Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/62

e-Doa edisi 62 (13-9-2012)

Doa Adalah Perjuangan Iman (1)

_________________________________e-Doa________________________________
                       (Sekolah Doa Elektronik)

BULETIN DOA -- Doa Adalah Perjuangan Iman (1)
Edisi September 2012, Vol.04 No.62

DAFTAR ISI
RENUNGAN DOA: BERDAMAI DENGAN TUHAN
ARTIKEL DOA: DOA ADALAH PERJUANGAN IMAN 1

Shalom,

Bagi beberapa orang, berdoa adalah sebuah kegiatan yang dilakukan
untuk memenuhi kewajiban dalam beragama. Ketika doa tidak kunjung
dijawab, mereka pun cepat putus asa dan berpaling dari Allah. Dalam
edisi ini, kami akan membagikan artikel yang membahas doa sebagai
perjuangan iman. Karena artikel ini cukup panjang, maka kami
membaginya menjadi dua edisi -- 62 dan 63, sehingga Anda lebih mudah
untuk menyimak dan menarik nilai-nilai, serta prinsip yang dapat
membangun kehidupan doa Anda. Kiranya artikel yang kami sajikan dapat
meneguhkan kehidupan doa Anda. Selamat menyimak, selamat bertumbuh
dalam iman. Tuhan Yesus memberkati!

Redaksi Tamu e-Doa,
Yosua Setyo Yudo
< http://doa.sabda.org >

                   RENUNGAN DOA: BERDAMAI DENGAN TUHAN

Tuhan akan mendengarkan doa semua orang yang meminta belas kasihan-Nya
melalui perantaraan Tuhan Yesus. Dia tidak pernah memandang rendah
jeritan orang yang menyesal karena dosa. Dia adalah Allah yang siap
mendengar semua orang yang ingin berdamai dengan-Nya. Namun, dalam
beberapa hal Allah memang tidak mendengar doa dan mengabulkan
permintaan orang-orang berdosa karena mereka masih berkubang di dalam
dosa. Bila Dia memaklumi perbuatan mereka, berarti Dia menyetujui
perbuatan dosa mereka. Namun, bila mereka bertobat dan berseru kepada
Yesus Kristus, Dia akan mendengar seruan mereka dan menyelamatkan
mereka. Tetapi, jika mereka tidak berdamai terlebih dulu dengan Dia,
maka doa-doa mereka akan berlalu seperti angin.

Kunci emas untuk membuka pintu surga tidak mungkin digantungkan di
pinggang seorang pemberontak. Dan lagi, Allah tidak mendengar
perkataan semua anak-Nya dengan cara yang sama, atau selalu sama
setiap waktu karena tidak setiap orang percaya kuat dalam doa. Bacalah
Mazmur 99 dan Anda akan menemukan perkataan seperti ini: "Musa dan
Harun di antara imam-imam-Nya, dan Samuel di antara orang-orang yang
menyerukan nama-Nya. Mereka berseru kepada Tuhan dan Ia menjawab
mereka." Ya, Dia menjawab mereka -- Musa, Harun, Samuel. Dia menjawab
doa mereka karena kehidupan mereka tetap memuliakan Dia.

Ketika anak-anak Allah mengetahui doa-doa mereka tidak dikabulkan,
sebaiknya mereka menyelidiki dan mencari tahu mengapa doa mereka
terhalang.

Diambil dari:
Judul buku: Waktu Teduh Bersama Charles Spurgeon
Judul asli buku: Quiet Times with Charles Spurgeon
Penulis: Charles Spurgeon
Penerjemah: Haniel Eko N.
Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2004
Halaman: 70

                 ARTIKEL DOA: DOA ADALAH PERJUANGAN IMAN 1

"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan,
bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya:
`Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan
tidak menghormati seorangpun. Di kota itu ada seorang janda yang
selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap
lawanku. Berapa waktu lamanya hakim itu menolak tetapi kemudian ia
berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak
menghormati seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku,
baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan
akhirnya menyerang aku.` Kata Tuhan: `Camkanlah apa yang dikatakan
hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang
pilihan-Nya yang siang dan malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia
akan mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata
kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak
Manusia itu datang adakah Ia mendapati iman di bumi?`" (Lukas 18:1-8)

Melalui perumpamaan yang dikemukakan-Nya kepada murid-murid-Nya, Tuhan
Yesus mengingatkan bahwa doa merupakan pergumulan yang menuntut
keuletan dan ketangguhan. Melalui perumpamaan ini, ada beberapa hal
yang perlu direnungankan. Sebagai orang percaya, kita tahu apa yang
harus kita perbuat saat bergumul dan berdoa kepada Allah. Pertama,
Tuhan Yesus mengawali perumpamaan-Nya dengan kalimat pembuka yang
menegaskan, agar kita selalu berdoa dan berjaga-jaga dengan tidak
jemu-jemu. Bilamana doa hanya merupakan kewajiban atau tanggung jawab
kekristenan saja, atau dapat pula di katakan hanya merupakan bagian
dari tata keagamaan belaka, maka doa akan menjadi suatu beban berat
dan sulit untuk dilakukan.

Bagi banyak orang, doa merupakan pekerjaan yang membosankan; apalagi
jika orang itu tengah bergumul dan mengharapkan pertolongan dari
Tuhan. Setelah sekian lama ia bergumul dan tidak ada tanda-tanda akan
datangnya pertolongan, rasa jemu, kesal, dan kecewa biasanya mulai
menjangkiti hatinya. Saat jiwa dalam kondisi tidak stabil seperti ini,
kekecewaan terhadap Tuhan akan semakin bertambah-tambah. Kekecewaan
seseorang terhadap Tuhan karena doanya tidak terwujud seperti yang ia
inginkan terjadi karena orang tersebut tidak mengerti dengan benar
arti atau presepsi doa yang sesungguhnya. Kalau saja ia mengerti,
kekecewaan itu tidak perlu terjadi karena kekecewaan terhadap Tuhan
hanya akan memperuncing persoalan.

Melalui perumpamaan tentang seorang janda yang datang kepada hakim
yang lalim ini, kita dapat belajar banyak hal. Perhatikan bagaimana
kegigihan janda itu dalam berjuang dan memohon kepada si hakim lalim,
agar ia bersedia memenangkan perkaranya. Meskipun sudah berulang kali
datang dan ditolak, janda ini tidak menyerah begitu saja. Sebaliknya,
ia tetap maju dan berusaha untuk meluluhkan hati si hakim. Janda ini
tidak memedulikan harga diri atau perasaan kecewa karena ditolak dan
tidak dihargai. Sekalipun berulang kali ditolak, penolakan bukanlah
benteng terakhir yang tidak mungkin dapat diterobos. Bagi sang janda,
setiap penolakan merupakan keberhasilan yang tertunda, bukan akhir
dari segala usahanya. Sekalipun ia hanya seorang janda, tidak ada
suami yang dapat membantunya memperjuangkan perkara, bahkan tanpa
dukungan dari siapa pun, ia masih memiliki dukungan dari dirinya
sendiri yaitu tekad dan kemauan keras untuk menang dan berhasil!
Olehnya, segala perasaan yang dapat meracuni semangat dan kegigihan
hatinya, ia tepis jauh-jauh. Ia tahu persis kegigihannya pasti
membuahkan hasil.

Sang janda itu tidak peduli seberapa lalim hakim yang harus
dihadapinya. Entah hakim lalim itu masih memunyai rasa belas kasihan
atau tidak, ia tidak peduli. Bagi si janda, yang penting saat ini
adalah berusaha dan berjuang dengan gigih untuk memenangkan perkaranya
karena hanya itulah harapan yang tersisa di dalam hidupnya. Sebagai
orang beriman, kita juga harus memahami makna kegigihan dalam iman
Kristen, sebagaimana digambarkan oleh si janda ini dalam perumpamaan
yang dikisahkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan mengingatkan kita bahwa doa
adalah perjuangan iman. Di dalam perjuangan, kita harus memiliki modal
yang bernama tekad dan kemauan keras serta siap menghadapi berbagai
risiko.

Di dalam Alkitab, banyak diberikan contoh tentang tokoh pejuang iman
yang dengan gigih berdoa kepada Tuhan. Sekalipun telah berseru-seru
kepada Allah dan seolah-olah tidak memperoleh hasil dari jeritan dan
seruannya, mereka tidak menyerah begitu saja. Sebaliknya, mereka tetap
maju, bertelut di hadapan Allah, dan berseru memanggil nama-Nya dengan
pengharapan agar tangan-Nya terulur menolongnya. Seperti yang
dilakukan Daud tatkala ia berdoa kepada Tuhan, "Berapa lama lagi
TUHAN, Kau lupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan
wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran
dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi
musuhku meninggikan diri atasku?" (Mazmur 13:2-3)

Melalui seruan dalam ayat tersebut, kita dapat mengetahui betapa hebat
ketakutan dan kesulitan yang tengah dialami oleh sang pendoa -- Daud.
Empat kali ia berseru dan bertanya kepada Allah, dengan kalimat
pembuka pertanyaan yang menyatakan kesabarannya dalam penantian yang
seolah tanpa kepastian. "Berapa lama lagi, TUHAN, Kau lupakan aku
terus menerus?" Setelah sekian lama berdoa dan seolah-olah tidak
mendapat tanggapan apa-apa dari Tuhan, ketakutan, kecemasan, dan
kekhawatiran mulai merayapi hati Daud. Ia bertanya-tanya di dalam
hati, apakah benar Tuhan telah melupakannya sehingga Ia tidak lagi
sudi mendengarkan dan memedulikan hamba yang diurapi-Nya?

Tidak biasanya Tuhan berbuat demikian kepada Daud. Tetapi mengapa kini
Ia seolah-olah telah mencampakkannya dan melupakannya? Mengapa seolah
Tuhan tidak memedulikan permohonannya lagi? Benarkah Allah telah
melupakannya? Seandainya benar demikian, bagi Daud masih ada
kesempatan untuk memohon kepada-Nya. Oleh sebab itu, setelah satu kali
memohon dan seolah telah dilupakan Allah, dengan bermodalkan iman dan
keyakinan bahwa kasih setia Allah kekal selamanya, Daud berkata,
"Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan
kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5) Daud tidak menyerah
begitu saja.

Saat ia masih menjadi seorang gembala domba milik keluarganya, Allah
dengan kasih setia-Nya telah memanggilnya dan mengurapinya serta
mengangkatnya menjadi raja atas umat-Nya. TUHAN juga yang telah
membuat tangannya terampil dan selalu memenangkan peperangan, sehingga
Goliat dan pasukannya dikalahkan oleh pertolongan Allah. Bagi Daud,
tidak ada alasan untuk tidak tetap bersandar kepada pertolongan dan
kasih setia Allah. Terlalu banyak hal yang ajaib yang telah Allah
perbuat bagi dirinya. Berbekalkan pengharapan itulah, untuk kedua
kalinya, ia datang kembali kepada Allah dan memohon belas kasih-Nya,
"Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku?" Atau dengan
kata lain, Daud ingin bertanya sampai kapan ia harus menanti tanpa
kepastian? Mungkinkah Tuhan sudah bosan atau jemu melihat wajah Daud
yang setiap kali berseru dan memanggil Dia, sehingga Allah
menyembunyikan wajah-Nya dan tidak berkenan memandang Daud? Sampai
kapankah Tuhan akan tetap bersikap tidak peduli kepadanya?

Bilamana Tuhan sudah menyembunyikan wajah-Nya dan tidak lagi mau
peduli, kepada siapa lagi Daud harus berseru? Kenyataan seperti yang
sedang dialami Daud memang sangat menyakitkan. Dalam kondisi yang
sangat kritis seperti ini, hanya Tuhanlah satu-satunya pertolongan.
Namun, kini Ia tidak berkenan ditemui, bahkan menyembunyikan
wajah-Nya. Walaupun demikian, Daud tidak menyerah. Ia tidak ingin
terperangkap oleh perasaan hatinya. Ia tidak ingin memunyai praduga
yang salah terhadap Allah. Sebab itu, ia berseru dan bertanya kembali,
"Berapa lama lagi aku harus menaruh kekhawatiran dalam diriku dan
bersedih hati sepanjang hari?" Sampai kapan harus terombang-ambing
dalam penantian yang tiada berujung pangkal ini? Sampai kapan
kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan, beramai-ramai berkecamuk dan
menggerogoti jiwa? Sampai kapan kenyataan pahit ini akan berlalu dan
bilakah tangan Allah akan terulur untuk menolong?

Tenggorokan serasa telah kering dan air mata pun turut mengering.
Entah sampai kapan kenyataan pahit seperti ini akan berlangsung.
Jeritan dan seruan yang telah ditujukan kepada Tuhan, seolah membentur
pada tembok bisu yang tidak mampu memberi tanggapan apa-apa, sementara
musuh semakin mendekat dan kegarangannya semakin menjadikan hati ini
hancur tanpa pengharapan. Sekalipun tak satu pun dari jerit dan
permohonan Daud yang mendapat tanggapan dari Allah, namun benarkah
Allah telah meninggalkan dan tidak peduli lagi kepada Daud, orang yang
dipilih dan diurapi-Nya sendiri itu? Walaupun demikian Daud tidak
menyerah begitu saja. Ia masih berharap dan bersandar kepada Allah
karena ia tahu dan sadar dengan segenap hati bahwa Tuhan tetaplah
satu-satunya pertolongan yang dapat diandalkan.

Untuk keempat kalinya, ia bertanya kepada Allah, "Berapa Lama lagi
musuhku meninggikan diri atasku?" Ketika jiwanya mulai tertekan, Daud
masih memiliki penghiburan lain. Dengan cara mengingat-ingat perbuatan
baik yang dilakukan TUHAN di masa lalu, ia memperoleh kekuatan baru
untuk berharap kepada Allah. Sama seperti yang tengah dialami oleh
Bani Korah, tatkala mereka tengah ketakutan di padang belantara nan
gersang, di mana musuh mengepung sambil mengolok-olok dan mengejek,
bahwa seolah-olah Allah Israel tidak mampu lagi berbuat apa-apa untuk
umat-Nya: "Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah
aku boleh datang melihat Allah? Air mataku menjadi makananku siang dan
malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: `Di mana
Allahmu?` Mengapa engkau tertekan hai jiwaku, dan gelisah di dalam
diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi
kepada-Nya. Penolongku dan Allahku! Jiwaku tertekan dalam diriku,
sebab itu aku teringat kepada-Mu dari tanah sungai Yordan dan
pegunungan Hermon dan gunung Mizar." (Mazmur 42:3-4, 6-7)

Orang-orang beriman senantiasa tetap akan memiliki pengharapan kepada
Allah, sekalipun seolah-olah Tuhan tidak memberi tanggapan terhadap
doa dan seruan umat-Nya. Itu tidak berarti bahwa tidak ada pengharapan
untuk memperoleh pertolongan dari Allah. Melalui sikap dan kegigihan
Daud di dalam doanya, kita memperoleh suatu pelajaran berharga. Doa
bukanlah sekadar sarana untuk memaksa tangan Allah supaya terulur
untuk mengatasi persoalan yang tengah kita hadapi. Doa juga bukan
merupakan sarana untuk menuntut atau menyudutkan Allah karena
janji-janji-Nya kepada kita. Memang benar bahwa orang beriman hidup
dari iman, yaitu bersandar kepada janji-janji Allah. Akan tetapi, kita
harus ingat bahwa janji Allah bukanlah alat yang dapat kita gunakan
untuk memaksa Allah menjawab dan memenuhi keinginan kita.

Oleh karena itu, kita harus mengerti dengan benar akan presepsi doa
yang sesungguhnya. Doa adalah perjuangan iman, di mana orang yang
tengah berdoa harus memotivasi dirinya dengan tekad dan kegigihan
untuk tetap berharap dan bersandar kepada Allah. Sekalipun seolah
Allah tidak memberi tanggapan, tidak berarti bahwa pendoa harus
menyerah begitu saja. Oleh sebab itu, sekalipun sudah empat kali ia
berseru dan tidak memperoleh jawaban, Daud masih tetap memiliki
keyakinan, iman, dan pengharapan kepada Allah: "Pandanglah kiranya,
jawablah aku, Ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya
jangan aku tertidur dan mati, supaya musuhku jangan berkata: `Aku
telah mengalahkan dia,` dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila aku
goyah." (Mazmur 13:4)

Dalam Mazmur 13:4-5, dengan tegas Daud menunjukkan sikapnya yang
konsisten dan imannya yang stabil. Ia pun berseru dan memproklamasikan
bahwa Tuhan tetap sebagai Allahnya. Tidak ada Allah lain yang dapat
menggantikan kedudukan Allah. Sekalipun segala sesuatunya tampak suram
tanpa pengharapan, "Sekalipun Engkau belum datang untuk menolong aku,
Engkau, TUHAN, tetaplah Allahku. Allahku bukanlah kekuatanku sendiri.
Allahku bukanlah hartaku. Allahku bukanlah kekuasaanku. Allahku
satu-satunya tetaplah Engkau, TUHAN! Bagaimanapun keadaanku, Engkau
tetaplah Allahku! Tempatku untuk mengadu dan berseru meminta
pertolongan! Demikianlah pengakuan Daud, baginya Allah adalah
segala-galanya.

Kerinduan untuk menyaksikan perbuatan tangan-Nya yang dahsyat dan
campur tangan Allah di dalam mengatasi kesulitan yang tengah di
hadapinya tetaplah membara. Meski telah sekian lama menanti tanpa
kepastian, Daud tetap menanti dengan sabar serta tetap miliki
pengharapan kepada-Nya. Dengan segenap hati ia menyadari bahwa waktu
Tuhan bukan waktunya, dan cara-Nya untuk bertindak tidak dapat diatur
oleh kebutuhan atau kehendak Daud. "Sebab rancangan-Ku bukanlah
rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku
dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9)

Diambil dan disunting dari:
Judul majalah: Pukat, Edisi Mei - Juni 1997
Penulis: Pdp. Itnawanto
Penerbit: GBI Mawar Sharon, Jakarta 1997
Halaman: 51 -- 54

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan
         Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org