Remaja dan Kepemimpinan (2)
|
e-BinaSiswa -- Edisi 66/Desember 2016
|
Salam kasih dalam Kristus,
Ciri khas kepemimpinan Kristen adalah memimpin seperti Yesus telah memimpin, melayani orang yang dipimpin tanpa mengharapkan keuntungan apa pun. Menjadi seorang pemimpin bukanlah proses sehari jadi, tetapi terus berproses hingga benar-benar menjadi pemimpin yang besar dan memiliki karakter kepemimpinan yang kuat. Siswa dan remaja yang saat ini kita layani adalah calon-calon pemimpin. Bangsa dan negeri ini menantikan seorang pemimpin Kristen yang siap melayani, jujur, dan hidup berpusat bagi Kristus dan Injil. Oleh sebab itu, guru dan pembina harus menolong para siswa sejak dini dan menekankan filsafat kepemimpinan kristiani yang Kristosentris.
Teruslah mengajar para siswa dan remaja yang kita layani untuk bertumbuh menjadi seorang pemimpin yang berdampak dan hidup berpadanan dengan Injil Kristus. Pada kesempatan ini pula, seluruh redaksi e-BinaSiswa mengucapkan "Selamat Natal 2016 dan Tahun Baru 2017". Kiranya kita terus didorong untuk melayani dan membina domba-domba Allah dengan sepenuh hati, meneladani Kristus yang terlebih dahulu telah memberikan teladan bagi hidup kita. Gloria in excelsis Deo!
|
RENUNGAN
Makna Natal
Bacaan: Yohanes 1:14-18
Bagi sebagian orang, makna hari Natal adalah hari libur menjelang akhir tahun. Bagi beberapa orang lain, ini berarti kesempatan bersenang-senang, bahkan berpesta pora. Bagi yang lain lagi, inilah kesempatan untuk mengeruk keuntungan bisnis sebesar-besarnya dengan menempelkan label Natal pada apa saja yang mereka perdagangkan. Bagi orang lain, Natal adalah kesempatan untuk temu kangen dengan keluarga dan kerabat, entah itu di sekitaran rumah ataupun di gereja. Jika benar itu yang terjadi di sekitar kita, sungguh menyedihkan, karena itu berarti kedatangan Yesus justru tak terasa dampaknya bagi kita.
Sang Firman yang adalah Allah (Yohanes 1:1), yang sudah ada sebelum Yohanes (Yohanes 1:15), yang disebut sebagai Anak Tunggal Bapa yang ada di pangkuan Bapa dan menyatakan-Nya (Yohanes 1:18), telah menjadi manusia dan berdiam di antara kita (Yohanes 1:14). Untuk apa Ia menjadi manusia? Supaya kita melihat kemuliaan-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa yang penuh kasih karunia dan kemuliaan (Yohanes 1:14, 16), dan seperti yang kita baca kemarin supaya kita boleh percaya dan menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12-13). Semua ini mestinya membuat kita bersukacita, dan sukacita inilah yang mestinya mendasari perayaan Natal. Kita bersukacita karena Sang Firman telah menjadi manusia, dan karena-Nya kita boleh menjadi anak-anak Allah. Adakah sukacita yang lebih besar dan lebih indah dari itu?
Oleh karena itu, jangan biarkan nafsu kesenangan atau keuntungan materi mendominasi perayaan Natal kita. Sebaliknya, rasa takjub dan syukur karena Sang Firman telah menjadi manusia seharusnya mendorong kita untuk melakukan beberapa hal. Pertama, kita memuji dan memuliakan Sang Firman di dalam doa syukur dan ibadah kita, baik secara pribadi, bersama keluarga, maupun komunitas jemaat kita. Kedua, kita diingatkan kembali bahwa sama seperti Yohanes bersaksi tentang Sang Firman, kita juga perlu memberitakan kesaksian kita tentang Dia. Kabar bahwa Allah telah berinkarnasi menjadi manusia perlu kita bagikan kepada orang lain supaya mereka pun beroleh kesempatan untuk merasakan sukacita besar ini.
Diambil dari: |
Nama situs: |
: |
Situs Natal Indonesia |
Alamat situs: |
: |
http://natal.sabda.org/makna_natal_1 |
Judul asli renungan |
: |
Makna Natal |
Penulis |
: |
Tidak dicantumkan |
Tanggal akses |
: |
24 Oktober 2016 |
|
ARTIKEL
Pemimpin yang Melayani
Pada masa ini, terdapat banyak konsep kepemimpinan. Kita mengenal teori kepemimpinan karismatik. Ada pula konsep kepemimpinan tranformasional, dan sebagainya. Kini, Anda akan mendapatkan telaah yang agak rinci tentang kepemimpinan yang melayani, suatu konsep yang sungguh modern.
Di dunia Timur, orang sering beranggapan bahwa pemimpin harus menjadi orang yang dihormati dan dilayani para pengikutnya. Tanpa hak-hak itu, seorang pemimpin dirasa tidak akan dapat melaksanakan tugas dengan baik. Dalam paham serupa ini, semakin otoriter dan berwibawa, atau semakin misterius seorang pemimpin, semakin orang merasakan kepemimpinannya. Berbeda dari pemimpin serupa itu adalah paradigma kepemimpinan yang melayani. Bila pemimpin adalah orang yang menggerakkan dan mentransformasi, maka pemimpin yang melayani adalah orang yang menggerakkan dan mentransformasi orang secara khas. Teori ini dimulai sejak tahun 1977 ketika R.K. Greenleaf menulis buku Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness.
Seorang pemimpin yang melayani hanya dapat melakukan itu bila ia menghayati makna perannya sebagai orang yang melayani. Orang yang melayani tidak melakukan itu karena ingin menebus dosa atau kesalahannya pada masa lalu. Ia juga tidak melakukan itu agar orang iba kepadanya. Pemimpin yang melayani melakukan itu karena dengan melayani orang-orang, maka ia membuka kesempatan agar orang-orang di sekitarnya memiliki kebebasan lebih luas untuk berkembang atau mengalami transformasi. Dengan bahasa sederhana, ia dapat menjadi pemimpin yang melayani bila memiliki hati yang melayani. Artinya, ia meletakkan kebutuhan dan minat orang lain di atas minat dan kebutuhan dirinya. Acap kali, ia melakukan hal ini karena ia pernah merasa dilayani seseorang, mengalami pemulihan karena ditolong seorang pemimpin, atau mampu mengembangkan visi tajam karena dialog dengan seorang pemimpin, dan sebagainya. Anda pun dapat menjadi pemimpin yang melayani karena menghayati rasa berutang atas kasih Tuhan bagi Anda.
Pemimpin yang melayani sangat peduli pada pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, diri, serta komunitasnya. Karenanya, ia mendahulukan hal-hal tadi daripada pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaannya saja. Impiannya ialah agar orang yang ia layani akan menjadi pemimpin yang melayani juga.
Diambil dari: |
Judul buku |
: |
Landasan Pacu Kepemimpinan |
Judul bab |
: |
Konsep Kepemimpinan |
Judul asli artikel |
: |
Pemimpin yang Melayani |
Penulis |
: |
Robby I. Chandra |
Penerbit |
: |
Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004 |
Halaman |
: |
58 -- 60 |
|
BAHAN AJAR
Meski Kecil, Tetapi Berdampak Besar
A. Dasar Alkitab
Yohanes 6:1-15
B. Tujuan
Remaja menyadari bahwa sebuah tindakan/pelayanan yang nampak kecil dan tidak berarti, jika dilakukan dengan kasih dan ketulusan hati, dapat berdampak besar.
C. Inspirasi
"Berawal dari 57 Sen"
Kisah nyata ini terjadi pada akhir tahun 1800-an di Philadelphia. Seorang gadis kecil yang bernama Hattie May Wiatt berdiri terisak di dekat pintu masuk sebuah gereja yang tidak terlalu besar, ia tidak diperkenankan masuk ke gereja tersebut karena "sudah terlalu penuh". Pdt. Russell H. Conwell yang kebetulan lewat menanyakan mengapa ia menangis. "Saya tidak dapat ke sekolah minggu," jawab Hattie.
Melihat penampilan Hattie yang acak-acakan dan tidak terurus, sang pendeta segera mengerti dan bisa menduga sebabnya ia tidak disambut masuk ke sekolah minggu. Segera dituntunnya Hattie masuk ke ruangan sekolah minggu dan ia mencarikan tempat duduk yang masih kosong untuk Hattie. Hattie bersama kedua orangtuanya tinggal di daerah kumuh karena mereka tergolong keluarga miskin. Hattie begitu tergugah perasaannya sehingga sebelum tidur pada malam itu, ia sempat memikirkan anak-anak lain yang senasib dengan dirinya, yang tidak mempunyai kesempatan untuk ikut sekolah minggu.
Ketika ia menceritakan pengalamannya itu kepada orangtuanya, sang ibu menghiburnya bahwa dia masih beruntung mendapatkan pertolongan dari bapak pendeta yang baik hati. Sejak saat itu, Hattie bersahabat dengan Pdt. Conwell.
Dua tahun kemudian, Hattie meninggal. Orangtuanya meminta bantuan Pdt. Conwell untuk memimpin acara pemakaman yang sangat sederhana. Saat pemakaman selesai dan tempat tidur Hattie dirapikan, ditemukan sebuah dompet usang, kumal, dan sudah sobek di beberapa bagian. Di dalam dompet tersebut terdapat uang receh sebesar 57 Sen dan secarik kertas tulisan tangan Hattie yang isinya sebagai berikut: "Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak bisa menghadiri sekolah minggu". Rupanya selama 2 tahun, semenjak ia tidak diperbolehkan masuk gereja itu, Hattie telah mengumpulkan dan menabung hingga terkumpul 57 Sen untuk maksud yang sangat mulia itu.
Ketika Pdt. Conwell membaca catatan kecil ini, matanya sembab dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil ini, Pdt. Conwell segera memotivasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk meneruskan maksud mulia Hattie untuk memperbesar bangunan gereja. Namun, ceritanya tidak berakhir sampai di sini. Sebuah perusahaan koran yang besar mengetahui berita ini dan memublikasikannya. Akhirnya, ada seorang pengembang membaca berita ini dan ia segera menawarkan suatu lokasi di dekat gereja kecil itu, tetapi para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tidak mungkin sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu.
Para anggota jemaat pun dengan sukarela memberikan donasi. Bola salju yang dimulai oleh seorang gadis kecil miskin ini pun terus bergulir, dan dalam 5 tahun telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 250.000 dollar, suatu jumlah yang fantastik pada saat itu karena dapat dipakai untuk membeli emas seberat 1 ton.
Semangat, kasih, dan ketulusan hati Hattie ternyata membawa dampak yang luar biasa. Berawal dari 57 Sen itu, kini di Philadelphia telah berdiri Temple Baptist Church, sebuah gereja dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang, Temple University tempat ribuan mahasiswa sedang belajar, Good Samaritan Hospital, dan sebuah bangunan khusus untuk sekolah minggu dengan ratusan pengajar. Semuanya itu untuk memastikan agar jangan sampai ada satu anak pun yang tidak mendapat tempat di sekolah minggu. Di dalam salah satu ruangan bangunan ini, tampak terlihat foto Hattie dengan tabungannya sebesar 57 Sen yang telah membuat sejarah. Di sampingnya terdapat foto Pdt. Conwell, seorang pendeta yang telah mengulurkan tangannya kepada Hattie, si gadis kecil yang miskin itu.
D. Refleksi
- Pelajaran/wawasan apa yang kamu dapatkan dari kisah nyata tersebut? Apakah dampak atau arti 57 sen itu bagi Temple Baptis Church di kemudian hari?
- Sikap apa yang dapat kamu teladani dari Hattie dan Pdt. Conwell?
E. Diskusi
Seorang ibu mendatangi Washington, seorang tokoh yang menentang perbudakan di Amerika pada saat itu, dan berkata, "Saya tahu bahwa bapak adalah seorang pejuang yang memperjuangkan persamaan hak antara orang kulit putih dan kulit hitam. Saya tidak dapat memberi banyak untuk mendukung perjuangan bapak. Saya hanya mempunyai enam butir telur ini dan saya berharap telur-telur ini dapat berguna bagi kesehatan bapak dan rekan-rekan lainnya." Washington kemudian berkata, "Sepanjang hidup saya, baru kali ini saya mendapatkan dukungan dan sumbangan yang begitu menggetarkan hati saya. Terima kasih banyak untuk perhatiannya." Ketika orang lain mendengar apa yang diperbuat oleh ibu ini, maka yang lainnya pun menyusul untuk berbuat hal yang sama; mendukung perjuangan Washington semampu mereka.
- Pelajaran apa yang kita dapatkan dari sikap atau respons Washington tersebut?
- Apakah dampak dari tindakan sederhana seorang ibu tersebut?
- Jelaskanlah:
- Apa arti "5 roti jelai dan 2 ekor ikan" itu bagi para murid? (Yohanes 6:9)
- Bukankah apa yang dikatakan oleh para murid tersebut sebenarnya logis? Bagaimana seharusnya kita menempatkan logika kita?
- Dalam hal apa, terkadang kamu juga berpikir atau bertindak seperti halnya para murid?
- Jelaskan:
- Apa arti "5 roti jelai dan 2 ekor ikan" itu bagi Tuhan Yesus?
- Apa yang dilakukan Tuhan Yesus dengan "5 roti jelai dan 2 ekor ikan" tersebut? (Yohanes 6:11)
- Pelajaran atau prinsip-prinsip penting apakah yang dapat kita pelajari dari sikap Tuhan Yesus tersebut?
- Bagaimana Alkitab menceritakan akhir kisah tentang "5 roti jelai dan 2 ekor ikan" pemberian seorang anak kecil tersebut? Apa yang terjadi dengan "5 roti dan 2 ekor ikan" itu? (Yohanes 6:12-13)
- Apa yang kamu pelajari dari peristiwa ini?
- Adakah yang terlalu kecil untuk dapat kita persembahkan kepada Tuhan?
- Perhatikan beberapa fakta Alkitab berikut ini:
- Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang lebih dengan 5 roti jelai dan 2 ikan.
- Musa membelah Laut Teberau dengan tongkat kayu.
- Daud membunuh Goliat dengan umban.
- Simson mengalahkan seribu orang dengan sebatang tulang rahang keledai.
- Pelajaran penting apa yang kamu dapatkan dari fakta-fakta di atas?
- Mengapa kita tidak boleh menganggap remeh hal kecil yang dapat kita berikan dan lakukan bagi Tuhan dan sesama?
F. Aplikasi
- Tuhan tidak pernah memandang hina apa yang kita berikan/persembahkan, Tuhan bahkan dapat membuat hal yang besar dari hal-hal kecil yang kita anggap remeh.
- Tidak boleh menganggap remeh hal kecil yang dapat kita berikan dan lakukan bagi Tuhan dan sesama.
- Tindakan atau pemberian sekecil apa pun yang kita lakukan dengan kasih dan ketulusan dapat berdampak besar dan menjadi berkat bagi orang lain.
G. Aksi
- Bersyukurlah untuk setiap berkat/talenta yang telah Tuhan berikan, sekecil apa pun itu.
- Tuliskan sebuah tekad untuk melakukan hal-hal kecil/sederhana yang dapat kamu lakukan bagi orang lain (teman, orangtua/ komisi remaja/persekutuan di mana kamu berada).
|
|
|