Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/119 |
|
![]() |
|
e-Konsel edisi 119 (4-9-2006)
|
|
Edisi (119) 01 September 2006 e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Agar Tidak Menimbulkan Masalah Baru = Cakrawala : Keputusan = TELAGA : Mengambil Keputusan = Tips : Bagaimana Prinsip-Prinsip Pengambilan Keputusan yang Baik dalam Situasi yang Spesifik? = Surat Anda: Bahan-Bahan untuk Melayani Homo/Lesbi ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Salam, Harus diakui, pengambilan keputusan terhadap suatu masalah, khususnya yang berdampak luas, tak selalu mudah untuk dilakukan. Apalagi jika masalah tersebut memerlukan keputusan yang mendesak. Meski mendesak, bukan berarti pengambilan keputusan harus dilakukan secara terburu-buru. Sebaliknya, pengambilan keputusan harus dilakukan dengan matang bila tidak ingin menciptakan masalah yang baru. Nah, sebagai orang Kristen apa yang harus dilakukan agar keputusannya tersebut, tidak hanya baik, tapi juga tidak mendukakan hati Tuhan. Sejumlah tulisan yang ditawarkan dalam edisi kali ini kiranya membawa pencerahan kepada Anda dalam mengambil keputusan. Semoga membantu. Staf Redaksi e-Konsel, Raka ========== CAKRAWALA ========== KEPUTUSAN Seperti diingatkan oleh Pengkhotbah 3:1, ada waktu untuk segala sesuatu di bawah kolong langit. Ada waktu untuk menyembah, ada waktu untuk mengumpulkan informasi, ada waktu untuk berdoa, ada waktu untuk berkonsultasi, ada waktu untuk meditasi--dan ada pula waktu untuk membuat keputusan. Kadang Allah memberi kita waktu yang begitu berlimpah untuk membuat keputusan, kadang begitu singkat. Namun, waktu untuk membuat keputusan itu berada dalam kendali Allah sehingga ketika tiba waktu untuk membuat keputusan, itu adalah bagian dari rencana-Nya. Keputusan yang kita ambil mengikuti langkah-langkah pertumbuhan Kristus sendiri ketika Allah mengubah kita seturut gambar-Nya (Roma 8:29). Lukas 2:40 menggambarkan pertumbuhan Yesus hingga berusia dua belas tahun: "Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya." Ayat ini secara tepat menampakkan dimensi rohani dari kekuatan Yesus. Lukas juga berbicara seperti itu mengenai Yohanes Pembaptis yang bertambah kuat dalam roh saat ia tinggal di padang gurun (Lukas 1:80). Bertumbuh dalam hikmat merupakan model ilahi, bukan perubahan yang terjadi secara instan. Bertumbuh dalam pemahaman yang tepat atas kehendak Allah (Kolose 1:9-10) tampak dalam diri mereka "yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat" (Ibrani 5:14). Pelatihan indera moral ini dicapai sebagian melalui masa pembuatan keputusan yang Allah wajibkan bagi kita. Kita "dipaksa" untuk memutuskan bagaimana kita merespons permasalahan relasi, prioritas keuangan, keterbatasan, komitmen waktu kita di tempat kerja, rumah, gereja, sasaran jangka panjang kita, panggilan kita terhadap pelayanan tertentu, dan investasi kemampuan kita dalam pekerjaan. Sering kali waktu membatasi keputusan-keputusan yang menuntut pertumbuhan iman yang sejati. Kita kadang "tidak sependapat" dengan Allah dalam hal apakah Ia telah menyediakan informasi yang cukup bagi kita untuk membuat keputusan yang baik dalam jangka waktu yang ada. Ada saatnya kita menghadapi keputusan yang monumental sementara kita kekurangan kepingan informasi yang penting. Seorang komandan militer menghadapi tantangan ini dalam peperangan. Dalam perang saudara, Robert E. Lee harus memutuskan apakah ia akan menyerang pasukan koalisi yang sedang menggali lubang perlindungan di dataran tinggi Gettysburg. Jendralnya (Longstreet) sangat merekomendasikan untuk mundur dan menggali lubang perlindungan di dataran tinggi antara Gettysburg dan Washington, dan memaksa pasukan koalisi untuk terlebih dulu menyerang. Jeb Stuart (pimpinan staf pasukannya) "menghilang" sehingga Lee tidak tahu ukuran kekuatan yang sedang dihadapinya. Ia tidak tahu bahwa kekuatan lawan berkembang dengan cepat. Apakah ia harus menunggu dan mendapatkan informasi dari Stuart ataukah ia harus menyerang sekarang? Ataukah ia harus memakai taktik mundur seperti yang dianjurkan Longstreet? Lee percaya bahwa pasukan terbaik yang akan menang dan bahwa dalam perang saudara tidak seharusnya mundur ke arah yang tidak menentu, maka ia memerintahkan serangan. Tetapi Lee kalah dalam perang di Gettysburg tersebut. Bila ditinjau kembali, Longstreet telah mengajukan taktik yang benar. Ia paham bahwa pasukan yang bertahan memiliki keuntungan strategis karena tersedianya persenjataan baru dalam perang saudara tersebut. Namun, keputusan Lee mungkin ditarik dari hikmat yang lebih tinggi. Ia percaya bahwa untuk memenangkan suatu perang, seseorang harus benar-benar berjuang. Ia telah berada dalam posisi bertahan sampai saat itu dan selalu menang. Tapi kemenangan karena bertahan tidak pernah menghentikan serangan pasukan koalisi. Lee tahu ia harus mempercepat pertempuran menentukan yang akan mengakhiri perang itu (Shaara 1996: 488). Baginya, perang yang semakin lama akan mempertaruhkan ribuan nyawa tambahan dan memungkinkan pasukan koalisi menghabiskan sumber yang dimiliki negara-negara bagian konfederasi. Ia menghendaki perang itu ditentukan dengan segera, bahkan sekalipun ia mungkin harus kalah. Kekalahan di Gettysburg mengakhiri perang tersebut dan mengakhiri konflik paling berdarah pada abad itu. Dalam pengertian yang lebih tinggi, Lee mungkin saja telah melakukan perkara yang "bijaksana". Allah mungkin menjawab doa Lee yang memohon pertolongan-Nya dengan cara yang melampaui jangkauan pemahaman Lee sendiri. Inti cerita ini adalah Lee terpaksa membuat sebuah keputusan tanpa mendapatkan informasi yang sangat penting. Ia taat pada panggilannya sebagai komandan pasukan Virginia Utara dan maju terus serta membuat keputusan yang sulit ketika memang dibutuhkan. Keyakinannya pada providensi Allah dan ketaatannya pada panggilannya merupakan batu fondasi yang memampukannya untuk mengambil keputusan dalam keadaan yang diberikan Allah kepadanya. Sebagai orang Kristen, kita membuat keputusan dalam dunia yang sangat berbeda dengan orang-orang non-Kristen. Kita mengambil keputusan sebagai suatu pertanggungjawaban atas panggilan Allah kepada kita (sebagai orangtua, pasangan, pekerja, dll). Allah telah memercayakan waktu, talenta, orang, dan kesempatan kepada kita, dan menginginkan kita menghormati keinginan-Nya untuk melihat semua sumber tersebut digunakan bagi rencana-Nya. Dalam Lukas 19:11-27, Kristus mendorong kita untuk tidak menunda atau menghindari keputusan karena takut melakukan kesalahan. Dalam perumpamaan tentang talenta, orang yang menerima hanya satu talenta menyembunyikan talenta itu di dalam tanah. Ia tidak menginvestasikan talenta itu karena takut kehilangan. Hamba yang tidak setia itu membela diri dengan mengatakan bahwa ia tahu tuannya adalah seorang yang "kejam", yang terkenal suka mengharapkan hasil yang mustahil (lihat ay. 20). Tuan itu menghukum hamba yang takut itu, mengingatkannya bahwa jika ia memang benar-benar takut pada tuannya, ia tentu akan mengambil risiko yang perlu untuk memenuhi rencana tuannya, yaitu memberikan hasil dari investasi. Sebaliknya, hamba itu justru berusaha melindungi dirinya sendiri. Keputusan membuat kita terbuka pada risiko melakukan kesalahan, namun jika kita mengizinkan hal itu mengendalikan ketaatan kita, ini berarti kita lebih melayani diri sendiri ketimbang melayani Allah. Dallas