Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/110 |
|
e-Konsel edisi 110 (17-4-2006)
|
|
<=> Edisi (110) -- 15 April 2006 <=> e-KONSEL <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> Daftar Isi: = Pengantar : Antara Pengorbanan Kristus dan Bunuh Diri = Cakrawala : Menyikapi Bunuh Diri, Diiringi Simpati = Bimbingan Alkitabiah : Bunuh Diri dan Pandangan Alkitab = Tips : Tanda-Tanda Adanya Niat Bunuh Diri = Tanya Jawab Konseling: Saya Sering Berpikir Tentang Bunuh Diri = Info : Baru! Situs Pelitaku <=> PENGANTAR REDAKSI -------------------------------------------- <=> Selamat Paskah! Lewat kebangkitan Kristus yang baru saja kita rayakan, kita kembali diingatkan betapa pentingnya makna kematian dan kebangkitan-Nya. Lewat kematian-Nya, dosa-dosa kita ditebus. Lalu lewat kebangkitan- Nya, kita diyakinkan bahwa maut sungguh-sungguh telah ditaklukkan. Kali ini e-Konsel mengangkat topik yang terkait dengan tema kematian, yaitu tentang bunuh diri. Bila dibandingkan dengan kematian yang ditempuh Kristus, kita melihat perbedaan yang begitu signifikan. Sejumlah orang mengira bahwa dengan membunuh dirinya sendiri ia akan terbebas dari permasalahan hidupnya. Padahal, kenyataannya tidak demikian. Tapi, berbeda dengan kematian Kristus, karena dengan kematian-Nya kita justru dibebaskan dari segala beban dosa. Di sini kita melihat bahwa tindakan bunuh diri tak lebih dari tindakan egois yang sama sekali bertolak belakang dengan tujuan kematian Kristus. Namun demikian, bunuh diri kadang masih menjadi topik yang kontroversial. Sejumlah orang menganggap bahwa dalam kondisi tertentu tindakan bunuh diri dapat dibenarkan. Sementara itu, sejumlah lainnya menganggap bunuh diri adalah dosa yang tak terampuni. Bagaimana tanggapan orang Kristen? Apa kata Alkitab tentang bunuh diri? Sajian kali ini diharapkan dapat memberi wawasan yang lebih luas sehingga dapat menolong Anda atau teman Anda untuk keluar dari pergumulan tentang bunuh diri. Redaksi e-Konsel, Raka <=> CAKRAWALA ---------------------------------------------------- <=> <=> MENYIKAPI BUNUH DIRI, DIIRINGI SIMPATI <=> Akhir-akhir ini jumlah peristiwa bunuh diri semakin meningkat. Dari yang dilakukan oleh orang yang tak tahan terus-menerus dihimpit kemelaratan, sampai pada yang dilakukan oleh orang yang kaya-raya. Ingat konglomerat yang terjun bebas dari tingkat 56 sebuah hotel? Dari yang dilakukan oleh orang dewasa, sampai yang dilakukan oleh seorang yang masih belia. Ingat anak 12 tahun yang gantung diri lantaran keluarganya tidak mampu menyediakan uang Rp 2.500? Dan jangan lupa untuk menyebutkan semakin populernya metode terorisme dengan "bom bunuh diri"! Alkitab, baik PL maupun PB, menyebutkan beberapa kasus bunuh diri. Ada yang melakukannya karena harga diri, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahitofel (2Samuel 17:23), Abimelekh (Hakim-Hakim 9:54), dan Saul (1Samuel 31:4-5). Agaknya mereka berprinsip, "Lebih baik mati berkubur debu, ketimbang hidup berkalung malu". Tapi ada pula yang melakukannya dengan prinsip yang lain, yaitu prinsip "Kurelakan tubuhku hancur lebur, asal sama-sama menjadi bubur". Inilah yang melatarbelakangi tindakan nekad Simson (Hakim-Hakim 16:23-31) dan Zimri (1Raja-Raja 16:18). Bagaimana dengan Yudas, si orang Iskariot itu? O, dia lain lagi. Ia menggantung diri, membawa penyesalan yang menurut perasaannya tak mungkin terobati, akibat kesalahan yang dianggap tak mungkin terampuni (Matius 27:3-5). Alasan yang masuk akal juga. Adakah yang lebih menjijikkan dari pada mengkhianati cinta? Sebenarnya, bagaimana sikap Alkitab? Sangat jelas dan amat tegas! Alkitab menolak dan mengutuk keras hal ini. Sebagaimana kita ketahui, Alkitab mengutuk setiap bentuk "pembunuhan". Sabda Allah melalui Nuh, "Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya. Sebab Allah membuat manusia menurut gambar-Nya sendiri" (Kejadian 9:5-6). Karena itu, walau terhempas ke dasar penderitaan yang terdalam sekali pun, seorang anak Tuhan seperti Ayub tetap menolak dengan tegas anjuran untuk bunuh diri (Ayub 2:9-10). Di mata orang Yahudi, "bunuh diri" adalah "suatu tindakan yang sengaja dilakukan dengan tujuan menghancurkan diri sendiri". Jadi, sepenuhnya negatif! Sepenuhnya destruktif! Sebab itu dalam adat mereka, mayat orang yang meninggal karena bunuh diri harus dipertontonkan secara terbuka; tak boleh ada perkabungan baginya dan pantang dikuburkan sampai matahari terbenam. Mayatnya pun mesti dikuburkan terpisah dari yang lain. Hebatnya, toh di sela-sela keketatan dalam menaati hukum yang sangat termasyhur itu, mereka juga cukup realistis. Mereka menyadari, bahwa dalam kehidupan nyata bisa saja muncul kasus-kasus ekstrim yang justru memerlukan tindakan bunuh diri tersebut. Penulis sejarah, Yosefus, mencatat peristiwa yang mengerikan sekaligus mengesankan sehubungan dengan itu. Ketika benteng Masada diserang musuh dan segala harapan mempertahankannya telah punah, Eliezer, sang panglima, memerintahkan pasukannya membantai semua orang Israel yang ada, setelah itu membunuh diri mereka sendiri! "Kita masih punya pilihan bebas, yaitu untuk mati secara terhormat," demikian ia berseru, "Biarlah perempuan-perempuan kita mati ketimbang dicemari dan laki-laki kita membuktikan bahwa mati lebih baik ketimbang jadi budak. Kematian membawa kemerdekaan bagi jiwa. Karena itu, jangan sudi diperhamba! Marilah untuk setidaknya mati sebagai orang-orang merdeka!". Heroik sekali. Hari itu Yosefus mencatat, ada 960 orang membunuh diri mereka sendiri. Namun, Yosefus juga mencatat sisi yang lain dari persoalan kita. Dalam hal ini, ia malah ikut langsung terlibat. Tatkala dalam insiden Yotapata, ia mengimbau dengan sangat agar orang-orang Yahudi tidak bunuh diri. Dalam imbauannya itu ia berkata, antara lain, "Mengapa kalian menyia-nyiakan kesatuan yang begitu indah antara tubuh dan jiwa sehingga ingin menceraikannya? Takut mati bagi seseorang yang mesti mati adalah sama pengecutnya dengan orang yang ingin mati ketika ia belum seharusnya mati. Ketahuilah bahwa tak ada kepengecutan yang lebih besar daripada tindakan seorang nakhoda yang lantaran takut pada badai yang akan datang, lalu menenggelamkan seluruh kapal bahkan sebelum prahara itu benar-benar tiba. Sesungguhnya, bunuh diri adalah tindakan melawan kodrat dan sekaligus tindakan melecehkan Tuhan. Mereka yang mati terhormat memenangkan kemuliaan, tapi yang mati karena bunuh diri mewarisi kekelaman". Begitulah bagi orang Yahudi, bunuh diri adalah dosa. Walaupun kadang-kadang, bisa saja seseorang dibenarkan merelakan nyawa karena iman, demi keyakinan dan Allah-nya. Yesus berkata, "Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal" (Yohanes 12:25). Tapi dalam kenyataan, kita tahu bahwa iman bukan satu-satunya motif orang mencabut nyawa sendiri. Malah boleh dikatakan, yang begini termasuk jarang sekali. Yang lebih sering terjadi adalah orang melakukannya karena "mentok". Karena semua jalannya seolah-olah membentur tembok sehingga ia tak mungkin ke mana-mana lagi. Ia tak punya pilihan apa-apa lagi. Orang melakukannya karena merasa tak sanggup lagi memikul beratnya beban kehidupan. Tak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Karena tenaganya telah terkuras habis. Semangatnya telah padam. Dan yang ia rasakan sekarang hanyalah kesakitan dan kepenatan semata-mata, sementara di depan ia tak melihat secercah pun cahaya pengharapan atau kemungkinan perbaikan. Sebab itu, mengapa memperpanjang derita? Masalah bunuh diri, saya akui, adalah masalah etis. Tapi mengingat sifat permasalahannya, penting sekali saya tekankan, bahwa "masalah etis" ini wajib kita bahas dengan "sikap etis" pula! Ini perlu saya tekankan, karena -- sebagaimana berulang-ulang saya kemukakan -- betapa sering orang membusungkan dada berkata hendak menegakkan moral tapi praktik dan cara-caranya sama sekali tidak bermoral. "Sikap etis" yang saya maksud adalah, sikap bersedia menempatkan diri dalam posisi dan situasi si pelaku. Melihat dari sudut pandangnya. Ikut tergetar oleh sedu sedannya. Ikut tersayat oleh kepedihannya. Mendengar dengan jelas rintihannya yang tak terucapkan. Maksud saya, kita tidak datang sebagai seorang guru yang mau mengajari atau sebagai seorang pengkhotbah yang mau mencerca atau sebagai seorang penasihat yang berpretensi bijak dan tahu semua, tetapi semata-mata datang sebagai sahabat. Bukan dengan menyandang kaidah-kaidah moral atau dengan mulut mencibir, melainkan datang membawa empati dan simpati yang memancar langsung dari hati. Tidak asal membenarkan sebab kita mesti membuat penilaian dari dalam situasi si penderita. Penilaian yang memahami sepenuhnya pilihan- pilihan yang konkret, sulit, dan pelik yang dihadapi saudara kita. Dengan berbekal sikap seperti itu, maka yang pertama-tama harus kita katakan adalah bahwa bunuh diri selalu terjadi dalam konteks dan realitas kehidupan yang tidak sehat, tidak wajar, dan tidak ideal. Dalam situasi normal, sikap yang wajar tentu saja berusaha mempertahankan, memelihara, bahkan mengembangkan kehidupan. Bukan justru dengan sengaja menghilangkannya. Karena itu, dalam situasi normal, jelas sekali bunuh diri adalah sesuatu yang absurd, tidak dapat dibenarkan. Ia melawan naluri kehidupan. Sekiranya semua berjalan normal, hampir tak mungkin orang bunuh diri karena terpaksa. Sebenarnya, tak seorang pun perlu mengatakan bahwa "bunuh diri itu salah". Sebab, kalau cuma itu, siapa yang belum tahu? Semua sudah mengetahuinya. Lagi pula tak seorang pun menginginkannya. Mungkin yang belum banyak ditahui adalah bahwa kitalah yang tidak normal. Sebab dalam situasi yang tidak normal kita mau memaksakan ukuran-ukuran yang normal. Hal terpenting dalam permasalahan ini sebenarnya bukan soal benar- tidaknya atau boleh-tidaknya bunuh diri. Sekali lagi, ini telah jelas bagi semua. Hal yang jauh lebih penting untuk dinyatakan dan ditanyakan adalah bagaimana sikap kita ketika mengatakannya? Apakah dengan cemooh? Atau dengan simpati? O, saudaraku, dengarkanlah apa yang saya katakan ini! Tak ada kesempatan lain, di mana KASIH dan SIKAP KRISTIANI SEJATI begitu dibutuhkan daripada ketika saudara kita sedang berada di ambang bunuh diri. Sayang sekali, yang lebih sering terjadi adalah mereka sendirian. Sendiri, tanpa teman sepenanggungan. Persis seperti ketika di senja itu, di Taman Getsemani, Yesus hanya membutuhkan teman berjaga, tapi mesti kecewa. <=> Sumber diambil dan diedit dari: <=> Situs Glorianet ==> http://www.glorianet.org/ekadarmaputera/ekadmeny.html <=> BIMBINGAN ALKITABIAH ----------------------------------------- <=> <=> BUNUH DIRI DAN PANDANGAN ALKITAB <=> Bunuh diri masih menjadi hal yang membingungkan bagi orang Kristen. Walaupun secara umum Alkitab dengan jelas menentang pembunuhan diri sendiri, namun Alkitab belum jelas mempertentangkan beberapa kasus bunuh diri. Dan beberapa orang Kristen yang dianggap teguh imannya mempunyai pertimbangan bahwa bunuh diri itu suatu "jalan keluar". Simson dan Bapak Gereja Agustinus --------------------------------- Dari ayat-ayat Alkitab, kita dapat berkesimpulan bahwa Allah menghukum kekal orang-orang yang melakukan bunuh diri. Dari sekian kisah bunuh diri dalam Alkitab yang paling kita kenal ialah cerita Saul, Simson, dan Yudas. Saul membunuh dirinya karena malu dan menderita di tangan bangsa Filistin. Bangsa Israel menguburkannya dengan hormat sebagai pahlawan perang. Tidak ada pertentangan tentang bunuh diri (1Samuel 31:1-6). Dan cerita Yudas yang bunuh diri karena penyesalan yang mendalam, Alkitab pun tidak mengomentarinya. Teolog-teolog Kristen menghadapi masalah yang rumit mengenai kisah bunuh dirinya Simson. Agustinus dan Thomas Aquinas bergumul dengan kasus ini dan menyimpulkan bahwa bunuh diri Simson dibenarkan sebagai tindakan kepatuhannya terhadap perintah langsung dari Allah. Gereja mempunyai sejarah yang panjang tentang bunuh diri. Pendapat yang mengatakan bunuh diri adalah dosa yang tak terampuni juga agak sulit dilacak kebenarannya. Di antara pemimpin-pemimpin gereja terdahulu, Agustinus adalah tokoh yang paling menonjol dan berpengaruh dalam masalah bunuh diri. Sinode gereja terdahulu menyatakan bahwa warisan dan persembahan dari mereka yang melakukan bunuh diri atau mencoba bunuh diri tidak boleh diterima; sepanjang periode pertengahan cara penguburan Kristen yang benar tidak berlaku bagi mereka yang bunuh diri. Thomas Aquinas yakin bahwa bunuh diri, tanpa pertobatan akhir, adalah dosa yang berat. Dante menempatkan mereka yang bunuh diri dalam lingkaran ke-7 neraka. Luther dan Calvin, yang meskipun membenci bunuh diri, tidak menyimpulkan bunuh diri sebagai dosa yang tidak dapat diampuni, karena menurut Calvin menghujat Allahlah yang merupakan dosa yang tak terampuni (Matius 12:31). Jadi tidak benar kalau pada gereja Abad Pertengahan ada sumber-sumber yang berpandangan bahwa bunuh diri adalah dosa tak terampuni dan ada perbedaan antara dosa-dosa berat dan yang ringan. Bebas Memilih? -------------- Kita harus mengerti bahwa bunuh diri adalah tindakan bebas yang tidak dipaksakan dan dilakukan dengan maksud mengakhiri hidup seseorang. Sekali kita mendefinisikan demikian, mudahlah menangkap pengajaran gereja yang jelas sepanjang abad tadi, bahwa bunuh diri adalah tindakan moral yang salah dan tidak harus dilakukan orang Kristen. Hidup adalah pemberian Allah, jika kita mengakhirinya berarti kita tidak mensyukurinya. Hidup kita adalah milik Allah; kita hanyalah pelayan-pelayan-Nya. Mengakhiri hidup kita sendiri berarti merebut hak prerogatif Allah. Gereja mengatakan bunuh diri sebagai penolakan kebaikan Allah dan hal tersebut tidak pernah dibenarkan. Jika kita mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang bebas dan tidak dipaksakan, kita harus mempertanyakan hal-hal berikut. 1. Sejauh mana kita mengetahui bahwa tindakan bunuh diri itu benar-benar bagian dari pilihan bebas? 2. Dapatkah penderita (baik fisik maupun emosi) memaksa seseorang untuk melakukan apa yang tidak ingin ia lakukan? 3. Jika kita dapat memastikan bahwa tindakan bunuh diri adalah benar-benar bebas, dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan tersebut lebih dimaksudkan untuk kematiannya sendiri daripada merupakan jeritan pertolongan yang salah penanganannya? 4. Dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan bunuh dirinya sungguh akan membunuhnya? Pertanyaan-pertanyaan tadi tidak memberi pertimbangan dalam banyak kasus tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut lebih mengena. Apakah individu yang bersangkutan memalingkan dirinya dari kebaikan Allah dengan cara bunuh diri? Apakah tindakan bunuh diri ini menunjukkan ketidaktaatan terhadap Allah atau lebih merupakan ketidakmampuan memenuhi kehendak Allah? Orang Kristen yakin bahwa penghukuman kekal berlaku bagi mereka yang secara langsung menolak Allah sebagai teladan kehidupan yang tetap. Setiap bunuh diri bukanlah penolakan terhadap kebaikan Allah. Memang dalam banyak kasus, bunuh diri merupakan pilihan yang salah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kita tidak dapat mengatakan motif bunuh diri seperti itu adalah benar. Kita juga tidak dapat serta merta mengatakan seseorang yang bunuh diri karena membuat kesalahan tragis berarti telah memalingkan dirinya dari kemuliaan Allah selamanya. Tugas Gereja ------------ Dalam masalah bunuh diri, gereja harus lebih berbuat banyak daripada memberikan pengajaran tentang bunuh diri karena tugas utama gereja adalah menjadi umat Allah. Pertama, gereja harus menjadikan dirinya umat KEBENARAN, suatu umat di mana orang-orang percaya dapat menceritakan kenyataan tentang kehidupannya masing-masing. Sebuah gereja harus mendengarkan keluhan-keluhan penyakit, penderitaan, dan kegagalan di dalam kehidupan para anggotanya; dan dari gereja, mereka harus menerima, baik ratapan maupun penyembuhan Kristus. Jika gereja terbuka dan jujur mengenai sakit dan penderitaan, maka dengan kasih ia dapat melawan krisis-krisis dan kegagalan manusia yang paling sulit sekalipun, termasuk bunuh diri. Kedua, gereja harus menjadi umat KASIH yang tidak cepat menghakimi. Karena bunuh diri membawa noda "dosa tak terampuni" dan perasaan malu serta bersalah bagi keluarga yang ditinggalkan, mereka yang sekarang tak lagi mengalaminya harus menyambut/menerima mereka dalam nama Yesus; juga harus saling membantu dalam mengatasi pergumulan mereka dalam kuasa Roh Kudus. Sebaiknya gereja mempunyai tim pelayanan untuk menghubungi dan setiap hari mencari tahu informasi tentang mereka yang mempunyai masalah. Gereja juga sebaiknya menunjuk orang-orang yang mempunyai talenta khusus yang mampu membuat seseorang mau datang dalam kesedihannya. Umat yang mengasihi harus sabar dalam menghadapi mereka yang mencoba bunuh diri dan keluarga yang bersedih serta merasa bersalah akibat kejadian bunuh diri yang dilakukan salah satu anggotanya. Ketiga, gereja harus menjadikan dirinya umat yang BERSUKACITA. Suatu umat akan mengalami sukacita karena memiliki hidup yang telah diperbaharui sehingga dapat mengajak orang lain untuk mengalaminya juga. Pelayan-pelayan gereja ini akan dengan senang hati memperkenalkan mereka yang bersedih kepada Dia yang mengerti akan kesedihan-kesedihan mereka. Seorang murid saya sudah memperlihatkan kehidupan yang baik belakangan ini. Ini bukti dari keterlibatannya dengan umat (gereja) yang bercirikan ketiga prasyarat di atas: kebenaran, kasih, dan suka cita. Saya tak yakin dia dapat dengan jelas menjelaskan kesulitan- kesulitannya secara teologis, tetapi saya yakin dia mengetahui bahwa hidupnya berharga. Dan ini, dengan bantuan Roh Kudus akan menguatkannya. <=> Sumber diambil dan diedit dari: <=> Judul Majalah: Sahabat Gembala, Juni 1994 Judul Artikel: Bunuh Diri dan Pandangan Alkitab Penulis : Thomas D. Kennedy Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung Halaman : 32 - 33 <=> TIPS --------------------------------------------------------- <=> <=> TANDA-TANDA ADANYA NIAT BUNUH DIRI <=> Waktu melayani para konseli atau melakukan kontak dengan orang-orang dalam kehidupan kita sehari-hari, adalah penting bagi kita untuk waspada terhadap isyarat-isyarat verbal maupun nonverbal yang diberikan orang-orang berkenaan dengan pikiran mereka untuk bunuh diri. 1. Percobaan bunuh diri -------------------- Ini adalah jeritan minta tolong yang paling jelas dan dramatis. Seorang yang telah mencoba bunuh diri memerlukan pertolongan dan dukungan dengan segera. 2. Ancaman bunuh diri ------------------ Ancaman seperti apa pun hendaknya diperhatikan dengan serius. Sebagian besar dari mereka yang berbicara tentang bunuh diri memang mencoba bunuh diri. 3. Isyarat bunuh diri ------------------ Beberapa orang yang berpikir untuk bunuh diri, tidak jelas dalam menyampaikan keinginan mereka. Mereka dapat membuat pernyataan- pernyataan seperti, "Kamu akan lebih baik tanpa saya", "Hidup sudah tidak berarti lagi buat saya", atau "Saya semakin benci menghadapi hari demi hari". Orang yang mengekspresikan keinginannya untuk bunuh diri secara lebih tajam dari biasanya, boleh jadi mengisyaratkan niat bunuh diri. Orang Kristen mungkin bisa bertanya, "Apakah orang yang melakukan bunuh diri itu akan kehilangan keselamatannya?" atau "Bagaimana sesungguhnya pendapat Allah mengenai orang yang bunuh diri?", 4. Kegiatan bunuh diri ------------------- Ada banyak macam kegiatan untuk bunuh diri. Memastikan bahwa semua hutang telah dibayar, membuat surat wasiat, dan mengadakan persiapan seakan-akan orang itu akan bepergian jauh, dapat merupakan petunjuk bahwa orang itu sedang mempertimbangkan untuk bunuh diri. Tetapi kita tidak boleh buru-buru menyimpulkan kegiatan seseorang sebagai kegiatan orang akan melakukan bunuh diri. 5. Gejala-gejala bunuh diri ------------------------ Penyakit yang berlarut-larut dan serius dapat membawa orang pada keputusasaan, terutama jika tidak ada lagi pengharapan untuk sembuh, atau jika penyakit itu tidak mungkin tersembuhkan. Gejala lainnya adalah perubahan kepribadian yang tiba-tiba, seperti menjadi begitu mudah kecewa, merenung, dan gelisah. Ingatlah juga bahwa angka bunuh diri di antara para pecandu alkohol tercatat cukup tinggi. Depresi yang mengguncangkan merupakan salah satu tanda yang paling serius bahwa seseorang mungkin mencoba bunuh diri. Orang yang depresi yang menjadi tertutup karena tinggal di dalam rumah selama waktu yang cukup lama, menyendiri, dan memutuskan kontak dengan orang-orang lain hampir pasti akan mengambil risiko tersebut. Seseorang yang berpikir untuk bunuh diri bisa jadi diganggu oleh gejala-gejala fisik seperti kehilangan nafsu makan, kehilangan nafsu seks, kehilangan berat badan, dan lain-lain. Perhatikanlah perubahan tingkah laku yang tiba-tiba ini. 6. Krisis yang baru saja terjadi ----------------------------- Banyak kejadian bunuh diri terjadi sebagai tanggapan terhadap suatu stres tertentu yang baru terjadi. Masing-masing orang mengevaluasi stres dengan cara yang berbeda. Suatu krisis bisa jadi disebabkan oleh kematian seorang yang dikasihi, gagal dalam pekerjaan atau sekolah, masalah-masalah perkawinan atau rumah tangga, kehilangan pekerjaan, patah hati, kemerosotan keuangan, perceraian atau perpisahan, penolakan atau berbagai macam kehilangan yang melibatkan orang-orang yang dikasihi. Salah satu dari faktor-faktor di atas dapat menyebabkan orang mempertanyakan nilai hidup. <=> Sumber diedit dari: <=> Judul Buku : Konseling Krisis: Membantu Orang dalam Krisis dan Stres Judul Artikel: Tanda-Tanda Adanya Niat Bunuh Diri Penulis : H. Norman Wright Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996 Halaman : 129 - 131 <=> TANYA JAWAB KONSELING ---------------------------------------- <=> <=> SAYA SERING BERPIKIR TENTANG BUNUH DIRI <=> Pertanyaan: =========== Saya masih membujang dan bekerja pada sebuah perusahaan besar. Pendapatan saya besar, tetapi saya frustrasi dan sudah beberapa kali memikirkan hendak bunuh diri. Apakah memikirkan bunuh diri adalah dosa yang tidak dapat diampuni? JAWABAN: ======== Anda memiliki segala sesuatu yang ditawarkan oleh dunia ini. Anda masih muda, lagi pula belum menikah. Anda mempunyai prestise dan kedudukan dalam masyarakat. Anda mempunyai harta dan kekayaan. Orang lain mungkin iri hati terhadap Anda dan bercita-cita untuk memiliki apa yang Anda miliki. Tetapi oleh sebab satu dan lain hal, batin Anda merasa tidak tenang. Anda merasa frustrasi sampai-sampai ingin bunuh diri. Mungkin Anda sudah memikirkannya beberapa kali. Mungkin Anda sudah merencanakan bagaimana caranya Anda akan bunuh diri, di mana Anda akan melakukannya. Jika demikian, apa yang kami sampaikan berikut ini penting sekali bagi Anda. Setidak-tidaknya Anda sekarang sedang ragu-ragu dalam mengambil langkah yang terakhir itu. Anda menanyakan, apakah memikirkan bunuh diri itu adalah dosa yang tidak dapat diampuni? Rupanya Anda pernah mendapat petunjuk rohani pada masa lalu. Tetapi walaupun begitu, Anda masih serius memikirkan perkara bunuh diri. Anda belum mengatakan, apakah yang menyebabkan Anda frustrasi? Perasaan frustrasi Anda juga dialami oleh banyak orang yang datang pada pelayanan konseling. Mereka saat itu juga sedang berpikir hendak bunuh diri saja. Beberapa di antaranya disebabkan karena pengangguran, perceraian, atau ditinggal mati oleh orang yang dikasihinya. Ada juga yang merasa putus asa karena kesepian, pahit hati, atau karena sakit-sakitan. Apa pun yang menyebabkan Anda frustrasi, Anda kelihatannya yakin bahwa itu alasan yang kuat untuk mengakhiri hidup Anda. Analisalah dari mana datangnya desakan untuk bunuh diri. Keinginan hati Anda untuk bunuh diri datang dari musuh jiwa kita yang terbesar. Kita mengenal dia sebagai musuh kita, si Iblis. Yesus Kristus mengatakan bahwa Iblis adalah bapa dari segala dusta. Suatu kali Tuhan Yesus menyebut musuh kita itu sebagai pencuri yang keji: "Pencuri (Iblis) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan" (Yohanes 10:10). Iblis hendak membinasakan Anda. Pikirkanlah akibatnya bila Anda membiarkan Iblis membujuk Anda untuk menceburkan diri ke dalam kebinasaan kekal. Memikirkan hendak bunuh diri bukanlah dosa yang tidak dapat diampuni seperti yang dikatakan Alkitab dalam Markus 3:29. Meskipun demikian, memikirkan untuk bunuh diri merupakan dosa yang serius. Biasanya itu merupakan tanda-tanda dari hati yang belum mengalami pengampunan. Anda dapat mengalami pengampunan dari Tuhan dan menerima kehidupan baru di dalam Tuhan dengan jalan mengakui dosa Anda, yakni keinginan hendak bunuh diri; lalu serahkanlah kehidupan Anda kepada-Nya. Tokoh-tokoh besar dalam Alkitab, seperti Nabi Musa, Elia, Ayub, dan Yunus pun pernah ingin mati saja ketika mengalami frustrasi. Tetapi ketika mereka bertobat, Tuhan mengampuni dosa-dosa mereka dan mengenyahkan pikiran-pikiran yang membahayakan itu. Selain itu, Tuhan pun memberi mereka tujuan yang baru dan kepuasan dalam hidup mereka. Tuhan mengasihi Anda. Ia hendak melakukan hal yang serupa bagi Anda. Berpalinglah kepada-Nya hari ini juga. Anda tidak rugi apa pun juga, tetapi malah memperoleh segala yang Tuhan berikan. <=> Sumber diambil dari: <=> Judul Buku : Pertanyaan yang Sulit Judul Artikel: Saya Sering Berpikir Tentang Bunuh Diri Penulis : Luis Palau Penerbit : Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1984 Halaman : 129 - 132 <=> INFO --------------------------------------------------------- <=> <=> BARU! SITUS PELITAKU <=> Puji Tuhan! Dengan gembira kami mengumumkan bahwa Yayasan Lembaga SABDA kembali meluncurkan sebuah situs baru yang diberi nama Situs PELITAKU (singkatan dari: Penulis Literatur Kristen dan Umum). Situs PELITAKU khusus dirancang untuk para penulis Kristen, baik mereka yang masih menjadi pemula ataupun yang sudah berpengalaman. Di dalamnya Anda akan menemukan berbagai bahan artikel, panduan, dan kisah-kisah yang berkaitan dengan dunia penulisan. Tujuan dibangunnya situs ini adalah untuk mendukung pelayanan bagi penulis- penulis Kristen agar mereka dibekali dengan bahan-bahan yang cukup sehingga dapat berkarya bagi kemuliaan Tuhan. Nah, bagi Anda yang memiliki minat untuk mengembangkan karir dalam dunia penulisan Kristen ataupun yang masih sekadar ingin belajar menulis, segeralah berkunjung ke Situs PELITAKU di: ==> http://www.sabda.org/pelitaku/ <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> e-KONSEL <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Evie, Raka PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2006 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> Anda punya masalah/perlu konseling? < masalah-konsel(at)sabda.org > Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org > ===================================================================== Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org > Berhenti : < unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org > Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Situs C3I : http://www.sabda.org/c3i/ <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |