Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/34

e-Doa edisi 34 (14-7-2011)

Mendengar Suara Allah

______________________________e-Doa___________________________________
                     (Sekolah Doa Elektronik)

Shalom,

Salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari hidup kekristenan
adalah doa. Bahkan, doa berperan penting dalam pertumbuhan iman jemaat
Tuhan. Setiap orang yang mengaku dirinya Kristen mau tidak mau harus
berdoa karena doa adalah napas pertumbuhan iman Kristen. Doa juga
merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan.
Melalui doa, kita bisa mengerti apa kehendak Tuhan atas hidup orang
percaya. Sering kali hal-hal yang ingin Tuhan nyatakan, Dia
menyatakannya melalui doa. Dalam artikel berikut, kita akan belajar
pentingnya doa sebagai sarana mendengar suara Allah. Selamat menyimak.

Redaksi Tamu e-Doa,
Rento Ari Nugroho
< http://doa.sabda.org >

                  ARTIKEL DOA: MENDENGAR SUARA ALLAH
                    Diringkas oleh: Novita Yuniarti

Doa merupakan tindakan dua arah. Kita berbicara kepada Allah dan Ia
berbicara kepada kita. Sama seperti saya bercakap-cakap dengan ayah
saya jika saya menelepon dia. Hal ini harus menjadi pengalaman pribadi
bagi setiap orang Kristen, meskipun ada sebagian dari jemaat yang
tidak setuju dengan pendapat bahwa kita bisa mendengar suara Tuhan
pada zaman ini. Orang-orang pada umumnya berpendapat bahwa Allah
memimpin kita dan mengarahkan kita melalui kehidupan di sekelilingnya
yang telah diatur secara ilahi. Namun, kalau bersikap seolah-olah
"mendengar" langsung dari Tuhan, hal itu dianggap tidak menghormati.
Hal ini memberi kesan bahwa kita mengutip perkataan Allah sendiri.

Suatu ketika, saya sedang memberi kuliah kepada 50 orang pendeta
tingkat doktoral dalam bidang studi pelayanan di Fuller Seminary.
Kuliah padat selama 2 minggu ini, dimulai setiap harinya dengan berdoa
bersama selama 45 menit. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk menunjuk
seseorang memimpin seluruh kelas untuk berdoa. Tiap pagi, saya
mengambil waktu untuk mendoakan setiap mahasiswa saya, dan bertanya
kepada Tuhan siapa yang akan memimpin doa bersama hari itu. Selama 2
atau 3 hari pertama, saya menandai nama-nama orang (10 atau 15 orang),
yang saya pikir adalah pemimpin doa yang cakap. Saya tidak menandai
nama John Maxwell -- sahabat saya -- gembala dari Skyline Western
Church di San Diego, yang kebetulan mengikuti kuliah itu. Saya tidak
menandai namanya sebab ia adalah seorang pengajar dan hamba Tuhan yang
terkenal. Saya menganggap John tidak perlu muncul lagi untuk lebih
dikenal, dan saya tidak mau dianggap seperti memuji seseorang yang
sudah terkenal di antara kami. Saya memutuskan orang lain yang akan
memimpin kali ini.

Tetapi Allah membuat keputusan yang berbeda. Sementara saya mendoakan
orang-orang yang namanya telah saya tandai pada Senin pagi minggu
kedua itu, saya mendengar Allah berbicara dengan jelas, "John Maxwell
yang berdoa hari ini." Saya memanggil John Maxwell dan ia memimpin
kami berdoa. Pagi itu, kami menikmati waktu doa yang paling dahsyat
dan sangat bermutu sepanjang dua minggu itu. Melalui pengalaman ini,
saya percaya Allah masih berbicara sampai hari ini, dan kita dapat
mendengar suara-Nya dengan jelas, sehingga kita benar-benar dapat
mengutip perkataan-Nya.

Pewahyuan Allah secara umum dinyatakan kepada seluruh manusia melalui
ciptaan-Nya. Tetapi pewahyuan khusus dinyatakan melalui firman-Nya.
Allah telah berbicara kepada para rasul dan nabi, dan mereka menulis
apa yang dikatakan-Nya (Ibrani 1:1-2). Saya percaya Alkitab tidak
pernah keliru, tetapi saya juga menyadari bahwa Allah memunyai hal-hal
yang akan diberitahukan-Nya yang tidak tertulis di Alkitab. Contohnya,
ketika saya membuat keputusan untuk menikahi Doris atau memilih Alice
Smith menjadi pendoa syafaat Doris dan saya. Tidak ada ayat di Alkitab
yang mengatakan bahwa merekalah orangnya. Hal yang sama berlaku ketika
saya menerima panggilan untuk bergabung dengan Fuller Seminary.

Ketika saya sedang berdoa di pagi hari, pikiran saya dipenuhi dengan
hal-hal yang bukan berdasarkan pikiran sendiri mengenai Alice Smith.
Saya lalu mengambil pensil dan buku catatan, dan mulai mencatat semua
hal itu. Inilah yang saya catat.

"Engkau belum menyadari betapa pentingnya Alice Smith nantinya dalam
melakukan peperangan rohani menggantikanmu. Ia akan menjadi pendoa
syafaatmu yang sangat kuat. Engkau tidak akan memunyai hubungan
pribadi tertentu dengannya. Engkau tidak perlu memberitahukan padanya
apa yang harus didoakannya, sebab ia sangat dekat dengan-Ku dan
mendengar suara-Ku dengan baik. Aku akan menunjukkan padanya apa yang
harus didoakannya setiap hari. Engkau tidak perlu memberinya imbalan;
imbalannya akan datang langsung daripada-Ku."

"Aku telah mempersiapkan dia untuk pelayanan ini, memberikannya
`peralatan` yang khusus, dan menunjukkan bagaimana cara
menggunakannya. Namanya akan dikenal dan ditakuti di antara roh jahat.
Mereka akan membencinya dan berusaha menghancurkannya, tetapi
penderitaannya hanya sedikit. Suaminya akan menjadi pelindung dan
pendukung baginya. Aku melakukan ini, sebab Aku telah memilih engkau
untuk suatu pelayanan yang membutuhkan dukungan doa syafaat tingkat
tinggi. Aku telah membawa orang-orang baru ke dalam hidupmu yang akan
mengasihi engkau dan Doris, dan yang akan bertempur dan memenangkan
peperangan rohani. Banyak dari pertempuran ini tidak akan engkau
ketahui masalahnya, tetapi pertempuran ini akan menghancurkan engkau
tanpa adanya dukungan doa syafaat. Para pendoa syafaat akan setia
kepadamu, dan engkau akan bebas dari rintangan yang dibawa oleh musuh.
Engkau telah menderita bagi-Ku dan sekarang sebagian besar telah
berlalu."

Sementara saya menulis kata-kata ini, saya merasa seperti menulis
suatu pewahyuan ilahi -- suatu pernyataan yang sangat penting dari
Allah, pada masa yang penting dalam kehidupan dan pelayanan saya. Saya
ceritakan hal itu kepada Alice ketika Doris dan saya mengundangnya
untuk menjadi pendoa syafaat kami.

Kita percaya bahwa Allah menjawab doa. Biasanya kita menganggap bahwa
jawaban doa datang melalui keadaan yang telah diatur oleh tangan Tuhan
yang Mahakuasa, dan bukan melalui komunikasi langsung yang verbal.
Melalui sebuah artikel dalam majalah yang pernah saya baca, saya
diingatkan bahwa kita dipimpin oleh sesuatu yang dapat kita sebut
"dorongan yang kuat dalam hati". Artikel ini membahas mengenai
pelayanan salah seorang utusan Injil senior saya di Bolivia bernama
Bill Hammond. Bill dan beberapa utusan Injil dari South America
Mission, sedang mencoba menjalin hubungan dengan suku Indian Ayore --
suku bangsa yang liar, suka berperang, yang beberapa tahun silam telah
membunuh lima utusan Injil dari New Tribes Mission.

Bill Hammond berdoa untuk terbukanya hubungan dengan suku Ayore. Pada
suatu hari, ia "merasa adanya suatu dorongan yang kuat dalam hatinya"
untuk pergi ke El Encanto. Ini bukanlah hal yang biasa dilakukannya,
sebab hal ini berarti ia harus menunggang kuda sepanjang 75 mil
melalui hutan belantara, jalan setapak yang berlumpur, bahkan banjir
saat musim hujan. Akan tetapi, dorongan yang kuat dalam hati itu tidak
hilang. Bill Hammond kemudian mencari seorang teman perjalanan dari
Bolivia bernama Angel Bravo. Angel pun merasa adanya "dorongan yang
kuat dalam hati" tanpa dimengertinya. Akhirnya, mereka berangkat dan
berhasil membangun hubungan damai yang pertama dengan suku Ayore.
Allah menyuruh Bill dan Angel pergi ke El Encanto. Terserah apakah
kita mau menyebutnya suatu "dorongan yang kuat dalam hati" atau
"karunia marifat", tetapi kami menganggapnya sebagai petunjuk yang
cukup kuat dari Allah, untuk memulai sesuatu yang sama pentingnya
dengan perjalanan pelayanan yang berpotensi mengancam kehidupan.

Awal tahun 1989, Doris dan saya bertemu dengan Cindy Jacobs -- seorang
pendoa syafaat. Kami membangun hubungan yang akrab dengan Cindy dan
suaminya, Mike. Saya mengundang Cindy menjadi pembicara pada retret
tahunan dari persekutuan kelas sekolah minggu kami yang ke-120, pada
musim gugur itu. Hasil pelayanan ini sungguh luar biasa. Melalui
retret itu, bahkan sampai hari ini, banyak orang yang menghadiri
pertemuan tersebut menandai tanggal itu sebagai awal perubahan penting
dalam hidup mereka. Kami menyalin kembali dan menerbitkannya dalam
majalah berkala "Body Life".

Peter Lord dalam bukunya yang berjudul "Hearing God" menegaskan,
"Tidak ada jalan bagi kita untuk mengalami janji-janji Allah kecuali
kita mengenal Dia dan mendengar suara-Nya berbicara pada kita." Ia
menjelaskan dengan baik sekali. Banyak dari kita sekarang mulai
mengalami doa dua arah dan mendengar suara Tuhan. Sementara kita
bertumbuh dalam hal ini, kita dapat mengharapkan banyak dari doa
retorik kita diubah menjadi doa tindakan yang sangat menggairahkan.

Diambil dari:
Judul asli buku: Churches That Pray
Judul buku: Gereja yang Berdoa
Judul artikel: Mendengar Suara Allah
Penulis: C. Peter Wagner
Penerjemah: Rina Letedara
Penerbit: Yayasan ANDI Yogyakarta dan Metanoia Publishing, Jakarta 1999
Halaman: 51 -- 70

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org