tinggal setelah pensiun? - Di mana kita akan tinggal dalam masa pensiun? - Bagaimana kita menghabiskan waktu setelah pensiun? - Bagaimana agar kita tetap sehat setelah pensiun? - Apa yang harus kita lakukan agar pikiran kita tetap tajam dan aktif? - Berapa banyak uang dan sumber keuangan yang kita punya? - Kebutuhan keuangan apa yang kita perlukan dalam masa pensiun? - Bagaimana kita membayar kebutuhan kesehatan di masa pensiun? - Apakah kita punya asuransi yang cukup? - Apakah keinginan kita lengkap dan tak ketinggalan zaman? - Secara spesifik, apa yang bisa kita lakukan sekarang dalam menyiapkan diri untuk pensiun? Diskusi atas pertanyaan-pertanyaan di atas dapat mencegah masalah masa mendatang dan membantu untuk lebih memerhatikan kehidupan di masa tua. Kadang orang akan mencari bantuan dari buku-buku yang ditulis untuk menyiapkan diri menghadapi masa tua mereka. 2. Medorong Perilaku yang Realistis. Dari mimbar sampai kelompok kecil dan dalam pertemuan gereja lain, prasangka dan mitos mengenai penuaan harus dilawan. Alkitab secara gamblang menghormati yang lebih tua dan pengikut Kristus diharapkan melakukan hal yang sama. Jika seluruh gereja bisa merawat orang tua dengan kasih sayang dan mengembangkan perilaku positif terhadap para tetua, orang yang lebih tua akan membalas dengan cara yang sama. Satu cara mengembangkan perilaku yang baik terhadap orang tua adalah membuat jemaat dan para orang tua berkomunikasi dan saling membantu. Gray dan Moberg sudah mendaftarkan beberapa hal yang dapat dilakukan gereja bagi para orang tua. Mereka berkata, gereja bisa melakukan hal-hal di bawah ini. - Merencanakan program yang spesifik untuk jemaat senior. (Coba buat rencana yang menarik, bukan rencana seperti "Menjaga dan menghibur anak-anak yang dalam hal ini adalah orang-orang tua".) - Membicarakan kebutuhan rohani para tetua, termasuk rasa tidak aman, disepelekan, menjauh dari Tuhan, penyesalan terhadap kegagalan masa lalu, dan ketakutan akan kematian. - Mendidik orang agar mereka bisa menanggulangi masalah hidup dengan lebih baik. - Mendorong komunikasi sosial, spiritual, dan rekreasional dengan teman sebaya dan yang lebih muda. - Membantu memecahkan masalah pribadi sebelum makin buruk. - Membantu memenuhi kebutuhan fisik dam material. - Bertemu orang-orang di panti jompo. - Memengaruhi masalah rakyat dan program pemerintah untuk para tetua. - Menyediakan fasilitas fisik sehingga orang tua dapat datang ke gereja tanpa mengalami kesulitan. - Menciptakan kesempatan bagi orang tua untuk terlibat dalam pelayanan -- mengajar, mengunjungi, berdoa atau mengetik, pemeliharaan gedung gereja, atau kegiatan pelayanan yang bermanfaat lainnya. Program tersebut menunjukkan kepada semua orang bahwa orang tua itu berguna. Hal ini bisa mengurangi ketakutan dan memberi penyesuaian terhadap masa tua yang lebih mudah untuk dilakukan. 3. Mendorong Pendidikan dan Kegiatan. Orang bisa menghindari masalah penuaan jika mereka bisa didorong untuk menggunakan pikiran mereka, melatih tubuh mereka, merencanakan menu makan, membuat waktu senggang mereka bermanfaat, dan untuk mencari cara kreatif dalam melayani sesama. Kesimpulan ini berdasar asumsi bahwa kegiatan mental dan fisik berpengaruh besar dalam menjaga seseorang untuk tidak lesu, malas-malasan, dan pikun. 4. Mendorong Pertumbuhan Rohani. Tidak ada orang yang terlalu tua untuk datang kepada Kristus dan dewasa secara rohani. Hubungan yang bertumbuh dengan Kristus tidak mencegah masalah hidup, tapi orang yang benar-benar percaya harus dapat menghadapi stres dengan lebih efektif karena mereka memercayai Tuhan yang Mahabesar dan Mahakuasa. Selama hidup, bahkan orang yang telah lama menjadi Kristen bisa belajar lebih banyak tentang seseorang yang dengan-Nya kita akan hidup abadi. Orang-orang dengan segala umur butuh dorongan untuk berdoa, membaca Alkitab, menyembah secara rutin, persahabatan dengan saudara seiman, dan terlibat sejauh mungkin dalam pelayanan. Orang percaya yang bisa bersukacita di masa muda juga akan bersukacita di masa tua mereka, tentu saja dengan bantuan Tuhan. (T/Dian) Bahan diterjemahkan dari: Judul buku : Christian Counceling: A Comprehensive Guide Judul asli artikel: Preventing Old-Age Problems Penulis : Gary R. Collins, Ph.D Penerbit : Word Publishing, USA 1988 Halaman : 222 -- 224 ============================== e-KONSEL ============================== REDAKSI e-Konsel: Ratri PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |