Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-doa/23

e-Doa edisi 23 (27-1-2011)

Renungan dan Kesaksian

______________________________e-Doa___________________________________
                     (Sekolah Doa Elektronik)

Shalom,

Setiap kita pasti memiliki pengalaman pribadi bersama Tuhan. 
Pengalaman-pengalaman ini seharusnya membawa dampak dalam kehidupan 
kita. Melalui setiap peristiwa tersebut, kita belajar bersyukur dan 
senantiasa mengandalkan Dia. Masih kelanjutan dari edisi sebelumnya, 
pada edisi kali ini, kami hanya menyajikan kesaksian dan renungan 
singkat. Harapan kami melalui kesaksian dan renungan ini, iman kita 
semakin dibangun dan dikuatkan.

Dalam edisi-edisi selanjutnya, Anda akan mendapatkan format yang sama, 
yaitu pada edisi pertama Anda akan menerima satu artikel, dan edisi 
berikutnya Anda akan menerima renungan/kesaksian/tokoh, atau kombinasi 
di antara ketiga bahan tersebut. Jika Anda ingin memberi kritik 
ataupun saran mengenai format baru ini, mohon konfirmasikan kepada 
kami agar kami dapat mempertimbangkan dan memperbaikinya. Terima 
kasih. Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Doa,
Novita Yuniarti
< novita(at)in-christ.net >
< http://doa.sabda.org >

                    RENUNGAN DOA: DOA MENURUT ALKITAB

Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu 
dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, 
meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita 
seketika lamanya. (1 Petrus 5:10)

Dalam Injil Yohanes kita membaca, "Jikalau kamu" ("Jikalau kamu" 
adalah hal yang besar untuk suatu awalan), "Jikalau kamu tinggal di 
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang 
kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya" (Yohanes 15:7). Orang 
mengutip bagian akhir ayat ini, tetapi membuang bagian pertamanya. 
Mengapa? Karena hanya sedikit orang yang mau tinggal di dalam Kristus! 
Anda hanya mengunjungi Dia sekali-sekali. Jika Kristus tinggal di 
dalam hati saya, tentu saya tidak akan memohon apa yang bertentangan 
dengan kehendak-Nya. Namun, beberapa banyak di antara kita yang 
mengizinkan firman Allah tinggal di dalam hati kita?

Kita harus meyakinkan diri kita bahwa kita tidak memanjatkan doa yang 
salah. Jika kita memunyai kerinduan yang besar, kita harus menyelidiki 
Alkitab untuk mengetahui apakah benar bila kita memohon hal itu. Ada 
banyak keinginan kita yang sebenarnya tidak baik untuk kita. Ada pula 
banyak hal lain yang ingin kita hindari, tetapi sebenarnya itu 
merupakan berkat bagi kita. Suatu pagi seorang teman saya mencukur 
kumisnya. Melihat hal itu anak laki-lakinya yang belum berusia empat 
tahun, meminta pisau cukurnya untuk meraut. ketika ia tidak diizinkan, 
ia mulai menangis seolah-olah hatinya akan remuk-redam. Saya khawatir 
banyak di antara kita yang bertindak seperti anak kecil ini, berdoa 
memohon pisau cukur. John Bunyan sangat bersyukur kepada Allah karena 
masuk penjara Bedford, karena pengalaman itu adalah hal yang luar 
biasa dalam hidupnya. Kita tidak pernah berdoa memohon penderitaan, 
padahal acap kali itulah permintaan terbaik.

Diambil dari:
Judul asli buku: Quiet Times With D.L. Moody
Judul buku terjemahan: Waktu Teduh Bersama D.L. Moody
Judul asli artikel: Doa Berdasar Alkitab
Penulis: D.L. Moody
Penerjemah: Nani Tjahjani
Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004
Halaman: 52

                KESAKSIAN DOA: KUASA DOA DALAM HIDUPKU

Matius 7:7-8, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; Carilah maka 
kamu akan mendapat; Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena 
setiap orang yang meminta menerima dan setiap orang yang mengetok 
baginya pintu dibukakan."

Empat tahun yang lalu saya masih seorang mahasiswa jurusan Akuntansi 
di Universitas Brawijaya, Malang -- sebuah kota yang cukup ramai dan 
indah di kaki Gunung Semeru. Kota pelajar di Jawa Timur ini cukup 
tenang untuk belajar dan kehidupan gereja di sana sungguh semarak. 
Terbukti adanya sekolah Alkitab di Batu -- kota dingin di dataran 
tinggi 15 kilometer dari Malang, maupun di kota Malang sendiri. Dalam 
suasana seperti itulah saya ditempa untuk menghadapi hidup ini.

Dalam keluarga saya, kami adalah tiga bersaudara. Kakak kuliah di 
jurusan Elektronika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga --
sebuah Universitas beken di Jawa Tengah. Adik kuliah di jurusan 
Komputer Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Saya bangga dengan 
kemampuan kami sekeluarga untuk menerobos ke universitas-universitas 
yang bermutu. Waktu itu saya kasihan sekali melihat mama dan papa di 
Parakan -- sebuah kota tembakau di lembah antara dua gunung -- Gunung 
Sumbing dan Gunung Sindoro, Jawa Tengah, harus bekerja keras agar 
anak-anaknya bisa lulus kuliah. Mereka berdua hanya mampu membuka 
warung kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari.

Untuk masuk ke Universitas, saya dan kakak beruntung dibantu oleh adik 
kakek yang cukup berada. Beliau sukses di penjualan jamu tradisional. 
Beliau sangat aktif di Gereja. Meskipun sudah tua, setiap pagi beliau 
selalu berdoa di gereja dan ayah saya mengantar beliau. Dari beliau 
pula kami sekeluarga mengenal gereja. Namun saat ini beliau telah 
tiada dan kami masih punya tugas meloloskan adik kami ke Universitas. 
Akhirnya saya mulai berpikir, saya harus menghidupi diri sendiri, 
tidak boleh bergantung terus pada orangtua. Saya mulai berdoa agar 
Tuhan mengabulkan keinginan saya.

Dari teman di gereja, saya dikenalkan pada seorang partner di Kantor 
Akuntan Publik (KPA). Akhirnya saya mulai bekerja dengan gaji awal Rp. 
200.000. Meski tidak terlalu besar, namun gaji itu lebih dari cukup 
untuk hidup di Malang dan bahkan bisa menabung. Saya berharap tabungan 
itu bisa untuk membayar uang kuliah. Awal tahun 1992 saya ditinggalkan 
kekasih saya tanpa sebab (dia tidak seiman). Karena itu saya sempat 
frustasi dan kuliah yang seharusnya selesai awal tahun sempat mundur 
sampai Agustus 1992. Hidup saya mulai ugal-ugalan. Saya sempat 
mempermainkan seorang wanita. Untung saya cepat sadar dan kembali ke 
kehidupan semula.

Pekerjaan saya semakin maju, gaji mulai menanjak. Apalagi setelah 
lulus dengan gelar Akuntan di belakang nama, penawaran mulai 
meningkat. Bos semakin sayang pada saya. Saya semakin bercita-cita 
untuk membalas kebaikan orangtua saya. Saya rindu untuk memberikan 
hasil kerja saya kepada mereka. Saya ingin mereka bangga -- anaknya 
sudah berhasil dan bekerja. Pada saat itu saya mulai mengenal wanita 
yang bernama M. Dari dia saya semakin mengenal Tuhan dan semakin akrab 
dengan firman Tuhan.

Tuhan sungguh luar biasa untuk menjawab semua doa dan mencukupi 
kebutuhan anak-anak yang di kasihi-Nya. Pada bulan Desember 1992, 
datang surat panggilan dari sebuah kantor Akuntan Publik terbesar di 
Jakarta. Luar biasa, kado Natal dari Tuhan ini karena terus terang 
tabungan saya sudah mulai menipis untuk berbagai keperluan wisuda. 
Saya langsung berangkat ke ibukota untuk tes dan wawancara. Awalnya 
takut sekali karena sebelumnya saya belum pernah menginjakkan kaki di 
ibukota. Bekal saya hanya alamat kantor yang dituju dan alamat adik 
mama yang kebetulan tinggal di Jakarta.

Pagi sekali saya tiba di Stasiun Kota dengan Kereta Bima. Saya 
kebingungan karena pukul 08.00 harus sampai di tempat tes. Saya mandi 
di Stasiun, mencari sarapan, dan segera mencari alamat. Bahkan ganti 
pakaian pun saya lakukan di taksi, sambil berdebar-debar melihat argo 
taksi yang terus berjalan -- maklum uang di dompet sangat terbatas. 
Berkat kuasa Tuhan, tes berjalan dengan lancar. Selesai tes saya 
segera mencari alamat adik mama di kawasan Senen. Dengan susah payah 
akhirnya ketemu juga alamat tersebut. Hampir setengah bulan saya 
menumpang di keluarga tante sebelum akhirnya mencari kost sendiri.

Berkat kuasa Tuhan juga, di awal tahun 1993 saya sudah bisa bekerja di 
kantor yang sangat mentereng di kawasan Segi Tiga Emas. Puji Tuhan, 
luar biasa sekali orang desa seperti saya diberi kesempatan 
menginjakkan kaki dan hidup di lingkungan berdasi seperti ini. 
Setengah bulan pertama saya benar-benar hidup berhemat, karena uang 
tabungan sangat minim sekali. Saya harus membagi dengan hati-hati 
untuk keperluan makan, transportasi, dan membeli dasi. Selama setengah 
bulan itu pula, dasi saya cuma satu dan tak pernah berganti.

Tapi bulan-bulan berikutnya, Tuhan cukupkan kebutuhan dengan melimpah. 
Akhirnya saya berhasil juga mengajak dan mencarikan kerja buat M --
teman yang diberikan Tuhan untuk mendampingi saya. Setelah mulai 
mantap dalam pekerjaan, saya mulai punya cita-cita. Saya percaya dalam 
iman kepada Yesus, Dia akan jawab semua doa dan penuhi janji-Nya. 
Tahun pertama saya bercita-cita untuk sebuah komputer. Ini akan sangat 
mendukung pekerjaan saya sebagai seorang auditor. Tahun kedua saya 
bercita-cita memiliki sebuah mobil. Tidak usahlah mobil mewah, asal 
ber-AC untuk menahan panas kota Jakarta, ber-tape recorder bisa untuk 
mendengarkan lagu-lagu rohani dan belajar bahasa Inggris di jalanan, 
serta tidak mogok.

Tahun ketiga saya berangan-angan ingin memiliki sebuah rumah mungil. 
Tidak usahlah di daerah yang elite, tapi cukup untuk kami meniti rumah 
tangga kami nanti, dan jika perlu memboyong orangtua dari daerah. 
Tahun keempat saya bercita-cita untuk melangsungkan pesta pernikahan 
dengan wanita pilihan Tuhan yang selalu setia mendampingi saya di saat 
susah maupun senang. Pertengahan tahun 1993, saya berhasil membeli 
sebuah notebook. Saya tidak sia-siakan pemberian Tuhan ini, saya 
gunakan sebaik-baiknya untuk mendukung pekerjaan saya. Tahun 1994 
menjelang Natal, agaknya Tuhan memunyai kehendak lain. Tahun yang 
kedua ini bukan mobil yang saya dapat, tapi sebuah rumah. Setelah 
mempertimbangkan segala sesuatunya, saya booking sebuah rumah di 
kawasan Bekasi Timur. Rumah mungil di Perumahan Bumi Anggrek yang 
terjangkau harganya. Keajaiban ini benar-benar pemberian yang harus 
disyukuri. Orangtua segera saya kabari, saya ingin mereka bangga dan 
bahagia. Rumah ini baru bisa ditempati awal tahun 1996. Menjelang 
Natal Tahun 1995, saya mendapat tawaran bekerja di tempat baru dengan 
kompensasi yang sangat menarik dan sebuah kendaraan dinas. Luar biasa, 
kado Natal seperti bertubi-tubi datang kepada hamba-Nya yang kecil 
ini. Saya semakin mencintai-Nya dan semakin percaya Dia Maha Kuasa dan 
mampu melakukan segala sesuatu. Dia akan berikan apa yang sejak awal 
tidak pernah saya bayangkan.

Bagaimana dengan tahun ke empat (1996) nanti? Pasrahkan semua pada-
Nya. Jika Tuhan memunyai rencana, Dia akan jawab semuanya. Tidak ada 
yang terlalu lambat dan tidak ada yang terlalu cepat. Semuanya datang 
tepat waktu. Ketekunan dan imanlah yang dituntut dari kita. Kesabaran 
dan percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan menjawab semua doa.

Diambil dari:
Judul majalah: Pukat, Tahun XVI, Edisi Januari - Februari 1996
Penulis: SW dan MS
Penerbit: GBI Mawar Sharon, Jakarta
Halaman: 28 -- 30

Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org