Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-buku/123 |
|
e-Buku edisi 123 (21-5-2013)
|
|
==================e-BUKU (Berbagi Berkat Melalui Buku)================ e-Buku -- Khotbah (II) Edisi 123/Mei 2013 Shalom, Masih dengan tema yang sama, kali ini e-Buku menyajikan buku yang terbit pada tahun 80-an, namun masih relevan dengan kehidupan sekarang, khususnya tentang bagaimana menyampaikan khotbah yang alkitabiah dan membangun iman jemaat. Meskipun buku ini sudah terbit bertahun-tahun yang lalu, tetapi prinsip-prinsip kebenaran dalam berkhotbah yang dijelaskan masih layak untuk dipegang. Selain resensi buku dengan tema "Khotbah", kami juga menyuguhkan satu artikel ke hadapan Anda. Kiranya sajian kami ini semakin mendorong Pelanggan untuk giat membaca, demi kemajuan peradaban bangsa kita. Amin. Pemimpin Redaksi e-Buku, S. Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://gubuk.sabda.org/ > "Dengan membaca Kitab Suci, aku sangat diperbarui. Seluruh alam di sekelilingku dan aku kelihatannya sudah diperbarui. Langit tampak begitu murni dengan warna biru yang menakjubkan, dan pepohonan tampak hijau segar. Seluruh dunia diliputi kemuliaan Allah dan saya merasakan semangat yang membara dan musik di bawah kakiku." (Thomas Merton) RESENSI 1: URAIAN SINGKAT TENTANG HOMILETIK ILMU BERKHOTBAH Judul buku: Uraian Singkat Tentang Homiletik Ilmu Berkhotbah Judul asli: -- Penulis/Penyusun: P. H. Pouw Penerjemah: -- Editor: -- Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1995 Ukuran buku: 12,5 x 18,3 cm Tebal: 166 halaman ISBN: -- Buku Online: -- Download: -- Buku ini ditulis oleh Pdt. P. H. Pouw, salah seorang sahabat Dr. Jaffray. Mereka berdua telah menggubah ratusan lagu gereja. Selain itu, Pdt. Pouw menggembalakan Gereja Kemah Injil di Ujung Pandang, mengajar di Makassar Bible School (sekarang STTj) dan membantu redaksi dan produksi majalah Kalam Hidup. Untuk menolong para calon pendeta maupun pendeta, Pdt. P. H. Pouw menulis sebuah buku yang topik utamanya adalah tentang khotbah. Buku ini dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama menerangkan arti homiletik, asal usul homiletik, arti khotbah, menentukan judul dan tema khotbah, menentukan arah dan tujuan khotbah, memilih ayat emas, menentukan bab dan bagian-bagiannya, tiga syarat dalam berkhotbah, membuat pendahuluan atau pembukaan khotbah, membuat penutup atau kesimpulan khotbah, membuat isi khotbah, memakai ilustrasi, dan bagaimana pengkhotbah bersikap di atas mimbar. Pada bagian kedua, penulis memberikan berbagai macam contoh khotbah seperti khotbah tekstual, topikal, dan ekspositori. Selain itu, ada juga contoh khotbah dalam berbagai situasi seperti khotbah dalam kebaktian rumah tangga, pernikahan, upacara penghiburan, dan siaran radio. Pada bagian pertama, penulis mengajarkan tentang arti kata Homiletik yang berasal dari Bahasa Yunani "Homilia" yang berarti perundingan, penguraian, atau khotbah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, kita memahaminya sebagai ilmu berkhotbah atau pelajaran berbicara di hadapan orang banyak. Pouw mengatakan bahwa ada orang yang memiliki kepandaian berbicara karena bawaan lahir, tetapi karena tidak dilatih untuk menyusun kata-kata dan tidak tahu bagaimana menguraikan suatu hal, kemampuan berbicaranya di depan umum tidak terlalu baik. Karena homiletik adalah sebuah ilmu, lalu bagaimana berkhotbah yang benar itu dapat dipelajari, baik oleh pendeta maupun oleh para pelayan Tuhan dan jemaat sehingga setiap anak Tuhan dapat bersaksi tentang Injil Tuhan kepada orang banyak? Selain itu, di dalam buku ini dijelaskan bahwa berkhotbah bukan hanya soal teknik, melainkan juga tentang sikap. Seorang pengkhotbah dituntut untuk tidak sombong dan tidak minder di hadapan jemaat. Pengkhotbah adalah pesuruh Allah untuk mengabarkan Kabar Baik. Karena itu, pengkhotbah haruslah menetapkan hatinya kepada Tuhan Yesus, menuju mimbar dengan rasa percaya diri, dan tetap dengan sikap menghormati jemaat. Buku ini menarik untuk dibaca dan berguna bagi semua anak Tuhan agar mereka dapat menyampaikan kesaksian mereka tentang Kabar Baik dengan cara yang benar dan juga menarik. Peresensi: Yusak RESENSI 2: CARA MEMPERSIAPKAN KHOTBAH Judul buku: Cara Mempersiapkan Khotbah Judul asli: How to Prepare Sermons and Gospel Addresses Penulis/Penyusun: Dr. William Evans Penerjemah: -- Editor: -- Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1987 Ukuran buku: 13 x 18 cm Tebal: 156 halaman ISBN: 979-415-031-2 Buku Online: -- Download: -- Apakah Anda adalah seorang pendeta? Atau mungkin seorang pengurus gereja yang rutin mendapatkan tugas untuk berkhotbah? Jika `Ya`, buku berikut ini tepat untuk Anda. Buku ini memang ditujukan bagi pembaca yang membutuhkan panduan untuk mempersiapkan khotbah. Dengan membaca buku ini, diharapkan Anda dapat semakin mudah dan cepat dalam mempersiapkan khotbah. Dalam buku yang ditulis oleh Dr. William Evans ini, Anda bisa mendapatkan pengajaran-pengajaran praktis seputar mempersiapkan khotbah. Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi pelajaran untuk mempersiapkan khotbah dan bagian kedua berisi contoh-contoh kerangka khotbah. Hal yang menarik adalah, penulis memulai pelajarannya bukan dari isi khotbah yang akan disampaikan, melainkan dari diri si pengkhotbah. Menurut penulis, hal yang paling penting untuk dipersiapkan adalah kepribadian atau karakter si pengkhotbah. Setelah seorang pengkhotbah memiliki karakter yang baik, barulah khotbahnya bisa menyentuh hati pendengar. Dr. William Evans menulis, "Berita yang akan dikabarkan, haruslah berakar terlebih dahulu dalam hati pengkhotbah." Selanjutnya, Anda dapat membaca uraian dari kedua bagian ini, yang penulis pisahkan ke dalam 14 bab dengan topik-topik yang meliputi bagaimana memilih dan menafsirkan nats, memilih tema, mengumpulkan dan menyusun bahan khotbah, khotbah berdasarkan perikop, pembacaan Alkitab, khotbah berdasarkan pasal, dan penggunaan ilustrasi dalam khotbah. Buku ini bukan hanya ditujukan kepada para pendeta atau mahasiswa teologi saja. Bahkan, buku ini juga sangat bermanfaat bagi kaum awam yang dipercayakan untuk menyampaikan firman Tuhan di gereja atau tempat persekutuan karena materi yang disampaikan lebih bersifat praktis daripada teoritis. Dalam buku ini, pembaca dituntun langkah demi langkah untuk menyiapkan khotbah yang berbobot, alkitabiah, dan menyentuh jiwa pendengar. Jika Anda masih kesulitan, Anda bisa menemukan contoh-contoh kerangka khotbah yang sudah disiapkan oleh Dr. William Evans di bagian kedua dari buku ini. Kiranya buku ini membantu Anda dalam meningkatkan kualitas khotbah Anda. Peresensi: Yegar ARTIKEL: MEMBACA SEKADAR HOBIKAH? Diringkas oleh: S. Setyawati Seorang guru bertanya kepada murid-muridnya tentang hobi mereka. Sebagian besar murid mengatakan bahwa membaca adalah hobi mereka yang paling menonjol, setelah itu olahraga. Namun, ada seorang siswa yang mengatakan bahwa yang termasuk hobi adalah mengumpulkan prangko, mendengar musik, melukis, sepak bola, atletik. Menurutnya, membaca bukanlah hobi karena hobi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pilihan dan keputusan, suka atau tidak suka, berminat atau tidak berminat. Apakah Anda setuju dengan anggapan tersebut? Dalam kenyataan, budaya membaca pustaka belum mengambil tempat atau tumbuh dengan subur dalam kehidupan masyarakat masa kini. Bahkan, animo masyarakat untuk membaca pada masa silam jauh lebih besar daripada masyarakat sekarang. Sebagai contoh, karya sastra Marah Rusli "Siti Nurbaya", yang diterbitkan sebanyak 3000 eksemplar. Setelah hampir setengah abad kemudian, karya tersebut masih diterbitkan lagi dengan jumlah yang sama. Apakah benar, mereka yang hidup pada masa orde lama lebih bersemangat dan gemar membaca daripada orang-orang zaman sekarang? Jika memang begitu kenyataannya, ini semua merupakan indikasi bahwa kita masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan sumber daya kita dan wawasan generasi mendatang dengan mengembangkan budaya membaca. Lebih Suka Mengobrol daripada Membaca Mengapa masyarakat kurang senang membaca? Apakah masyarakat kita lebih suka mendengar daripada membaca? Fakta menunjukkan bahwa orang-orang di Asia (termasuk Indonesia) cenderung suka mengobrol atau bersosialisasi dan menonton TV. Untuk membaca, hanya diberikan lima menit saja. Setelah itu, buku ditinggalkan begitu saja dan sisa bacaan dibiarkan berhari-hari tanpa disentuh sama sekali. Rupanya membaca menjadi kegiatan yang sangat membosankan dan memberatkan. Itulah sebabnya, ketika sedang antre, tidak banyak orang yang memanfaatkan waktu untuk membaca. Kebanyakan orang lebih memilih untuk merokok, bercakap-cakap dengan orang di sampingnya, atau bermain HP. Hal ini sangat bertolak belakang dengan orang-orang Barat yang memanfaatkan waktu untuk membaca buku yang sengaja dibawa setiap kali mereka pergi. Dalam sebuah gerbong kereta api, kebanyakan penumpang hanya berdiam diri atau berbincang-bincang dengan penumpang di dekatnya. Dari seluruh penumpang, hanya sepuluh persen di antaranya yang membaca. Itu pun bukan buku yang dibaca, tetapi koran, majalah, dan tabloid. Hal ini menunjukkan bahwa budaya membaca tidak tampak baik di kalangan eksekutif maupun masyarakat umum. Sebenarnya, membaca apa saja memang baik, tetapi alangkah lebih baik kalau membaca karya yang lebih bermanfaat, misalnya buku, karena buku merupakan media informasi yang dapat menolong kita mempelajari pikiran orang lain, metodologi penulisan, gaya bahasa yang digunakan, cara penulis berargumentasi mengenai suatu objek, membandingkan gagasan dan pikiran orang, melihat bagaimana penulis memberi solusi atas suatu masalah, atau karya yang membangun wawasan intelektualitas. Dengan membaca bahan bacaan semacam itu, paling tidak kita dapat belajar sesuatu atau menerapkan langsung hasil bacaan itu. Jadi, membaca bacaan yang bukan sekadar hiburan dapat membentuk gaya hidup kita. Sayangnya, kurangnya minat membaca menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia. Belum banyak dari masyarakat Indonesia yang secara sadar menyediakan waktu untuk membaca, baik di rumah maupun saat sedang menempuh perjalanan jauh mengendarai bus atau kereta. Bahkan, kaum terdidik yang mau membaca pun jumlahnya masih sangat minim. Kebanyakan, anak-anak sekolah hanya mau membaca pada masa ujian semester, ujian nasional, dan menjelang ujian masuk perguruan tinggi. Mereka terdorong untuk membaca karena kebutuhan sesaat dan bukan merupakan kegiatan rutin. Ini benar-benar kenyataan yang memprihatinkan. Padahal, sebagai negara berkembang, membaca merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendasar karena membaca dapat memacu hadirnya manusia berkualitas pada masa yang akan datang. Ini merupakan tantangan bagi semua pihak, bukan hanya pemerintah. Hak Anak untuk Mendapat Bahan Bacaan Stephen J. Woodhouse, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia dan Malaysia, berkata, "Negara-negara berkembanglah yang harus memenuhi hak-hak anak-anak mereka. Hanya dengan memenuhi hak-hak anak, terutama hak untuk pendidikan dan kesehatan serta perlindungan terhadap perlakuan salah, mutu sumber daya manusia dapat ditingkatkan. Dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, suatu negara miskin dapat berkembang dan keluar dari kemiskinannya." Ia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan kualitas manusia, kepercayaan diri, dan pemenuhan hak individu akan pengetahuan. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan keinginan membaca pada generasi penerus, khususnya anak-anak. Melalui membaca, wawasan anak dalam masalah budaya teknologi, sains, iman, maupun berbagai informasi lainnya dapat ditingkatkan. Melalui membaca, anak dapat mengembangkan diri menuju tahap yang lebih maju, memacu diri setara dengan bangsa lain. Akan tetapi, kita tidak bisa menutup mata bahwa masalah krisis ekonomi dan terjadinya bencana alam sering kali membuat kita kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak akan pengetahuan. Siapa yang akan menolong mereka? Siapa lagi kalau bukan kita? Kita semua terpanggil untuk menolong meningkatkan sumber daya manusia melalui pemenuhan kebutuhan akan bacaan bagi generasi penerus bangsa, dengan bersikap tanggap terhadap kebutuhan anak-anak dalam keluarga kita, tetangga-tetangga di sekitar kita, dan bangsa kita. Membaca Itu Hobi atau Kebutuhan? Pertanyaannya, sebenarnya membaca itu hobi atau kebutuhan? Jika membaca dikategorikan sebagai hobi, dimensi membaca dalam realitas sosial menjadi tampak tidak jelas dan tidak memberi rangsangan apa-apa. Kalau membaca hanya sebatas hobi, kapan saja kita lakukan, entah dua kali seminggu atau bahkan dua kali sebulan, tidak menjadi soal. Jika ditempatkan pada konteksnya, membaca sebenarnya merupakan suatu upaya memberi makan pada akal budi manusia. Membaca merupakan kebutuhan mutlak manusia, sama seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Membaca bukanlah kebutuhan mewah yang ditempatkan pada skala khusus. Membaca merupakan kewajiban sekaligus tanggung jawab kita dalam memelihara akal budi dan meningkatkan pengetahuan atau wawasan intelektual. Mungkin, salah satu penyebab lemahnya semangat membaca masyarakat adalah karena mereka menganggap membaca hanya sekadar hobi yang berkaitan dengan pilihan atau keputusan. Dengan begitu, entah saya membaca atau tidak, itu urusan saya dan saya tidak merugikan siapa pun. Berbeda halnya jika kita menganggap membaca sebagai suatu keharusan atau sebagai kebutuhan mutlak. Anggapan ini akan membuat kita merasa bahwa kehidupan ini bagai burung dalam sangkar, yang hanya menunggu orang lain untuk memberi makan pada akal budi kita, jika kita tidak membaca. Sebaliknya, dengan membaca, kita menolong seseorang untuk bebas berpetualang dalam dunia literatur guna mendapatkan makanan segar dan sehat bagi tubuh dan jiwa. Setelah menyadari hal ini, mari kita jadikan membaca sebagai kebutuhan sehingga jika kita tidak melakukannya, aktivitas, dan intelektualitas kita tidak akan terganggu. Mari kita menjadi masyarakat yang berbudaya dengan menggiatkan diri pada kebiasaan membaca karena membaca merupakan ciri sekaligus kebutuhan sentral manusia yang berbudaya. Itulah sebabnya, membaca sama pentingnya dengan mendandani tubuh dengan busana budaya. Hal yang sama berlaku pada akal budi atau lebih tepatnya keberadaan manusia. Akal budi membutuhkan makanannya sendiri, yakni membaca dan membaca. Mari kita pacu intelektual kita dan terus tingkatkan kreativitas akal budi kita untuk membangun negeri. Diringkas dari: Judul buletin: Sahabat Gembala Penulis: Sostenis Nggebu Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2000 Halaman: 28 -- 33 STOP PRESS: Undangan Bergabung di Facebook Grup "Alkitab Setiap Hari" (Walking With God) Facebook Grup "Walking With God" dibuat oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), untuk mengajak setiap orang percaya berjalan bersama Allah dengan membaca Firman-Nya setiap hari dan membagikan berkat-Nya kepada anggota yang lain. Melalui grup ini, kami mengajak setiap peserta untuk: 1. Mengucap syukur atas campur tangan Tuhan dalam hidup kita setiap hari. 2. Membaca dan merenungkan teks Alkitab sesuai dengan perikop yang sudah disusun. 3. Memilih salah satu ayat dari teks Alkitab yang dibaca, yang berbicara paling banyak untuk Anda. 4. Menuliskan pelajaran dari ayat yang dipilih untuk dibagikan kepada anggota lain. Bergabunglah di Facebook Grup "Alkitab Setiap Hari" (Walking With God). ==> http://www.facebook.com/groups/alkitab.setiap.hari/ Ajak juga teman-teman Anda yang rindu belajar firman Tuhan dengan mengundang mereka bergabung di Facebook Grup "Alkitab Setiap Hari" (Walking With God). Kontak: buku(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, Amy G., Sigit, dan Adiana Berlangganan: subscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-buku/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |