Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binasiswa/103

e-BinaSiswa edisi 103 (13-8-2018)

Mengajarkan Nilai Kebangsaan kepada Remaja Kristen II

Mengajarkan Nilai Kebangsaan kepada Remaja Kristen (2) -- Edisi 103/II/Agustus 2018
 
Mengajarkan Nilai Kebangsaan kepada Remaja Kristen (2)
Edisi 103/II/Agustus 2018
 
e-BinaSiswa Salam damai sejahtera,

Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki tanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang baik bagi negara ini. Kita beruntung hidup pada zaman yang sudah merdeka sehingga kita tidak pernah merasakan secara langsung kejamnya penjajahan yang pernah terjadi di Indonesia. Rasa-rasanya, kita tidak perlu mengangkat senjata untuk berjuang demi kemerdekaan bangsa. Akan tetapi, sebagai warga negara yang baik, kita harus berdoa dan mengingat jasa pahlawan yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Kita pun harus mengajarkan nilai-nilai kepahlawanan kepada remaja dan pemuda yang kita bina.

Mungkin, kita tidak menyadari betapa pentingnya keberadaan pemuda, terutama pemuda Kristen, bagi bangsa dan negara Indonesia. Untuk mengetahui peran penting pemuda Kristen bagi bangsa ini, kita dapat menggalinya secara lebih mendalam melalui bahan di kolom Kiat Pembina kali ini. Selain itu, dalam rangka menyambut hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke-73, kami menyajikan ulasan salah satu tokoh pahlawan nasional, seorang pemuda Kristen, yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Pemuda ini bernama Ignatius Slamet Riyadi. Mari menyimak riwayat kehidupan pahlawan yang berasal dari Solo ini, mulai dari kelahiran, perjuangannya, sampai kematiannya. Tuhan memberkati. Merdeka!

Ariel

Pemimpin redaksi e-BinaSiswa,
Ariel

 

KIAT PEMBINA Peran Pemuda Kristen di Tengah Bangsa dan Gereja

Pemuda dan masa depan, ibarat "manusia dan udara", adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena telah menjadi kodrat bagi pemuda itu sendiri, yang sering disebut-sebut sebagai masa depan, tunas bangsa, dan pelanjut generasi. Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda turut berandil dalam rangkaian upaya pembangunan bangsa. Bahkan, ketika kita berbicara tentang sejarah bangsa Indonesia, pembicaraan tersebut tidak bisa terlepas dari konteks kepemudaan.

Namun, yang menjadi pertanyaan, apa peran pemuda dalam pembangunan bangsa dewasa ini? Apakah istilah-istilah indah yang disematkan kepada pemuda hanya sebatas kata-kata tanpa implementasi?

Pemuda dan bangsa

Ada banyak pendapat yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang mengatakan bahwa sebagian besar generasi muda Indonesia berada dalam keadaan acuh tak acuh, hidup santai, miskin dalam cita-cita, mengalami erosi idealisme dan patriotisme, dan lain sebagainya. Apabila kita telusuri secara mendalam tentang kehidupan generasi muda Indonesia saat ini, pendapat-pendapat ini ada benarnya juga. Melihat kenyataan saat ini, bisa dikatakan bahwa sebagian besar generasi muda di Indonesia tengah dilanda "krisis identitas". Realitas kondisi generasi muda bangsa saat ini, khususnya kaum muda Kristen, telah mengalami pergeseran pola pikir dan budaya.

Berbicara dalam konteks gereja, kondisi pemuda juga mengalami hal yang sama. Bisa dilihat, minimnya peran serta pemuda untuk dapat melayani di gereja menjadi cerminan bagaimana usaha suatu gereja mengakomodasi potensi yang dimiliki oleh kaum mudanya. Keaktifan organisasi kategorial pemuda gereja juga bisa menjadi indikator penilaian terhadap kepedulian gereja terhadap kaum mudanya. Minimnya pendeta pemuda, kurangnya perhatian, dan berbagai hal lain menjadi realitas yang dihadapi pemuda dalam gereja saat ini.

Dalam konteks berbangsa, peran dan tanggung jawab pemuda Kristen sangat besar. Pemuda Kristen harus berani menempatkan dirinya di garda terdepan dalam mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan, dan demokrasi di Indonesia yang berdasarkan kasih. Dengan kata lain, pemuda Kristen harus menjadi pelopor terwujudnya "Shalom Allah" di muka bumi ini. Hal ini akan menunjukkan bagaimana pemuda Kristen merelevansikan imannya di tengah-tengah kehidupan dunia. Oleh karena itu, konsep persekutuan dan nasionalisme merupakan dua hal yang saling berkaitan, dan dua hal tersebut sepatutnya dimiliki oleh pribadi-pribadi pemuda Kristen.

Pemuda Indonesia

Untuk mengimplementasikan iman Kristen di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia, pemuda Kristen dituntut untuk meningkatkan ketekunan dalam kejujuran, mengasah setiap potensi yang dimiliki, dan menyalurkan kreativitas yang mengarah ke pembangunan bangsa Indonesia. Dalam mengimplementasikan iman Kristen di tengah-tengah kehidupan bangsa, pemuda Kristen juga dituntut untuk mempunyai idealisme yang tinggi, semangat juang yang kukuh, dan tidak larut dalam alam berpikir yang pragmatis sehingga menjadi acuh tak acuh, masa bodoh, sinis, dan akhirnya frustrasi. Oleh karena itu, seyogianya, setiap pemuda Kristen semakin menggalakkan usaha-usaha di bidang studi masing-masing dan juga memperjelas arti serta peranan pemuda dalam kehidupan sosial politik di bangsa ini.

Jika ditelusuri di Alkitab, dapat dilihat bahwa jalan Tuhan sering memakai kaum muda untuk menyuarakan kebenaran. Yusuf, yang dipakai Tuhan melalui suatu maksud jahat dan ironis dari saudara-saudaranya, dalam usianya yang masih muda menjadi orang pertama yang dipakai Allah untuk menjadi pemimpin bangsa, bahkan di luar bangsanya sendiri. Ketika bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian, justru Yosua yang muda yang harus memimpin mereka. Kedua belas murid Yesus pun adalah orang-orang muda. Sebagian besar dari mereka hanya nelayan, bukan tokoh yang mumpuni, tetapi masih saja dipakai untuk mengabarkan Injil. Tidak tanggung-tanggung, bahkan Yesus sendiri hidup selama 33 tahun di dunia. Dia mengerjakan tugas-Nya dalam usia muda.

Untuk itu, melalui tulisan ini, saya mengajak segenap kaum muda Kristen, khususnya yang ada di Indonesia, agar menyadari tanggung jawabnya sebagai pemuda, menyadari tugas panggilannya di tengah-tengah bangsa dan gereja. Sebelum terlambat, mari kita sadari dan lakukan tanggung jawab itu. Kiranya Tuhan memberikan kekuatan kepada pemuda Kristen untuk memasuki masa depan yang penuh tantangan dan harapan.

Unduh Audio

Diambil dari:
Nama situs : GMKI Cabang Balikpapan
Alamat situs : http://cabbalikpapan.blogspot.com/2014/07/peran-pemuda-kristen-di-tengah-bangsa.html
Judul asli artikel : Peran Pemuda Kristen di Tengah Bangsa dan Gereja
Penulis artikel : Tim GMKI Cabang Balikpapan
Tanggal akses : 6 Agustus 2018
 

TOKOH Ignatius Slamet Riyadi Dirangkum oleh: Sri Setyawati

Slamet Riyadi

Slamet Riyadi, seorang Pahlawan Nasional Indonesia, pada awalnya bernama Sukamto. Slamet Riyadi lahir di Donokusuman, Solo, pada tanggal 28 Mei 1926. Slamet Riyadi adalah putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legiun Kesunanan Surakarta. Karakter yang sangat menonjol dari sosok Slamet Riyadi adalah kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Dia merupakan pencetus pasukan khusus TNI yang pada kemudian hari dikenal dengan nama Kopassus.

Waktu kecil, Slamet Riyadi mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School), kemudian MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Afd B, dan pada akhirnya ke Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT). Dia pun menjadi lulusan terbaik dan berhak menyandang ijazah navigasi. Dengan berbekal kursus navigator tersebut, dia akhirnya menjadi navigator kapal kayu yang berlayar antarpulau di nusantara.

Pada suatu ketika, saat terjadi peralihan kekuasaan sipil oleh Jepang (Walikota Surakarta T. Watanabe) kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta, yaitu Kesunanan dan Praja Mangkunegaran, sebagian besar warga merasa tidak puas. Para pemuda bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang. Mereka mengutus Muljadi Djojomartono dan dikawal oleh Suadi untuk melakukan perundingan di markas Kenpeitai (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Akan tetapi, sebelum utusan tersebut tiba di markas, Slamet Riyadi berhasil masuk ke dalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Kenpeitai. Setelah itu, Slamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks PETA/Heiho/Kaigun, dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat batalion, yang dipersiapkan untuk memelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang. Pada waktu itu, Slamet Riyadi diangkat sebagai Komandan Batalion Resimen I Divisi X. Sejak itu, Slamet Riyadi semakin banyak terlibat dalam usaha merebut kemerdekaan. Pendidikan militer tidak didapatkannya melalui teori-teori militer di bangku pendidikan ketentaraan, melainkan dari pengalaman langsung dalam kehidupan nyata di Solo.

Setelah Jepang berhasil diusir dari Indonesia, Belanda ingin menjajah Indonesia kembali. Dalam perkembangannya, Slamet Riyadi diberi kepercayaan untuk mengomando Batalion XIV. Batalion XIV merupakan kesatuan militer Indonesia yang patut dibanggakan karena selama Agresi Belanda II, pasukan ini sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap militer Belanda. Karena pasukan ini, Belanda pun sering kewalahan. Selain melawan Belanda, Slamet Riyadi pun pernah diutus Gubernur Militer II, Kolonel Gatot Subroto, untuk melakukan penumpasan perlawanan PKI di daerah Jawa Utara, dan operasi yang dia pimpin pun mengalami keberhasilan.

Serangan Umum Surakarta

Setelah palagan Perang Kemerdekaan II, Slamet Riyadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan "Wehrkreise I" (Panembahan Senopati), yang meliputi daerah gerilya Keresidenan Surakarta, yang berada di bawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto. Dalam Perang Kemerdekaan II inilah, Letkol Slamet Riyadi membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda yang notabene adalah lulusan Sekolah Tinggi Militer di Breda, Belanda. Siang dan malam, anak buah Överste (setingkat Letnan Kolonel) Van Ohl digempur habis-habisan, dengan pengadangan, penyergapan malam, dan sabotase. Puncaknya terjadi ketika Letkol Slamet Riyadi mengambil prakarsa mengadakan "Serangan Umum Surakarta" yang dimulai pada 7 Agustus 1949, dan berlangsung selama 4 hari 4 malam. Dalam pertempuran tersebut, 6 orang militer Indonesia gugur, 109 rumah penduduk porak-poranda, dan 205 penduduk meninggal. Namun, pasukan Slamet Riyadi berhasil menewaskan 7 orang dan menawan 3 orang tentara Belanda.

Setelah terjadi gencatan senjata, kota Solo diserahkan oleh Belanda ke pangkuan Republik Indonesia, dan Letkol Slamet Riyadi ditunjuk menjadi wakil RI. Meski demikian, kesuksesan Slamet Riyadi dalam bidang militer tidak membuatnya sombong. Dia sadar bahwa keberhasilannya hanyalah karena anugerah Tuhan.

Pada tanggal 10 Juli 1950, Letkol Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr. Soumokil dan kawan-kawan. Pada tanggal 4 November 1950, ketika dia sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di gerbang Benteng Victoria, Ambon, pasukan Slamet Riyadi berjumpa dengan segerombolan pasukan yang bersembunyi di benteng tersebut dengan mengibarkan bendera Merah Putih. Melihat bendera Merah Putih tersebut, Slamet Riyadi memerintahkan pasukannya untuk menghentikan penyerangan karena dia yakin bahwa mereka adalah tentara Siliwangi. Ketika Slamet Riyadi ingin membuktikan sendiri dan keluar dari panser, ternyata gerombolan tersebut bukan tentara Siliwangi, melainkan para pemberontak RMS. Mereka menghujani Slamet Riyadi dengan tembakan. Letkol Slamet Riyadi pun mengembuskan napas terakhirnya sebelum dia genap berusia 24 tahun.

Tidak diragukan lagi, Slamet Riyadi adalah seorang ahli taktik dan strategi. Dia sangat agresif menyerang musuh, tetapi selalu menghindari kontak senjata yang merugikan. Dia adalah seorang yang gemar membaca dan menulis juga. Salah satu petunjuk perang gerilya pertama TNI yang pernah ditulis adalah hasil coretan pena Slamet Riyadi. Dalam tulisan itu, dia menyebutkan pentingnya agresivitas, taktik regu kecil, menghormati rakyat, menghemat amunisi, dan cara membiayai gerilya. Dengan melihat pengabdian Slamet Riyadi yang besar bagi bangsa Indonesia, pantaslah kalau pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.

Saat dewasa, Slamet Riyadi menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan dibaptis dengan nama Ignatius. Sebagai murid Kristus, dia pun mengabdikan hidup sepenuhnya untuk gereja dan negara Republik Indonesia. Tidak heran, karena kesetiaannya ini, selain mendapat gelar Pahlawan Nasional, namanya juga banyak digunakan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.

Dirangkum dari:

Diambil dari:
Nama situs : Biografi Kristiani
Alamat situs : http://biokristi.sabda.org/ignatius_slamet_riyadi
Tanggal akses : 23 Oktober 2017
 
Stop Press! Ikutilah Kelas PESTA Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK) September/Oktober 2018

Kelas PESTA Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK)

Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam (PESTA) kembali membuka kelas diskusi Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK) yang akan diadakan pada September/Oktober 2018. Kelas DIK ini akan mempelajari berbagai topik utama (doktrin) iman Kristen, antara lain: penciptaan manusia, kejatuhan manusia dalam dosa, rencana keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, dan hidup baru dalam Kristus.

Kelas DIK merupakan kelas wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta baru sebelum mereka mengikuti kelas-kelas PESTA yang lain.


Jangan lewatkan kesempatan baik ini, segeralah mendaftarkan diri ke:

Situs PESTA Situs Moodle PESTA
Admin Diskusi WhatsApp YLSA
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-BinaSiswa.
binasiswa@sabda.org
e-BinaSiswa
@sabdabinasiswa
Redaksi: Ariel, Amidya, dan Lena L.
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org