Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/118 |
|
e-Konsel edisi 118 (17-8-2006)
|
|
e-KONSEL ====================================================================== Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ====================================================================== Daftar Isi: = Pengantar : Menikah atau Melajang? = Cakrawala : Konseling dengan Kaum Lajang = TELAGA : Tanda Awas Hidup Lajang = Kesaksian : Tiga Alasan Utama Seseorang Melajang ========== PENGANTAR REDAKSI ========== Salam sejahtera, Masalah hidup melajang atau menikah seringkali menjadi masalah umum bagi kaum muda. Kebimbangan ini umumnya menerpa mereka yang belum memiliki pasangan atau pacar sampai pada usia tertentu. Apalagi jika mulai muncul komentar-komentar negatif dari orang-orang di sekitar yang membicarakan status mereka. Akibatnya, tak jarang sejumlah orang akhirnya jatuh pada pilihan yang tidak seharusnya mereka ambil. Bagaimana konselor menuntun mereka yang sedang berada dalam kebimbangan tersebut? Langkah-langkah konseling bagi para lajang akan dibahas dalam kolom Cakrawala. Selain itu ringkasan tanya jawab dalam TELAGA dan kesaksian akan menambah lengkapnya sajian kami tentang topik ini. Harapan kami edisi ini tidak hanya menolong Anda yang sedang mengarahkan para lajang yang bergumul, tapi juga menolong Anda sendiri yang mungkin sedang memiliki pergumulan langsung tentang hal ini. Staf Redaksi e-Konsel, Raka ========== CAKRAWALA ========== KONSELING DENGAN KAUM LAJANG Konseling -- sebuah tren yang baru-baru ini muncul dalam lingkungan Kristen -- meliputi segala sesuatu, mulai dari sebuah percakapan beberapa menit sampai pertemuan mingguan selama berbulan-bulan untuk menolong seorang pria atau wanita dalam mengatasi masalah pribadi yang sulit. Sayangnya, tujuan dan sasaran konseling pun telah menjadi lebih luas. Banyak konselor hanya sekadar menolong para konseli untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat tanpa memberi pemecahan terhadap masalah-masalah yang lebih dalam. Definisi Konseling Saya percaya bahwa definisi konseling yang baik adalah "suatu proses untuk saling memperlengkapi seorang akan yang lain dalam: 1. mendefinisikan dan menganalisis masalah-masalah pribadi sesuai Alkitab, 2. menemukan prinsip-prinsip Alkitab yang berlaku untuk masalah tersebut; dan 3. membeberkan sebuah perencanaan untuk memberlakukan prinsip- prinsip ini." Sasaran konseling Kristen adalah untuk "memperkenalkan setiap orang agar dilengkapi di dalam Kristus" (Kolose 1:28). Itu berarti kita menolong konseli menjadi semakin serupa dengan Kristus baik di dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan -- yang artinya menjadi kudus. Kurang dari itu berarti kita merugikan konseli yang datang untuk memperoleh bimbingan. Filsafat Pelayanan Empat prinsip berikut sebaiknya membentuk filsafat dalam pelayanan kepada kaum lajang. 1. Nasihat Anda haruslah alkitabiah -- kebenaran yang Anda ajarkan harus terdapat dalam Alkitab. 2. Nasihat Anda haruslah bersifat praktis. Referensi Alkitab sebaiknya disertai dengan penerapan praktis. Setiap tugas haruslah memiliki tindakan objektif yang dapat diukur. 3. Anda harus "menghentikan" konseli dari ketergantungannya pada Anda; latihlah mereka untuk memecahkan persoalan mereka sendiri. 4. Hubungan Anda sendiri dengan Tuhan harus bertumbuh. Memulai Konseling Anda mungkin memiliki sebuah filsafat pelayanan dan sasaran-sasaran alkitabiah yang baik, tetapi bagaimana cara memulai pelayanan konseling Anda dengan kaum lajang? Di bawah ini ada beberapa saran. 1. Mendapat pelatihan. Menjadi seorang konselor yang efektif memerlukan usaha. Mencari bahan-bahan dan pusat pelatihan untuk menjadi konselor akan menolong Anda untuk lebih diperlengkapi. Jika Anda membutuhkan lebih banyak praktik atau supervisi/pengawasan, tetapkan konselor yang berpengalaman untuk menolong Anda. Mulailah melakukan konseling hanya dengan beberapa orang saja. 2. Berikanlah nasihat melalui kelompok pengajaran Alkitab. Jika Anda mengajar sebuah kelas kaum lajang setiap minggu, ajarkan lebih banyak firman Tuhan daripada pengetahuan- pengetahuan yang biasa. Pusatkan perhatian Anda pada masalah, pemikiran, dan ketakutan yang dihadapi kaum lajang, dan tawarkan pemecahan masalah secara khusus. Dengan demikian murid-murid Anda akan menyadari bahwa Anda memiliki jawaban-jawaban yang benar- benar tepat. (Catatan: jangan menggunakan ilustrasi yang menjelaskan masalah para konseli di dalam kelompok Anda. Hal ini akan menghilangkan kepercayaan dan membuat mereka tidak berani untuk mengemukakan masalah-masalah mereka secara terbuka kepada Anda.) 3. Kembangkan sumber-sumber konseling Anda. Sumber-sumber yang dimaksud seperti: - membuat perpustakaan buku-buku, video, dan kaset audio; - mengadakan hubungan dengan konselor profesional yang menjadi acuan/dimana Anda mengirim konseli kaum lajang yang Anda tangani; - seorang sekretaris yang mampu mendengarkan dan berdoa dengan para konseli dan menetapkan (paling sedikit sebagai pendahuluan) kebutuhan konseling mereka; dan - kelompok pelayanan kecil yang menyediakan persekutuan, dukungan, dan kesempatan bagi para kaum lajang untuk saling menolong. 4. Latihlah orang awam untuk menolong Anda. Setelah pelayanan konseling Anda mantap, latihlah konselor awam untuk membantu menanggung beban pelayanan. Seorang konselor awam sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip firman Allah di dalam kehidupannya; menunjukkan ketergantungannya pada Roh Kudus, bukan orang yang baru lahir baru dalam iman Kristen; serta memiliki belas kasihan, rendah hati, dan memiliki wawasan. 5. Hal-hal yang perlu diingat oleh para konselor. Ketika mengonseling para lajang, tetaplah mengingat pokok-pokok berikut. a. Bergeraklah lebih jauh dari keadaan yang mendasari sikap dan kepercayaan. Adalah mudah untuk terlibat dalam kesulitan yang dihadapi oleh seorang lajang, tetapi ingatlah bahwa setiap orang, lajang atau menikah, mempunyai kecenderungan yang sama untuk jatuh dalam dosa. Tentu saja setiap keadaan berbeda, tetapi jangan terfokus hanya pada keadaan. Fokuskan pada sikap dan tanggapan dari individu tersebut. b. Pelajari masalah-masalah umum yang dihadapi kaum lajang. Masalah-masalah di dalamnya termasuk perasaan kesepian, masalah orang tua tunggal, berkencan, godaan seksual, penyalahgunaan obat-obatan, atau alkohol, penyesuaian diri dengan keadaan di sekitarnya, dan citra diri. c. Temukan keseimbangan antara pertimbangan dan kompromi. Anda tidak boleh menghakimi konseli, tetapi Anda juga tidak dapat mengompromikan prinsip-prinsip firman Tuhan. Sampaikanlah standar-standar Alkitab sebagai yang absolut, tapi lakukanlah dengan cara yang menunjukkan belas kasih kepada konseli. d. Waspadalah terhadap bahaya-bahaya dalam konseling. Jangan mengizinkan seorang pun dari konseli Anda, terutama sekali yang berlawanan jenis, untuk menjadi tergantung kepada diri Anda. Cegahlah "pemujaan pahlawan" karena hal ini dapat menciptakan masalah-masalah yang sangat rumit. Kita semua memiliki sebuah kebutuhan yang dalam untuk dihargai, dihormati, dan didengarkan. Kenalilah kebutuhan-kebutuhan ini dalam diri para konseli Anda (dan di dalam diri Anda sendiri), tetaplah berusaha untuk menjaga agar hubungan Anda dengan konseli Anda tetap sehat. Berikut ini diberikan beberapa judul buku yang saya anjurkan bagi Anda. Sumber-sumber ini akan melengkapi Anda agar pelayanan Anda dengan kaum dewasa lajang lebih efektif. "Inside Out", Larry Crabb "Encouragement", Larry Crabb "Competent to Counsel", Jay Adams "Christian Counselor`s Manual", Jay Adams. "Meeting Counseling Needs Through the Local Church", Larry Crab (Texbook for The Institute of Biblical Counseling) (Bahan di atas diterjemahkan dari buku "Single Adult Ministry", Jones J, Navpress, 1991.) Sumber diambil dan diedit dari: Judul buletin: Sahabat Gembala, Edisi Januari/Pebruari 1997 Penulis : James Richwine Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1997 Halaman : 32 - 34 ========== TELAGA ========== Ringkasan tanya jawab dengan Pdt. Paul Gunadi Ph.D berikut ini mengajak kita untuk melihat kehidupan seorang lajang dan pergumulan- pergumulan yang dihadapinya. Silakan menyimak, semoga menjadi berkat. TANDA AWAS HIDUP LAJANG T : Ada banyak faktor yang membuat seseorang itu hidup melajang, bagaimana kita menyikapinya? J : Yang mesti kita sadari adalah bahwa bagi sebagian dari mereka, hidup lajang bukanlah pilihan. Mereka tidak dengan sadar memilih untuk hidup lajang, tetapi ada sebagian yang memang dengan penuh kesadaran memilih hidup lajang. Cukup banyak di antara mereka yang HIDUP MELAJANG KARENA KEADAAN, alias karena itulah kondisi kehidupan yang harus mereka terima. Jadi, kata kuncinya adalah MENERIMA. Meskipun ada banyak faktor penyebabnya, tapi salah satu unsur terpenting adalah YANG BERBAHAGIA ADALAH ORANG YANG BISA MENERIMANYA. Kita mesti belajar menerima porsi yang Tuhan telah tetapkan bagi kita. ------ T : Adakah perbedaan atau pengaruh dari dua pilihan (melajang karena pilihan dan karena keadaan) tersebut? J : Sudah tentu ada. Bagi yang memilih, tentu dia sudah memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensinya, tapi bagi yang tidak pernah memilih akan mengalami kejutan-kejutan dan dituntut penyesuaian yang juga lebih berat. Kalau yang tadinya berdua dan sekarang harus hidup lajang, misalnya setelah perceraian atau kehilangan pasangan hidupnya, sudah tentu harus ada penyesuaian kembali. Kalau memang orang itu tidak pernah menikah sama sekali, namun sungguh-sungguh menginginkan bisa menikah, tentu ini lebih berat lagi karena hidup lajang memang sama sekali tidak pernah terpikirkan dan tidak pernah disambut dalam benaknya. Ada sebagian orang yang akhirnya meskipun hidup lajang, tetapi hidup dalam pengandaian, "andai saja saya menikah ..." atau hidup dalam antisipasi bahwa suatu hari kelak akan bertemu dengan seseorang dan menikah sehingga semua hal dalam kehidupannya itu diatur sedemikian rupa seakan-akan dalam rangka menanti seseorang. Kita jangan sampai seperti itu: hidup lajang, namun tidak sungguh-sungguh hidup sebagai seorang lajang. Hidupi kehidupan ini seperti seorang lajang sebab itulah porsi yang Tuhan berikan kepada kita sekarang. ------ T : Firman Tuhan itu mengatakan "Tidak baik kalau orang itu sendirian", lalu "Berdua lebih baik dari pada sendirian", bagaimana itu? J : Ayat itu sebetulnya menegaskan bahwa Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk sosial, bukan ayat yang merujuk langsung pada pernikahan sebab Tuhan sudah tahu di kemudian hari akan ada banyak anak-anak-Nya yang terpaksa hidup lajang. Pada ayat tersebut Tuhan lebih langsung membicarakan tentang kodrat kita sebagai manusia sosial, kita membutuhkan satu sama lain. Kita tidak bisa hidup sendirian. ------ T : Sering kali orang lebih bisa menerima dirinya sendiri untuk hidup lajang, tapi pada saat bersosialisasi justru masyarakat yang mencela dia. Bagaimana menyikapinya? J : Harus kita akui masyarakat pada umumnya mempunyai dua standar yang berbeda terhadap pria dan wanita lajang. Omongan masyarakat yang kadang-kadang kita dengar untuk pria dan wanita yang melajang adalah kalau laki-laki itu "cerewet, terlalu memilih- milih", kalau wanita "tidak laku". Tapi intinya adalah dua- duanya komentar yang tidak positif, seakan-akan kehidupan lajang itu sesuatu yang sangat buruk, merupakan aib dan haruslah dipermalukan atau dirasakan sebagai sesuatu yang memalukan. Ini bukan konsep Tuhan. Paulus hidup lajang, kita tidak pernah tahu apakah Paulus pernah mempunyai seorang istri atau tidak. Contoh yang lainnya, Yohanes Pembaptis. Kita tidak pernah tahu apakah dia menikah, cuma memang dia meninggal pada usia muda, namun Tuhan pakai dia luar biasa. Jadi, jangan sampai kita termakan oleh omongan orang atau oleh tuntutan budaya yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Baik hidup lajang atau pun menikah adalah hidup yang Tuhan karuniakan dan porsikan untuk kita. Terimalah dan hiduplah secara optimal, baik sebagai orang yang menikah atau sebagai orang yang lajang. ------ T : Apakah tidak ada gejolak dalam diri seseorang yang lajang ini? J : Betul sekali. Meskipun keluarganya memberikan dukungan, tapi kadang-kadang memang tuntutan itu muncul dari dalam diri sendiri, bahwa dia memang ingin menikah. Akhirnya, jalan pintaslah yang ditempuh, menyerah, kompromi, dan menikah. Seorang psikiater di sebuah rumah sakit jiwa berkomentar, "Bagi sebagian orang, relasi yang buruk lebih baik daripada tidak ada relasi sama sekali," alias lebih baik menikah dan mempunyai pernikahan yang buruk daripada tidak menikah sama sekali. Sebagian orang berprinsip seperti itu. Justru yang kita ingin tegaskan adalah DARIPADA MENIKAH DAN AKHIRNYA MENDERITA DALAM PERNIKAHAN YANG BURUK, LEBIH BAIK TIDAK MENIKAH. Kalau kita pernah menikah, apalagi mempunyai anak dan akhirnya bercerai karena pernikahan kita buruk, status kita tidak naik malahan kita menyusahkan lebih banyak orang, dan tentunya menyusahkan anak-anak kita yang harus hidup tanpa salah satu orang tuanya. Jadi, jangan menyerah. Lebih baik hidup lajang daripada menikah dan mengalami masa-masa yang buruk. ------ T : Mengenai relasi yang falsafahnya tidak cocok untuk kita terima, apakah ada macam-macam relasi tertentu? J : Ada empat jenis relasi. PERTAMA, dilabelkan tidak baik dan tidak mengasihi, artinya kita sadari orang ini tidak baik, tidak cocok untuk kita, karakternya/perangainya pun buruk dan kita tidak mengasihi dia. Kita tidak perlu melanjutkan relasi ini. Tipe KEDUA, kita bertemu dengan seseorang yang tidak cocok dengan kita, perangainya pun tidak baik, tapi kita terlanjur mengasihi dia. Atau kita tahu Tuhan melarang kita bersama dengan yang tidak seiman dengan kita, tapi kita terlanjur jatuh cinta dan mengasihi dia. Ini nantinya akan menimbulkan masalah di dalam pernikahan kita karena kita tahu orang ini sebetulnya tidak cocok dengan kita. Tipe KETIGA disebut baik dan tidak mengasihi. Kita bertemu dengan seseorang yang baik sekali, mengasihi kita dan perangainya pun baik, tapi kita tidak mengasihinya. Kadang- kadang ada orang yang kompromi dan berkata, "Ya, sudahlah, tidak apa-apa." Jangan seperti itu sebab nanti dia harus bersandiwara terus-menerus dalam pernikahan. Suatu hari kelak, pernikahan seperti ini bisa goncang. Yang ideal adalah yang KEEMPAT dan haruslah menjadi standar kita, yaitu kita bertemu dengan orang yang baik, perangai yang baik, cocok dengan kita, kita mengasihinya dan dia mengasihi kita. Inilah dasar pernikahan yang perlu kita perhatikan. ------ T : Apakah keuntungan dan kerugian dari hidup melajang ini? J : Yang paling jelas adalah memberikan KEMERDEKAAN. Hidup lajang menyediakan kepada kita kebebasan, tidak ada tanggung jawab kepada siapa pun. Namun, kita juga harus menyadari ada hal-hal yang cukup mengganggu atau kerugiannya. Pertama, KESEPIAN. Orang lajang perlu pintar-pintar membangun relasi dengan teman-teman sejawat, teman-teman yang bisa saling menegur, menyapa, pergi bersama, saling mencurahkan hati, dan sebagainya. Kedua, HIDUP TERLALU BEBAS. Kita yang lajang, harus berjaga-jaga sebab hidup sebagai lajang itu hampa pertanggungjawaban, rentan terhadap dosa karena tidak ada yang mengawasi. Karena itu, kita mesti dekat dan takut akan Tuhan. Manusia tidak melihat, Tuhan melihat. Meskipun tidak ada pertanggungjawaban kepada pasangan atau anak, kita bertanggungjawab kepada Tuhan. ------ T : Bagaimana dengan masa tua orang yang melajang ini? J : Sudah tentu dia harus mulai memikirkan kalau nanti sudah tua tinggal di mana, dengan siapa, siapa yang dekat dengannya. Sebaiknya tinggal tidak terlalu berjauhan dengan kakak atau adik atau temannya sehingga kalau ada apa-apa bisa saling menolong. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan, sebagian orang lajang itu haus perhatian sehingga kadang-kadang mencari-cari perhatian dengan berlebihan. Ini harus dijaga supaya jangan sampai terjadi. Orang-orang yang lajang harus berani introspeksi dan mengoreksi diri, berjaga-jagalah jangan sampai karena haus perhatian menjerumuskan kita ke dalam masalah-masalah yang lebih besar. ------ T : Firman Tuhan untuk menyimpulkannya? J : Yohanes 17:19 kepada orang yang hidup lajang. "Dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran". Bagi orang-orang yang lajang, dan ini sebetulnya juga untuk kita semuanya, kuduskan hidup kita terutama bagi Tuhan dan kemudian bagi orang lain, supaya orang- orang yang akhirnya bersinggungan jalan dengan kita, bertemu serta menerima berkat dari kita juga akan mendapatkan manfaatnya. Hiduplah dalam kebenaran Tuhan, kita akan menjadi berkat yang besar, dan orang lajang mempunyai potensi yang sama dengan orang yang menikah untuk menebarkan berkat kepada sesamanya. [Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #161A yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org >] ==> http://www.telaga.org/ringkasan.php?hidup_lajang.htm ========== KESAKSIAN ========== TIGA ALASAN UTAMA SESEORANG MELAJANG Berikut ini tiga alasan utama seseorang melajang dan contoh-contoh hidup dari orang-orang yang berada di baliknya. Semoga setelah Anda membacanya, jika suatu hari Anda mencoba berkaca di cermin ajaib Putri Salju, Anda bisa yakin bahwa alasan Anda melajang bukan karena Anda begitu buruk rupa atau "tidak laku-laku". Alasan 01: Tuhan memanggil secara khusus untuk melajang ------------------------------------------------------- Asriningrum Utami, konselor dan dosen di Sekolah Tinggi Teologia Reformed Injili Indonesia menyatakan bahwa ia dipanggil secara khusus oleh Tuhan untuk hidup melajang. Menurut Asriningrum, panggilan seperti ini biasanya dibukakan selangkah demi selangkah, tapi dalam kasus dirinya, Tuhan memberitahu melalui proses doa. Padahal waktu itu ia telah merencanakan pernikahan dengan serius dan sudah menentukan waktu lamaran. Tapi ia tidak merasa damai sejahtera dengan hal itu, sampai akhirnya Tuhan membukakan kehendak-Nya tentang hal ini. Akhirnya Asriningrum memilih untuk mengikuti kehendak Tuhan karena ia percaya bahwa itu yang terbaik dalam hidupnya dan ia merasakan damai sejahtera dengan pilihan tersebut. Alasan 02: Punya prioritas lain di luar pernikahan -------------------------------------------------- Sementara itu, Indri Gautama, seorang pebisnis yang juga pendiri Yayasan Maria Magdalena dan Ketua Umum "Apostolic Women Arising" merasa bahwa ia tidak dipanggil untuk hidup selibat. Karena itu, ia masih membuka diri untuk kemungkinan menikah. "Tapi saya orang yang biasa membuat prioritas dan ketika membuat agenda saya memutuskan apakah akan berkeluarga atau mengikuti panggilan Tuhan. Saya memutuskan mau 100% "all out" untuk Yesus dan mengikuti panggilan- Nya menjadi pemimpin. Kalau jatuh cinta menghalangi hal itu, saya tidak mau. Lagipula di otak saya soal laki-laki nggak muncul-muncul, mungkin karena saya terlalu sibuk membangkitkan para pemimpin gereja dan menjadi konsultan hamba-hamba Tuhan agar mereka berani mendewasakan jemaat mereka untuk masuk ke dalam panggilan Tuhan," ujar Indri Gautama yang mengakui menemui banyak jemaat yang konseling kepadanya karena mereka bingung kapan bisa menikah dan takut jadi perawan tua. "Saya tidak pernah merasa jadi perawan tua walau usia saya sudah hampir 50 tahun! Saya selalu bergaya anak muda dan bergabung dengan anak muda. Jadi, saya adalah orang tua yang berjiwa muda dan penuh dengan "passion" untuk Tuhan," tegas Indri Gautama yang menyatakan bahwa dasar dari pernikahan adalah komitmen suami dan istri untuk menggenapi destinasi Tuhan dan juga menghasilkan keturunan ilahi. Karena itu, salah satu pertanyaan utama yang biasa ia ajukan ketika mengonseling pasangan yang akan menikah adalah, "Apakah engkau bisa menolong pasanganmu mencapai destinasi-Nya?" "Saya percaya suatu pernikahan akan bahagia jika calon suami mengerti bahwa ia menikah supaya bisa menjadi pendukung dan mentor pasangannya agar masuk ke dalam destinasi-Nya Tuhan; dan si calon istri juga mengerti bahwa ia menikah untuk mendukung suaminya masuk dalam rencana Tuhan. Jadi, suami dan istri harus menghargai nilai- nilai kekudusan dan punya mental kerajaan sorga. Kalau punya dua puluh anak tapi semuanya kudus dan berdestinasi jadi murid Kristus serta punya visi mengubah bangsa, itu bagus karena misi Tuhan menjadi sangat efektif. Tapi kalau menikah karena kepahitan, pelarian, butuh kasih sayang, atau hamil di luar nikah, itu akan membuat masalah di gereja dan di dunia." "Karena itu, jangan pacaran kalau hanya untuk mengusir kesepian. Boleh pacaran kalau ujung-ujungnya memang berkomitmen untuk menikah. Kalau tidak, kasihan dong. Ia sudah memberikan sebagian kasih, mesra, dan hidupnya, tapi lalu didepak. Kasihan gereja juga jadi sibuk mengurusi orang-orang yang luka batin. Karena itu, suatu pernikahan harus ada tujuannya, kalau tidak, ngapain harus menikah?" jelas Indri Gautama yang mengaku pernah kumpul kebo dan melakukan seks bebas sebelum akhirnya "ditangkap" oleh Kristus untuk menjadi murid-Nya. Alasan 03a: Tuhan menyuruh menunggu saat yang paling tepat menurut waktu-Nya karena Dia punya rencana khusus. ------------------------------------------------------------------ "Awalnya, saya tidak berpikir untuk menikah sama sekali. Tapi di usia 28 tahun, saya bertemu Kristus dan pandangan saya mengenai pernikahan dan pria pun berubah. Tuhan baru mempertemukan saya dengan Paul ketika saya berusia 41 tahun. Kami menikah ketika saya berusia 42 dan itu terjadi 20 tahun yang lalu." ujar Betsy Caram, istri dari Dr. Paul G. Caram, penulis dan pengajar internasional dalam bidang pertumbuhan iman Kristen ketika mereka berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. "Tentu saja saya berharap orang lain tidak perlu menunggu begitu lama; tapi bagi kami rasanya itu adalah situasi yang paling tepat dan kami merasa Tuhan sangat baik kepada kami," ujar Betsy yang mengakui bahwa ia memang sudah siap untuk hidup melajang sebelum akhirnya ia bertemu dengan Paul. "Jika diumpamakan dengan bunga tiga musim, kami adalah bunga-bunga yang baru bermekaran di musim gugur dan bukannya di musim semi atau musim panas," tambah Dr. Paul sambil tersenyum lebar. Dr. Paul bertemu dengan Betsy ketika berusia 37 tahun, lalu mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah setahun kemudian. Selama 38 tahun itu, Dr. Paul mengakui bahwa ia tidak pernah ingin hidup melajang. "Jadi, saya melajang bukan karena saya ingin, tapi karena Tuhan menginginkan saya seperti itu. Saya itu seperti Yusuf yang harus tinggal selama bertahun-tahun di tanah yang asing. Ia juga terpenjara dan harus melalui berbagai situasi yang mempersiapkannya untuk melakukan pelayanan yang besar di kemudian hari. Karena itu, saya tidak mau melibatkan seorang istri dalam berbagai kesulitan hidup yang harus saya lalui pada masa itu. Lagi pula saya percaya Tuhan punya waktu yang paling tepat dan sempurna untuk membawa dia kepada saya, bahkan jika ia hidup di seberang lautan sekalipun," tegas Dr. Paul yang buku-bukunya tersebar sudah di lebih dari lima puluh negara dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Dr. Paul juga mengakui bahwa ia dulu memang punya kriteria khusus saat berdoa untuk seorang istri. "Saya dipanggil ke dalam ladang-Nya ketika masih remaja. Saat itu Tuhan mengatakan pada saya secara profetis bahwa pelayanan saya membutuhkan banyak persiapan dan bahwa saya harus banyak bepergian ke berbagai negara; meskipun pada saat itu saya belum pernah pergi ke luar negeri sama sekali. Jadi, saya tahu bahwa suatu hari nanti, saya harus menikah dengan seseorang yang mudah bergaul dengan orang-orang, suka bepergian, dan bisa cepat beradaptasi dengan situasi baru." "Ketika saya bertemu dengan Betsy, saya melihat hal-hal ini di dalam dirinya. Ia mencintai Tuhan, selalu ingin bertumbuh di dalam Dia, sering dan senang bepergian, serta sangat ahli dalam menghadapi orang dan situasi baru. Jadi semakin kami berbicara, semakin kami sadar bahwa Tuhan punya rencana khusus bagi kami berdua," cerita Dr. Paul dengan terus terang. Alasan 03b: Tuhan menyuruh menunggu saat yang paling tepat menurut waktu-Nya karena Dia menginginkan kita menjadi orang yang tepat, dan bukan sekadar mencari orang yang tepat. ------------------------------------------------------------------- Sosiolog Dr. Evelyn Duvall dan Dr. Reuben Hill menemukan bahwa sumber ketidakbahagiaan utama dalam pernikahan adalah kesalahan dalam memilih pasangan, masalah uang, penyesuaian seksualitas, serta perbedaan agama. Jadi intinya, apa yang dibawa ke dalam pernikahan itulah yang akan menjadi sumber kebahagiaan atau kehancuran rumah tangga. Walaupun begitu, menurut penulis Elof Nelson dalam bukunya "Your Life Together", sukses dalam pernikahan itu lebih dari sekadar menemukan orang yang tepat karena yang lebih penting adalah menjadi orang yang tepat. "Ketika saya memberikan konseling, saya sering kali menemukan orang-orang yang lebih peduli pada bagaimana mencari pasangan yang tepat tanpa mau berpikir bagaimana menjadi seseorang yang tepat bagi calon pasangannya," ujar Elof. Sumber diambil dan diedit dari: Judul majalah: getLIFE!/Edisi 21, 2006 Judul artikel: 3 Alasan Utama Seseorang Melajang Penulis : Grace Emilia dan Sandra Lilyana Penerbit : Yayasan Pelita Indonesia, Bandung 2006 Halaman : 48 - 51 ============================== e-KONSEL ============================== STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Evie, Raka PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2006 oleh YLSA http://ylsa.sabda.org/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)xc.org Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://c3i.sabda.org/ ======================================================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |