Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/574 |
|
e-BinaAnak edisi 574 (29-2-2012)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI ARTIKEL: APA YANG DIHASILKAN OLEH KEMURAHAN TUHAN? KESAKSIAN: BERHITUNG DENGAN ALLAH? Shalom, Menutup edisi e-BinaAnak bulan Februari 2012, kami mengajak Anda untuk melihat kembali inti dari kemurahan hati. Apa yang menyebabkan seseorang menjadi murah hati? Apa hasil dari sikap murah hati? Siapa yang harus bermurah hati? Sebagai pelayan anak, kita pun harus menjadi teladan bagi setiap anak layan kita dalam hal bermurah hati. Seperti pengalaman seorang guru sekolah minggu dalam kesaksian kali ini. Simaklah sajian e-BinaAnak edisi ini dengan saksama, Tuhan Yesus memberkati. Staf Redaksi e-BinaAnak, Santi Titik Lestari < http://pepak.sabda.org/ > ARTIKEL: APA YANG DIHASILKAN OLEH KEMURAHAN TUHAN? "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Matius 5:7) "Biasanya, saya memberikan bantuan kepada sesama. Apakah saya harus tetap memberikan bantuan di saat krisis seperti ini?" Pertanyaan ini sering dilontarkan kepada saya, terutama di saat krisis keuangan. Alasannya, adanya anggapan bahwa memberikan bantuan hanya tepat dilakukan ketika seseorang mengalami kelimpahan. Ketika berada dalam masalah, mereka tidak diharuskan membantu sesama ataupun pekerjaan Tuhan. Benarkah demikian? Apakah yang seharusnya kita lakukan? Kemurahan Hati Menarik Kemurahan Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa kemurahan hati akan membuat seseorang mendapatkan kemurahan Tuhan. Dengan kata lain, kemurahan hati seseorang akan menarik kemurahan hati Tuhan masuk ke dalam hidupnya. Untuk mendapatkan keselamatan, kita hanya perlu percaya kepada Tuhan Yesus. Namun, untuk hidup yang senantiasa mendapatkan kemurahan hati Tuhan, kita perlu hidup dalam kemurahan hati. Kebenaran ini jarang dimengerti oleh umat Tuhan. Akibatnya, mereka tidak berusaha tetap hidup dalam kemurahan Tuhan. Daud mengerti kebenaran ini. Hal ini terlihat pada salah satu mazmur yang dibuatnya: "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6) Daud menginginkan hidup yang senantiasa mendapatkan kebajikan dan kemurahan dari Tuhan. Saya juga ingin mendapatkan hidup seperti ini. Bagaimana dengan Anda? Apa yang Dihasilkan Oleh Kemurahan Tuhan? 1. Membuat kita besar. Kemurahan Tuhan adalah syarat utama untuk membuat kita besar. Kekuatan, kepandaian, atau apa pun yang kita miliki tidak akan berarti jika tanpa kemurahan Tuhan. "Kauberikan kepadaku perisai keselamatan- Mu, tangan kanan-Mu menyokong aku, kemurahan-Mu membuat aku besar." (Mazmur 18:36) 2. Kita menjadi fokus Tuhan. Kemurahan hati Tuhan tidak untuk semua anak-Nya. Hanya anak-anak-Nya yang memiliki kemurahan hati yang menjadi fokus utama Tuhan. Hal ini membuat Tuhan seolah-olah tidak adil pada anak-anak-Nya. Beberapa orang terlihat diperlakukan istimewa oleh Tuhan, sedangkan beberapa yang lain sepertinya dibiarkan saja oleh-Nya. Memang kenyataannya demikian. Seperti ada tertulis: "Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau." Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi, hal itu tidak bergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah (Roma 9:13-16). Siapa yang Harus Murah Hati? Hidup dalam kemurahan Tuhan adalah pilihan. Ketika kondisi memburuk seperti saat ini, yang paling kita butuhkan adalah mendapatkan kemurahan dari Tuhan. Kemiskinan atau kekurangan uang bukanlah penghalang bagi kita untuk tidak murah hati. Bahkan, keadaan tidak baik ini haruslah membuat kita semakin murah hati. Jemaat Makedonia mengetahui dengan jelas kebenaran ini. "Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:1-2) Strategi terbaik ketika menghadapi krisis adalah hidup dalam kemurahan Tuhan. Dan jika ingin memiliki hidup yang diikuti oleh kemurahan Tuhan, kita harus senantiasa meningkatkan kemurahan hati kita. Amin! Diambil dari: Nama situs: ebahana.com Alamat URL: http://www.ebahana.com/ warta-368-Apa-yang-dihasilkan-oleh-kemurahan-Tuhan.html Penulis: Benny Santosa, S.T., M.Com. Tanggal akses: 6 Januari 2012 KESAKSIAN: BERHITUNG DENGAN ALLAH? Salah satu kegiatan besar yang dilakukan Komisi Anak menjelang Natal adalah mempersiapkan kado untuk setiap anak sekolah minggu. Absensi direkap dan dibuatlah kategori kesetiaan. Ya, kesetiaan dalam tanda kutip, sih, karena indikatornya hanya kehadiran di kelas sekolah minggu. Siapa yang berada pada kategori "paling setia", merekalah yang mendapat kado paling istimewa. Setelah masing-masing guru mendapat dana sesuai plafon yang telah ditentukan, mereka pun berburu kado yang paling tepat dengan kebutuhan, usia, dan -- syukur-syukur, kalau masih bisa diusahakan -- karakter tiap-tiap anak. Dengan harapan, setiap anak akan puas dengan hadiah yang diperoleh, dan itu menambah semangat mereka untuk rajin ke sekolah minggu. Namun, seperti apa kado yang dipilih, berpulang pada kreativitas dan seberapa "gigih" usaha yang dilakukan oleh setiap guru. Dulu, saat aku ikut sekolah minggu, aku pernah mendapat hadiah Natal yang bagiku terasa istimewa. Satu set alat tulis yang desainnya begitu bagus, baru, dan unik (apalagi waktu itu aku paling suka mengoleksi alat tulis yang bagus). Aku belum pernah melihatnya di toko-toko, di kotaku yang kecil. Tak satu pun teman sekolahku memiliki barang seperti itu. Begitu senangnya aku menerima kado itu, sehingga aku menyimpannya dengan rapi dan memakainya dengan begitu hati-hati. Mungkin, itulah barang paling berhargaku saat itu! Begitu pula dengan teman-teman sekelasku kala itu. Mereka menceritakan betapa senangnya mendapat kado yang sangat mereka sukai. Kesan betapa istimewanya kado itu terus terpatri dalam ingatanku. Bertahun-tahun sesudahnya, setelah aku sendiri menjadi guru sekolah minggu, aku baru tahu dari mana guru kelasku membelikan barang-barang bagus itu. Ternyata mereka menyempatkan diri pergi ke Jakarta, khusus untuk membeli kado Natal! Wah, aku cukup terkejut mendengarnya. Pasalnya, guru-guru kelasku itu bukan orang-orang yang mudah dan kerap bepergian. Mereka adalah para ibu rumah tangga. Yang seorang membuka usaha rumah makan yang tak terlalu besar, yang seorang lagi berjualan makanan kecil di rukonya. Apalagi mereka juga ibu yang mesti bertanggung jawab mengurus suami dan anak-anaknya. Untuk pergi ke Jakarta yang berjarak 12 jam perjalanan dengan mobil dari kota tinggalku (pesawat belum merupakan pilihan yang mudah dan murah waktu itu), berarti mereka harus benar-benar menyempatkan diri. Tentu, mereka harus menyiapkan keluarga dari jauh-jauh hari. Tentu, mereka harus membiayai sendiri perjalanan pulang pergi ke Jakarta dan semua pengeluaran selama di sana. Tentu, mereka harus mengorbankan penghasilan beberapa hari dengan menutup rumah makan atau toko selama mereka pergi. Bukan itu saja! Ternyata mereka masih harus tombok lagi dari kocek pribadi, karena hadiah yang mereka pilih lebih mahal dari plafon yang telah ditentukan gereja! Bercermin pada apa yang mereka lakukan bagi pelayanan, aku belajar memahami apa artinya memberi yang terbaik. Sebenarnya, siapa sih yang menyuruh mereka tutup toko dan kehilangan laba yang mestinya mereka peroleh? Siapa sih yang menuntut mereka pergi ke kota yang jauh dan menghabiskan banyak tenaga dan dana? Siapa sih yang meminta mereka berpikir keras mencari kado paling tepat, sehingga setiap anak puas? Siapa sih yang minta mereka tombok? Tuhan, ampuni aku bila terkadang aku masih suka "berhitung" dengan-Mu saat mesti berkorban bagi pelayanan. Aku tahu, aku tak layak melakukannya karena Engkau telah memberiku terlalu banyak. Berilah aku hati seperti guru-guruku tercinta, sehingga aku takkan ragu atau takut untuk berkorban dan memberi diri bagi pelayanan. "Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22) Diambil dari: Judul buku: Loving Kids Like Jesus Judul artikel: Berhitung dengan Allah? Penulis: Agustina Wijayani Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2007 Halaman: 30 -- 33 Kontak: < binaanak(at)sabda.org > Redaksi: Davida Welni Dana, Santi Titik Lestari, dan Melina Martha (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/binaanak > Berlangganan: < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |