Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/315

e-BinaAnak edisi 315 (31-1-2007)

Video Game

______________________________e-BinaAnak______________________________
        Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak
        ==================================================

Daftar Isi:                                           315/Januari/2007
----------
    - SALAM DARI REDAKSI
    - ARTIKEL (1) : Jika Anak Telah Kecanduan Video Game
    - ARTIKEL (2) : Bermain Game, Baik atau Buruk?
    - AKTIVITAS   : Aneka Permainan Alkitab
    - WARNET PENA : Telaga: Anak dan Video Game
    - MUTIARA GURU


                      o/ SALAM DARI REDAKSI o/

  Salam kasih,

  Mainan elektronik saat ini bertebaran bak jamur di musim hujan.
  Mungkin anak-anak akan sangat menyenangi kecanggihan permainan-
  permainan itu. Tetapi kesenangan anak tidak jarang membawa
  kekhawatiran tersendiri bagi para pendidik dan orang tua. Betapa
  tidak? Apa pun bentuknya, mainan elektronik membawa dampak bagi
  kehidupan anak. Dampak itu bisa baik, tapi bisa juga buruk. Namun,
  mainan elektronik anak sekarang ini, banyak dinilai para pendidik
  sebagai alat yang justru membawa dampak negatif pada anak. Lalu, apa
  yang harus pendidik dan orang tua lakukan untuk menyikapinya?

  Silakan simak kupasan mengenai video game dalam edisi kali ini. Dua
  artikel yang disajikan akan membawa Anda melihat bahwa selain dampak
  negatif ada pula hal-hal positif yang ditimbulkan. Tetapi untuk
  mendapatkan manfaat positif tersebut tentu saja diperlukan
  keterlibatan para pendidik dan orang tua.

  Selamat membaca!

  Redaksi e-BinaAnak
  Davida Welni Dana

          "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, 
             tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, 
        sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: 
    apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."
                            (Roma 12:2)   
            < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Roma+12:2 >


                         o/ ARTIKEL (1) o/


                JIKA ANAK TELAH KECANDUAN VIDEO GAME
                ====================================
                     Oleh : Kristina Dwi Lestari

  Panas terik tidak dirasakan oleh Wahid dan Budi. Tanpa pulang
  terlebih dulu, langkah mereka segera bergegas menuju tempat
  penyewaan play station 2 (PS 2) dan video game. Lapar sepertinya
  tidak menjadi alasan mereka untuk menyelesaikan game konsol (video
  game console) terbaru, yang  keluaran terbarunya selalu diburu oleh
  para pencandu video game. Jari mereka memencet-mencet tombol konsol
  yang ada di tangannya. Sementara matanya tak lepas dari layar
  monitor yang tengah menayangkan gerak akrobatis tokoh yang
  dikendalikannya. Mengatasi rintangan sambil menghadapi
  musuh-musuhnya. Begitu tokohnya mati dan permainan berakhir, dia
  segera mengulang dari awal dengan rasa penasaran. Tidak cukup satu
  atau dua jam, Wahid dan Budi bisa sampai berjam-jam sebelum dia
  benar-benar bisa memecahkan rasa penasaran akan permainan itu.

  Ilustrasi di atas adalah kejadian nyata yang mungkin juga pernah
  Anda temui pada saudara, teman, atau bahkan anak didik Anda di
  sekolah minggu. Disadari atau tidak, dewasa ini video game bak candu
  bagi anak-anak kita. Masalah ini bisa menjadi sesuatu yang
  mengkhawatirkan jika tidak ada kontrol atau perhatian yang serius
  dari orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti sekolah minggu.

  Kata candu diasumsikan sebagai sesuatu yang menjadi kegemaran (KBBI
  2001: 191). Candu video game ibarat sesuatu kegiatan yang amat
  disukai oleh seseorang dan menyebabkan seseorang menjadi ketagihan
  sehingga melakukannya secara terus-menerus. Kecanggihan game di
  abad 21 ini dirasa berkembang pesat dan semakin banyak dibuat. Anda
  bisa membuktikannya manakala Anda sedang berkunjung di sebuah pusat
  perbelanjaan dan melewati sebuah toko yang menyediakan
  peranti-piranti video game dan play station. Para konsumen berjubel
  mulai dari orang dewasa sampai anak-anak mengantri hanya untuk
  membeli game-game terbaru.

  Mark Griffiths, seorang pakar video game, mengungkapkan bahwa game
  bisa membuat orang lebih bermotivasi. "Video game abad ke-21 dalam
  beberapa segi lebih memberi kepuasan psikologis daripada game tahun
  1980-an." Untuk memainkannya perlu ketrampilan lebih kompleks,
  kecekatan lebih tinggi, serta menampilkan masalah yang lebih relevan
  secara sosial dan gambar yang lebih realistis. Kata kunci dari
  pernyataan tersebut adalah "kepuasan psikologis", di mana anak
  terdorong untuk menuntaskan dan memenangkan permainan yang berada di
  video game tersebut.

  Mari bersama-sama melihat sejauh mana dampak negatif video game yang
  bisa sampai menjadi candu bagi anak-anak kita. Dampak di sini tidak
  bersifat sementara, namun dapat bersifat jangka panjang. Dalam
  jangka panjang, salah satu dampaknya adalah banyaknya waktu yang
  sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan aspek pendidikan,
  kesehatan, keadaan psikis anak, dan kehidupan sosial anak.

  1. Aspek Pendidikan
     Mohammad Fauzil Adhim, dalam artikelnya, berpendapat bahwa anak
     yang gemar bermain video game adalah anak yang sangat menyukai
     tantangan. Anak-anak ini cenderung tidak menyukai rangsangan yang
     daya tariknya lemah, monoton, tidak menantang, dan lamban. Hal
     ini setidaknya berakibat pada proses belajar akademis. Suasana
     kelas seolah-olah merupakan penjara bagi jiwanya. Tubuhnya ada di
     kelas tetapi pikiran, rasa penasaran, dan keinginannya ada di
     video game. Sepertinya sedang belajar, tetapi pikirannya sibuk
     mengolah bayang-bayang game yang mendebarkan. Kadangkala anak
     juga jadi malas belajar atau sering membolos sekolah hanya untuk
     bermain game.

     Uniknya, beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yang fanatik
     bermain game biasanya merupakan individu yang berintelijensi
     tinggi, bermotivasi, dan berorientasi pada prestasi. Namun,
     kecanggihan game yang terus berkembang dan makin bertambah banyak
     pada abad 21 ini, masih menimbulkan tanda tanya apakah game
     berpengaruh pada orientasi prestasi seseorang.

  2. Aspek Kesehatan

     Dari sisi kesehatan, pengaruh kecanduan video game bagi anak
     jelas banyak sekali dampaknya. Untuk menghabiskan waktu bermain
     game, anak yang telah kecanduan ini tidak hanya membutuhkan waktu
     yang sedikit. Penelitian Griffiths pada anak usia awal belasan
     tahun menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu digunakan anak
     untuk bermain video game setiap hari. "Yang lebih
     mengkhawatirkan, sekitar 7%-nya bermain paling sedikit selama 30
     jam per minggu." Selama itu anak kita hanya duduk sehingga
     memberi dampak pada sendi-sendi tulangnya. Seperti dikemukakan
     Rab A.B., di London terdapat fenomena "Repetitive Strain Injury"
     (RSI) yang melanda anak berusia tujuh tahun. Penyakit ini semacam
     nyeri sendi yang menyerang anak-anak pecandu video game. Jika
     tidak ditangani secara serius dampak yang terparah adalah
     menyebabkan kecacatan pada anak. Hal semacam inilah yang
     seharusnya patut kita perhatikan.

  3. Aspek Psikologis
     Berjam-jam duduk untuk bermain video game berdampak juga pada
     keadaan psikis anak. Anak dapat berperilaku pasif atau sebaliknya
     anak akan bertindak sangat aktif atau agresif. Perilaku pasif
     yang biasa muncul adalah anak jadi apatis dengan lingkungan
     sekitar, kehidupan sosialisasi anak agak sedikit terganggu karena
     anak jauh lebih senang bermain dengan game-gamenya daripada
     bergaul dengan teman-temannya. Video game dapat juga menyebabkan
     anak dapat berperilaku aktif bahkan bisa agresif. Hal ini
     kemungkinan disebabkan oleh game-game yang dewasa ini banyak
     menghadirkan adegan kekerasan. Dalam waktu selama itu anak hanya
     berinteraksi dengan kekerasan, gambar yang bergerak cepat,
     ancaman yang setiap detik selalu bertambah besar, serta dorongan
     untuk membunuh secepat-cepatnya. "Anak mengembangkan naluri
     membunuh yang impulsif, sadis dan ngawur," tambah Fauzil Adhim.
     Sangat mengerikan sekali jika tidak ada kontrol dari orang tua
     untuk menyikapi hal tersebut.

  Adalah tugas semua pihak, baik dari institusi sekolah, orang tua
  maupun guru sekolah minggu untuk lebih memerhatikan fenomena video
  game yang terlalu dalam mempengaruhi anak. Jika anak kita belum
  terlanjur kecanduan video game ambillah langkah yang bijak dalam
  menangani masalah ini. Berikut langkah yang bisa diambil.

  1. Berikan waktu luang dan perhatian yang banyak kepada anak-anak
     Anda. Ada kesan bahwa orang tua yang sibuk bekerja dengan mudah
     menyediakan perangkat video game hanya karena alasan tidak mau
     repot dengan anak. Mereka mau membelikan apa pun asalkan dapat
     membuat anak diam. Seharusnya, orang tua boleh memberikan mainan
     yang anak minta asalkan ada kendali juga dari orang tua. Padahal
     cara ini bisa berdampak pada lemahnya ketrampilan emosi anak.
     Mereka tidak belajar bagaimana mengelola keinginan atau mengambil
     pertimbangan, tegas Fauzil Adhim.

  2. Orang tua harus lebih selektif dalam mencarikan mainan buat
     anak-anaknya. Sebisa mungkin permainan yang mempunyai unsur
     edukatif bukan permainan yang mempertontonkan adegan kekerasan.

  3. Buatlah sebuah peraturan yang dibuat oleh Anda dengan anak Anda
     secara bersama-sama. Di antaranya perihal batasan waktu antara
     anak bermain game, belajar, dan kegiatan sosialisasi anak dengan
     teman-temannya.

  4. Orang tua harus menanamkan pemahaman keagamaan kepada anak dengan
     baik. Dari segi kerohanian, orang tua dapat melibatkan anak
     secara aktif dalam kegiatan sekolah minggu, mengadakan doa atau
     saat teduh bersama anak di rumah. Sebab hal ini akan berpengaruh
     kepada moral anak. Singgih D. Gunarsa menegaskan bahwa moral anak
     dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan rumah, lingkungan
     sekolah, lingkungan teman-teman sebaya, segi keagamaan, juga
     aktivitas-aktivitas rekreasi (2003: 40-45). Aktivitas rekreasi di
     dalamnya meliputi film, radio, televisi, video game, dan
     buku-buku.

  Bagaimana jika Anda saat ini sedang menghadapi anak yang telah
  terlanjur kecanduan dan sulit sekali mengubah kebiasaan bermain
  gamenya? Bahwa anak jadi mengorbankan kegiatan sosialnya, enggan
  mengerjakan PR, dan ingin mengurangi ketergantungannya tapi tak bisa
  adalah beberapa indikasi anak kecanduan video game. Memang perlu
  usaha yang keras untuk dapat mengembalikan keadaan anak seperti
  semula. Apakah anak perlu diterapi? Mungkin saja jika tarafnya sudah
  sedemikian parahnya. Orang tua harus melibatkan ahli-ahli lain untuk
  mengembalikan anak pada kondisi normal, bisa belajar berpikir dengan
  baik, mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan sekolah, serta
  dapat mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah dengan wajar.
  Menurut Fauzil Adhim, terapi juga diarahkan agar anak bisa belajar
  mengelola emosinya, mampu menghidupkan perasaannya dengan baik dan
  sehat, serta belajar menumbuhkan inisiatif positif.

  Sudah saatnya kita sebagai pembimbing anak untuk mengambil bagian
  dari usaha meminimalisir serangan teknologi yang semakin berkembang
  ini. Selamat melayani anak-anak Anda dan selamat membentengi mereka
  dengan norma-norma yang sesuai dengan perintah Tuhan kita Yesus
  Kristus.

  Sumber bacaan:

  Gunarsa, D. Singgih. 2003. "Psikologi Perkembangan". Jakarta: BPK
           Gunung Mulia.
  Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Pustaka.
  Adhim, Mohammad Fauzil. 2006. "Memenjarakan Anak dengan Kebebasan".
           Dalam http://www.mail-archive.com/daarut-tauhiid(at)yahoogroups.com/msg01826.html
  A.B., Rab. 2006. "Dampak Video Games Pada Anak Perlu Diwaspadai".
           Dalam http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=491&page=2


                          o/ ARTIKEL (2)o/

                    BERMAIN GAME, BAIK ATAU BURUK?
                    ==============================
                     Oleh: Eko Ramaditya Adikara

  Meski industri game berkembang sangat pesat belakangan ini
  (bayangkan, 34 miliar dolar per tahun di Amerika saja), tapi sampai
  sekarang media hiburan yang satu ini masih saja menimbulkan pro dan
  kontra soal baik-buruknya. Mulai dari kalangan politikus, orang tua,
  guru, bahkan gamer sendiri tak pernah berhenti mempermasalahkan
  dampak dari game.

  Bak petarung di game yang berhadapan satu lawan satu, "baik" dan
  "buruk" akan terus saling mendominasi. Kalau Anda punya sedikit
  waktu, bolehlah ikut menyaksikan pertarungan dua kubu ini. Menang
  atau kalahnya tentu berpulang pada diri sendiri. Siap?!

  VIDEO GAME ITU BURUK

  Membuat orang jadi bodoh!
  Tak disangka kalau pernyataan ini justru datang dari tanah airnya
  video game, Jepang! Profesor Ryuta Kawashima di Universitas Sendai`s
  Tokohu menyimpulkan bahwa "sound" dan "vision" game-game Nintendo
  dapat merusak sebagian otak, walaupun tidak menstimulasi bagian
  lain. "Kami cemas dengan generasi anak-anak berikutnya yang main
  video game," ujar Kawashima.

  "Kegiatan ini berdampak munculnya kekerasan di masyarakat. Anak-anak
  itu akan berlaku yang lebih buruk lagi kalau mereka cuma main game
  dan mogok belajar matematika atau tidak suka membaca."

  Membuat orang terisolir!
  Dulu pernah terjadi kematian tragis gara-gara game. Shawn Woolley,
  fans berat EverQuest tewas setelah bermain game online. Kini ibu
  Woolley mengelola OnLine Gamers Anonymous, grup berbasis Web untuk
  orang-orang telah terisolasi dan terbuang akibat game. Jumlah
  anggotanya sekarang mencapai 650 orang (data terakhir tahun 2003).

  Membuat orang ketagihan.
  Orang tua, pasangan suami istri, dan sejumlah ilmuwan mengamati
  fenomena yang disebut "ketagihan video game". Fenomena ini sering
  terjadi di kalangan penggemar game berjenis Massive Multiplayer
  Online RPG (MMORPG) seperti Ragnarok Online, Pangya, atau serial
  klasik EverQuest. Mereka jadi malas bekerja, bersosialisasi dengan
  teman, bahkan kehilangan nafsu makan.

  Pokoknya, yang terpikir di benak mereka hanyalah game, game, dan
  game! Baru-baru ini terjadi tiga kasus di Asia, di antaranya seorang
  pemuda yang pingsan di WARNET setelah berjam-jam bermain game
  online. Psikolog tak tinggal diam melihat fenomena ini, mereka pun
  beraksi.

  Maressa Orzack, dosen fakultas psikologi di Harvard University,
  mengelola klinik pertama di Amerika yang melayani jasa konsultasi
  bagi pencandu game. Tempatnya di Rumah Sakit McLean.

  Mengganggu Kesehatan!
  Belakangan ini kritik bermunculan seputar pengendali (controller)
  yang bisa menimbulkan rasa sakit di jari dan tangan. Pada tahun
  2002, Jurnal Kesehatan Inggris memublikasikan artikel tentang
  seorang anak berusia lima belas tahun yang mengalami radang jari
  tangan setelah main Playstation selama tujuh jam non-stop.
  Dokter-dokter menganalisa kalau anak itu menderita "sindrom vibrasi
  lengan" karena terlalu lama memegang pengendali.

  Menimbulkan kekerasan!
  Kalau boleh dibilang, ini adalah salah satu alasan terbesar mengapa
  video game dianggap buruk. Kontroversi ini muncul tahun 1993 ketika
  senator Joseph Lieberman berkampanye menentang serial Mortal Kombat,
  sebuah game pertarungan yang penuh adegan kekerasan dan banjir
  darah. Ia juga menarik penayangan serial tv anak, Captain Kangaroo.

  Menurut Lieberman, orang tua harus berjaga-jaga dengan "wabah
  penyakit" yang bisa menyerang anak-anak di rumah. Soalnya wabah yang
  satu ini dapat menimbulkan kekerasan. Sejak saat itu, para ahli
  bedah dan asosiasi psikologi Amerika "tergoda" untuk menghubungkan
  kekerasan video game dengan kenyataan yang terjadi. Sayang, hasil
  penelitian itu belum juga ditemukan.

  VIDEO GAME ITU BAIK

  Membuat orang pintar!
  Penelitian di Manchester University dan Central Lanchashire
  University membuktikan bahwa penggemar game yang bermain game 18 jam
  per minggu memiliki koordinasi yang baik antara tangan dan mata
  setara dengan kemampuan atlet. Dr. Jo Bryce, kepala penelitian
  menemukan bahwa hardcore gamer punya daya konsentrasitinggi yang
  memungkinkan mereka mampu menuntaskan beberapa tugas.

  Penelitian lain di Rochester University mengungkapkan bahwa
  anak-anak yang memainkan game action secara teratur memiliki
  ketajaman mata yang lebih cepat daripada mereka yang tidak terbiasa
  dengan joypad.

  NASA telah mengembangkan sistem biofeedback yang menggunakan
  game-game PS, seperti Spyro the Dragon dan Tony Hawk`s Pro Skater
  untuk meningkatkan daya konsentrasi pilot pesawat tempur. Lalu
  sebuah perusahaan bernama Attention Builders memasarkan home
  version-nya sistem yang dikeluarkan NASA itu untuk meningkatkan
  kinerja otak.

  Rajin membaca!
  Video game dibuat bukan untuk menggantikan buku. Jadi, keluhan soal
  bermain game yang dapat menurunkan budaya membaca tidaklah
  beralasan. Justru kebalikannya. Psikolog di Finland University
  menyatakan bahwa video game bisa membantu anak-anak dislexia untuk
  meningkatkan kemampuan baca mereka.

  Begitu pula gamer yang hobi memainkan game berjenis role-playing
  game (RPG) di konsol modern. Dialog-dialog dalam RPG-RPG kenamaan
  seperti Final Fantasy dan Phantasy Star dapat memacu otak untuk
  mencerna cerita.

  Membantu bersosialisasi!
  Beberapa profesor di Loyola University, Chicago telah mengadakan
  penelitian dalam komunitas Counter Strike, game First Person Shooter
  PC yang telah dibuat versi Xbox-nya. Menurut mereka, game online
  dapat menumbuhkan interaksi sosial yang menentang stereotip gamer
  yang terisolasi. Sama juga dengan komunitas game RPG EverQuest dan
  Phantasy Star Online. Game-game ini menyediakan sarana interaksi
  sosial di kalangan anak remaja.

  Mengusir stres!
  Politikus dan orang tua meributkan kekerasan akibat video game.
  Sebetulnya, mereka tak mau mengakui kalau game itu salah satu cara
  yang tidak berbahaya untuk mengusir stres. Pertempurannya virtual,
  senjatanya palsu, dan darahnya juga bohongan. Bahkan "first-person
  shooter" yang paling keras pun serba digital. Para peneliti di
  Indiana University menjelaskan bahwa bermain game dapat mengendurkan
  ketegangan syaraf.

  Memulihkan kondisi tubuh!
  Game terbukti dapat digunakan untuk pasien yang sedang mendapat
  terapi fisik. "Biarkan mereka main," kata Dr. Mark Griffiths,
  psikolog di Nottingham Trent University. Ia melakukan penelitian
  sejauh mana manfaat game dalam terapi fisik.

  "Latihan fisik yang berulang-ulang dan membosankan agak sulit
  menyembuhkan seseorang akibat luka parah." Pengenalan video game
  dalam terapi fisik ternyata sangat menguntungkan. Beberapa game
  digunakannya untuk membentuk otot sampai melatih anak-anak yang
  menderita diabetes sebagai pelengkap pengobatan medis.

  *) Penulis, Eko Ramaditya Adikara (Rama), adalah seorang tuna-netra
     yang gemar menulis menggunakan komputer. Penulis tergabung dalam
     Yayasan Mitra Netra (MitraNetra.or.id). Blog pribadinya dapat
     dibaca di alamat www.ramaditya.com.

  Bahan diambil dari sumber:
  Nama situs : DetikInet
  Penulis    : Eko Ramaditya Adikara
  URL artikel: www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/07/tgl/31/time/122559/idnews/646663/idkanal/399


                          o/ AKTIVITAS o/

                       ANEKA PERMAINAN ALKITAB
                       =======================

  1. Menebak tokoh Alkitab
     ---------------------
     Seorang pemain diminta ke luar ruangan, sementara anggota
     kelompok menetapkan dan memilih untuk membicarakan tentang
     seorang tokoh Alktiab. Setelah diberi cukup waktu, pemain itu
     dipanggil masuk. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
     mencoba menemukan siapa tokoh itu. Orang-orang lainnya mencoba
     menyembunyikan jawaban sedemikian rupa tanpa berbohong. Ketika
     nama tokoh itu akhirnya dapat diterka dengan tepat, maka anggota
     kelompok yang menyebabkan terkaan berhasil harus keluar ruangan.
     Kini ia menjadi penebak. Permainan dilanjutkan seperti tadi dan
     orang tersebut dipangil masuk.

  2. Sandi Alkitab
     -------------
     Siapkanlah lima buah pernyataan mengenai suatu kota ataupun tokoh
     Alkitab. Bacalah pernyataan itu satu demi satu dan minta seorang
     peserta menebak tempat atau tokoh tersebut. Kalau ia berhasil
     menebak sesudah pernyataan pertama Anda bacakan, ia mendapat
     angka 100. Bila ia menebaknya dengan tepat sesudah pernyataan
     kedua Anda bacakan, ia mendapat angka 50. Yang ketiga angkanya
     25, yang keempat 10, dan yang kelima 5 angka. Susunlah pernyataan
     tersebut sedemikian rupa sehingga kelihatannya semakin sukar.

  3. Benda-benda Alkitab
     -------------------
     Sebutkan nama benda penting dalam sebuah cerita Alkitab dan
     mintalah pemain menebak setiap cerita itu. Sering sekali ada
     beberapa kemungkinan yang berhubungan denga suatu benda
     tertentu. Misalnya, "batu" berhubungan dengan cerita Musa, Daud,
     Stefanus, maupun peristiwa-persitiwa lain. Anda dapat dengan
     mudah memperoleh nama-nama benda dalam konkordansi.

  Bahan diambil dan diedit dari sumber:
  Judul buku: Belajar Alkitab Melalui Permainan
  Penulis   : Ronald F. Keeler
  Penerbit  : BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997
  Halaman   : 71 -- 72


                          o/ WARNET PENA o/

                      TELAGA: ANAK DAN VIDEO GAME
                      ===========================
     http://www.telaga.org/transkrip.php?anak_dan_video_game.htm

  Ingin mengetahui pendapat seorang konselor rohani senior mengenai
  anak dan video game? Silakan kunjungi alamat URL di atas. Dalam
  halaman tersebut Anda dapat membaca transkrip perbincangan dalam
  siaran radio Telaga mengenai dampak video game terhadap anak.
  Bagaimana orang tua dapat menyikapi pengaruh tersebut? Langsung saja
  simak transkrip lengkapnya.

  Kiriman: Ratri <ratri(at)xxxx>


                          o/ MUTIARA GURU o/

         Musuh terbesar dari lapar akan Allah bukanlah racun,
             tetapi makanan enak. Bukan sekumpulan dosa 
        yang akan melemahkan hasarat kita akap perkara surgawi, 
            tetapi tanggapan kita yang tak habis-habisnya
                terhadap hal-hal yang dunia tawarkan.
                            - John Piper -


----------------------------------------------------------------------
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
<staf-BinaAnak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
----------------------------------------------------------------------
                  Pemimpin redaksi: Davida Welni Dana
       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                 Copyright(c) e-BinaAnak 2007 -- YLSA
        http://www.sabda.org/ylsa/  ~~ http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                  No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan : <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Alamat Berhenti     : <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Arsip e-BinaAnak    : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://pepak.sabda.org/
------------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU --------------

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org