Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/84

e-Doa edisi 84 (16-8-2013)

Doa dalam Perjanjian Lama (1)

_________________________________e-Doa________________________________
                       (Sekolah Doa Elektronik)

BULETIN DOA -- Doa dalam Perjanjian Lama (1)
Edisi Agustus 2013, Vol. 05 No. 84

Shalom,

Banyak tokoh Perjanjian Lama yang memiliki hubungan dekat dengan Allah 
dalam doa. Melalui doa, mereka dapat menghadapi segala masalah yang 
mereka hadapi. Berikut ini adalah kisah tokoh-tokoh di dalam 
Perjanjian Lama yang dapat memberikan kita inspirasi dalam berdoa.

Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati!

Redaksi Tamu e-Doa,
Yusak
< http://doa.sabda.org >


            ARTIKEL DOA: DOA-DOA DALAM PERJANJIAN LAMA

Perjanjian Lama memuat banyak kisah tentang orang yang tekun berdoa. 
Ada orang yang berdoa karena berada dalam mara bahaya, meminta 
kelepasan dari Tuhan, memohon pengampunan atas dosa-dosanya, dan 
meminta pertolongan supaya dilepaskan dari jerat Iblis. Peristiwa 
semacam ini tentulah menunjukkan bahwa ada Allah yang hidup, bahwa IA 
ADA dan selalu ADA sepanjang masa. Ia hadir dan senantiasa 
berkomunikasi dengan manusia yang diciptakan-Nya. Dia tidak berubah. 
Hati manusialah yang selalu berubah-ubah.

Permohonan Orang yang Tidak Mengakui Allah

Perjanjian Lama bertutur mengenai permohonan seorang raja Mesir yang 
bergelar Firaun. Firaun tidak percaya kepada Tuhan yang disembah oleh 
orang Israel, yang hidup di tengah-tengah mereka sebagai bangsa yang 
diperhamba. Namun, ia mengakui keberadaan dan kekuasaan Tuhan melebihi 
kekuasaannya. Dengan sikap agak merendah, Firaun meminta Musa dan 
Harun untuk berdoa kepada Tuhan. Tuhan yang disembah oleh Bangsa 
Israel dianggap Firaun sebagai Allah yang dapat menolak bala. Firaun 
meminta dengan sangat kepada Musa supaya mereka dilepaskan dari 
gangguan katak yang memenuhi tempat yang dihuni orang Mesir (Keluaran 
8:8).

Konsep apa yang diakui oleh Firaun melalui permohonan ini? Barangkali, 
ia masih tetap percaya bahwa kemampuan Musa dan Harun menghalau dan 
menolak bala berupa katak itu, serupa dengan kemampuan ahli sihir yang 
ada di istananya. Hanya, ia menyadari bahwa Allah orang Israel lebih 
hebat daripada allah yang mereka sembah. Ia berpikir dalam konsep 
kekuatan yang bersaing. Sesungguhnya, Firaun tidak menganggap Allah 
yang disembah Bangsa Israel itu sebagai Allah yang hidup sama seperti 
allah atau dewa mereka (karena mereka ciptakan sendiri). Para 
petenung, dukun, orang pintar pada masa kini pun menggunakan cara yang 
sama seperti yang digunakan oleh Firaun. Bahkan, banyak juga pengajar 
agama yang memperlakukan Allah sebagai `alat` untuk memaksakan kemauan 
mereka ketika mereka berdoa, seolah-olah Allah dapat dipaksa dengan 
bujuk rayu manusia, sekadar untuk menolak bala atau "mengusir setan" 
yang hinggap ke dalam tubuh manusia.

Apakah permohonan Firaun yang tidak mengakui Allah Bangsa Israel itu 
dikabulkan? Nyatanya, Allah yang hidup, yang disembah umat Allah 
melalui hamba-Nya, mengabulkannya juga. Doa Musa dan Harun dikabulkan 
oleh Allah, demi kebaikan bagi Firaun. Doa yang dikabulkan ini tidak 
membuat Firaun menepati janjinya, dan ia pun mempermainkan Musa dan 
Harun sebagaimana ia mempermainkan tukang-tukang sihirnya, menurut 
kehendak dan kekuasaannya. Sekali lagi, Firaun membuat Musa dan Harun 
sebagai `alat` yang tidak lebih daripada para ahli sihirnya.

