Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/66

e-Doa edisi 66 (15-11-2012)

Doa dan Puasa 1

_________________________________e-Doa________________________________
                       (Sekolah Doa Elektronik)

BULETIN DOA -- Doa dan Puasa 1
Edisi November 2012, Vol.04 No.66

DAFTAR ISI
ARTIKEL DOA: DOA DAN PUASA (1)
KESAKSIAN DOA: ALLAH MENJAGAKU

Shalom,

Jika dilihat ke belakang, banyak peristiwa besar dalam sejarah Alkitab
terjadi karena adanya seseorang yang berdoa dengan sungguh-sungguh.
Bahkan, tidak hanya berdoa, melainkan juga berpuasa; seperti kisah
dalam Kitab Ester. Besarnya pengaruh doa dan puasa dalam kehidupan
Kristen, mendorong kami untuk menyajikan artikel dengan topik doa dan
puasa dalam dua edisi berturut-turut. Dalam edisi pertama, sajian kami
akan lebih berfokus pada doa. Kita akan belajar dari kehidupan doa
Daniel dan Nabi Yoel. Harapan kami, artikel ini menggugah Anda untuk
memiliki kesadaran akan adanya peperangan rohani yang terus
berlangsung, satu peperangan yang mungkin saat ini sedang berusaha
menghancurkan tembok kerohanian pribadi, keluarga, sahabat-sahabat,
kota, bahkan negara kita. Mari bersatu untuk bersama-sama mematahkan
setiap strategi serangan si jahat. Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi Tamu e-Doa,
Berlian Sri Marmadi
< http://doa.sabda.org >

                       ARTIKEL: DOA DAN PUASA 1

Alkitab mengemukakan dua hal yang sepintas lalu terlihat saling
bertentangan, tetapi sesungguhnya sama-sama berlaku di dalam
kehidupan. Di satu sisi, rencana atau kehendak Tuhan yang
diungkapkan-Nya pasti akan tergenapi. Di sisi lain, kadang-kadang
Allah menginginkan agar manusia menggunakan iman mereka dan turut
mengambil keputusan sendiri sebagai syarat yang dibutuhkan, supaya
rencana-Nya tergenapi. Untuk melakukan doa syafaat atau mendoakan
orang lain sebagai pihak perantara, kita perlu benar-benar memahami
hal itu.

Doa Syafaat Daniel

Salah satu contoh yang membuat kita mengerti hal tersebut adalah
pelayanan doa syafaat Daniel. Daniel melaporkan: "pada tahun pertama
kerajaannya itu aku, Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah
tahun yang menurut firman TUHAN kepada nabi Yeremia akan berlaku atas
timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun. Lalu aku
mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon,
sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu." (Daniel 9:2-3)

Daniel bukan saja sebagai nabi. Dia juga seorang ilmuwan yang rajin
belajar dan dengan saksama menyelidiki nubuat-nubuat. Ketika
mempelajari nubuat Nabi Yeremia, ia menemukan salah satu janji Tuhan,
"Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh tahun
bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku
itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini." (Yeremia 29:10)
Daniel tahu bahwa masa tujuh puluh tahun tersebut sudah hampir
berakhir. Ia menyadari bahwa saat yang dijanjikan Tuhan bagi kelepasan
dan pemulihan Israel sudah sangat dekat.

Daniel berdoa secara teratur bagi pemulangan bangsa Israel ke negeri
nenek moyang mereka, bahkan sampai tiga kali dalam sehari. Dengan
memerhatikan apa yang dilakukan Daniel setelah mendapatkan pewahyuan
tersebut, kita dapat belajar sesuatu yang penting mengenai pelayanan
doa syafaat. Seorang yang masih berpikiran duniawi, yang membaca janji
Tuhan melalui nabi Yeremia itu, mungkin saja menarik kesimpulan bahwa
untuk selanjutnya ia tak perlu berdoa lagi. Mengapa kita masih harus
mendoakannya? Bukankah Allah sudah pasti menepati janji-Nya untuk
memulihkan keberadaan bangsa Israel pada masa itu?

Tindakan Daniel justru sebaliknya. Ia tidak memandang janji Tuhan itu
sebagai sesuatu yang membebaskannya dari kewajiban untuk mendoakan
bangsanya. Ia justru melihatnya sebagai suatu tantangan untuk mencari
wajah Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh daripada sebelumnya.
Semangat baru untuk berdoa diungkapkannya dengan begitu indah: "Lalu
aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah ..." (Daniel 9:3) Dalam
kehidupan doa setiap orang, akan tiba saatnya untuk "mengarahkan
muka". Saat itu tak ada yang bisa menghalang-halangi kita lagi -- baik
itu kekecewaan atau pertentangan yang kita hadapi, sampai doa kita
benar-benar dijawab dan kita mendapatkan suatu pegangan atas dasar
firman Tuhan.

Ketika mencari wajah Tuhan dengan sungguh-sungguh, Daniel menyadari
bahwa doanya perlu didukung oleh puasa -- Berkatalah Daniel, Aku
mengenakan kain kabung serta abu. Kain kabung dan abu merupakan tanda
lahiriah orang yang berdukacita. Sekali lagi, kita melihat betapa
eratnya hubungan antara puasa dan perkabungan. Kalau kita meneliti
lebih lanjut doa Daniel yang tercatat dalam ayat-ayat berikutnya, kita
akan melihat bagaimana puasa dan perkabungan juga dikaitkan dengan
merendahkan diri. Menurut standar manusia, Daniel adalah salah seorang
yang paling saleh dan takut akan Allah, yang disebutkan di dalam
Alkitab. Tetapi, Daniel sendiri tidak pernah menganggap dirinya lebih
saleh atau lebih benar daripada orang-orang yang didoakannya. Ia
bahkan menyamakan diri dengan bangsanya yang bersikap memberontak dan
sering murtad terhadap Tuhan.

Dalam doanya, Daniel selalu berkata, "Kami telah berbuat dosa dan
salah, kami telah berlaku fasik ... Ya Tuhan, Engkaulah yang benar,
tapi patutlah kami malu seperti pada hari ini ..." (Daniel 9:5,7)
Daniel selalu mengatakan dengan kata "kami". Di dalam doanya, Daniel
selalu menganggap dirinya sebagai salah seorang yang pantas untuk
turut mendapat hukuman yang akan ditimpakan Tuhan atas Umat-Nya. Jadi,
doa-doa Daniel menjadi lebih efektif karena ia mengakui dirinya turut
bersalah. Hal ini diungkapkan melalui tiga hal yang saling berkaitan
yaitu puasa, perkabungan, dan merendahkan diri. Dalam 2 Tawarikh 7:13-14,
Tuhan memberitahukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh umat-Nya,
agar negeri mereka dipulihkan -- "Bilamana ... umat-Ku, yang atasnya
nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa, dan mencari wajah-Ku lalu
berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari
Surga dan mengampuni dosa mereka; serta memulihkan negeri mereka."

Ada empat persyaratan yang diberikan Tuhan; umat-Nya harus merendahkan
diri, berdoa, mencari wajah Tuhan, dan berbalik dari jalan-jalannya
yang jahat. Apabila semua persyaratan tersebut dipenuhi, Allah
bersedia mendengarkan doa umat-Nya dan memulihkan negeri mereka.
Melalui contoh yang diberikan Daniel ini, kita mempelajari tujuan
sebenarnya dari semua persyaratan itu. Daniel merendahkan diri; ia
berdoa, ia mencari wajah Tuhan, ia merasa dirinya turut bersalah dalam
dosa bangsanya, dan berbalik kepada-Nya. Karena doa syafaat Daniel
itulah, maka Israel mengalami pemulihan dan negeri mereka pun
dipulihkan.

Ketika Daniel masih remaja dan tiba di negeri Babel untuk pertama
kalinya, doanyalah (bersama dengan karunia pewahyuan) yang mengubahkan
hati Raja Nebukadnezar, sehingga orang-orang Yahudi di Babel mulai
diperlakukan dengan baik dan hormat. Menjelang akhir kehidupan Daniel,
kerajaan Babel digantikan oleh kerajaan Persia. Pada waktu itu, doa
dan puasa Daniellah yang membuka jalan bagi pemulangan Israel ke
negeri leluhur mereka. Selama periode hampir 70 tahun, berbagai
perubahan besar terjadi secara berturut-turut dalam sejarah bangsa
Israel, yang merupakan jawaban atas doa-doa Daniel. Dengan mempelajari
doa syafaat Daniel, kita mendapat suatu pelajaran yang penting: jangan
sekali-sekali kita berhenti berdoa hanya karena hal yang harus
didoakan itu sudah dinubuatkan atau dijanjikan dalam firman Tuhan.

Nubuat dan janji Tuhan itu harus mendorong kita untuk berdoa dengan
lebih bersungguh-sungguh lagi, dengan pengertian yang penuh tentang
tujuan kehendak Allah. Jadi, apabila Allah memberitahukan rencana yang
sedang dikerjakan-Nya, jelas Ia tidak bermaksud supaya umat-Nya
sekadar menjadi penonton yang pasif, yang hanya menyaksikan apa yang
terjadi dalam sejarah umat manusia. Maksud-Nya adalah supaya mereka
segera mendukung rencana-rencana Tuhan dan ambil bagian dalam
penggenapannya. Apabila Tuhan memberikan pewahyuan-Nya kepada kita,
berarti kita harus berani memberi dukungan dan melibatkan diri.

Seruan Nabi Yoel Diulang Tiga Kali

Hal yang kita bahas ini adalah pencurahan Roh Kudus, yang kini semakin
terasa dampaknya di seluruh Gereja Tuhan di dunia. Nabi besar yang
bernubuat tentang hal ini adalah Yoel. Di dalam nubuat Yoel, Tuhan
memberi pewahyuan bahwa umat-Nya akan mengalami lawatan Roh Kudus yang
luar biasa. "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan
mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki
dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat
mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan."
(Yoel 2:28) Ketika Roh Kudus dicurahkan pertama kalinya pada hari
Pentakosta, nubuat Yoel ini dikutip oleh Rasul Petrus (Kisah Para
Rasul 2:16-17 -- tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan
perantaraan nabi Yoel: Akan terjadi pada hari-hari terakhir --
demikianlah firman Allah -- bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas
semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan
bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan,
dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi).

Apabila kita membandingkan ayat-ayat dalam Kitab Yoel dengan Kisah
Para Rasul, kita akan melihat suatu perbedaan yang cukup penting.
Dalam Kitab Yoel dikatakan "Kemudian dari pada itu akan terjadi ...",
sedangkan Petrus berkata, "Akan terjadi hari-hari terakhir ..." Petrus
menerapkan kata-kata tersebut kepada hal yang sedang terjadi pada hari
Pentakosta itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hari Pentakosta
merupakan periode yang disebut dalam Alkitab sebagai "hari-hari
terakhir itu". Periode yang disebut "hari-hari terakhir" itu belum
berakhir sekarang, bahkan akan berlanjut terus sampai zaman ini
berakhir. Jadi, kata-kata Rasul Petrus itu menunjukkan saat mulainya
"hari-hari terakhir" itu menurut Alkitab.

Mengenai hal ini, penting pula untuk diperhatikan bahwa pencurahan Roh
Kudus yang dinubuatkan Nabi Yoel itu akan berlangsung dalam dua tahap
yang disebut: "hujan awal dan hujan akhir". Hal ini dinyatakan dalam
Yoel 2:23 "... diturunkan-Nya kepadamu hujan". Hujan ini adalah suatu
gambaran bayangan dan Roh Kudus yang dicurahkan adalah kegenapannya.
Menurut pergantian musim di Israel, hujan awal biasanya jatuh pada
permulaan musim dingin (sekitar bulan November), sedangkan hujan akhir
biasanya jatuh pada akhir musim dingin (sekitar bulan April dan
Maret). Dengan demikian, hujan akhir itu kira-kira bersamaan waktunya
dengan perayaan paskah, yang menurut kalender Agama Yahudi jatuhnya
pada pertengahan "bulan pertama" (Keluaran 12:2).

Berdasarkan pola hujan tersebut, kita dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut: jatuhnya hujan awal pencurahan Roh Kudus menandakan permulaan
"hari-hari terakhir" dan hujan akhir pencurahan Roh Kudus menandakan
selesainya "hari-hari terakhir". Dengan demikian, baik pada waktu
memulai maupun pada waktu mengakhiri pekerjaan Tuhan sehubungan dengan
Gereja-Nya di dunia ini, akan terjadi suatu pencurahan Roh Kudus
secara besar-besaran. Hujan awal pencurahan Roh kudus sudah terjadi
atas gereja mula-mula. Hujan akhir pencurahan Roh Kudus kini sedang
terjadi atas gereja Tuhan di seluruh dunia pada zaman ini. Itulah yang
terkandung dalam perkataan "hari-hari terakhir" yang dipakai oleh
Petrus.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Pelita Kristen, Februari - Maret 1996,
               No. 322 - 323, Tahun XXVII
Judul asli artikel: Berpuasa Mendatangkan Hujan Akhir
Penulis: Derek Prince
Penerbit: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (Kristen)
          Protestan Dep. Agama RI, Jakarta 1996
Halaman: 2 -- 5

                   KESAKSIAN DOA: ALLAH MENJAGAKU

TO, seorang Kristen dari latar belakang agama lain, tahu pentingnya
berdoa dan mengampuni musuh. "Alkitab telah mengajar aku untuk
mengasihi mereka dan peduli kepada mereka, apa pun yang telah mereka
lakukan terhadapku," katanya. "Oleh karena itu, aku mengampuni mereka
karena Tuhan telah mengampuni aku. Ia telah mengampuni aku karena
dosa-dosaku, dan sekarang Dia meminta aku untuk mengampuni mereka yang
telah berbuat dosa terhadap aku," kata TO. Ketika Kristus mengampuni,
demikian juga kita harus mengampuni. ".... Itulah apa yang Dia
harapkan dari kita untuk dilakukan, bahkan saat kita menghadapi
penganiayaan."

Bertahun-tahun yang lalu, ketika TO menerima Kristus dan menikahi pria
Kristen, keluarga agama lainnya menolak mengakui iman barunya. Ketika
suaminya meninggal mendadak, mereka sama sekali tidak mau mengakui TO
sebagai bagian dari keluarganya sendiri. Penolakan keluarga bukanlah
satu-satunya yang ia alami. Pada tahun 2004, segerombolan agama lain
hampir membunuhnya. "Mereka memukul kepalaku dengan papan tebal
berpaku," kata TO. Ia berusaha mempertahankan diri ketika penyerangan
berlanjut. "Para penyerang mengambil sebuah belati dan menyobek lengan
kanan dan kirinya. Dan, setelah belati mereka terjatuh, mereka
menggunakan kayu untuk memukuli sekujur tubuhku; mereka memukuli
kepalaku dengan tongkat. Ketika aku melihat sekitarku, ada orang-orang
agama lain yang hanya berdiri dan menonton," katanya.

Para penyerang melanjutkan penyerangan brutal mereka dengan gelas yang
pecah. Luka TO berdarah hebat. Ia berlari menuju seorang pria yang
sedang berjalan menuju ke mobilnya. "Aku berkata, `Tolong aku!
Orang-orang ini akan membunuhku,`" kata TO. "Pria itu berkata,
`Pergilah dariku; kamu kafir. Apa yang aku lakukan dengan kafir
sepertimu di mobilku? Biarlah mereka membunuhmu. Itulah yang
sepantasnya kamu dapatkan.`" "Aku melihat sekelilingku dan tidak ada
lagi tempat untuk berlari; mereka mengitari aku. Lalu aku berkata,
`Yesus, aku menyerahkan rohku ke dalam tangan-Mu; biarlah rencana-Mu
jadi dalam hidupku`" Segera setelah TO berdoa, seorang agama lain
menolongnya dari gerombolan penyerang tersebut dan membawanya ke rumah
sakit. "Aku mengalami pendarahan serius. Tetapi, Tuhan masih
menjagaku," kata TO.

Selama penyerangan, TO tidak menyadari bahwa orang-orang Kristen di
seluruh Kano sedang diburu seperti mangsa, ditembak, dan ditikam
hingga mati oleh kelompok tertentu dari agama lain. Kelompok itu
membenarkan tindakan mereka sebagai balasan atas kerusuhan yang
terjadi sebelumnya di kota Jos. Anak-anak TO, E dan J, membesuknya di
rumah sakit sore harinya. E (8 tahun) berkata, "... Mama, mama pasti
selamat. Yesus telah menyelamatkanmu; tidak ada seorang pun yang dapat
melakukan itu untukmu .... Jangan menangis mama." TO menyeka air
matanya. ".... sampai hari ini, Tuhan memakainya untuk menguatkan
aku," tambahnya.

Alkitab Adalah Senjata Kami

Setelah dua minggu di rumah sakit, TO pulang. Tuhan mengubah kejadian
yang hampir merenggut nyawanya itu menjadi suatu kesaksian yang luar
biasa, yang ia gunakan untuk menguatkan wanita lain. TO sekarang
bekerja dengan salah satu lembaga Kristen di Kano. Tugasnya adalah
menjadi pembimbing bagi para janda yang telah kehilangan suami mereka
karena penganiayaan. "... Aku mengatakan kepada para janda bahwa
mereka harus memandang diri mereka sesuai dengan firman Tuhan. Jika
kamu memunyai firman Tuhan, tidak ada yang dapat menghalangi
langkahmu. Alkitab telah memberikan kepada kita semua senjata. Itulah
apa yang aku katakan pada mereka setiap waktu."

TO memunyai pengertian yang benar tentang apa yang firman Tuhan
katakan, mengenai penderitaan yang ia bagikan dengan wanita lain. Ia
mendorong mereka untuk mengenal Tuhan lebih lagi. Ini menolong
meneguhkan iman mereka selama mereka mengalami kesulitan atau
penganiayaan. "Itu akan terjadi ketika kamu mengikuti Yesus dan
percayalah bahwa aku tahu rasanya menderita -- keluarga besarku telah
membuang aku... mereka berkata, `Kami ingin tahu keadaanmu dan kapan
kamu akan kembali pulang?` Aku berkata, `Aku tidak akan pernah pulang
dan hidupku hanya untuk Yesus.`"

Ia bahkan tahu beberapa orang yang diam-diam menjadi Kristen, tetapi
mereka begitu takut untuk menyatakan iman karena kemungkinan akibat
yang akan timbul. "Jika kamu seorang agama lain dan kamu berpindah
keyakinan menjadi Kristen, mereka akan mencari cara untuk membunuhmu,
untuk menyingkirkanmu, tanpa berpikir dua kali," katanya. Ia menjawab
ketakutan para janda dengan menunjukkan pada mereka karakter Kristus.
"Yesus tidak pernah meminta kita untuk berperang bagi-Nya; bahkan Dia
malah mengatakan bahwa kita harus berdoa bagi mereka yang menganiaya
kita. Dan itulah yang sebaiknya kita lakukan setiap hari, dan kita
tidak berdoa agar Tuhan membalaskan dendam kita."

Diambil dari:
Judul buletin: Kasih Dalam Perbuatan (KDP),
               Edisi September - Oktober 2009
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2009
Halaman: 5 -- 7

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org