Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binasiswa/59

e-BinaSiswa edisi 59 (2-5-2016)

Remaja dan Pengendalian Diri (1)

Remaja dan Pengendalian Diri (1)
e-BinaSiswa -- Edisi 59/Mei 2016

Salam kasih dalam Kristus,

Pengendalian diri merupakan kunci untuk bisa menjadi pelaku firman yang taat dan setia. Dalam kekristenan, pengendalian tidak sebatas berperilaku baik, sopan dalam bertutur kata, maupun sikap hidup yang tidak menyeleweng dari kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kekristenan, pengendalian diri adalah penundukkan diri secara mutlak kepada Allah dan Firman-Nya.

Bagaimana cara kita, selaku pembina remaja, mengajarkan pengendalian diri kepada para siswa maupun remaja yang kita layani? Publikasi e-BinaSiswa kali ini akan mengajak kita semua untuk belajar membimbing dan membina remaja yang kita layani untuk dapat bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus, yaitu hidup dalam kekudusan, menjadi pelaku firman, dan menjadi saksi di mana mereka berada. Kiranya hal ini boleh menjadi berkat bagi kita untuk semakin mengasihi anak-anak remaja dan mendorong mereka untuk dapat mengendalian diri sesuai kebenaran firman Tuhan. Tuhan beserta kita.

Amidya

Pemimpin Redaksi e-BinaSiswa,
Amidya

KIAT PEMBINA
Mengendalikan Diri Seturut dengan Firman Tuhan
Ditulis oleh: Amidya

Secara etimologis, kata pengendalian diri berasal dari bahasa Yunani "Egkrateia", yang artinya ketenangan dan pengendalian atas dorongan-dorongan yang timbul dalam hati dan pikiran demi pencapaian hidup yang lebih baik. Kemudian, dalam bukunya yang berjudul "Membangun Pribadi Unggul", B.S. Sidjabat mendefinisikan pengendalian diri adalah ketenangan dan pengendalian atas berbagai dorongan yang timbul dalam hati dan pikiran untuk demi pencapaian hidup yang lebih baik. Firman Tuhan menghendaki kita semua untuk dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu (Amsal 23:1-3), perkataan (Amsal 15:1-2), pergaulan yang "tidak sehat" dengan lawan jenis (1 Tesalonika 4:2-6), dan juga nafsu seksual (1 Korintus 7:5,9). Sebagai contoh, Rasul Paulus mengajar Timotius bahwa seorang pelayan jemaat adalah seorang yang mampu mengendalikan dirinya. Titus harus menjadi contoh dalam penguasaan diri di antara orang muda yang dilayaninya (Titus 2:6-7).

Pengendalian Diri

Kehidupan orang Kristen, khususnya bagi generasi muda sekarang, sangat perlu bimbingan dan pembinaan untuk menghasilkan generasi yang mampu mengendalikan diri seturut dengan kebenaran firman Tuhan. Anak-anak yang kita bina adalah manusia dengan tabiat berdosa di mana peta dan teladan Allah dalam diri anak-anak kita sudah rusak karena dosa. Untuk itu, peta dan teladan Allah dalam diri anak-anak layan kita harus dikembalikan kepada dasar pijakan iman Kristen, yaitu Alkitab. Tanpa Alkitab, sikap dan perilaku kita hanya tindakan moral belaka dan mengarah ke paham humanistik. Melalui Alkitab, kita mengetahui dasar-dasar etika Kristen dan terus didorong untuk mengaplikasikan firman dalam hidup sehari-hari hingga kita terus berproses serupa dengan Kristus. Bagaimana cara mengendalikan diri yang seturut dengan firman Allah? Berikut ini adalah cara-caranya.

  1. Memandang diri sebagai seorang yang tersalib bersama Kristus.

    ".... Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku ...." (Galatia 2:19-20) Kita adalah orang-orang yang sudah disalibkan bersama-sama dengan Kristus. Ketika Yesus disalib, Dia menyerahkan semua kehendak-Nya kepada Bapa, dan Dia dengan setia melakukan kehendak Bapa. Demikian pula kita sebagai anak-anak Allah, hendaknya kita dapat menyalibkan kedagingan, emosi, perasaan, kehendak, dan pikiran. Dengan begitu, kita dapat memandang bahwa kita hidup untuk Tuhan, kita hidup untuk melayani Tuhan, dan kita hidup untuk menyatakan karya Agung Allah.

  2. Memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus.

    Allah menghendaki supaya kita hidup dipenuhi oleh Roh Kudus (Efesus 5:18). Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus menyatakan bahwa anak-anak Tuhan harus "berkali-kali dipenuhi Roh Kudus". Dipenuhi Roh Kudus berarti anak-anak Tuhan harus hidup dalam pembaharuan. Lalu adakah ciri-ciri hidup yang dipimpin Roh Kudus? Jawabannya tentu ada. Seorang yang dipenuhi Roh Kudus akan:

    1. memiliki gaya hidup yang menyembah, bersaksi, dan melayani (Kisah Para Rasul 4:31,33),
    2. memelihara iman kepada Yesus (Galatia 3:5),
    3. penuh dengan Firman Allah (Kolose 3:16),
    4. senantiasa berdoa, mengucap syukur, dan memuji Tuhan (Efesus 5:19-20),
    5. melayani sesama (Efesus 5:21),
    6. dan melakukan apa yang berkenan bagi Tuhan (Efesus 4:30).
  3. Membangun pertumbuh rohani bersama komunitas orang percaya.

    Komunitas kita akan menentukan pertumbuhan karakter dan kebiasaan kita. Sebagaimana pernah dituliskan dalam kitab Amsal, "Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah, supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri" (Amsal 22:24-25). Siapa teman kita sejatinya menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk memilih teman. Pilihlah teman dan komunitas yang di dalamnya kita bisa bertumbuh. Bersama-sama sesama orang percaya, kita akan didorong untuk mencintai firman dan menghasilkan buah rohani.

Apa hasil dari pengendalian diri yang berdasar pada Alkitab? Mari kita buka bersama dalam 2 Petrus 1:5-8. Dalam ayat-ayat ini, Rasul Petrus ingin menekankan bahwa dalam pertumbuhan imannya setiap orang percaya harus bisa mengendalikan diri. Petrus mencatat sifat-sifat baik yang harus dikembangkan oleh orang Kristen supaya menang dan berbuah secara rohani di hadapan Allah (2 Petrus 1:8). Frasa "sungguh-sungguh berusaha" (versi Inggris NIV -- "berusaha sekuat-kuatnya") menunjukkan bahwa orang percaya harus terlibat secara aktif dalam pertumbuhan rohani (bandingkan Filipi 2:12-13). Mereka yang menjadi orang Kristen harus langsung berusaha untuk menambahkan ketujuh sifat ini kepada iman mereka (2 Petrus 1:5-8). Ketujuh sifat ini adalah kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih kepada saudara (sesama orang Kristen), dan kasih kepada semua orang. Perhatikan bahwa sifat-sifat kesalehan tidaklah bertumbuh secara otomatis tanpa kita berusaha tekun untuk mengembangkannya.

Sumber bacaan:


BAHAN AJAR
Hidup Benar di Dunia yang Rusak

A. Dasar Alkitab

Kejadian 6:1-12

B. Tujuan

Mendorong remaja untuk hidup benar di tengah-tengah dunia yang sudah rusak karena dosa.

C. Inspirasi

Hidup Benar

Seorang guru di sebuah sekolah Kristen di Jakarta, dalam suatu kesempatan mengajar bertanya kepada para siswa di kelasnya. "Siapakah yang sampai saat ini masih 'suka' menyontek?" Tanpa malu-malu atau justru kelihatan 'bangga' lebih dari separuh siswa di kelas itu mengangkat tangannya. Demikian pula ketika guru menanyakan pertanyaan lain, "Siapakah yang masih 'suka' menonton film porno?"

