Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/722 |
|
![]() |
|
e-BinaAnak edisi 722 (13-1-2016)
|
|
e-BinaAnak -- Komitmen Pelayan Anak (I) Edisi 722/Januari/I/2016 Selamat Tahun Baru 2016 untuk seluruh pembaca e-BinaAnak! Sudah dua minggu kita memasuki tahun 2016, bagaimana dengan Rekan- Rekan pelayan anak semuanya? Apakah sudah mulai mengalami hal-hal yang memberikan tantangan baru atau ada tantangan yang lebih berat lagi dalam melayani anak-anak dibandingkan tahun lalu? Seluruh redaksi e-BinaAnak berharap, tantangan apa pun yang terjadi, biarlah kita semua tetap teguh memegang komitmen kita untuk menjalani panggilan mulia sebagai seorang pelayan anak. Kiranya Tuhan memampukan kita semua, para pekerja-Nya, untuk bekerja di ladang-Nya, menuai jiwa anak-anak untuk dibawa kepada Tuhan. Untuk memantapkan komitmen dalam melayani anak-anak, dalam edisi perdana awal tahun ini, kami mengajak Rekan-Rekan menyimak artikel dan sebuah kisah mengenai arti penting komitmen seorang pelayan anak. Komitmen itu harus dibawa kepada Allah sehingga tantangan apa pun yang dihadapi tidak akan membuat kita undur dalam menjalankan panggilan- Nya. Simak pula sebuah bahan mengajar yang dapat kita kembangkan sendiri sesuai kebutuhan dan keadaan di sekolah minggu kita masing- masing mengenai Simeon yang akhirnya melihat Sang Mesias. Sebagai penutup, kami memperkenalkan anggota tim Pendidikan Kristen (Christian Education) dari Yayasan Lembaga SABDA yang akan menjadi redaksi e-BinaAnak pada tahun 2016 ini, yaitu Davida, Amidya, dan Hossiana. Kiranya kami dapat menjadi partner pelayanan bagi Rekan-Rekan pelayan anak semuanya dalam melayani domba-domba kecil yang dikasihi Allah. Tuhan Yesus memberkati! Pemimpin Redaksi e-BinaAnak, Davida < evie(at)in-christ.net > < http://pepak.sabda.org/> "Yesus, tolonglah kami untuk menangkap kerinduan hati-Mu bahwa dengan menjadi guru sekolah minggu berarti kami ikut serta dalam pembangunan fondasi rohani gereja-Mu." (Agustina Wijayani) ARTIKEL: BUKAN KAMU YANG MEMILIH-KU Menjadi Guru Sekolah Minggu Adalah Panggilan "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." (Yohanes 15:16) Ucapan Tuhan Yesus berlaku untuk siapa saja yang terjun di ladang pelayanan, apa pun pelayanannya dan di mana pun pelayanan itu dilakukan, termasuk di sekolah minggu. Jadi, jangan berpikir bahwa kita menjadi guru sekolah minggu itu karena kebetulan, tanpa sengaja, atau kesasar, apalagi karena "kecelakaan". Jangan! Menjadi seorang guru sekolah minggu sungguh-sungguh adalah panggilan Tuhan. Tuhan sendiri -- bukan siapa-siapa yang lain -- yang sudah memilih kita di ladang pelayanan ini. Dan, kalau Tuhan sudah memilih kita, tentunya Dia telah mempertimbangkan segala sesuatunya; tidak mungkin sembarangan atau serampangan. Oleh karena itu, baiklah kita merespons panggilan-Nya dengan penuh tanggung jawab dan komitmen kita, menjalani sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, kita berikan yang terbaik dari yang bisa kita berikan -- waktu, tenaga, dana, pikiran, juga perasaan kita. Bukan berarti kita harus meninggalkan segala-galanya demi pelayanan sekolah minggu, melupakan pekerjaan di kantor, mengabaikan tugas-tugas studi, dan menomorsekiankan keluarga. Bukan! Kalau karena pelayanan sekolah minggu, lalu studi kita, tugas kantor kita, keluarga kita malah berantakan, ya salah juga. Tuhan pasti tidak menghendaki begitu. Namun, kalau kita meyakini bahwa menjadi guru sekolah minggu itu adalah panggilan Tuhan, ayo dong, berikan prioritas yang selayaknya. Itu saja! Oleh karena itu, janganlah kita mengatakan tidak punya waktu untuk persiapan mengajar, atau terlalu repot untuk mengikuti pembinaan-pembinaan guru sekolah minggu, terlalu banyak pekerjaan sehingga tidak dapat melakukan perkunjungan kepada anak-anak sekolah minggu. Sebab, sering sumber masalah sebetulnya bukan tidak ada waktu, tetapi karena kita kurang memberi prioritas yang layak kepada pelayanan sekolah minggu. Untuk sesuatu yang kita anggap penting kita prioritaskan, selalu ada waktu, bahkan juga ada tenaga lebih, bukan? Memang, walaupun misalnya kita malas-malasan mempersiapkan diri sebelum mengajar, dan asal-asalan, atau semau "gue" ketika mengajar, toh tidak ada sanksi atau hukumannya. Sebaliknya, kalaupun kita mengajar dengan sepenuh komitmen dan sepenuh daya yang kita miliki, toh kita tidak akan mendapat bintang jasa. Paling "banter" kita mendapatkan ucapan terima kasih. Namun, kita harus ingat bahwa kita bukan anak kecil lagi yang melakukan sesuatu atas dasar pujian dan hukuman (reward and punishment). Tunjukkan kedewasaan kita dengan melakukan apa pun yang menjadi tanggung jawab kita, melakukan apa pun yang menjadi tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, terlepas dari ada tidaknya hukuman atau hadiah. Terlebih penting lagi, kasih dan keselamatan yang kita terima bukan untuk kita nikmati sendiri, tetapi HARUS kita sebarkan dan tebarkan. Pengabaran Injil bukan imbauan, tetapi sebuah keharusan (1 Korintus 9:16). Dan, yang berhak menerima itu bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak! (Kejadian 17:7; Kisah Para Rasul 2:39). Menjadi guru sekolah minggu memang sukarela, tidak mendapat gaji atau mendapat bintang jasa. Namun, ketika kita mampu melakukan sesuatu yang sifatnya sukarela dengan setulus hati dan berkomitmen penuh, itulah sebetulnya yang menentukan kualitas hidup dan kedewasaan kita. Diambil dari: Judul buku: Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Efektif Penulis: Ayub Yahya Penerbit: Footprints Publishing, 2011 Halaman: 95 -- 98 BAHAN MENGAJAR: ALLAH KITA ADALAH SETIA, 100% Tema: Allah adalah setia janji-Nya, bukankah kita seharusnya juga setia kepada-Nya? Nas Alkitab: Ada seorang laki-laki bernama Simeon yang tinggal di Yerusalem. Ia adalah orang yang benar dan saleh, yang menanti-nantikan penghiburan Allah atas Israel, dan Roh Kudus menyertainya. Roh Kudus memberitahunya bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Kristus yang diurapi Tuhan. (Lukas 2:25-26, AYT) Penyampaian cerita: Alkitab penuh dengan janji-janji Allah, dan Allah selalu setia 100% untuk menjaga janji-Nya. Dalam Alkitab, ada cerita tentang seorang pria bernama Simeon. Simeon adalah orang yang sangat tua yang telah setia melayani Allah sepanjang hidupnya. Simeon menantikan kedatangan Mesias. Allah telah berjanji kepada Simeon bahwa ia tidak akan mati sampai ia telah melihat Kristus, Mesias yang dijanjikan. Beberapa hari setelah kelahiran Yesus, Maria dan Yusuf membawa Yesus ke Bait Allah untuk dipersembahkan kepada Allah. Simeon berada di kuil. Begitu Simeon melihat bayi, ia tahu bahwa Yesus adalah Kristus, dan bahwa Allah telah menepati janji-Nya, yaitu ia tidak akan mati sampai ia melihat Mesias. Allah setia untuk janji-Nya, 100%! Kita berada di awal tahun baru. Banyak dari kita akan membuat janji- janji kepada Allah tentang hal-hal yang akan kita lakukan dalam tahun baru. Sering kali, banyak janji yang sudah dibuat, tetapi tidak pernah ditepati. Jika Allah setia untuk menepati janji-Nya kepada kita, bukankah kita juga harus berpikir bahwa penting bagi kita untuk menepati janji kita kepada-Nya? Tahun ini, jika ada janji yang telah kita sampaikan kepada Allah, marilah kita berkomitmen, "Aku adalah seperti yang aku katakan. Aku akan setia kepada Allah!" Doa: Bapa, seperti Engkau setia dalam menjaga janji-Mu kepada kami, ajarlah kami juga setia dalam menepati janji kami kepada-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa, amin! (t/Davida) Diterjemahkan dan diringkas dari: Nama situs: Sermons4Kids Alamat URL: http://www.sermons4kids.com/our_god_is_faithful.htm Judul asli artikel: Our God Is Faithful, 100% Penulis artikel: Charles Kirkpatrick (Tim Sermos4Kids) Tanggal akses: 11 Januari 2016 MUTIARA GURU: BERHATI HAMBA Pujian sedang berlangsung. Kami semua, anak-anak dan para guru, hanyut dalam pujian yang ceria dan bersemangat. Dengan gerakan yang menyertai masing-masing lagu, kami menggunakan tubuh kami juga untuk memuji Tuhan. Mungkin saking semangatnya, tiba-tiba seorang anak perempuan yang berkeringatan mendatangiku dengan wajah tegang dan berkata, "Tante, mau pipis ...." Ah, daripada ia keburu ngompol di kelas, aku bergegas menggandeng tangan mungilnya dan keluar. Untung kelas kami berada paling dekat dengan kamar mandi. Setibanya kami di toilet, kubantu ia menurunkan celananya. Lalu, kutunggui di sampingnya. Setelah selesai dan wajahnya tampak "lega", kutanya ia, "Sudah?" Ia mengangguk. Lalu, kuambilkan air di gayung dan kutaruh dekat kakinya. Karena usianya sudah hampir 3 tahun, kurasa ia pasti sudah bisa cebok sendiri. Namun, ia tak kunjung cebok dan berdiri. Alih-alih, dengan wajah memelas, ia menoleh kepadaku dan berkata, "Tante, tolong cebokin ...." Ah, dengan sedikit geli karena lambat memahaminya, aku segera meraih air dengan tangan untuk mencebokinya. Setelah selesai dan ia sudah rapi kembali, kami pun ikut kebaktian. Aneh, tetapi nyata. Ketika aku melakukan hal-hal seperti itu, hatiku selalu merasakan sukacita. Hal-hal kecil yang mungkin tak pernah diperhatikan orang. Misalnya, membersihkan sampah atau sisa-sisa makanan yang tercecer di kelas sehabis kebaktian, mengepel lantai yang basah atau kotor karena ada anak yang mengompol atau muntah, dan sebagainya. Bukan jijik yang terasa, melainkan sungguh ... sukacita. Rasanya begitulah aku diajar Tuhan untuk rendah hati. Menjadi guru sekolah minggu bukanlah posisi yang membuat foto kita dipajang, membuat kita sering diundang makan, atau membuat kita mendapat berbagai penghargaan. Sebaliknya, aku diajar untuk rela menjadi pelayan. Seperti Yesus yang bersedia mengambil kain dan basin untuk membasuh kaki para murid. Ya, Tuhan memanggil orang-orang yang rendah hati sehingga apa yang mereka ajarkan tidak bersumber dari diri mereka sendiri. Tuhan memanggil orang-orang yang tidak hanya mengandalkan bakat sehingga mereka selalu butuh Tuhan saat melayani. Terima kasih Tuhan atas hak istimewa kami untuk menjadi pelayan di ladang-Mu. Tiada upah yang lebih berharga bagi kami dibandingkan sukacita besar yang Kaulimpahkan di hati. "... sambil melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati ...." (Kisah Para Rasul 20:19, AYT) Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Loving Kids Like Jesus Penulis: Agustina Wijayani Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2007 Halaman: 37 -- 39 STOP PRESS: APLIKASI DARI SABDA ANDROID: RENUNGAN OSWALD CHAMBERS (ROC) Berita gembira untuk Anda! Nikmatilah Renungan Oswald Chambers (ROC) setiap hari dengan aplikasi Android SABDA. Bukalah hati Anda untuk dibentuk melalui uraian Firman Tuhan yang Anda renungkan bersama Oswald Chambers. Renungan harian "My Utmost For His Highest" adalah karya besar yang ditulis oleh Oswald Chamber. Terbit pertama kali tahun 1935 dan sangat disukai oleh banyak orang Kristen dari seluruh dunia dan masuk menjadi sepuluh besar buku Kristen yang terlaris. Unduh: https://play.google.com/store/apps/details?id=org.sabda.renunganchambers Informasi lebih lengkap: http://android.sabda.org Kontak: binaanak(at)sabda.org Redaksi: Davida, Amidya, dan Hossiana Berlangganan: subscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |