Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/462 |
|
e-BinaAnak edisi 462 (17-12-2009)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI EDISI 462/DESEMBER/2009 - SALAM DARI REDAKSI: Antara Ingar-Bingar dan Kesederhanaan - ARTIKEL 1: Yang Kaya Menjadi Miskin, Supaya yang Miskin Menjadi Kaya - ARTIKEL 2: Kesederhanaan Natal dan Repotnya - MUTIARA GURU - BAHAN MENGAJAR: Malaikat -- dalam Liputan Reporter TV ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi: <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org> Bergabunglah dalam Fan Page e-BinaAnak di Facebook! Kunjungi sekarang juga: http://fb.sabda.org/binaanak ______________________________________________________________________ SALAM DARI REDAKSI ANTARA INGAR BINGAR DAN KESEDERHANAAN Shalom, Biasanya, Natal sekolah minggu akan selalu meriah dan penuh dengan hadiah. Hal inilah yang kerap membuat anak-anak sangat menantikan Natal. Mereka membayangkan hadiah Natal yang mereka impikan -- baju baru, banyak makanan, dsb.. Itulah hasil dari tindakan yang secara tidak sadar telah kita lakukan -- membawa mereka jauh dari makna Natal yang sebenarnya. Ketika Yesus lahir, semuanya serba sederhana. Lahir di tempat yang tidak layak, bahkan Dia dibaringkan di dalam palungan. Dia yang adalah Anak Tunggal Allah, telah mengosongkan Diri dan mengambil rupa seorang hamba. Nah, biarlah pada masa-masa menjelang Natal tahun ini, kita merenungkan apa yang dapat kita lakukan untuk mengembalikan makna Natal yang sebenarnya. Yaitu, Yesus lahir dalam sebuah kesederhanaan yang menakjubkan. Lahir di tempat yang tidak layak, sampai mati di kayu salib untuk memberikan keselamatan kekal bagi orang yang percaya kepada-Nya. Biarlah artikel-artikel dalam edisi ini menjadi berkat bagi Anda sehingga Anda pun dapat mengajarkan makna kesederhanaan Natal kepada anak-anak layan Anda. Tidak perlu kemewahan dan ingar bingar, yang penting adalah hati yang penuh ucapan syukur. Pimpinan Redaksi e-BinaAnak, Davida Welni Dana http://www.sabda.org/publikasi/arsip/e-binaanak/ http://pepak.sabda.org/ http://fb.sabda.org/binaanak "Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." (Lukas 2:12) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Lukas+2:12 > ______________________________________________________________________ ARTIKEL 1 YANG KAYA MENJADI MISKIN, SUPAYA YANG MISKIN MENJADI KAYA "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (2 Korintus 8:9). Ada yang bilang, hari raya terbesar umat Kristen bukanlah Natal, tapi Paskah. Coba, mana yang lebih penting, kelahiran-Nya atau kebangkitan-Nya? Jawaban saya, keduanya sama-sama penting! Memang, Natal tidak ada artinya tanpa Paskah. Namun ingat, Paskah juga tidak mungkin terjadi tanpa Natal! Natal dan Paskah. Keduanya sama-sama penting. Di antara keduanyalah Kristus berjalan di dunia. Dan keseluruhan hidup-Nya, yang terbentang di antara keduanya, dapat dipandang sebagai satu peristiwa tunggal. "One single event", itulah yang disebut inkarnasi -- Anak Allah menjadi anak manusia. Kalau bagi Kristus ada kelahiran dan kebangkitan, maka bagi orang percaya tersedia kelahiran kembali dan kebangkitan tubuh. Di antara keduanya juga kehidupan kita sedang berlangsung. Dari kelahiran kembali sampai kebangkitan tubuh. Dan keseluruhan hidup kita, yang terbentang di antara keduanya, seharusnya dijiwai oleh semangat Kristus. Semangat inkarnasi. Semangat Natal. Apakah itu? Rasul Paulus menyerukannya dalam 2 Korintus 8:9: "... Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." Semangat memiskinkan diri sendiri, supaya yang lain menjadi kaya. Apa artinya? Ada beberapa kesejajaran yang menakjubkan antara ayat ini dan kidung Kristologis yang terkenal dalam Filipi 2:6-8. Tentang Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib". Hal "kaya" sejajar dengan hal "dalam rupa Allah". Sedangkan hal "menjadi miskin" sejajar dengan hal "mengosongkan diri" dan "merendahkan diri". Bagi Kristus, "kaya" berarti "dalam rupa Allah". Itulah hakikat Yesus yang sesungguhnya. Terjemahan lain untuk "dalam rupa Allah" adalah "dalam hakikat (Yun. motphe) Allah". Yesus adalah Pribadi yang 100 persen sehakikat dan setara dengan Allah. Apakah Allah Mahatahu? Yesus juga. Apakah Allah Mahakuasa? Yesus juga. Apakah Allah Mahahadir? Yesus juga. Apakah Allah kekal? Yesus juga. Sungguh, yang lahir di kandang binatang sekitar 2.000 tahun yang lalu adalah Allah sendiri! Bagi Kristus, "menjadi miskin" berarti "mengosongkan diri" dan "merendahkan diri". Ungkapan-ungkapan ini menyatakan penyerahan dan perendahan diri Kristus yang tidak tanggung-tanggung. Habis-habisan! Ungkapan "mengosongkan diri" berasal dari kata Yunani kuno, yang juga berarti "menuang" atau "mencurahkan". "To pour out". "Mencurahkan diri" merupakan ungkapan puitis kuno bagi penyerahan diri sepenuhnya dari seseorang demi kepentingan orang lain. Yesus "mengosongkan diri-Nya", itu berarti Ia menyerahkan diri-Nya sepenuhnya demi kepentingan orang lain. Ia mengabdikan seluruh hidup-Nya kepada sesama-Nya. Sampai tetes keringat terakhir. Sampai tetes darah terakhir. Sampai tarikan napas terakhir. Dalam Markus 10:45, Tuhan Yesus sendiri berkata, "... Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Sedangkan hal "merendahkan diri" yang Kristus lakukan berarti "merendahkan diri sampai titik yang paling rendah". Rasul Paulus berkata, "Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Flp. 2:8). Terjemahan yang lebih tepat adalah: "Ia telah merendahkan diri-Nya dengan menjadi taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Itulah klimaks perendahan diri-Nya. Kristus melampaui semua manusia, melampaui semua malaikat, namun demikian Ia pernah menjadi lebih rendah ketimbang keduanya. Mengapa? Karena Ia pernah menjalani kelahiran dan kematian yang paling hina. Adakah kelahiran yang lebih hina ketimbang kelahiran di kandang binatang? Yang lahir di kandang binatang adalah binatang. Tetapi Kristus memilih untuk lahir di sana. Adakah kematian yang lebih hina ketimbang kematian yang terjadi di kayu salib? Konon, setiap orang yang disalibkan ditelanjangi bulat-bulat. Betapa memalukan! Yang mati dengan cara demikian cuma penjahat dan sampah masyarakat! Namun Kristus memilih untuk mati dengan cara demikian. Sungguh, dasar kehinaan benar-benar telah diselami-Nya! Untuk apa Kristus melakukan semua itu? "Supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya". Itulah tujuan inkarnasi, yang membawa Anak Allah dari surga ke Bethlehem, dari Bethlehem ke Golgota, dan dari Golgota kembali ke surga. "Supaya kamu menjadi kaya." Kekayaan macam apa yang diberikan Kristus kepada manusia yang dikasihi-Nya? Bukan kekayaan materi, tapi rohani. Tentang tujuan kedatangan-Nya, Kristus berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" (Yoh. 10:10). Dan tentang hidup, Ia berkata, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus" (Yoh. 17:3). Manusia, akibat dosa, menjadi miskin rohani. Tidak mengenal Sang Pencipta. Ditindas dosa. Tiada pengharapan. Binasa. Kristus datang untuk mengubah realitas ini! Inilah semangat inkarnasi. Semangat Natal. Mengabdikan seluruh hidup kepada sesama, melayani mereka sampai titik yang paling rendah, supaya melalui pengabdian dan pelayanan itu mereka boleh mengambil bagian dalam kekayaan anak-anak Allah -- mengenal Sang Pencipta, menang atas dosa, berpengharapan, dan beroleh hidup yang kekal. Sudahkah semangat itu hidup di hati Anda? Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Harta Karun Natal Penulis: Erick Sudharma Penerbit: Mitra Pustaka dan Literatur Perkantas, Bandung 2005 Halaman: 153 -- 158 -- Bergabunglah dalam: http://fb.sabda.org/binaanak -- ______________________________________________________________________ ARTIKEL 2 KESEDERHANAAN NATAL DAN REPOTNYA Oleh: Ayub Yahya Berita kelahiran adalah sesuatu yang amat penting. Apalagi kalau menyangkut kelahiran seorang tokoh besar. Orang bisa memakai berlembar-lembar halaman kertas untuk menuliskannya. Bila perlu ditambah dengan bumbu-bumbu agar kesannya lebih dramatis. Tetapi coba bandingkan dengan berita kelahiran Tuhan Yesus, "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan" (Lukas 2:6-7). Sungguh sederhana. Tidak ada luapan kata-kata dramatis dan emosional di sana. Biasa-biasa saja. Seakan-akan tidak sedang menceritakan sesuatu yang istimewa. Lebih-lebih bila melihat "setting" yang ditampilkan: kota kecil Bethlehem, kain lampin, palungan tempat makanan ternak. Padahal yang diberitakan adalah sebuah peristiwa mahabesar: Juru Selamat dunia telah lahir. Begitulah, kebesaran suatu peristiwa tidak terletak pada ungkapan kata atau bahasanya, tetapi pada makna yang terkandung di dalamnya. Suatu peristiwa, kalau itu memang memunyai makna besar, tanpa bumbu-bumbu pun orang akan melihat dan merasakannya. Seperti Natal, kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Karena itu memang sangat aneh kalau kemudian Natal cenderung identik dengan kemeriahan. Pesta. Dana berjuta-juta untuk membuat acara ini dan itu. Tetapi apa itu salah? Salah sama sekali tentu tidak. Kalau Anda mau dan mampu merayakan Natal dengan segala kemeriahan dan kemewahan, silakan saja. Hanya jangan kemudian itu dijadikan sebagai keharusan atau tujuan. Sebab Natal tidak tergantung pada bagaimana cara kita merayakannya, tetapi pada bagaimana kita menghayatinya; yang penting isinya, bukan bentuknya. Kalau kita dapat menyambut Natal dalam suasana cerah ceria, megah dan mewah, ya besyukurlah. Asal ada artinya, dan tetap dalam batas-batas wajar. Jangan karena gengsi atau sekadar kebiasaaan dari tahun ke tahun. Tetapi kalau kita bisanya merayakan Natal dalam kesederhanaan, tidak ada kado dan pesta, bahkan mungkin dalam kesendirian dan keterasingan pula, ya tidak apa-apa juga, toh makna Natal tidak akan berkurang karenanya. Yang terpenting dan terutama, jangan melupakan semangat Natal yang sebenarnya; kesukaan bagi dunia dan damai sejahtera bagi segala bangsa di bumi. Apa yang ditulis dalam Injil Lukas mengenai kelahiran Tuhan Yesus itu kerap juga digambarkan secara kurang tepat. Misalnya dalam adegan drama Natal seperti ini: Yusuf dan Maria yang tengah mengandung tua berjalan perlahan dari satu penginapan ke penginapan lainnya, mencari kalau-kalau ada kamar buat mereka. Tetapi jawaban pemilik para penginapan selalu sama, "Maaf, tidak ada kamar kosong. Semua kamar sudah penuh." Sampai akhirnya mereka mendapat tempat di sebuah kandang domba. Dan di sanalah Maria melahirkan. Penggambaran ini kurang tepat, karena dalam Injil Lukas tidak ditulis "tidak ada kamar kosong", tetapi "tidak ada tempat bagi mereka". Jadi kamar kosong mungkin ada, tetapi bagi Yusuf dan Maria yang tengah mengandung tua, dan miskin pula, maaf, tidak ada tempat. Dari perhitungan ekonomi, sikap para pemilik penginapan itu memang dapat dimengerti. Ketika itu Maria tengah hamil tua. Kalau sampai dia melahirkan di penginapan tentu akan repot sekali. Para penghuni lain akan terganggu dengan suara tangisan bayi, bisa-bisa mereka lari mencari penginapan lain. Lagipula Yusuf dan Maria bukan orang kaya; apa bisa mereka membayar mahal?! Pendek kata, menerima Yusuf dan Maria, yang tengah mengandung bayi Yesus, di penginapan bukan hanya merugikan, tetapi juga merepotkan. Satu-satunya jalan yang paling gampang dan tanpa risiko adalah menolaknya dengan mengatakan, "Maaf, tidak ada tempat." Rugi dan repot, kadang-kadang itu jugalah yang harus kita tanggung dengan menerima Tuhan Yesus. Dulu, dengan menerima Tuhan Yesus, orang harus melepaskan budak-budaknya, mengembalikan gundik-gundiknya, menutup rumah perjudiannya, dan bahkan meninggalkan segala fasilitas dan kemudahan yang diperolehnya secara tidak benar. Dalam bentuk yang berbeda, sekarang pun demikian. Menerima Tuhan Yesus berarti meninggalkan hidup manusia lama kita; dan itu bisa jadi hidup yang serba enak secara jasmani, serba menguntungkan secara materi, dan serba gampang secara lahiriah. Jadi, kalau kita mau menerima Tuhan Yesus, mempersilakan Dia lahir dalam hidup kita, jangan hanya memikirkan enaknya, gampangnya, atau untungnya. Tetapi pikirkan juga konsekuensinya, harganya yang harus kita bayar. "Setiap orang yang mau mengikut Aku," demikian kata Tuhan Yesus. "Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Matius 16:24). Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: Gloria Cyber Ministries Penulis: Ayub Yahya Alamat URL: http://www.glorianet.org/index.php/ayub/194-natal -- Bergabunglah dalam: http://fb.sabda.org/binaanak -- ______________________________________________________________________ MUTIARA GURU Dia datang agar yang lemah dikuatkan dan yang miskin diperkaya. ______________________________________________________________________ BAHAN MENGAJAR MALAIKAT -- DALAM LIPUTAN REPORTER TV Pengantar Cerita Natal biasanya mulai kehilangan daya tariknya pada anak-anak usia tanggung karena mereka merasa sudah terlalu sering mendengarnya. Bahkan setiap tahun, itu-itu pula yang didapatnya, baik di sekolah minggu maupun di sekolah (terutama bila mereka bersekolah di sekolah Katolik/Kristen). Oleh sebab itu, agar dapat tetap "memikat" anak untuk sekali lagi belajar firman Tuhan tentang kisah Natal, penting bagi kita sebagai guru sekolah minggu untuk menyajikannya dalam bentuk yang bervariasi setiap tahunnya, atau mencoba menyajikannya dari sudut pandang yang berbeda dari seperti yang biasa didapat oleh anak. Kali ini, saya mencoba menggunakan teknik "Liputan Reporter TV". Mulanya, anak-anak diminta untuk membaca perikop Lukas 2:8-20 tentang gembala-gembala yang diberitahu malaikat bahwa Juru Selamat telah lahir di Bethlehem. Setelah mereka selesai membaca, saya minta untuk menutup Alkitab dan mulai mengerjakan sebuah liputan, seperti layaknya seorang reporter meliput sebuah berita spektakuler. Naskah liputan mereka nantinya akan dibacakan di depan teman-teman yang lain. Mereka boleh mengerjakannya secara berkelompok, dengan maksimal 3 orang per kelompok (boleh juga bila ada yang ingin mengerjakannya sendirian). Cara ini memaksa anak untuk MENGINGAT KEMBALI apa yang baru mereka baca, dan apa yang sebenarnya mereka mampu ingat dari cerita-cerita Natal tsb., khususnya yang terkait dengan perikop Lukas 2 tsb.. Menarik untuk diketahui, bahwa ternyata tidak terlalu banyak yang mereka sanggup ingat, mungkin karena selama ini mereka terbiasa "disuapi" dan bukannya "mengunyah sendiri" makanan mereka. Aktivitas menjadi reporter juga membuat suasana menjadi lebih hidup. Sesekali, saya berikan contoh kalimat seperti layaknya seorang reporter TV sedang bertugas menyampaikan berita, misalnya: 1. Selamat malam pemirsa. Baru saja kami menerima laporan yang mengagetkan dari sebuah kota kecil yang bernama Bethlehem. Dilaporkan bahwa para gembala menyaksikan kedatangan serombongan malaikat di tengah malam yang sunyi, yang bukan hanya mengagetkan mereka, namun juga domba-domba peliharaan mereka. 2. Selamat malam, dari Studio 7 kami melaporkan secara langsung peristiwa menghebohkan yang baru saja terjadi di Bethlehem. Sekelompok gembala mengaku telah berjumpa dengan para malaikat yang memberitahu mereka tentang kelahiran mesias. Saat ini para gembala sedang mencari kebenarannya dengan menuju ke Bethlehem, untuk mencari seorang bayi yang baru lahir, yang konon menurut informasi malaikat, bayi tsb. dibungkus dengan kain lampin dan terbaring di dalam palungan. Nantikan berita selengkapnya setelah pariwara berikut. Setelah anak-anak menyelesaikan karangan mereka dan secara bergiliran membacakannya di depan, barulah saya mengulas beberapa hal dan melanjutkannya sedikit pada peristiwa bertemunya Simeon dan Hana dengan bayi Yesus saat dia dibawa ke Bait Allah untuk disunat pada hari ke-8. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: Indonesia - EduCenter.net Penulis: Meilania Alamat URL: http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_ content&task=view&id=256&Itemid=163 -- Bergabunglah dalam: http://fb.sabda.org/binaanak -- ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Tatik Wahyuningsih Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN copyright(e) e-BinaAnak 2009 -- YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/ Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak Kunjungi Blog SABDA di: http://blog.sabda.org/ Bergabunglah dalam Fan Page e-BinaAnak: http://fb.sabda.org/binaanak ______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |