Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-buku/71

e-Buku edisi 71 (24-3-2011)

Renungan (II)


==================e-BUKU (Berbagi Berkat Melalui Buku)================

Edisi 71/Maret 2011 -- Renungan (II)

DAFTAR ISI
RESENSI 1: HIDUP YANG BERARTI: 30 RENUNGAN HIDUP KRISTIANI
RESENSI 2: SANG GURU KEHIDUPAN
ARTIKEL: LITERATUR KRISTEN LEBIH PENTING DARIPADA BANGUNAN GEDUNG
         GEREJA

Shalom,

Bak tanaman, kehidupan rohani harus senantiasa dipupuk dan dirawat
supaya terus tumbuh subur. Berdoa dan membaca firman Tuhan adalah
langkah yang dapat kita lakukan agar kerohanian kita semakin
berkembang. Untuk mendalami Alkitab, kita bisa dibantu dengan adanya
buku-buku renungan. e-Buku edisi 71, menyajikan dua resensi buku yang
berisi kumpulan renungan. Di kolom Artikel, e-Buku menyajikan sudut
pandang seorang hamba Tuhan tentang literatur Kristen. Anda ingin tahu
lebih lengkap? Silakan simak sajian yang telah kami persiapkan.
Selamat menikmati sajian kami!

Staf Redaksi e-Buku,
Ami Grace Y.
< http://gubuk.sabda.org/ >

"Hari ini menjadi pembaca, besok menjadi pemimpin." (Henry Fielding)

     RESENSI 1: HIDUP YANG BERARTI: 30 RENUNGAN HIDUP KRISTIANI

Penulis: Agus Soehono
Penerbit: Gunung Mulia, Jakarta 1999
Ukuran buku: 13 x 20 cm
Tebal: 145 halaman

Pengalaman adalah guru yang terbaik, apalagi pengalaman itu dilandasi
oleh firman Tuhan. Pengalaman yang dialami oleh seseorang pasti
berbeda dengan pengalaman yang dialami oleh orang lain. Walaupun
begitu, kita bisa mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain.
Pengalaman-pengalaman yang kita miliki juga bisa menjadi berkat bagi
orang lain. Tantangannya sekarang, apakah kita bisa menjadikan
pengalaman itu sebagai pelajaran untuk masa depan atau membiarkannya
berlalu begitu saja?

Beranjak dari pengalaman hidup dan pelayanannya, Agus Soehono akhirnya
menulis buku yang berisi 30 renungan hidup Kristen. Dengan
ilustrasi-ilustrasinya, penulis mampu memberikan gambaran yang indah
bagi pembaca untuk dapat merenungkan, menata, dan menentukan
langkah-langkah dalam membentuk kehidupan iman dan pelayanan yang
lebih bermanfaat bagi Allah dan sesama. Menariknya,
ilustrasi-ilustrasi segar dari buku ini, diuraikan secara sederhana
tanpa kehilangan esensinya, sehingga pembaca lebih mudah mencerna
makna dan nilai-nilai Kristen yang disampaikan oleh penulis. Buku ini
bagus untuk semua kalangan, apalagi bagi orang-orang Kristen yang
rindu merefleksikan nilai hidup Kristen mereka. Para aktivis gereja
dan pendeta juga dapat mengonsumsi buku untuk melengkapi pelayanan
mereka.

Namun, buku renungan ini tidak terlalu banyak mengutip ayat-ayat
firman Tuhan, inilah yang disayangkan. Selain itu, buku ini juga tidak
menyediakan lembar aplikasi dan evaluasi. Dengan begitu, pembaca perlu
menyediakan kertas sendiri jika ingin merenung dengan membaca buku
ini.

Peresensi: Truly Almendo P.

                      RESENSI 2: SANG GURU KEHIDUPAN

Penulis: Pengky Andu
Penerbit: Majesty, Jakarta 2001
Ukuran buku: 14 x 21 cm
Tebal: 81 halaman

Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan terjadi hari ini
maupun hari esok. Kehidupan merupakan sebuah misteri. Namun demikian,
kita bisa belajar tentang hidup dari seorang Guru yang mengerti
kehidupan ini secara jelas. Guru yang bisa dijadikan teladan, yang
ajaran-ajaran-Nya bisa direnungkan, dilakukan, dan diajarkan kepada
orang lain agar mereka juga mengalami kemenangan yang kita alami,
Dialah, Yesus -- Sang Guru kehidupan.

"Sang Guru Kehidupan", buku yang ditulis oleh Pengky Andu -- seorang
pengkhotbah yang antik, nyentrik, menggelitik, dan kadang mengkritik,
bisa menjadi referensi Anda dalam mempelajari arti hidup. Sampul buku
ini memang terlihat sangat sederhana. Saking sederhananya mungkin
banyak orang tidak tertarik. Namun, isinya tidak sesederhana
tampilannya, Anda jangan tertipu! Dengan membaca buku ini iman Anda
bisa dibangkitkan. Buku ini memuat khotbah-khotbah Pengky Andu yang
sarat akan kebenaran Allah tentang kehidupan. Bahkan tidak jauh
berbeda dengan khotbah-khotbahnya, dalam buku ini, penulis juga
menyampaikan renungannya dengan disertai ilustrasi, contoh, atau
perumpamaan yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun
sebagian besar renungannya berisi ilustrasi, namun Pengky Andu selalu
mendasarkan renungannya pada ayat Alkitab. Gaya bahasa yang "tanpa
tedeng aling-aling" juga terlihat jelas dalam buku ini. Enteng, segar
namun tegas! Begitulah kesan pertama dari buku ini.

Ciri khas lain dalam buku ini adalah, adanya kata-kata penguatan di
bagian akhir renungan. Meskipun pendek namun memberi inspirasi. Dari
buku ini, Anda bisa menemukan 11 renungan yang berbicara tentang
proses mencari dan menemukan banyak hal dalam hidup; mukjizat, waktu,
dan kehidupan; kasih mula-mula; tidak lari dari kekecewaan, dan
beberapa topik lainnya. Sayangnya, tidak semua kumpulan khotbahnya
dibukukan.

Peresensi: Lani Mulati

         ARTIKEL: LITERATUR KRISTEN LEBIH PENTING DARIPADA
                        BANGUNAN GEDUNG GEREJA
                    Penyusun ulang: Sri Setyawati

Keberadaan literatur Kristen di Indonesia, bisa dikatakan tidak
sepopuler jika dibandingkan dengan literatur-literatur sekuler. Namun,
kita patut bersyukur karena keberadaan literatur Kristen saat ini,
sudah menunjukkan eksistensinya bahkan semakin berkembang.

Saat ini kita akan mengorek tentang literatur Kristen dari sudut
pandang seorang hamba Tuhan. Sebagai seorang pendeta, Peter Wongso
tidak hanya rindu memberitakan kebenaran Allah melalui
khotbah-khotbahnya, namun ia juga ingin terlibat dalam dunia
literatur. Seperti apakah literatur Kristen dalam kacamata seorang
Peter Wongso? Menurut beliau, literatur Kristen mengandung tiga makna.
Pertama, selain melalui perantara (nabi), Allah juga mengomunikasikan
kehendak-Nya melalui tulisan (Alkitab). Adapun tujuannya adalah
supaya manusia dari generasi ke generasi dapat mempelajari firman
Tuhan dengan bahasa yang dimengerti. Selanjutnya pembelajaran firman
Tuhan yang dimaksud diharapkan membuahkan pengenalan akan kehendak-Nya
dan menjadikannya sebagai prinsip dalam kehidupan. Kedua, literatur
Kristen dengan segala wacana dan penggolongannya dalam perjalanan
sejarah gereja dan kehidupan manusia, telah banyak memberi sumbangsih
dalam pembentukan dasar, konsep, pedoman iman, dan kelakuan. Ketiga,
literatur Kristen memunyai pengaruh yang melampaui zaman. Pemikiran
teolog-teolog besar dalam sejarah dapat kita pelajari dan terus dapat
dikaji melalui karya mereka. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Peter
Wongso memiliki beban untuk terus belajar bahkan menulis berbagai
buku. Bagi dia, literatur Kristen lebih penting daripada bangunan
gedung gereja.

Usut punya usut, pelayanan Peter Wongso di dunia literatur berawal
sejak bulan Juli 1951, saat beliau diselamatkan Tuhan. Sejak saat itu,
kerinduannya untuk melakukan penginjilan pribadi semakin kuat.
Pengalamannya menginjil di berbagai daerah pun, mengusik hatinya untuk
mengabarkan Injil melalui tulisan yang dicetak dan didistribusikan
seperti koran. Kerinduan beliau akhirnya terwujud! Tulisan-tulisannya
digunakan untuk pekabaran Injil. Tulisannya yang semula beroplah 5.000
eksemplar terus meningkat menjadi 18.000 eksemplar. Bahkan tulisannya
tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia tapi juga bahasa Mandarin.
Sementara itu, karena ketekunannya membaca dan mengadakan analisa
Alkitab, Peter Wongso dapat menghasilkan berbagai naskah khotbah.
Kesungguhan Peter Wongso dalam bidang literatur pantas diacungi
jempol. Di sela-sela kesibukannya dalam proses belajar-mengajar di
sebuah universitas, beliau tetap menyediakan waktu untuk menulis
diktat dan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Inggris ke bahasa
Mandarin. Begitulah kronologi pelayanannya dalam bidang literatur yang
masih terus beliau kembangkan hingga saat ini. Dari jerih payahnya
itu, beliau berhasil menulis diktat yang kemudian diterbitkan sebanyak
49 eksemplar. Ia juga menulis 29 buku berbahasa Indonesia dan 43 buku
berbahasa Mandarin. Selain itu, ia juga telah menerjemahkan 23 buku.
Banyak juga artikel-artikel lain yang tersebar dalam berbagai bahasa.

Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, Peter Wongso menggali
sumber-sumber tulisannya dari Alkitab. Beliau percaya bahwa Alkitab
memiliki kewibawaan yang cukup untuk menjawab seluruh problematika
dalam kehidupan manusia. Boleh dikatakan Alkitab adalah sumber
inspirasi yang tidak pernah kering. Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru memiliki cakupan dimensi yang sangat luas, apakah itu soal
peperangan, kekerasan, seks, arti hidup, pekerjaan, uang, dan
sebagainya. Karena itu, tidak mengherankan jika karya-karyanya
berpengaruh banyak bagi pembaca-pembacanya. Beberapa di antaranya,
orang Tionghoa di Jepang yang bertobat setelah membaca tulisannya
mengenai tujuh surat untuk gereja-gereja di Asia kecil, pada tahun
1961. Dr. Felix Liu, yang mendapat dorongan untuk menetapkan panggilan
Tuhan, kemudian menyerahkan diri untuk menjadi pelayan Tuhan, dengan
membaca karya terjemahannya dari buku karangan Oswald Smith. Beberapa
mahasiswa dari Tiongkok yang belajar di Australia, menyaksikan
pertobatannya setelah membaca dan mempelajari buku "Dasar-dasar Iman
Kristen" darinya, dan banyak pendeta dan gereja yang memakai buku
tafsirannya sebagai bahan khotbah dan PA.

Bagi Peter Wongso persinggungan dan perjumpaannya dengan kebenaran
dalam Alkitab selalu membuahkan satu hal: sukacita! Kemudian tatkala
kebenaran tersebut dituangkannya dalam bentuk tulisan, dibaca, dan
menjadi berkat, ada kepuasan yang tidak dapat dinilai dengan apa pun.
Luar biasa!

Anda sudah banyak membaca buku dan rindu membagikan berkat kepada
orang lain melalui tulisan Anda? Berikut kiat yang dibagikan Peter
Wongso. Pertama, menurut Peter Wongso, seorang penulis Kristen harus
mengalami kelahiran baru. Kedua, memiliki sikap dan ketekunan dalam
membaca Alkitab. Ketiga, terus mengembangkan wawasan dengan mengasah
pikiran dan membaca berbagai buku dari pelbagai disiplin ilmu.
Keempat, rajin menulis dan memublikasikannya walau awalnya mungkin
tidak lancar. Kelima, mengenali tulisan seorang penulis melalui karya
tulisannya secara utuh, baik pada usia muda, paruh baya, dan lansia.
Selain itu, pertahankan kerajinan dan kedisiplinan, rajin mengamati
dan mengumpulkan bahan-bahan tulisan, dan disiplin dalam menuliskannya
sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan.

Bertolak dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pelayanan
dan pewartaan Injil bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
media, termasuk literatur. Apalagi zaman sudah banyak berubah. Konteks
pelayanan pun berkembang dengan cepat. Jadi, jika kita tidak ingin
gereja kita menjadi "besi tua", kita harus memikirkan
"kemasan-kemasan" pelayanan yang relevan dan "up to date", salah
satunya lewat literatur.

Diambil dan disusun ulang dari:
Judul buku: Hamba Tuhan dan Jemaat Kristus yang Melintasi Zaman
Judul artikel: Literatur Kristen Lebih Penting daripada Bangunan
               Gereja
Penulis: Peter Wongso
Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Malang 2002
Halaman: 223 -- 227

Kontak: < buku(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Ami Grace Y., dan Yonathan Sigit P.
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/buku >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org