Anehnya, sebagian kecil siswa yang tidak menyontek dan tidak menonton film porno justru terlihat malu dan menundukkan kepala. Bahkan tidak jarang mereka justru dikucilkan dan dianggap 'kuper' (kurang pergaulan), 'sok rohani' atau 'sok suci'. Memang tidak mudah hidup benar di tengah-tengah dunia yang sudah rusak karena dosa. Tetapi itulah panggilan kita sebagai anak-anak Tuhan.

D. Refleksi

Pernahkah kamu punya pengalaman yang mirip dengan kisah di atas? (tidak mau ikut-ikutan melakukan hal yang berdosa di mata Tuhan, tetapi justru dianggap 'kuper', 'sok rohani', atau 'sok suci'). Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai anak-anak Tuhan?

Tidak sedikit anak remaja Kristen yang malu karena hidup benar (tidak hidup serupa dengan dunia ini). Mengapa kita tidak perlu malu jika kita memang hidup benar di mata Tuhan? Berikan pendapatmu!

E. Diskusi

  1. Gambaran seperti apa yang diberikan oleh Alkitab tentang kerusakan/kejahatan manusia pada zaman Nuh (Kejadian 6:2, 5, 11-12)?
  2. Gambaran seperti apa yang diberikan oleh Alkitab tentang kualitas rohani yang dimiliki oleh Nuh? (Kejadian 6:9)
  3. Mengapa tidak mudah bagi Nuh untuk keluarganya untuk hidup benar di tengah-tengah dunia yang sudah rusak seperti itu?
  4. Bagaimana sikap atau tindakan Allah terhadap manusia yang berdosa dan hidup rusak pada waktu itu? (ayat 3, 6-7, 13)
  5. Bagaimana sikap Allah terhadap orang yang hidup benar di hadapan-Nya? (ayat 8)
  6. Alkitab mencatat bahwa Nuh dapat hidup benar di mata Allah karena ia terus-menerus hidup bergaul dengan Allah (NIV: "he walked with God"). Sebagai remaja/siswa Kristen, bagaimana cara kamu 'hidup bergaul/berjalan dengan Allah'? (Berikan beberapa aplikasi/penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari).
  7. Dunia menganggap bahwa mencontek, merokok, clubbing/dugem (dunia gemerlap), pornografi, seks bebas adalah hal yang biasa. Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai anak-anak Tuhan?

F. Aplikasi

  • Sebagai anak-anak Tuhan, kita dipanggil untuk hidup benar di dunia yang sudah rusak karena dosa. Memang tak gampang untuk hidup benar di tengah-tengah dunia yang rusak, tetapi kita harus tetap berusaha dengan pertolongan Tuhan!
  • Untuk hidup benar di mata Allah, kita harus terus-menerus hidup bergaul/berjalan dengan Allah.
  • Kita tidak perlu malu hidup benar di hadapan Tuhan, karena hidup benar di dunia yang rusak akan membawa kita menerima kasih karunia Allah.

G. Aksi

  • Bertekad untuk menjadi teladan bagi orang lain (tidak menyontek, tidak merokok, tidak clubbing/dugem, kompromi dengan pornografi, dan tidak melakukan seks bebas).
  • Bertekad untuk terus-menerus bergaul dengan Allah melalui doa dan saat teduh.

H. Konfirmasi

"Apa pun yang dikerjakan dengan benar, cepat atau lambat akan terbukti benar." (Harold Kushner)

Diambil dari:
Judul buku : 12 Bahan KTB Remaja: Impact
Judul Bab : Hidup Benar di Dunia yang Rusak
Penulis : Ayub Wahyono
Penerbit : PT. Visi Anugerah Indonesia, Bandung, 2011
Halaman : 55 -- 58

Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-BinaSiswa.
Redaksi: Amidya, Hossiana, dan Davida
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©,2016 -- Yayasan Lembaga SABDA

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org