Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/46 |
|
e-Doa edisi 46 (12-1-2012)
|
|
______________________________e-Doa___________________________________ (Sekolah Doa Elektronik) DAFTAR ISI: RENUNGAN DOA: MENANTI ITU BAIK ARTIKEL DOA: DOA (1) KESAKSIAN: HIDUPKU MERUPAKAN SEBUAH DOA Shalom, Apa hubungan doa dengan penginjilan dunia? Apa kontribusinya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami menyajikan artikel dengan topik Doa dan Penginjilan Dunia dalam dua edisi berturut-turut. Kiranya artikel-artikel yang kami sajikan, dapat semakin mengobarkan semangat berdoa kita, untuk mendukung pelayanan pekabaran Kabar Baik bagi bangsa-bangsa. Selamat menyimak, selamat berdoa, Tuhan Yesus menyertai kita semua! Redaksi Tamu e-Doa, Yosua Setyo Yudo < http://doa.sabda.org > RENUNGAN DOA: MENANTI ITU BAIK Pada saat mulai belajar "menanti-nantikan Allah", hati kita cenderung terarah pada berkat yang kita nantikan. Oleh kemurahan-Nya, Allah memakai kebutuhan dan keinginan kita sebagai perantara, untuk mengajar kita sesuatu yang lebih tinggi dari yang telah kita pikirkan. Kita mencari-cari berkat; sedangkan Dia, sang Pemberi berkat menanti-nanti kesempatan untuk dapat memberi diri-Nya dan memuaskan jiwa kita dengan kebaikan-Nya. Karena itulah, Dia sering menunda memberi berkat dan membuat waktu penantian kita begitu lama. Dia senantiasa mencari kesempatan untuk memenangkan hati anak-anak-Nya. Dia berharap ketika berkat itu Dia limpahkan, kita tidak hanya mengatakan, "betapa baiknya Tuhan", tetapi juga sepanjang waktu mengalami indahnya penantian, karena "Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya". Sesungguhnya, indah kehidupan orang-orang yang setia dalam penantian, senantiasa menyembah dengan iman, serta mengagumi dan memercayai kebaikan-Nya. Begitu kita mengetahui rahasia ini, setiap penantian atau latihan menunggu akan menjadi setiap langkah kecil yang membawa kita masuk ke dalam kebaikan Allah, agar setiap kebaikan itu memuaskan setiap kebutuhan kita. Diambil dari: Judul asli buku: Quiet Times whit Andrew Murray Judul buku: Waktu Teduh Bersama Andrew Murray Judul artikel: Menanti itu Baik Penulis: Andrew Murray Penerjemah: Leonard C. Epafras Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2004 Halaman: 8 ARTIKEL DOA: DOA (1) Jika kita melihat Alkitab, kita mendapatkan bahwa Allah menghendaki agar "semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran" (1 Timotius 2:4; 2 Petrus 3:9). Kita juga mendapatkan bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia, tergantung kepada penggenapan Amanat Agung, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya." (Matius 24:14) Namun, bila kita melihat kepada dunia di sekeliling kita, kita bertanya-tanya, Tuhan, bagaimana semua perkara ini akan terjadi? Kita merasa bingung, merasa sangat terbeban, bahkan kadang-kadang merasa putus asa. Dengan menemukan perspektif Allah mengenai kasih dan penebusan dari firman-Nya yang kudus, dan setelah mendapat informasi mengenai realitas kebutuhan-kebutuhan dunia kita yang terdalam, seharusnya mendorong kita berlutut untuk berdoa, seperti yang dinyatakan David Bryant, "Allah memanggil kita untuk berdiri di jurang pemisah (Yehezkiel 22:30) terutama sebagai bangsa pendoa." Yesus menekankan pentingnya doa ketika Ia mengajar para murid-Nya. Ketika Yesus melihat orang banyak yang perlu bantuan misalnya, Ia tidak menyuruh murid-murid-Nya untuk pergi dan memenuhi semua kebutuhan itu. Sebaliknya, Ia menyuruh mereka untuk meminta kepada Tuhan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan para pekerja untuk tuaian itu (Matius 9:36-38). Mengapa Doa Itu Sangat Penting? Doa merupakan batu bangunan yang penting dalam merencanakan visi dunia kita, karena doa memberikan sebuah perspektif mengenai siapa yang berkuasa. Doa juga merupakan sebuah alat yang dipakai Allah untuk mengubah kita. Mazmur 46:11 berkata, "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" Perhatikan bahwa pemazmur pertama-tama mengatakan "diamlah". Tenang, diam di hadapan Allah dalam doa itu penting untuk mengetahui perspektif-Nya. Malcolm Muggeridge menggambarkan Allah sebagai "teman kesunyian". Ia teman kesunyian, karena Ia berbicara pada waktu kita tenang. Ketika kita dalam keadaan tenang, Allah membebaskan kita dari cara berpikir kita yang sombong, dan mengingatkan bahwa Ia adalah satu-satunya Tuhan yang mahakuasa di seluruh bumi. Seorang penerjemah menerjemahkan Mazmur 46:11 dengan arti bahwa kita perlu "berhenti bergumul", sehingga dapat melihat penginjilan dunia dalam perspektif yang seharusnya -- Allah berkuasa, Ia akan menyelesaikan rencana-Nya. Menurut pengarang doa klasik yang tak dikenal, "The Kneeling Christian" (Orang Kristen yang Berlutut), Iblis "membuat kita percaya bahwa kita dapat berbuat lebih banyak dengan usaha kita sendiri, daripada dengan doa kita". Menurut pengarang itu, Iblis ingin kita berpikir demikian, karena tidak ada satu hal pun yang amat ditakuti Iblis selain doa. Urusannya yang terbesar adalah mencegah kita berdoa. Ia senang melihat kita "sangat sibuk" dengan pekerjaan -- asal kita tidak berdoa. Ia tidak takut karena kita mempelajari Alkitab dengan rajin dan sungguh-sungguh -- asal kita sedikit berdoa. Ada orang yang berkata dengan bijaksana, "Iblis menertawakan kerja keras kita, mencemoohkan kebijaksanaan kita, tetapi gemetar bila kita berdoa." Mengapakah Iblis sangat takut akan doa? Karena doa menghubungkan kita dengan Allah yang mahabesar, satu-satunya Allah yang berkuasa mengubah dunia. Tom Wells menjelaskan prioritas doa dalam hubungannya dengan penginjilan dunia. Ia berkata, doa merupakan pekerjaan kita yang pertama pada masa menuai, dan tidak sukar untuk menemukan alasannya. Alasannya adalah tuaian itu memunyai satu "Tuhan". Ia mengawasi tuaian itu. Ada Orang yang menyediakan para pekerjanya, ada Orang yang mengawasi kemajuannya, dan "Orang" itu adalah Allah. Usaha kita yang pertama bukanlah melihat kepada besarnya tuaian. Usaha kita yang pertama adalah berdoa kepada Allah. Ya! Usaha kita yang pertama adalah berdoa kepada Allah, tetapi doa adalah kerja keras. Berdoa kepada Tuhan yang empunya tuaian itu secara tidak langsung menyatakan bahwa kita memercayakan hasil-hasil tuaian itu kepada-Nya. Dengan kata lain, mungkin penuaian itu tidak persis seperti cara yang telah kita angan-angankan. Berdoa kepada Tuhan yang empunya tuaian itu, secara tidak langsung menyatakan kita percaya bahwa doa-doa kita akan membuat suatu perubahan. Namun, banyak di antara kita bertindak seolah-olah kita tidak sungguh-sungguh percaya kepada kuasa doa. Kita mengatakan kita percaya akan kuasa doa, tetapi tindakan-tindakan kita menyangkali kenyataan itu. Tidak adanya prioritas perhatian yang kita berikan terhadap doa, kenyataan bahwa kita terlalu mengandalkan diri kepada kekuatan kita sendiri daripada kepada Allah, dan kegiatan yang membingungkan yang dipertahankan kebanyakan dari kita menyingkapkan satu kebenaran, kita sukar sekali percaya akan kuasa doa. Akibatnya, kita menghadapi kegagalan kuasa rohani dalam usaha-usaha kita untuk menggenapi Amanat Agung. Kita ingat akan perintah untuk pergi dan menjadikan murid, tetapi lupa bahwa semua wewenang milik Yesus. Kita lupa akan siapa sesungguhnya yang berkuasa. Dr. J. Robertson McQuilkin merangkumkan kegagalan kita untuk percaya kepada kuasa doa dengan satu tantangan yang keras, "Apakah mengherankan bila gereja telah mengalami kegagalan kuasa secara besar-besaran, sehingga kegelapan menyelubungi dunia, yang untuknya kita harus menjadi terang? Hubungan dengan sumber kuasa kita begitu lemah dan sporadis, sehingga kita berkedip-kedip dan sering tampaknya hanya satu kali berkedip saja ... di atas semuanya itu, kita tidak memunyai kuasa karena doa kita tidak mengenai sasaran, hanya merupakan sebuah formalitas yang suam-suam kuku, sedangkan Allah memanggil kita kepada peperangan doa syafaat yang dahsyat." Kita perlu berdoa karena doa menghubungkan kita dengan Allah, doa membawa Anda kepada Tuhan yang empunya tuaian. Doa membuat kita melihat bahwa tuaian adalah milik-Nya dan bahwa kita hanyalah pekerja-Nya. Jika kita mau diam dan menyadari siapakah Dia, maka kita tersambung dengan sumber kuasa yang kita perlukan untuk menjadi saksi-saksi-Nya. Richard Foster menulis, "Berdoa adalah berubah. Doa adalah jalan raya utama yang digunakan Allah untuk mengubah kita." Bila kita menghadap Tuhan yang empunya tuaian dalam doa, Ia mengubah kita sehingga kita melihat orang lain dan diri kita menurut prioritas-Nya. Pada tahun 1946, 575 mahasiswa berkumpul di Toronto, Ontario, Canada untuk menghadiri Konferensi Penginjilan Mahasiswa yang diadakan oleh Persekutuan Kristen antar Universitas (pelopor Konferensi Misionaris Urbana). Lagu yang mempersatukan mereka adalah "We Come, O Christ, To Thee" (Kami datang, O Kristus, kepada-Mu) ciptaan Margaret Clarkson. Banyak di antara mereka menjadi utusan Injil dan pemimpin Kristen terkenal (termasuk Jim Elliot, David ward, Ralph Winter, J. Christy Wilson), datang bersama-sama dengan semangat doa. Prioritas mereka semata-mata untuk menyembah Allah yang mahabesar, untuk membiarkan Dia mengubah mereka, dan untuk pergi dalam nama-Nya. Bait kelima dari lagu Clarkson merangkumkan visi mereka: Kami menyembah-Mu, Kristus Tuhan, Juru Selamat kami dan raja kami, Kepada-Mu masa muda dan kekuatan kami, Kami persembahkan, Oleh sebab itu, isilah hati kami, Sehingga orang-orang dapat melihat hidup-Mu di dalam kami, Dan berbalik kepada-Mu. Ya, doa mengubah hidup kita. Ini adalah kesaksian dari mereka yang dipakai Allah di dalam pengabaran Injil. Hidup Hudson Taylor diubah ketika ia berdoa, dan Allah memakainya secara ajaib di China dan dalam sejarah pengabaran Injil. Taylor belajar dari seorang tokoh iman yang terkenal, George Muller untuk bersandar hanya kepada Allah melalui doa yang terus menerus. Ia berkata, "Allah memilih saya karena saya cukup lemah. Allah tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya yang besar melalui panitia yang besar. Ia melatih seseorang untuk menjadi cukup diam, cukup kecil, barulah kemudian Ia memakai orang itu." Doa memaksa Adoniram Judson, utusan Injil untuk Myanmar, masuk ke tingkat rohani yang lebih dalam. Melalui tulisan-tulisan Jeanne Marie Guyon, ia (seperti Taylor) dipengaruhi untuk berdiam diri di hadapan Allah, menyerahkan hasil-hasil pelayanannya ke dalam tangan Allah. Doa mengubah kita karena sebenarnya doa adalah penyerahan diri kita kepada Allah. Doa adalah pengakuan yang dilakukan dengan sadar bahwa kita tidak berkuasa, dan bahwa ada seorang yang kita cari kehendak-Nya karena Ia sangat bijaksana. Dalam doa kita menyerahkan kehendak-kehendak kita kepada kehendak Allah. Penyerahan seperti itu tidaklah mudah. Kita senang berkuasa. Kita berjuang untuk mengizinkan Yesus menjadi Tuhan kita. Doa mengubah kita karena doa mempersatukan kita dengan kehendak Allah. Doa menempatkan kita pada maksud yang berlawanan dengan dunia. Ahli teologia David Wells menyamakan doa dengan pemberontakan, "Lalu apakah ciri dari doa permohonan itu? Doa permohonan merupakan pemberontakan terhadap dunia dalam kejatuhannya, penolakan mutlak dan abadi untuk menerima sebagai hal yang normal apa yang sebenarnya tidak normal. Dalam segi negatif, doa berarti menolak setiap acara, setiap rencana, setiap tafsiran yang berbeda dengan norma seperti yang semula ditetapkan oleh Allah." Berdoa berarti berubah karena doa merupakan metode Allah untuk mengubah sementara Ia bekerja dalam Roh. Berdoa berarti mengubah karena melalui doa kita menyerahkan kehendak kita kepada Allah. Berdoa berarti mengubah karena doa membentuk kembali cara berpikir kita mengenai dunia. Dalam beberapa hal, berdoa berarti memberontak terhadap kebobrokan akibat dosa di dalam dunia kita, dan berusaha untuk menyelesaikan rencana Allah. Jika kita ingin agar visi dunia kita bertumbuh, kita harus berdoa dengan setia kepada Allah. Diambil dari: Judul asli buku: A Mind for Mission Judul buku: Pemberitaan Injil Tugas Siapa? Penulis: Paul Borthwick Penerjemah: Ester Santoso Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung Halaman: 46 -- 51 KESAKSIAN: HIDUPKU MERUPAKAN SEBUAH DOA Mary Khoury dan keluarganya dipaksa berlutut di depan rumahnya. Pemimpin dari fanatik telah menyerang desa mereka, melambaikan pistolnya tanpa berhati-hati di hadapan wajah mereka. Kebenciannya terhadap orang-orang Kristen tampak membara di matanya. Ia mengancam, "Jika kau tidak mau mengikuti agama kami, kau akan ditembak". Mary tahu bahwa Yesus telah diberikan pilihan yang sama, "Lepaskanlah rencana-Mu untuk menyelamatkan orang berdosa, atau Kau akan disalib." Ia memilih salib. Pilihan Mary serupa. "Aku dibaptis sebagai orang Kristen, dan suara-Nya datang kepadaku: "Jangan sangkal imanmu." Aku akan menaati-Nya. "Silakan tembak." Letusan kencang dari sebuah senapan terdengar di belakangnya menggema di lembah itu, dan tubuh Mary jatuh ke tanah. Dua hari kemudian, Palang Merah datang ke desanya. Dari seluruh keluarganya, hanya Mary satu-satunya yang masih hidup. Tetapi pelurunya memotong sum-sum tulang punggungnya, menyebabkan kedua tangannya lumpuh. Tangannya terentang dari tubuhnya dan tertekuk pada sikunya, mengingatkan akan Yesus pada saat penyaliban-Nya. Ia tak dapat melakukan apa pun dengan kedua tangannya. Lebih banyak kata-kata dari Tuhan datang kepada Mary. Walaupun ia kini cacat, ia tahu bahwa Allah memiliki rencana bagi kehidupannya. "Setiap orang memiliki tugas," ia berkata. "Aku tak pernah dapat menikah atau melakukan pekerjaan fisik apa pun. Jadi, aku akan menyerahkan hidupku bagi kaum fanatik, seperti pria yang memotong leher ayahku, mengutuk ibuku dan menusuknya, dan kemudian mencoba untuk membunuh mereka. Hidupku akan menjadi doa bagi mereka." Doa-doa semacam inilah yang menghancurkan pemerintahan dari mereka yang menganiaya orang-orang Kristen, sebagaimana yang tidak pernah dapat dilakukan oleh jutaan dollar yang dihabiskan untuk bom-bom atom. Mereka juga membawa mereka yang membenci orang-orang Kristen berhadapan muka dengan muka dengan Anak Allah. Teladan Mary menyemangati yang lainnya untuk melakukan tindakan heroik di Lebanon. Banyak yang meninggal, terluka, atau kabur meninggalkan negeri selama perang sipil di Lebanon. Beberapa tinggal, seperti seorang utusan Injil yang terlalu khawatir dengan jemaatnya untuk kabur menyelamatkan diri. Walau letusan dari granat yang meledak di rumahnya meninggalkannya dalam keadaan tuli pada satu telinga, dan membunuh keluarga yang terdiri dari lima orang yang tinggal di sebelah rumahnya, ia masih kuat dalam roh. Satu telinga sudah cukup baginya untuk menyebarkan Kabar Baik. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Jesus Freaks Penyusun: Toby McKeehan dan Mark Heimermann Penerbit: Cipta Olah Pustaka, 1995 Halaman: 85 -- 86 Kontak: < doa(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/doa > Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |