Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/26

e-Doa edisi 26 (10-3-2011)

Prioritas Doa Syafaat 1

______________________________e-Doa___________________________________
                     (Sekolah Doa Elektronik)

DAFTAR ISI
ARTIKEL DOA: PRIORITAS DOA SYAFAAT 1

Shalom,

"Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17) Kutipan ayat tersebut
memberikan suatu makna yang mendalam betapa pentingnya doa dalam
kehidupan orang percaya. Doa merupakan satu-satunya alat komunikasi
antara orang percaya dengan Bapa di Surga. Tuhan Yesus pun dalam
pengajaran-Nya memberikan contoh berdoa yang benar, yaitu doa Bapa
kami. Kehidupan doa adalah inti dari kehidupan orang Kristen yang
sifatnya mendasar. Dalam edisi ini, kami menyajikan artikel yang
mengajarkan 8 komitmen doa yang akan memotivasi untuk terus hidup di
dalam doa. Khusus untuk penyajian kali ini, kami memberikan poin nomor
1-3, dan lainnya akan dilanjutkan dalam edisi 28.

Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-Doa,
Fitri Nurhana
< http://doa.sabda.org >

                  ARTIKEL DOA: PRIORITAS DOA SYAFAAT 1

Saya diberi tahu bahwa burung nasar yang turun atas seekor binatang
yang terluka akan langsung menuju mata dari korbannya. Sepertinya
mereka tahu bahwa jika masih ada sedikit kemungkinan untuk hidup, maka
mereka harus menyingkirkan penglihatan dari korbannya. Demikian pula
setan, seperti burung nasar itu, mengerti akan nilai penglihatan bagi
pendoa syafaat. Paulus juga mengetahui akan nilai ini dan ia berdoa
supaya "mata hati" orang-orang percaya menjadi "terang". (Efesus 1:18,
NEB) Namun sayang sekali, terlalu banyak pengikut Kristus yang tidak
mencapai hasil karena mereka tidak memunyai visi. Fokus mereka sering
kali tercerai-berai. Diperlukan suatu visi tunggal seperti yang
dikatakan Jack Hayford, "Apabila engkau mengurangi lingkup suatu
kegiatan atau kehidupan, maka engkau meningkatkan kekuatan dari
kegiatan atau kehidupan itu".

Kejernihan Visi

Empat teks bacaan dasar dalam Alkitab memberikan kepada para pendoa
syafaat suatu dasar untuk mengembangkan kejernihan visi. Pertama,
Amsal 4:23-26 menolong saya untuk menentukan tujuan saya. "... Biarlah
matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka.
Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu." Para
pendoa syafaat harus tahu ke mana mereka pergi. Mata kita harus
tertuju pada pokok persoalan yang paling dekat dengan hati Tuhan.
Siapakah yang secara khusus hari ini Tuhan ingin saya doakan?
Bangsa-bangsa atau kelompok-kelompok mana yang akan dijamah melalui
waktuku bersama Tuhan hari ini?

Kedua, Ayub menolong saya untuk percaya dalam kemenangan! Ayub berseru
dalam penderitaannya, "Aku tidak akan menyerah selama aku hidup. Aku
tidak akan berubah, aku akan mempertahankan kebenaran tujuanku." 
(Ayub 27:6 NEB) Di tengah-tengah penderitaannya yang paling dalam, Ayub
berpegang teguh pada keyakinannya bahwa Tuhan sedang melakukan sesuatu
yang jauh melampaui kemampuan manusia. Benar, memang ada kalanya Ayub
meragukan adanya kemungkinan untuk menang. Tetapi ia pantang menyerah.
Ia berpegang kepada janji-janji-Nya. Sebagai orang percaya, terutama
orang percaya yang bersyafaat, kita harus gigih. Kita harus menjadi
orang "fanatik" sama seperti Ayub yang berkata, "aku tidak akan
menyerah". Suatu saat Winston Churchill dikatakan sebagai seorang yang
fanatik. "Saya mengaku bersalah," ia berkata sambil menambahkan
definisi mengenai fanatik yaitu seseorang yang tidak dapat mengubah
pendapatnya dan tidak mau mengubah pokok persoalan. Pendoa-pendoa
syafaat yang memunyai beban untuk dunia yang terhilang, memunyai
kesulitan untuk tinggal diam. Anda tidak bisa mengubah pikiran mereka,
dan mereka tidak pernah mau mengubah pokok persoalan. Mereka telah
dekat dengan ruang takhta untuk waktu yang begitu lama, sehingga
hal-hal lain tidak berarti bagi mereka. Mereka telah menjadi orang
fanatik dan pantang menyerah.

Ketiga, Filipi 3:13-14 menolong saya menerima hadiah Saya! Paulus
berbicara tentang "hadiah" yang ditaruh di hadapan orang percaya
sebagai "panggilan surgawi dari Tuhan". Menurut pendapat saya tidak
ada panggilan surgawi yang lebih besar dari doa syafaat. Paulus
berkata kepada orang-orang Filipi: "Aku sendiri tidak menganggap,
bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan
apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di
hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah,
yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus".
(Filipi 3:13-14)

Untuk dapat menerima hadiah kita sebagai pendoa syafaat, Paulus
menunjuk kepada beberapa sifat tertentu dari roh yang dapat menolong
kita. Kerendahan hati merupakan syarat yang mutlak. Kita harus dapat
berkata seperti Paulus, "Aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah
menangkapnya." Pikiran yang bulat, yang tidak bercabang adalah salah
satu syarat lain untuk doa syafaat yang efektif. "Satu hal yang
kulakukan!" kata Paulus. Sebuah kenyataan yang menyedihkan terjadi di
gereja sekarang ini adalah bahwa begitu banyak orang berusaha
melakukan begitu banyak hal, sehingga pada akhirnya hanya sedikit yang
dicapai. Bila terjadi kegagalan kita harus bisa menjadi orang yang
mudah untuk melupakannya. Kita harus belajar dari kegagalan, tetapi
seperti yang dikatakan Paulus, kita harus melupakan apa yang ada di
belakang kita dan maju ke depan menjangkau apa yang Tuhan telah
sediakan bagi kita.

Keempat, 1 Korintus 9:26 menolong saya menetapkan sasaran saya. Paulus
berkata, "Aku berlari dengan sasaran yang jelas di hadapanku." (NEB)
Di dalam The Living Bible ditulis, "Aku berlari lurus menuju ke
sasaran dengan maksud yang pasti dalam setiap langkah." Kepada orang
Efesus Paulus menulis: "Kemudian hiduplah dengan rasa penuh tanggung
jawab, jangan seperti orang yang tidak tahu akan artinya hidup, tetapi
sebagai orang yang tahu apa artinya hidup ini." (Efesus 5:16-17)
Apakah kita memunyai sasaran yang jelas? Hal ini penting bagi doa
syafaat yang efektif. Ke mana kita harus mencarinya ketika kita
menetapkan sasaran kita? Jawabannya sekali lagi terdapat dalam teladan
pendoa syafaat tertinggi kita yaitu Kristus. Kita harus menemukan
prioritas mana yang ditentukan Yesus dan kemudian kita mengejarnya
dengan bersemangat.

Prioritas Seorang Pendoa Syafaat yang Besar

Beberapa tahun yang lalu ketika saya membaca Injil Yohanes, saya
berhenti sebentar untuk merenungkan kedalaman dari sebuah ungkapan
yang keluar dari bibir Yesus: "Aku harus mengerjakan pekerjaan Dia
yang mengutus Aku ..." (Yohanes 9:4) Yang menarik perhatian saya
adalah ungkapan "Aku harus". Yesus tidak berkata, "Aku harap," atau,
"Aku akan mencoba". Melainkan Ia menekankan, "Aku harus". Kata "harus"
menyatakan suatu tekad yang bulat untuk melakukan suatu tugas. Kata
harus bila dipakai sebagai kata kerja, menunjukkan suatu desakan atau
suatu keputusan yang pasti, seperti dalam pernyataan "Saya harus
makan" atau "Saya harus tidur". Bila dipakai sebagai kata benda, kata
harus menggambarkan suatu syarat mutlak atau tanggung jawab yang tak
terelakkan, misalnya "Makan adalah suatu keharusan".

Saya ingin tahu berapa kali Yesus berbicara tentang misi doa
syafaat-Nya dengan menggunakan kata harus. Dengan pertolongan buku
konkordansi saya menemukan bahwa ada 83.898 kata di dalam kitab Injil
versi King James; namun dalam menggambarkan tujuan-Nya sendiri, Yesus
memakai kata perintah harus hanya delapan kali. Kata "harus" ini
menggambarkan prioritas khusus dalam kehidupan Kristus. Bila kita
rangkumkan bersama, semuanya ini tak ternilai harganya bagi kita,
karena kita mencoba untuk mengikuti teladan-Nya sebagai pendoa
syafaat. Semua itu mencakup antara lain:

1. Sebuah Komitmen untuk Menderita

Dalam urutan yang turun-temurun dari Injil, catatan pertama tentang
keilahian Yesus yang mutlak (dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk
orang ketiga) terdapat dalam tulisan Markus: "Kemudian mulailah Yesus
mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak
penderitaan dan ditolak ..." (Markus 8:31) Walaupun menunjuk kepada
diri-Nya sendiri dengan kata ganti orang ketiga sebagai "Anak
Manusia", penting sekali untuk diketahui bahwa Yesus memakai kata
mutlak "harus". Itu adalah perkenalan kita pada gaya hidup-Nya sebagai
pendoa syafaat. Dengan kata lain, Kristus ingin mengatakan bahwa semua
orang yang mau menjadi pendoa syafaat, harus mengerti hubungan antara
doa syafaat dan penderitaan. Prioritas pertama kita sebagai pendoa
syafaat adalah: "Untuk menjadi seperti Yesus, maka saya harus membuat
sebuah komitmen untuk menderita". Yesus menghubungkan penderitaan
dengan penolakan. Banyak orang sering salah mengerti para pendoa
syafaat yang sungguh-sungguh, karena mereka cenderung terlalu percaya
pada suatu hal dan karena mereka sering mendengar dari Tuhan mengenai
masalah yang serius. Intensitas mereka kadang-kadang mengundang kritik
bahwa mereka "kehilangan keseimbangan" dalam perjalanan kekristenan
mereka, bahwa mereka begitu berpikiran surgawi sehingga mereka tidak
berpijak di alam nyata.

Pendoa syafaat tidak dibebaskan dari penderitaan jasmani. Menarik
sekali untuk diketahui bahwa Alkitab sesungguhnya memerintahkan kepada
kita untuk menderita. Paulus mengatakan kepada orang percaya di
Korintus, "Jangan terjadi perpecahan dalam tubuh ... tetapi jika satu
anggota menderita, biarlah semua anggota turut menderita dengan dia."
(1 Korintus 12:25-26) Kepada orang Roma, Paulus menyatakan,
"Menangislah dengan mereka yang menangis." (Roma 12:15) Meskipun kita
sendiri tidak terluka, namun kita harus menemukan mereka yang terluka
dan turut menderita dengan mereka. Perintah untuk menderita terutama
cocok untuk pendoa syafaat. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus
menyakiti diri sendiri secara jasmani, melainkan untuk menyadari bahwa
peperangan rohani dapat meninggalkan tanda bekas luka peperangan,
sementara kita menuju kemenangan mutlak. Yesus menikmati kemenangan
kebangkitan hanya setelah mengalami penderitaan di Getsemani dan
Kalvari.

2. Sebuah Komitmen pada Tugas

Dari catatan pertama perkataan Kristus sebagai anak yang berusia dua
belas tahun, walaupun berada di urutan ke dua dalam urutan alkitabiah
Injil tradisional, timbullah suatu kebenaran yang memberikan kepada
kita prioritas kedua dari prinsip Kristus (Lukas 2:48-49). Sebagai
anak Yahudi yang berusia dua belas tahun, Yesus dibawa ke Yerusalem
untuk menghadiri upacara yang disebut Bar-Mitzvah. Ia mulai "menginjak
umur remaja" dan Bar-Mitzvah adalah suatu perayaan yang mengakui
keberadaan-Nya menjadi remaja. Banyak anggota keluarga yang menghadiri
perayaan itu. Hal ini membuat kita lebih mudah mengerti bagaimana
ketika meninggalkan Bait Allah untuk memulai perjalanan pulang yang
jauh, orang tua Yesus berpikir bahwa putra mereka berada di antara
kumpulan anggota keluarga yang besar jumlahnya itu.

Tiga hari telah berlalu sebelum orang tua Yesus menyadari bahwa anak
mereka tidak ditemukan di mana-mana. Ketika bergegas kembali, mereka
sangat heran menemukan Yesus tinggal dalam Bait Allah dan duduk di
antara para guru Ibrani sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Lukas menulis tentang peristiwa ini: Dan ketika orang tua-Nya melihat
Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak,
mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku
dengan cemas mencari Engkau." Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu
mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus melakukan pekerjaan
Bapa-Ku?" (Lukas 2:48-49) Jadi, perkataan Kristus yang pertama kali
dicatat berisi suatu keilahian yang sempurna. Bentuk kalimat perintah
ini menekankan komitmen-Nya pada tugas. "pekerjaan Bapa-Nya" adalah
penebusan dosa umat manusia.

Dalam hal ini, kita menemukan prinsip kedua bagi pendoa syafaat:
"Untuk menjadi seperti Yesus, saya harus melakukan pekerjaan Tuhan".
Kristus mendahului panggilan-Nya kepada murid-murid-Nya yang pertama
dengan perkataan "Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala
manusia". (Markus 1:17) Pekerjaan Tuhan dapat dibicarakan dengan
berbagai macam cara, tetapi dasarnya tidak bisa dihindarkan: Yesus
datang, hidup dan mati untuk menebus dosa umat manusia. Menyelamatkan
jiwa-jiwa adalah "pekerjaan" Bapa-Nya, dan pendoa syafaat yang telah
berjanji untuk melakukan pekerjaan Bapa dengan sungguh-sungguh, akan
menaruh penginjilan dunia pada prioritas yang paling utama pada daftar
doa pribadi mereka.

3. Sebuah Komitmen untuk Misi

Perintah ilahi berikutnya bagi pendoa syafaat yang besar berurusan
dengan misi. Dari perjalanan kelilingnya memberitakan Injil di
kota-kota padang pasir tertentu dekat Kapernaum, Lukas berkata:
"Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang
sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan
berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia
berkata kepada mereka: Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan
Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus." (Lukas 4:42-43)
Di sini Kristus menekankan komitmen-Nya pada misi yang paling utama
dalam hidup-Nya yaitu mendirikan Kerajaan Tuhan di mana-mana.

Yesus menyelesaikan pelayanan-Nya di Kapernaum dan akan bergerak ke
suatu tempat di padang gurun ketika sekumpulan orang banyak mengikuti
Dia. Mereka telah menyaksikan dampak dari pelayanan-Nya yang disertai
dengan banyak mukjizat ke mana pun Ia pergi, dan mereka menginginkan
lebih banyak lagi. Hal yang sama terjadi di beberapa gereja sekarang
ini, di mana orang ingin menimbun berkat Tuhan. Tetapi perhatikan
reaksi Kristus terhadap mereka yang menimbun berkat itu: "Aku harus
memberitakan Injil Kerajaan Tuhan di kota-kota lain juga."

Dari pernyataan Yesus di atas, kita menemukan prinsip ketiga bagi
pendoa syafaat: "Untuk menjadi sama seperti Yesus, saya harus pergi
untuk memberitakan Injil". Ini adalah suatu prinsip yang menekankan
sebuah komitmen untuk misi. Semua orang percaya diperintahkan untuk
terlibat dalam Amanat Agung. Gereja dipanggil untuk pergi ke seluruh
dunia. Setiap orang, di mana saja harus diinjili. Supaya gereja pergi
ke mana saja, setiap orang percaya harus mulai pergi ke suatu tempat.

Bagi banyak orang hal ini paling baik dapat dilakukan di atas lutut!
Oleh karena itu, kita menunjuk pada prinsip ini sebagai sebuah
komitmen untuk misi-misi, dalam bentuk jamak. Setiap kita memunyai
suatu misi khusus dalam hidup ini. Tidak peduli apa yang kita lakukan
sehubungan dengan Amanat Agung, kita tidak boleh memandangnya hanya
secara umum saja. Para Utusan Injil tidak pergi ke seluruh dunia;
mereka pergi secara perorangan ke bagian-bagian tertentu dari dunia.
Jadi mereka memberikan dampak ke seluruh dunia secara bersama-sama.
Bila kita menerima misi pribadi kita sebagai seorang pendoa syafaat,
maka kita dapat mengambil bagian dalam penginjilan untuk "seluruh
dunia".

Diambil dari:
Judul asli buku: Love on Its Knees
Judul buku: Kasih yang Bertumpu pada Lutut
Judul asli artikel: Prioritas Doa Syafaat
Penulis: Dick Eastman
Penerjemah: Liana Kosasih
Penerbit: Nafiri Gabriel, Jakarta 2000
Halaman: 44 -- 51

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org