Willard mengingatkan kita bahwa sebagai orang Kristen kita harus melawan godaan memakai bimbingan untuk mengamankan diri dari risiko (Willard 1993: 226-27). Sebaliknya, Allah sering menghendaki kita untuk berani membuat keputusan. Orang percaya membuat keputusan berdasarkan hikmat yang disediakan Allah dan janji pemeliharaan-Nya, serta maksud penebusan-Nya. Suatu keputusan yang saleh harus ditandai dengan keberanian dan keyakinan, "sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban" (2 Timotius 1:7). Keyakinan kita dalam membuat keputusan yang sulit tidak pernah didasarkan pada pengetahuan seperti yang Allah miliki tentang situasi atau hasilnya. Keputusan itu juga tidak didasarkan pada kompetensi kita sendiri, namun pada keyakinan bahwa kita berada dalam providensi Allah dan kita sedang mengejar maksud-Nya bagi hidup kita. Kita adalah bejana tanah liat, namun kita didiami oleh Yang Mahakudus untuk menghendaki dan melakukan kehendak-Nya yang baik. Pengambilan keputusan yang kita lakukan merupakan bagian dari proses-Nya. Oleh sebab itu, bagi orang Kristen yang membuat keputusan, dunia ini adalah tempat yang sangat berbeda dari apa yang dirasakan oleh orang non-Kristen. Kita telah melihat bahwa dunia adalah suatu tempat pertanggungjawaban kita kepada Allah sebagai pelayan atas segala sesuatu yang telah diberikan-Nya. Dunia ini adalah tempat kita dipanggil untuk membuat keputusan yang bersifat pelayanan dan yang bertujuan untuk melaksanakan maksud-Nya. Dunia juga merupakan tempat yang aman bagi orang Kristen untuk membuat keputusan karena terdapat pagar pengaman berupa providensi Allah yang berdaulat. Pengendalian yang misterius ini tidak hanya melindungi anak-anak Allah tetapi juga memakai setiap peristiwa untuk mengubah hati mereka semakin serupa dengan gambar-Nya. Karena itu, sikap takut akan Allah sekaligus kedamaian dan ketenangan yang mendalam ketika kita membuat keputusan yang diwajibkan bagi kita, bisa muncul bersama-sama. Tidak ada jasa manusia dalam menentukan keputusan yang sulit. Ketika data yang ada tidak jelas dan Allah memberikan waktu tambahan untuk menentukan keputusan, kita harus belajar menunggu dengan sabar sementara kita mencari hikmat atau informasi yang penting. Dinamika itu berakar pada pengharapan bahwa Allah akan memberikan hikmat dan arahan saat kita memintanya. Kita mengharapkan kejelasan; kita terus mencari pengertian hingga hal itu diberikan. Allah dapat mengesampingkan prosesnya, namun tugas kita adalah untuk mengharapkan pembekalan-Nya. Beberapa waktu lalu, saya menggumulkan arah masa depan pelayanan saya. Saya mulai mengajukan beberapa pertanyaan dan melakukan segala hal yang dapat saya lakukan untuk mencari pengertian. Namun, selama tiga tahun jawaban itu tidak kunjung datang. Syukurlah, saya tidak harus membuat keputusan dengan segera, jadi saya tetap menunggu. Saya terus mendoakan hal itu dan merenungkan hal-hal terkait. Kira- kira setahun kemudian jawaban itu datang. Allah mengaruniakan pengertian yang saya perlukan. Saya melihat arah yang harus saya tuju dan cara menuju ke sana. Tentu seperti semua rencana kita lainnya, rencana ini terbuka bagi koreksi Allah. Intinya, bagian saya dalam proses tersebut selesai setahun sebelum Allah memberikan jawaban. Saya harus menunggu selama itu sebelum dapat melihat jalan yang harus saya tempuh. Dengan memahami karakter Allah kita, kerumitan hidup manusia, dan kekacauan yang ditimbulkan oleh karena dosa, kita seharusnya tidak terkejut jika pengertian yang sejati tidak datang secara tiba-tiba. Kita tidak boleh menyerah jika semuanya tetap tidak jelas bagi kita setelah usaha pertama kita untuk membuat keputusan. Allah mau kita terus mengejar pengertian sampai tiba waktunya bagi kita untuk mengambil keputusan. Mengejar hikmat dengan penuh kesabaran akan membuat kita lebih baik dalam mengasihi sesama dan melayani Allah, dan itu sungguh-sungguh benar dan dihargai oleh Allah. Yakobus 1:5 juga menasihati kita untuk tidak merendahkan diri sendiri jika kita pernah membuat keputusan-keputusan yang mengerikan. Allah menjanjikan hikmat dengan murah hati kepada semua yang mengejarnya dengan hati yang tulus. Yakobus secara khusus berkata bahwa Allah memberikan kepada semua yang meminta dan Ia tidak membangkit-bangkit. Inilah permohonan yang Allah hargai di seumur hidup kita. Sumber diambil dan diedit dari: Judul buku : Selangkah Demi Selangkah: Bimbingan Ilahi bagi Setiap Orang Kristen Judul artikel: Keputusan Penerbit : Momentum, Surabaya 2004 Penulis : James C. Petty Halaman : 247--252 ========== TELAGA ========== Bagi Anda yang sampai saat ini masih sering mengalami kesulitan dalam mengambil suatu keputusan, ringkasan tanya jawab bersama Pdt. Paul Gunadi Ph.D berikut ini kami harapkan dapat menolong Anda. Silakan menyimak! MENGAMBIL KEPUTUSAN T : Memutuskan sesuatu ternyata bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, apalagi untuk keputusan-keputusan yang cukup berarti, misalnya pindah pekerjaan, pindah rumah, menikah atau tidak. Ini bagaimana, Pak? J : Ada sebagian orang yang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, misalnya orang yang mudah cemas. Pada umumnya, mereka takut mengambil keputusan karena takut salah, takut harus membayar risiko yang tidak sanggup mereka bayar, jadi mereka menunda-nunda mengambil keputusan atau bersembunyi di balik orang lain, tidak berani menghadapi fakta kenyataan, dan ini adalah gaya hidup yang tidak sehat. ------ T : Ada keputusan yang sebenarnya bisa diambil dengan cepat, tapi karena dilanda kecemasan maka keputusannya jadi tertunda-tunda? J : Ada banyak contoh. Misalkan, membeli rumah. Kita tahu untuk membeli rumah diperlukan waktu untuk melihat beberapa rumah. Untuk orang-orang yang mudah dilanda kecemasan sering bingung dalam mengambil keputusan meskipun sudah melihat rumah, misalkan sepuluh rumah. Dia tidak bisa puas, dan akan terus menerus meminta melihat rumah itu berkali-kali. Atau dalam hal memilih pasangan hidup (memang ini lebih berat), sudah berjalan bersama-sama, sudah saling mengenal, dan sudah melihat banyak kecocokan, tapi terus bingung, tidak bisa mengambil keputusan apakah orang itu yang harus dinikahinya. Inilah contoh orang-orang yang dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah untuk mengambil keputusan. ------ T : Apa yang harus dia lakukan? J : Karena kita adalah anak-anak Tuhan, kita mesti berdoa sampai kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Sungguh-sungguh berdoa hingga kita dapat berkata, apa pun yang terjadi Tuhan yang mengatur segalanya. Tahap pertama ini adalah tahap pergumulan, dan kita menggumulinya dalam doa dengan Tuhan. Kalau kita bisa sampai ke titik itu, baru kita melangkah ke tahap berikutnya dalam pengambilan keputusan. ------ T : Berserah itu sesuatu yang aktif, harus ada yang dilakukan. Tapi apa yang bisa dilakukan? J : Justru setelah berserah dalam doalah seseorang baru melakukan hal lainnya yang lebih konkret, yang lebih manusiawi. Dia harus sampai ke titik penyerahan total, setelah itu baru berkonsultasi dengan orang lain, meminta masukan-masukan orang, dan sebagainya. Jangan lakukan kebalikannya, jangan berbicara dulu dengan orang, bertanya kiri-kanan, baru berdoa. Tidak akan ada damai sentosa. Kalau belum sampai tahap penyerahan kita sudah kalang kabut, kita akan makin kacau, makin bingung. Tetapi kalau kita bertanya atau berkonsultasi setelah kita berserah, semua jawaban atau masukan yang kita terima itu akan kita bingkai dalam satu bingkai, yaitu Tuhan mengatur, Tuhan berkuasa. Berkonsultasi harus diletakkan sebagai langkah kedua, bukan langkah pertama. ------ T : Peran konsultasi itu sendiri apa? J : Membuat orang berpikir lebih jernih atau menolong melihat dari perspektif yang berbeda. Kita mesti keluar dan melihat dari sudut yang lain sehingga kita bisa memandang masalah. Konsultasilah yang membuat orang bisa melihat dari kacamata yang berbeda. ------ T : Misalnya, setelah konsultasi ada dua pilihan, ke kiri atau ke kanan. Bagaimana memutuskan untuk langkah berikutnya? J : Kita memang harus menyadari bahwa itulah sesungguhnya proses pengambilan keputusan, yaitu proses menentukan pilihan dari beberapa alternatif yang tersedia. Dengan kata lain, kita memang mesti melihat apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pada setiap alternatif itu. Namun, kita mesti mengingat satu kebenaran bahwa apa pun keputusannya, Tuhan tetap dapat bekerja melaluinya. Jangan sampai kita menjadi takut untuk membuat kesalahan. Sudah tentu kita harus berhati-hati, tapi sampai titik tertentu kita tetap harus mengambil keputusan. ------ T : Untuk hal-hal yang tidak bersifat jangka panjang, mungkin masih bisa lebih mudah untuk memutuskan. Tapi bagaimana kalau, misalnya, berkaitan dengan pasangan hidup, sebuah komitmen untuk seumur hidup? J : Sering kali mengambil keputusan menjadi susah sekali karena kita terobsesi mengambil keputusan yang terbaik. Masalahnya adalah keputusan yang kita anggap terbaik atau yang paling ideal itu tidak ada atau jarang sekali. Yang lebih realistik adalah waktu kita menimbang-nimbang beberapa alternatif, pada akhirnya yang kita temukan adalah alternatif ini sedikit lebih baik dari alternatif yang lain. Ini situasi yang sering kali kita hadapi, yang membuat kita bingung. Namun, kita mesti percaya bahwa Tuhan bisa memakai, baik yang kiri maupun yang kanan. Selama kita dalam koridor kebenaran, koridor jalan Tuhan bukan jalan dosa; perbedaan-perbedaan seperti itu tidak terlalu kita pikirkan sebab Tuhan bisa bekerja baik melalui pintu yang kiri maupun melalui pintu yang kanan. ------ T : Mungkin ada yang lain? J : Yang lain adalah gunakan kriteria prioritas terbatas. Maksudnya adalah untuk saat ini lihatlah apakah yang lebih baik bagi kita. Selain pernikahan, jarang sekali kita harus mengambil keputusan untuk jangka waktu yang sangat panjang. Kebanyakan pilihan dalam hidup ini terbatasi oleh waktu dan kondisi, tidak ada yang selama-lamanya. Untuk pernikahan, kita tidak boleh menggunakan kriteria ini sebab pernikahan adalah untuk seumur hidup. ------ T : Dalam mengambil keputusan, selain menggunakan akal sehat pikiran kita, perasaan juga berperan di sana; dan kadang-kadang ini tidak sinkron. Bagaimana ini? J : Kadang-kadang ketika kita menghadapi sesuatu, sebetulnya ada dua aparatus atau indra yang bekerja pada diri kita. Yang pertama lebih bersifat rasional, bisa dilihat, bisa dipastikan dasar- dasarnya, landasan dasar, atau bukti-buktinya. Tapi kadang- kadang ada sesuatu yang tidak bisa kita pikirkan secara rasional, ada reaksi yang lebih bersifat instingtif. Ada faktor firasat, pertimbangkan firasat itu. Ada baiknya kalau firasat itu begitu kuat, kita tunda dulu sampai beberapa waktu, sampai kita melihat dengan lebih jelas alternatif tersebut. Setelah kita lihat memang tidak ada apa-apa, kita berani melewati firasat yang telah muncul itu. ------ T : Tapi kadang-kadang setelah kita mengambil keputusan masih timbul kebimbangan dalam diri kita; betul atau tidak yang saya putuskan tadi. Bagaimana ini? J : Itu adalah sebuah reaksi yang wajar, justru seharusnya kita merasakan kebimbangan itu. Jadi, jangan takut untuk bimbang setelah mengambil keputusan. Kita bimbang sebab kita mau memastikan sekali lagi bahwa kita telah mengambil keputusan yang benar. Yang perlu kita lakukan adalah memberikan jeda sampai keputusan itu kita serahkan kepada orang lain, atau kita jawab kepada orang lain, atau kita tindak lanjuti. Jadi, di antara keputusan dan tindak lanjut atau pelaksanaan, sebaiknya kita berikan jeda sehingga kalau rasa bingung atau bimbang muncul, kita masih bisa bergumul lagi apakah itu mengonfirmasi atau justru mendiskonfirmasi apa yang telah kita putuskan. Misalkan, kita bisa mengonfirmasi, kita akan lebih tenang lagi melaksanakan keputusan tersebut. ------ T : Berkaitan dengan orang yang memang mempunyai perasaan bimbang, kadang-kadang dia bisa terlalu cepat mengambil keputusan karena khawatir kalau tidak diputuskan sekarang nanti diambil orang. Ini bagaimana? J : Kalau memang mempunyai kecenderungan seperti itu, dia bisa berpikir dengan cepat pula. Kalau kemungkinan besar dia memang benar, tentunya tidak apa-apa. Jadi, dia harus secara rasional melihat berapa besar persentasi benarnya itu. Kalau, misalkan, persentasinya itu hampir setengah-setengah lebih baik jangan karena kemungkinan dia salah juga bisa setengah. ------ T : Adakah firman Tuhan yang membimbing kita dalam mengambil keputusan? J : Mazmur 103:13-14, "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." Kita adalah anak dan Allah adalah Bapa kita, dan Alkitab mengatakan Tuhan sayang kepada kita, orang-orang yang takut akan Dia. Ini ayat yang sangat-sangat memberikan kesejukan, Tuhan sendiri tahu siapa kita, dia ingat kita ini debu. Artinya, Tuhan tahu kita ini tak sempurna, jauh dari sempurna, sangat terbatas. Bapa di surga tidak akan membiarkan kita salah dan tersesat, yang penting kita takut akan Dia, mencari kehendak-Nya, berdoa meminta pimpinan-Nya, setelah itu ambillah keputusan. Bapa di surga akan terus mengiringi kita. Jangan sampai kita takut seolah-olah nanti akan berantakan, hidup ini akan hancur; ada Tuhan, yang penting kita gunakan hikmat, takut akan Dia. Sumber: [Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #203B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org > ] ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?mengambil_keputusan.htm ========== TIPS ========== BAGAIMANA PRINSIP-PRINSIP PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BAIK DALAM SITUASI YANG SPESIFIK? Berikut sejumlah pertanyaan yang dapat Anda ajukan pada diri Anda sendiri saat berusaha menentukan apa yang Allah inginkan atau apa yang bijak untuk suatu keadaan tertentu. 1. Apakah keputusan ini sesuai dengan firman Allah yang kekal? Yaitu, bukan satu ayat yang ditafsirkan di luar konteksnya, melainkan sesuai dengan seluruh jiwa dari firman itu. 2. Apakah setiap bagian dari keputusan ini konsisten dengan karakter Allah? Allah tidak akan pernah mengatakan kepada Anda untuk melakukan sesuatu yang tidak bersifat kasih, baik hati, sopan, dan ciri- ciri lainnya yang terdapat dalam 1Kor. 13:4-7 dan Gal. 5:22-23. Sebagai contoh, Ia mungkin akan mengatakan kepada Anda untuk menentang seseorang yang mengeluh, tetapi tidak akan pernah mengatakan kepada Anda untuk melawan dalam kemarahan atau dengan menurunkan martabat. Ia mungkin akan mengatakan kepada Anda untuk menjadi utusan Injil, tetapi Ia tidak akan pernah menyuruh mengambil langkah-langkah yang mendadak jika hal itu akan menimbulkan kekacauan di dalam keluarga Anda. Allah mengikhtiarkan hal yang terbaik bagi setiap orang. 3. Apakah semua yang berkaitan dengan keputusan ini berasal dari Tuhan? Hati kita cenderung memperluas apa yang dikatakan Allah. Saat mendapat arahan dari orang lain, waspadalah agar ada keseimbangan yang alkitabiah. Anda mungkin pernah mendengar dari Allah bahwa Ia telah membukakan bagi Anda seorang teman hidup, tetapi apakah Anda juga telah mendengar dari Tuhan bagaimana menilai tentang orang tersebut? 4. Apakah keputusan ini telah dikonfirmasi oleh orang-orang lain yang tergabung di dalam Tubuh Kristus, yang terdiri atas orang- orang Kristen yang dihormati, dewasa secara rohani, dan yang sudah mengenal betul diri Anda? Dengarkanlah petunjuk yang diberikan oleh para pemimpin yang merupakan atasan Anda. Jika seorang yang berwenang melakukan koreksi terhadap Anda, janganlah mencari orang lain yang akan mendukung apa yang ingin Anda percayai. Jika tidak ada orang yang telah dewasa secara rohani yang disegani oleh banyak orang di dalam Tubuh itu dan yang mengenal Anda dengan baik, berusahalah untuk mengambil langkah-langkah yang nyata untuk mencari seorang yang sungguh-sungguh beriman dan yang dapat dijadikan penasihat. Jalan yang pasti yang akan membawa Anda kepada delusi adalah dengan melangkah seorang diri sehingga Anda tidak perlu mempertanggungjawabkannya kepada siapa pun. 5. Apakah kata-kata yang membuat Anda mengambil keputusan ini mendesak Anda terus-menerus? Jika Allah benar-benar sedang memimpin Anda ke suatu arah, Ia tidak akan berhenti setelah sekadar menarik perhatian Anda. Ambillah cukup waktu untuk memeriksa pimpinan itu dengan realitas yang objektif dan penasihat-penasihat yang disegani, dan peliharalah hati Anda agar terus terbuka bagi koreksi. 6. Apakah pimpinan ke arah keputusan ini konsisten dengan pimpinan Allah yang sebelumnya bagi Anda? Jika setelah banyak berdoa, mempelajari Alkitab, mendapat nasihat dari orang-orang percaya yang disegani, mendapat konfirmasi yang objektif, dan Anda telah memutuskan bahwa Allah menghendaki Anda melakukan sesuatu, berpegang teguhlah pada keputusan itu. Lalu jika seorang datang kepada Anda dan berkata, "Allah mengatakan kepada saya untuk mengatakan bahwa Anda harus melakukan hal yang lain," janganlah percaya kepada hal itu jika ia tidak mempunyai bukti yang tidak dapat diragukan bahwa Allah mempunyai jalan baru yang harus Anda tempuh. Sumber diambil dan diedit dari: Judul buku: Kompas Kehidupan Kristen Penulis : K. C. Hinckley Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1989 Halaman : 145--146 ========== SURAT ANDA ========== Dari: g`Lief <godlief(at)xxxx> >SaLom, >Mohon pencerahan Bpk/Ibu tentang bagaimana cara kita melayani dan >menguatkan saudara-saudara kita yg terlibat dalam kehidupan sebagai >Lesbi dan Homosex? Jika ada artikel atau pengalaman-pengalaman yg >bisa dikirimkan buat kami, ini akan sangat menolong utk membantu >kami dalam pelayanan kami di sini. >Bersama Untuk KerajaanNYA, Redaksi: Bahan-bahan tentang homoseks/lesbi sudah pernah kami tampilkan di Edisi 084. Silakan membuka arsipnya di: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/084/ Bahan-bahan serupa juga dapat Anda temukan di Situs C3I dan Situs Telaga. Silakan mengunjungi kedua situs ini di: ==> http://www.sabda.org/c3i/ ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?perilaku_homoseksual.htm ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?menolong_homoseksual.htm ============================== e-KONSEL ============================== STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Evie, Raka PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2006 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi, artikel, bahan, sumber konseling, surat, saran, pertanyaan, dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |