ARTIKEL
Doa dan Tangan Kosong
Semalam, jemaat gereja kami berkumpul, dibagi-bagi ke dalam kelompok kecil, dan pergi dari rumah ke rumah di sekitar sekolah tempat kami bertemu. Kami pergi berkeliling menyanyikan lagu Natal dan memberikan salinan dari sebuah buku serta undangan ke ibadah Natal kami ke masing-masing rumah di daerah tersebut. Secara keseluruhan, usaha kami diterima dengan baik. Meski hanya ada sebagian kecil dari orang-orang yang berada di rumah dan juga bersedia membuka pintunya, mereka tampak sangat senang mendengar lagu Natal dan menerima hadiah kecil. Pada saat melewati jalan-jalan, saya terpesona oleh dua pemikiran yang berputar-putar di kepala saya selama beberapa minggu terakhir.
Yang pertama adalah pemikiran yang timbul di benak saya saat memikirkan orang-orang di lingkungan kami dan merenungkan betapa saya menginginkan kesempatan untuk bisa menjangkau mereka dengan Injil. Baru-baru ini, saya berdoa dengan menyebut nama beberapa orang ini dan menyadari bahwa sangat mungkin, bahkan mungkin sekali, banyak dari orang-orang ini tidak pernah didoakan sama sekali, atau tidak pernah didoakan oleh seseorang yang benar-benar seorang Kristen (dan dengan demikian seseorang yang doanya didengar oleh Allah). Seperti yang telah saya katakan pada masa lalu, kami tinggal di lingkungan (pengembangan townhouse) dengan sekitar 100-an rumah di dalamnya. Sejauh yang kami tahu, dan kami telah bertemu setidaknya setengah dari orang-orangnya, kami adalah satu-satunya orang Kristen. Kami belum pernah mendengar orang lain berbicara tentang gereja dan tidak pernah melihat mereka pergi ke gereja, kecuali migrasi kecil beberapa umat Katolik "Natal dan Paskah" pada malam Natal. Selama bertahun-tahun kami tinggal di sini, kami telah berkali-kali didekati oleh orang-orang Mormon dan Saksi Yehuwa, tetapi hanya sekali kami kedatangan orang-orang Kristen ke rumah kami yang mengundang kami ke gereja mereka. Faktanya, Kanada sebagian besar adalah bangsa yang tidak percaya. Gereja tempat Injil hadir hanya sedikit dan saling berjauhan. Orang Kristen semakin bertambah sedikit. Jadi, saya bertanya-tanya tentang siapa yang pernah berdoa untuk orang-orang di lingkungan ini? Siapa yang akan mendoakan mereka sekarang?
Hal ini mengejutkan saya sebagai tragedi yang memilukan, bahwa begitu banyak orang tidak akan pernah diangkat ke hadapan takhta kasih karunia. Sangat menyedihkan bahwa begitu banyak orang tidak pernah memiliki seseorang untuk mendoakan mereka di hadapan Tuhan. Pada saat kami melewati jalan-jalan yang gelap tadi malam, saya tidak dapat tidak bertanya-tanya berapa banyak orang yang tidak pernah dibawa ke hadapan Allah, tidak pernah ada orang yang mendoakan untuk keselamatan mereka. Saya bertanya-tanya, berapa banyak orang yang tidak percaya menjalani hidup mereka tanpa pernah memiliki orang-orang Kristen yang berdoa kepada Allah untuk menggunakan diri mereka agar membawa jiwa-jiwa yang hilang ini kepada-Nya.
Saat memikirkan hal ini, saya teringat akan sesuatu yang akan saya ceritakan secara singkat dan sebagai sampingan jika hal itu menarik minat seseorang. Untuk waktu yang singkat, ada seorang pria dengan karunia untuk penginjilan yang menghadiri gereja lama kami. Dia biasa pergi ke stasiun kereta api pagi-pagi dan mencoba untuk duduk dan berbicara dengan orang-orang, meski hanya beberapa saat, untuk membagikan Injil kepada mereka. Dia adalah salah satu dari orang-orang yang sangat saya kagumi yang bisa menginjili orang lain di mana pun dan kapan pun. Pada satu titik, dia dan seorang pria lain di gereja berjalan di sekeliling lingkungan selama kira-kira tiga puluh atau empat puluh hari berturut-turut. Setiap pagi, mereka berhenti sejenak di luar rumah masing-masing orang dan mendoakan orang-orang di rumah itu. Pada akhirnya, mereka mengetuk setiap pintu dan meminta orang-orang untuk bergabung dengan mereka untuk sebuah pesta jalanan. Dan, saat pesta itu berlangsung, mereka memiliki jumlah pengikut yang luar biasa. Mereka memiliki banyak kesempatan untuk membagikan Injil kepada orang-orang ini. Itu adalah penginjilan yang berani, tidak malu, dan efektif. Saya sering bertanya-tanya bagaimana Allah menggunakan doa-doa mereka dan akan terus menggunakan doa-doa tersebut saat orang-orang ini berdoa untuk orang-orang yang mungkin belum pernah didoakan pada masa lalu. Kiranya Allah memberikan saya iman dan keberanian semacam itu. Dan, semoga Dia terus membebani saya untuk berdoa bagi individu di rumah-rumah yang bisa saya lihat sekarang dari jendela kantor saya.
Ada hal lain yang mengejutkan saya tadi malam, dan ini pertama kali terjadi pada saya. Pada Sabtu lalu, ketika ada banyak orang di lingkungan kami yang datang ke rumah kami -- orang-orang dewasa yang hanya datang untuk berkumpul dan mengobrol dan anak-anak yang menghias roti rumah jahe. Kami mengundang orang-orang untuk datang tanpa membawa apa-apa, tetapi toh setiap orang membawa sesuatu, baik berupa sepiring makanan, atau sekaleng cokelat, atau bahkan hanya sebuah kartu. Tidak ada yang mau datang dengan tangan hampa. Dan, demikian juga dengan kami. Ketika seseorang mengundang kami ke rumah mereka, yang selalu menjadi pertanyaan pertama Aileen adalah "Apakah kau bertanya kepada mereka apa yang bisa kita bawa?" Biasanya, saya harus mengakui bahwa, tidak, saya tidak bertanya. Saya berasumsi bahwa jika orang-orang mengundang kita ke rumah mereka, mereka melakukannya dari keinginan untuk menyampaikan kebaikan dan keramahan kepada kita dan bahwa kita tidak diwajibkan untuk membawa sesuatu. Meski begitu, Aileen menganggap bahwa tidak sopan jika tidak menanyakan apakah kami bisa membawa salad atau makanan penutup atau sesuatu (apa pun!).
Tampaknya manusia memiliki masalah dengan menerima hadiah. Manusia memiliki masalah dengan anugerah. Kita tidak pernah mau menerima hadiah tanpa memberikan sesuatu sebagai balasannya. Semalam, orang-orang menerima buku yang kami berikan kepada mereka lalu menanggapi dengan berkata, "Apakah Anda mengumpulkan uang? Bisakah kami menyumbang sesuatu? Bisakah kami, setidaknya, memberikan Anda permen?" Hanya sedikit orang yang bersedia menerima hadiah itu sebagai hadiah, bahkan jika itu adalah hadiah yang tidak mereka inginkan. Jadi, hanya sedikit orang yang bisa percaya bahwa kita akan memberi mereka sesuatu tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Mereka ingin membalas pemberian, untuk membalas anugerah.
Dan, begitulah cara manusia. Salah satu kesaksian terbesar tentang kebenaran Kekristenan ada dalam "kerohanian"nya. Tidak ada manusia yang dapat memahami agama yang menawarkan anugerah tanpa menuntut pembayaran. Tidak ada manusia yang dapat menciptakan agama yang hanya merupakan anugerah. Tanpa karya Roh Kudus, tidak ada yang bisa percaya, menerima, dan menghargai anugerah ini. Dan, bahkan setelah kita diberi secara cuma-cuma, begitu banyak dari kita, begitu seringnya, mencoba untuk membalas anugerah. Kita merasa bahwa kita harus taat kepada Allah untuk membalas-Nya atas keselamatan yang telah Dia berikan kepada kita. Namun, kita tidak menjalani kehidupan dalam ketaatan demi membayar Allah. Sebaliknya, kita hidup dalam ketaatan karena rasa syukur atas anugerah-Nya yang menakjubkan. James White menulis, "Karena iman datang dengan tangan hampa, iman menemukan semua yang dibutuhkan atau diinginkannya dalam anugerah Allah. Hanyalah tangan kosong yang sesuai dengan tangan kuat anugerah." Kita datang kepada Allah dengan tangan hampa, tidak mempersembahkan apa pun, tetapi menerima segalanya.
Dari kepenuhan Kristus, "kita semua menerima anugerah demi anugerah". Sebagai orang-orang yang mengerti anugerah dan yang telah menerimanya, orang Kristen harus memberi dan menerima anugerah sebagai balasannya. Anugerah harus menandai kita berbeda dari yang lain, seperti halnya ia membedakan kekristenan dari semua jalan dunia tiruan kepada Allah.
Saya akan menutup dengan beberapa kata bijak dari pena Charles Spurgeon. "Anugerah adalah alasan keselamatan yang pertama dan terakhir; dan iman, yang sama pentingnya, hanyalah bagian penting dari mesin yang bekerja oleh anugerah. Kita diselamatkan 'melalui iman', tetapi keselamatan hanyalah 'oleh anugerah'. Serukan kata-kata itu seperti sangkakala malaikat yang agung: 'Dengan anugerah, kamu diselamatkan'. Sungguh kabar gembira bagi kita yang tidak layak!" (t/N. Risanti)
|