Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/39

e-Doa edisi 39 (29-9-2011)

Renungan dan Kesaksian

______________________________e-Doa___________________________________
                     (Sekolah Doa Elektronik)

DAFTAR ISI
RENUNGAN DOA: BERKENAN DI HATI-KU
KESAKSIAN DOA: RANGKAIAN MUKJIZAT
STOP PRESS: KELAS DISKUSI PESTA -- NATAL 2011

Shalom,

Orang Kristen adalah milik Allah dan hidup dalam kasih Allah. Berbeda
dengan orang dunia yang mengejar keinginan hatinya sendiri, orang
Kristen mengejar apa yang menjadi perkenanan Allah. Dalam edisi kali
ini, kita akan belajar tentang apa itu perkenanan Allah. Kita akan
membaca tentang seorang tokoh dalam Alkitab yang hidup berkenan di
hadapan Allah, yaitu Daud. Setelah itu, kita akan membaca sebuah
kesaksian akan seorang perempuan yang bergumul dengan penyakit yang
mengerikan. Harapan kami, apa yang telah kami persiapkan, dapat
membangun Pembaca sekalian. Tuhan memberkati

Redaksi Tamu e-Doa,
Rento Ari Nugroho
< http://doa.sabda.org >

                  RENUNGAN DOA: BERKENAN DI HATI-KU

"Berkenan di hati Allah" adalah cita-cita hidup umat Allah sepanjang
zaman. Sekalipun banyak ditemui kegagalan dalam prosesnya, tetapi
cita-cita demikian tidak pernah padam, bahkan di hati para nabi.

Daud merupakan sosok yang diakui Allah berkenan di hadapan-Nya. Ini
pengakuan Allah, bukan manusia. Setelah Saul disingkirkan, Allah
mengangkat Daud menjadi raja. Tentang Daud Allah telah menyatakan,
"Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku
dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah Para Rasul 13:22)
Perhatikanlah bahwa pengakuan itu berhubungan dengan "hati" Allah.

Bagaimana Daud dapat berkenan di hati Allah? Sebab Daud melakukan
kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di
samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan
(Kisah Para RAsul 13:36).

Jika kita ingin berkenan di hati Allah, maka kita harus dapat
menemukan perintah Allah bagi kita dan melakukannya. Tidak mungkin
seseorang dapat berkenan di hati Allah jika ia tidak melakukan
perintah Allah. Kita harus dapat melakukan perintah itu pada zaman
kita, pada angkatan kita, di mana pun kita ditempatkan saat ini.

Oleh karena masalah "berkenan" ini berkaitan dengan "hati" Allah dan
"kehendak"-Nya, maka kita harus dapat menemukan satu dari sekian
banyak kehendak Allah yang benar-benar merupakan kerinduan hati Allah
yang terdalam, dan menetap di hati-Nya sepanjang masa.

Diambil dari:
Judul buletin: Mission.com No. 6/Tahun ke-2/2005
Judul artikel: Berkenan di Hati-Ku
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: MissionCare, Bandung 2005
Halaman: 1

                   KESAKSIAN DOA: RANGKAIAN MUKJIZAT
                    Diringkas oleh: Novita Yuniarti

Sabtu sore, 7 Agustus 2004, ketika sedang mandi, saya merasa dada
kanan saya seperti terhantam sesuatu. Malamnya, saat berbaring, dada
saya serasa tertekan. Sudah dua kali saya pergi ke dokter untuk
memeriksakan keadaan saya. Namun, keadaan tidak membaik, bahkan
semakin parah. Senin, 16 Agustus 2004, saya berkonsultasi dengan
sahabat saya, Dr. Mira dan ia menyarankan agar saya segera rontgen
Thorax. Setelah mendapat surat pengantar dari Mira, saya langsung ke
RS. Carolus. Melihat hasilnya, dokter kaget dan langsung menyuruh saya
untuk rawat inap saat itu juga. Ternyata paru-paru kanan saya sudah
hampir tenggelam.

Rabu sore, dokter menyedot cairan yang ada di paru-paru saya sebanyak
1 liter. Esok siangnya, saya menjalani CT-scan dan sorenya USG.
Hasilnya, ada massa berdiameter 2,5 cm di paru-paru kanan bagian
bawah, dan kista berdiameter 4,2 cm di indung telur saya. Jumat sore,
cairan di paru-paru saya di sedot lagi sebanyak 1,4 liter! Sabtu, 21
Agustus 2004 saya di bronkoskopi [tindakan medis yang bertujuan untuk
melakukan visualisasi trakea dan bronkus, Red.]. Melalui pemeriksaan
ini, saya dinyatakan terkena kanker paru-paru stadium 3B, dan usia
saya tinggal 4 sampai 6 bulan! Saat itu yang terpikir oleh saya
hanyalah, bagaimana saya harus memberitahu Dian, anak saya. Dian masih
kelas 3 SMU, masih membutuhkan saya. Apalagi dia akan ujian. Bagaimana
nanti kalau Dian harus kehilangan ibunya?

Setelah menenangkan diri, saya menelepon sahabat-sahabat saya.
Sorenya, berita tentang saya terkena kanker -- yang sangat mengejutkan
semua yang mendengarnya -- sudah tersebar melalui SMS hampir ke semua
teman saya, termasuk yang tinggal di luar negeri. Sejak itu, mereka
mendoakan saya secara rutin. Hari-hari berikutnya, ketika para relasi
bisnis di berbagai negara mendengar saya terkena kanker, jejaring doa
ini semakin melebar. Sabtu malam, teman-teman kantor saya berdoa
serentak di rumah mereka masing-masing. Hari-hari berikutnya, mereka
berdoa bersama pukul 22.00 WIB, dan dari tanggal 6 sampai dengan 14
September 2004, mereka berdoa setiap pukul 11.00 WIB di kantor.
Doa-doa ini membuat saya tenang. Sejak divonis terkena kanker,
perhatian dari teman-teman merupakan mukjizat tersendiri karena bagi
saya mereka adalah perpanjangan kasih Tuhan kepada saya.

Minggu, 29 Agustus 2004, saya berangkat ke Singapura ditemani kakak
saya, Nindya, dan adik saya, Rani. Saya berharap dokter di Indonesia
salah dalam melakukan diagnosa. Tetapi setelah diperiksa ulang,
hasilnya sama -- saya terkena kanker. Dr. Ang Peng Tiam -- onkolog
paling terkemuka di Asia Tenggara, yang memeriksa saya mengatakan saya
terkena kanker stadium 4 dan sudah tak bisa diobati lagi! Dr. Ang
mempersilakan saya pulang ke Indonesia. Saat itu, tak ada yang bisa
saya lakukan, selain menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Sebelum
meninggalkan rumah sakit, dokter berpesan kepada suami saya bahwa
paru-paru saya seminggu sekali harus disedot.

Tanggal 31 Agustus 2004, cairan di paru-paru saya harus disedot untuk
yang ketiga kalinya. Ketika cairan dalam paru-paru saya akan disedot,
sejak bangun tidur saya sudah batuk-batuk. Dalam ruang tindakan,
perawat berpesan, "Sebelum, selama, dan 4 jam setelah disedot, Anda
dilarang batuk!" Saya bertanya kepada perawat itu, "Kalau saya tidak
tahan mau batuk bagaimana?"

Perawat itu berkata, "Tidak boleh! Harus ditahan, sebab kalau Ibu
batuk, udara bisa masuk ke paru-paru melalui lubang jarum sedot, dan
itu bahaya sekali!"

Saat itu juga saya berdoa mohon pertolongan Tuhan agar jangan batuk.
Penyedotan dilaksanakan pukul 09.30 dengan mengeluarkan cairan
sebanyak 900 cc. Empat jam setelah proses penyedotan, paru-paru saya
diperiksa. Tiga jam kemudian saya diperiksa lagi. Setelah dinyatakan
aman, tak ada udara di paru-paru saya, saya diizinkan pulang. Setiba
di tempat menginap -- yang hanya di seberang rumah sakit -- sekitar
pukul 18.00, saya langsung batuk-batuk lagi!

Saya juga meminta kepada Dr. Ang untuk di PET Scan (Positron Emission
Tomography). Saya hanya ingin tahu, kanker saya sudah menyebar ke mana
saja. Dr. Ang menjadwalkan saya untuk PET Scan esok harinya. PET Scan
dilakukan pada pukul 11.00. Hasilnya baru akan keluar esok harinya
pukul 12.00. Tetapi, Jumat sore asisten Dr Ang menelepon dan meminta
saya untuk bertemu Dr. Ang. Dalam pertemuan tersebut, Dr. Ang
memberitahu bahwa kanker di paru-paru saya telah lenyap, meskipun
kista di saluran indung telur saya masih ada. Untuk mengobati kanker
ini, satu-satunya yang mungkin dilakukan adalah kemoterapi. Dokter
menjelaskan bahwa dua kemo pertamalah yang menentukan. Jika setelah
dua kali kemo tidak ada perubahan, maka saya tidak memiliki harapan
lagi, karena itu berarti sel kankernya tak bereaksi terhadap obat
kemo.

Esok harinya, saya menjalani kemoterapi yang pertama. Hari Minggunya
kami pulang ke Indonesia. Kira-kira 10 hari usai kemo pertama, saya
mengalami mual, tubuh sakit semua, tulang-tulang ngilu, sembelit,
diare, rambut, alis, serta bulu mata rontok, seperti yang dialami
orang-orang lain yang mengalami kemoterapi. Kalau biasanya saya
bergerak gesit dan berjalan cepat, usai kemo saya terpaksa berjalan
tertatih-tatih. Tapi tak apa, saya anggap saja obatnya sangat manjur
dan sedang bekerja.

Tiga minggu kemudian, saya kembali ke Singapura untuk kemoterapi yang
kedua. Tuhan sungguh baik. Ketika hendak melakukan kemoterapi yang
pertama, berdasarkan hasil tes laboratorium, CA 125 saya (jumlah sel
kanker dalam darah per miligram) adalah 991 -- angka normal 0 - 35.
Setelah kemoterapi yang pertama, CA 125 saya angkanya merosot menjadi
404,5. Usai kemoterapi kedua, hasil tes darah menunjukkan bahwa CA 125
saya sudah turun sampai 100,5. Dr. Ang mengingatkan, "Kanker itu tak
bisa diduga, bisa sekarang turun, tapi kali berikutnya naik." Tapi
saya percaya, CA 125 saya akan terus turun. Usai kemoterapi ketiga, CA
125 merosot jadi 37,2. Menurut Dr. Ang kalau hasil pemeriksaan
terakhir nanti menunjukkan kanker di saluran indung telur semakin
mengecil, saya bisa operasi angkat rahim. Kemungkinan lain adalah
melanjutkan kemoterapi, dan yang paling ringan adalah berobat jalan
dengan pil. Setelah mempertimbangkannya, saya sudah mantap, apa pun
risikonya, saya tak mau operasi.

Ketika selesai menjalankan kemoterapi yang ke-4, angka CA 125 saya
menjadi 19,9! Bagi saya ini bukan angka kebetulan. Sesuai nasihat
dokter, saya melanjutkan kemo sampai tuntas. Kemo ke-6 -- yang
terakhir, suami saya, memberi masukan, "Sebetulnya kalau rahimnya
diangkat, kamu malah seperti tidak pernah kena kanker." Saya sempat
bimbang, tapi tetap memutuskan tidak mau operasi. Bukan karena saya
takut karena mendengar cerita-cerita bahwa setelah operasi biasanya
kanker malah jadi menyebar ke mana-mana, tetapi karena saya yakin,
saya tidak perlu operasi. Pada 10 Januari 2005, saya kembali menjalani
PET Scan. Dan hasilnya: TAK ADA LAGI KANKER DI TUBUH SAYA! Tuhan telah
menganugerahi saya mukjizat kesembuhan yang sungguh luar biasa! Saya
bersyukur Tuhan memilih saya menjadi alat untuk menyatakan kebesaran
dan kasih-Nya, menjadi bukti hidup bahwa Tuhan sungguh menyayangi
umat-Nya, dan bahwa tak ada doa yang tak didengar Tuhan. Puji Tuhan.

Diringkas dari:
Judul majalah: Curahan Hati, Januari 2006
Penulis: Listiana Srisanti
Penerbit: Yayasan Curahan Hati
Halaman: 23 -- 26

             STOP PRESS: KELAS DISKUSI PESTA -- NATAL 2011

Apakah Anda rindu memperoleh pemahaman mendalam mengenai makna Natal
yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan?

Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam kelas Diskusi Natal 2011,
yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga SABDA  (YLSA)
<http://ylsa.org> melalui program Pendidikan Elektronik Studi Teologi
Awam (PESTA) <http://pesta.org>. Diskusi akan diselenggarakan melalui
milis diskusi (email) dan akan dimulai pada 1 November -- 05 Desember
2011.

Setiap peserta yang telah mendaftarkan diri wajib menulis renungan
singkat mengenai Natal dengan judul bebas, namun masih berhubungan
dengan makna Natal. Ukuran maksimal isi tulisan sebesar 250 -- 300
kata. Renungan dikumpulkan paling lambat pada tanggal 5 Desember 2011,
atau selama diskusi berlangsung.

Pendaftaran peserta dibuka mulai 12 September -- 31 Oktober 2011.
Segera daftarkan diri Anda ke admin PESTA di alamat email
< kusuma(at)in-christ.net >

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org