Permohonan Firaun adalah doa kaum politikus dengan pertimbangan 
kekuasaan.

Doa untuk Memulihkan Negeri yang Diancam Kehancuran

Nehemia selalu membayangkan kembali negeri leluhurnya. Bangsa Israel 
sudah ditaklukkan oleh orang Babilon dan dicerai-beraikan ke pelbagai 
penjuru dunia. Tembok-tembok Yerusalem sudah terancam roboh. Semua 
kemelut dan penderitaan yang dialami umatnya adalah akibat kesalahan 
dan dosa mereka. Mereka ingkar dari Tuhan. Hukuman yang amat berat 
dijatuhkan kepada mereka. Penderitaan itu puluhan tahun. Akankah Tuhan 
membiarkan umat-Nya binasa dan hilang lenyap dari sejarah umat 
manusia? Nehemia bertanya-tanya di dalam dirinya. Oleh karena itu, ia 
berdoa.

"Berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu 
yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang 
Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang 
Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah 
berbuat dosa" (Nehemia 1:6) Nehemia berdoa bukan untuk dirinya 
sendiri. Ia ingin memulihkan "Rumah Tuhan" yang terbengkalai dan tidak 
ada yang mengurusnya. Rumah Tuhan telah menjadi sarang penyamun, 
menjadi tempat binatang buas, dan orang-orang yang tidak peduli kepada 
Allah yang disembah Bangsa Israel. Apakah Bangsa Israel yang berada di 
pembuangan itu akan membiarkan Yerusalem menjadi padang ilalang atau 
menjadi padang tandus? Tanggung jawab siapa pemulihan kota Tuhan?

Ratapan atas dosa dan kesalahan masa lalu telah disampaikan melalui 
doa. Sisa umat yang berada di pembuangan berdoa dan sepakat untuk 
memohon pertolongan Tuhan agar identitas Tuhan Allah dipulihkan di 
negeri leluhur mereka, di Yerusalem dan sekitarnya. Bala bantuan dari 
mereka yang `makmur` di pembuangan, mereka yang sudah terlalu tua 
untuk kembali ke negeri leluhur membantu dengan mengumpulkan dana, dan 
menyokong usaha Nehemia untuk membangun kembali Rumah Tuhan. Yang 
masih mau kembali berusaha mengumpulkan dana, yang sudah tua renta 
juga bekerja keras mengumpulkan dana, sementara orang-orang yang 
berhasil mencapai kedudukan yang tinggi di pemerintahan berusaha 
mengimbau penguasa tertinggi agar membantu pembangunan itu. Doa dan 
usaha berdampingan. Dan, Nehemia pun memiliki tekad yang bulat untuk 
memulihkan kedaulatan Tuhan di negeri yang telah diruntuhkan dan 
dihancurkan.

Doa Nehemia ini selaras dengan doa leluhurnya, sang raja yang paling 
berkuasa dan perkasa pada zaman Bangsa Israel dan sepanjang sejarah 
bangsa itu -- Raja Daud -- yang juga menyampaikan permohonan kepada 
Tuhan sebagai berikut:

"Dengarkanlah doaku, ya Tuhan, dan berilah telinga kepada teriakku 
minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku 
menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku." 
(Mazmur 39:13) Daud merasa dirinya sebagai `penumpang` dan `pendatang` 
yang tidak dipedulikan orang yang ada di sekelilingnya. Hidupnya yang 
lebih banyak dihabiskan dalam petualangan, kemiliteran yang membuat 
tangannya berlumuran darah -- sekalipun penuh dengan kuasa dan 
kemuliaan duniawi -- ia menyadari bahwa segalanya itu bersifat 
sementara. Hanya kuasa Tuhan yang kekal selama-lamanya. Tuhanlah 
sebagai pelindung, batu karang yang teguh bagi nakhoda kapal tempat 
mercusuar memancarkan terang ke segala penjuru. Ia perlindungan dalam 
pengembaraan di padang tandus dan bukit-bukit batu yang curam. 
Tangisan Pemazmur adalah doa yang muncul dari derita hidup yang paling 
dalam, dari lubuk jiwa. Dan, doanya dikabulkan.

Kejujuran di Rumah Doa

Ada banyak ragam doa. Ada doa yang tulus ada pula doa yang tidak 
tulus. Selain itu, masih ada doa pura-pura dan doa yang diwarnai 
kemunafikan. Bagaimana Tuhan memandang doa atau permohonan ini? Sang 
raja dan penyair PL menyebut doa seperti berikut, "Korban orang fasik 
adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi doa orang jujur dikenang-Nya" 
(Amsal 9:8).

Korban persembahan di Bait Tuhan adalah wujud dari doa. Namun, korban 
atau persembahan ini tidak akan diterima Tuhan kalau disampaikan 
sebagai akibat dorongan kefasikan. Orang-orang fasik mengetahui 
kebenaran, tetapi mencemooh kebenaran itu. Mereka tampaknya 
menunjukkan `kesalehan` dengan membawa persembahan sekadar formalitas, 
tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Motivasi mereka lain. Korban 
yang dibawa mereka itu hanya sekadar syarat untuk menunjukkan kepada 
orang di sekitarnya bahwa mereka memang benar menyembah Allah, sesuai 
dengan peraturan.

Tetapi doa semacam ini justru menjadi kekejian bagi Tuhan. Doa dan 
korban itu disampaikan untuk mengejar kesuksesan, keuntungan pribadi, 
atau karena keangkuhan.

Hanya orang yang "mengejar kebenaran" sajalah yang dikasihi-Nya. 
Artinya, doa mereka dikabulkan sesuai dengan kehendak-Nya, dan demi 
kemuliaan-Nya.

Orang-orang "yang mengejar kebenaran" boleh menghadap Tuhan karena: 
"Mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan 
di rumah doa-Ku" (Yesaya 56:7a). Mereka yang memohon dengan tulus, 
yang datang kepada Tuhan dalam kebenaran yang sejati, akan dibawa ke 
"Gunung Tuhan yang kudus" dan akan memperoleh kesukaan di rumah doa.

Pernyataan ini amat indah dan puitis. Siapakah yang dapat menaklukkan 
Gunung Tuhan yang kudus? Mereka yang diam di rumah doa akan 
terpelihara dari kebinasaan yang kekal. Ada saatnya Tuhan berpaling 
dari umat-Nya. "Engkau menyelubungi diri-Mu dengan awan, sehingga doa 
tak dapat menembus." (Ratapan 3:44) Apabila kita mengandalkan kekuatan 
diri sendiri, segala doa yang kita layangkan kepada Tuhan tidak akan 
sampai karena Tuhan tidak mau mendengar. Doa-doa kita tidak akan dapat 
"menembus selubung awan yang menutupi hadirat Tuhan".

Patung yang Disembah dan Tidak Menyelamatkan

Kisah-kisah dari PL banyak mengungkapkan kebiasaan orang pada zaman 
itu, membuat patung untuk disembah. Mengapa mereka membuat patung 
untuk disembah padahal mereka tahu bahwa patung itu buatan tangan 
mereka sendiri? Mereka tahu bahwa patung yang diukir mereka tidak akan 
mampu mengabulkan permohonan mereka. Hal itu mereka tahu.

Lalu? Ya, sesungguhnya mereka berlindung kepada diri mereka sendiri. 
Patung itu merupakan manifestasi keangkuhan diri mereka sendiri. 
Dengan kekuatan mereka, mereka menyembah diri sendiri. Demikianlah 
orang-orang zaman kini membuat patung bagi diri mereka sendiri, dengan 
kepintaran, teknologi canggih, mereka berlindung di dalamnya. Mereka 
merasa tidak memerlukan Tuhan Allah karena mereka mampu dan menyembah 
hasil kemampuan mereka.

Di hadapan Tuhan, mereka itu tidak ada artinya. "Tiada berpengetahuan 
orang-orang yang mengarak patung dari kayu dan yang berdoa kepada 
allah yang tidak dapat menyelamatkan." (Yesaya 45:20b) Allah yang diam 
di surga, tidak tampak bagi umat manusia yang congkak. Pengalaman 
hidup mereka menunjukkan kepada mereka bahwa hanya dengan kekuatan 
sendiri saja mereka dapat hidup. Pelbagai ilmu pengetahuan telah 
`membuktikan` kepada mereka bahwa Tuhan itu tidak ada. Yang ada dan 
nyata hanya manusia saja. Dengan akal dan pikiran mereka sendiri, 
mereka dapat menyelamatkan diri. Seperti pada zaman Menara Babel, 
keturunan Nuh hendak menandingi Tuhan dan ingin berlindung di balik 
teknologi tinggi mereka, mereka merasa mampu mengalahkan Tuhan yang 
diam di surga.

Patung ilmu pengetahuan modern tidak lebih dari patung kayu masa 
dahulu, semuanya tidak akan "menyelamatkan mereka". Menara Babel 
membuat manusia tercerai-berai. Mereka tidak dapat bersatu, dan pada 
akhirnya segala usaha mereka sia-sia belaka.

Doa Seorang yang Tetap Teguh kepada Tuhan

Seorang tokoh muda, ketika mereka ditawan dan dibawa ke Babilon, 
seorang dari antara tawanan Israel, bernama Daniel, tumbuh secara 
dinamis dan teguh di istana raja yang menawannya. Godaan kekuasaan dan 
kedudukan tidak menggoyahkan imannya. Di tengah-tengah segala intrik 
pejabat istana, ia dan tiga orang kawannya yang lain tampil berani 
berbeda. Mereka tidak gentar. Justru karena keberanian dan keteguhan 
dalam iman itulah, mereka tumbuh bagaikan raksasa yang tidak 
terkalahkan. Ada perangkap yang dipasang oleh pejabat-pejabat tinggi 
Raja Babilon, tetapi Daniel tidak gentar.

Ia tidak terpukau soal kedudukan. Baginya, kedudukan tidaklah penting. 
Yang penting adalah pengabdian. Dalam saat-saat yang kritis sekalipun, 
ia tetap teguh. Ketika tawaran kekuasaan diberikan Belsyazar 
kepadanya, ia berkata, "Simpanlah janjimu itu. Berikanlah kepada orang 
lain." Ia menampik kekuasaan yang selalu diperebutkan orang yang ada 
di sekitarnya.

Perangkap terhadap iman menjadi ujian bagi Daniel. "Dalam kamar 
atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali 
sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa 
dilakukannya." (Daniel 6:llb) Menurut `kebiasaannya`, adalah kata yang 
mengandung banyak makna. Daniel telah membuat sebuah kebiasaan yang 
baik, yang menjadi tradisi dan disiplin dalam dirinya selama di negeri 
orang. Ia harus tunduk kepada disiplin rohani yang dianutnya. Ini 
bukan sekadar ritual. Ini bukan sebuah kebiasaan yang tidak bermakna.

Justru ketika orang memasang perangkap atas `kebiasaan` itu, ia tidak 
peduli. Ia tetap pada prinsip yang dianutnya. Kebiasaan yang 
dilakukannya adalah kebiasaan untuk menyembah Tuhan tanpa pamrih. 
Tidak ada kuasa yang merintangi hubungannya dengan Allahnya yang diam 
di surga. Disiplin yang hidup tumbuh dalam imannya. Orang yang beriman 
haruslah memiliki prinsip dan disiplin dalam beribadah. Musuh-musuhnya 
bersorak-sorai ketika mereka melihat Daniel masuk ke dalam `perangkap` 
yang mereka buat.

Daniel yakin bahwa Tuhan yang disembahnya tidak dapat diancam dan 
diganggu gugat manusia. Kalaupun Nebukadnezar `lupa` kepada Daniel dan 
terperangkap dalam tipu daya musuh Daniel, ia tidak bergantung pada 
kekuasaan manusia. Daniel bergantung pada Tuhan. Dengan lututnya, ia 
menumbangkan bukit kesukaran dengan mantap.

Seperti halnya Yunus, ketika hendak lari dari hadapan Tuhan, dalam 
kesesakan yang luar biasa ia berdoa kepada Tuhan, dan Tuhan mendengar 
doanya. Tuhan tidak pernah menaruh dendam kepada manusia. Ia penuh 
belas kasihan.

"Berdoalah Yunus kepada Tuhan, Allahnya, dari dalam perut ikan itu." 
(Yunus 2:1)

Demikianlah sebagian kecil narasi doa yang dijawab oleh Tuhan. (DP)

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Sahabat Gembala, Edisi Mei 2005
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2005
Halaman: 12 -- 17


Kontak: doa(at)sabda.org
Redaksi: N. Risanti, Ryan, Sigit, dan Novita Y.
Berlangganan: subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-doa/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
        

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org